BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federal Police Tahun 2015 – 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Di tengah perkembangan zaman karena pengaruh arus globalisasi telah membuat berbagai fenomena terjadi di dunia, salah satunya adalah mulai hadirnya ancaman yang membuat negara-negara menjadikan keamanan sebagai fokus utama agar tercipta situasi dan kondisi yang kondusif untuk warga negara yang ada di dalamnya. Kini ancaman terhadap sebuah negara tidak hanya berasal dari dalam negara, namun dengan berkembangnya zaman membuat ancaman dapat hadir dari luar negara seperti yang terjadi pada saat ini dimana hadirnya kejahatan lintas negara atau yang kita kenal dengan istilah Transnational Organized Crime (TOC).

  Transnational Organized Crime (TOC) bukanlah sebuah fenomena baru karena

  istilah TOC telah dicoba untuk dideskripsikan oleh para praktisi dari tahun 1991 dan sampai saat ini TOC telah menyita banyak perhatian negara-negara di dunia, hal ini disebabkan banyak kerugian yang harus ditanggung banyak negara yang dilakukan oleh aktor yang bermain dalam TOC tersebut. Akibat dari kerugian yang harus ditanggung oleh banyak negara menyebabkan banyak negara-negara didunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membuat beragam aturan dan regulasi yang dimana tujuannya adalah untuk menekan aksi kejahatan transnasional yaitu dengan langkah pertama mengeluarkan “The United Nations Convention

  1 A

  ,

  

gainst Transnational Organized Crime Entered Into Force” pada tahun 2003

  selain diterbitkan sebuah konvensi PBB juga membagikan TOC kedalam delapan kelompok yaitu Trafficking In Persons, People Smuggling, Illicit Drugs, Sea

  

Piracy , Cybercrime, Arms Smuggling, Environmental Resources, dan Counterfeit

Product . Kelompok-kelompok ancaman ini dalam aksinya tidak hanya dilakukan

  dalam satu negara melainkan lintas negara serta membuat jaringan-jaringannya di negara-negara tersebut. Sehingga pada akhirnya akan berdampak negatif kepada 1 negara yang menjadi lahan bermain para aktor, karena secara langsung akan

  Konvensi yang diadopsi dari resolusi Majelis Umum 55/25 15 November dan berlaku pada 29 menyebabkan kerugian sekaligus menjadi ancaman terhadap stabilitas dan kedaulatan negara yang bersangkutan serta negara-negara terdekatnya.

  Perkembangan kejahatan transnasional telah didukung oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi dan sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan hidup masyarakat saat ini bersifat dinamis sehingga ada konsekuensi yang harus ditanggung yaitu mengharuskan setiap orang mencari mata pencaharian yang mampu menutupi kebutuhan hidup dan itu bukanlah sebuah hal yang mudah didapatkan. Meskipun telah memiliki pekerjaan belum tentu dapat menutupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Berbagai upaya harus dilakukan tanpa terkecuali ikut dalam aksi kejahatan. Walaupun memiliki resiko dan merupakan bentuk pelanggaran, menjadi aktor dalam tindak kejahatan merupakan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan dengan cepat, terlebih bila dilakukan secara lintas

  2 negara.

  Dari faktor sosial kita dapat bercermin dari kondisi beberapa negara di dunia yang mana sampai saat ini sangat terpuruk baik disebabkan oleh terjadi perang, kemiskinan, ataupun korban dari politik, banyak dari kejahatan lintas negara tersebut merupakan hasil dari ketiga hal ini yang dimana tujuan utama yang ingin dicapai adalah kesejahteraan tanpa merasakan ketakutan. Contoh yang dapat kita terkena konflik seperti Suriah, Yordania, Libanon dan lain-lain dari tahun 2011- 2012 sampai dengan tahun 2015 menurut International Monetary Fund terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap Gross Domestic Bruto (GDP) seperti di Yordania pada tahun 2011-2012 tumbuh sebesar 5,6% dan menurun pada tahun 2013 menjadi 2,8%, mengalami kenaikan pada tahun 2014 sebesar 3,1% dan kembali turun pada tahun 2015 menjadi 2,4 %. Penurunan ini juga terjadi di Libanon dimana pada tahun 2011-2012 GDP mengalami pertumbuhan sebesar 4,6%, pada tahun 2013 mengalami penurunan yaitu 2,5%, penurunan ini berlanjut pada tahun berikutnya 2014 yaitu 2,0% dan kembali turun pada tahun 2015 yaitu 2 1,0 %. Keadaan di Suriah lebih buruk dibandingkan kedua negara tersebut dimana

  Hasil wawancara dengan seorang pegawai Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia bagian IMF hanya mendapatkan informasi mengenai kenaikan angka GDP pada tahun 2011-2012 yaitu 4,3 % dan tahun-tahun selanjutnya tidak ada data yang ditampilkan mengenai keadaan ekonomi yang terjadi di negara tersebut (International Monetary

  

Fund , 2016:32). Peneliti sengaja memilih ketiga negara tersebut sebagai contoh

  karena ketika peneliti melakukan magang di Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, peneliti mendapatkan begitu banyak data baik pelaku ataupun korban dari kejahatan lintas negara tersebut dalam kurun waktu terakhir yang berasal dari negara-negara tersebut, terlebih dalam kasus People Smuggling yang akan peneliti angkat dalam penelitian ini.

  Fenomena demikian juga tidak dapat kita pisahkan dari adanya pengaruh kuat globalisasi yang saat ini dalam kehidupan masyarakat dunia. Kita telah melihat bahwa globalisasi telah memberikan banyak pengaruh bagi kehidupan kita sehari- hari dimana kemudahan demi kemudahan dihasilkan dari pengaruh arus globalisasi salah satu contohnya adalah hubungan antar negara-negara di dunia menjadi lebih

  

intens . Namun globalisasi tidak serta merta membawa dampak positif dalam

  perjalanannya akan tetapi juga membawa arus negatif terhadap perkembangan dunia yaitu ikut membantu meningkatnya frekuensi kejahatan transnasional (TOC).

  Krusialnya kondisi negara-negara yang saat ini menjadi lahan konflik daerah konflik menggunakan berbagai macam cara agar dirinya mampu survive dan berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik di negara lain, tentunya untuk berekspansi atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain tidak menjadi perkara yang sulit pada saat ini, namun akan menjadi permasalahan bila ingin menetap dalam kurun waktu yang lama. Para warga negara ini menyediakan diri untuk diselundupkan dengan membayar para smuggler, aktifitas-aktifitas ini pun kian meningkat dan menghasilkan kasus-kasus yang merugikan negara sehingga pada akhirnya mendapatkan perhatian khusus.

  People Smuggling atau Human Smuggling merupakan pengiriman orang ke

  negara lain dengan sengaja menghindari pemeriksaan berkas dan undang-undang imigrasi, menurut isi sebuah berita online para pelaku seringkali menggunakan armada transportasi yang tidak sah dan tidak memadai dan kasus People Smuggling berbuah kasus-kasus kejahatan lainnya seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penyerangan. Pada awal mulanya kasus People Smuggling berada dikawasan Amerika yaitu penyelundupan manusia dari Amerika Latin ke Amerika Utara dan dari Afrika ke Eropa. Dimana mereka masuk ke Amerika Serikat dengan sembunyi- sembunyi menyeberangi perbatasan dan dibantu oleh para pelaku (penyelundup), sedangkan untuk rute migrasi dari sub-Sahara Afrika ke Eropa menggunakan para pengusaha, namun saat ini tidak hanya terjadi di kawasan Amerika dan Afrika tetapi juga terjadi di negara-negara lainnya termasuk dikawasan Asia secara khusus di Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia People Smuggling bukan merupakan kasus terbaru karena Indonesia seringkali dikaitkan dengan kasus tersebut. Telah banyak

  3 warga negara Indonesia menjadi korban dari kejahatan transnasional tersebut.

  Pada bulan Mei 2017 peneliti diberikan tugas untuk mengikuti Rapat

4 Koordinasi Focal Point SOMTC Ke 17, pertemuan tersebut diikuti oleh beberapa

  instansi baik lembaga penegak hukum ataupun kementerian yang memiliki wewenang dalam penanganan kejahatan lintas negara. Peneliti mendapatkan tugas sebagai drafter kelompok People Smuggling yang terdiri dari perwakilan dari Satgas People Smuggling, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri (Bareskrim Polri), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Perlu untuk diketahui posisi Set-NCB INTERPOL adalah sebagai penyelenggara acara Rakor Focal Point SOMTC Ke 17.

  Ketika Pihak Satgas People Smuggling, Dirtipidum Bareksrim Polri membaca hasil laporan penyelidikan tahunan yang telah dilakukan menerangkan bahwa negara-negara yang berada disepanjang Samudera Hindia seringkali menjadi lokasi pemberangkatan atau lokasi transit para korban guna menuju negara tujuan. Selain 3 itu ditemukan tiga negara yang selalu menjadi target para smuggler yaitu Malaysia

  

Hasil bilateral working group Polri dan Kepolisian New Zealand di Jakarta pada tanggal 11 April

4 2017, pukul 14:25 WIB).

  Sebuah pertemuan yang dilakukan oleh Indonesia yang diwadahi oleh Sekretariat NCB-

  INTERPOL Indonesia dan di ikuti oleh perwakilan dari direktorat-direktorat Kepolisian ataupun instansi lainnya yang memiliki kewenangan dalam pencegahan dan penanganan kasus kejahatan sebagai lokasi pemberangkatan, Indonesia sebagai lokasi transit dan Australia sebagai lokasi tujuan, namun dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan kepada negara Indonesia dan Australia.

  Sekretariat NCB-INTERPOL dalam penanganan kasus People Smuggling memiliki peran penting meskipun secara teknis di lapangan yang banyak mengurusi kasus ini adalah pihak Bareskrim, Mabes Polri. Sekretariat NCB-INTERPOL seringkali mewadahi setiap kali pertemuan besar seperti rapat koordinasi, bilateral

  

meeting dan pertemuan lainnya yang dilakukan dengan pihak luar negeri yang mana

  didalamnya membicarakan kasus-kasus kejahatan lintas negara termasuk kasus

  

People Smuggling , selain itu pihak Sekretariat NCB-INTERPOL sebagai media

  penghubung dengan kepolisian negara lain untuk dimintai informasi dan tak jarang Sekretariat NCB-INTERPOL juga turun ke lapangan untuk menangani kasus-kasus TOC sedangkan untuk data-data penyidikan dan penyelidikan berada di pihak Bareskrim, Mabes Polri.

  Oleh karena itu telah dibuat suatu bentuk kerja sama antara kedua belah pihak, namun sampai pada saat ini kasus People Smuggling masih menjadi permasalahan setiap tahunnya. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 dimana Satgas People

  

Smuggling Bareskrim Mabes Polri telah menangani 27 kasus penyelundupan

  merta kasus People Smuggling lenyap, para pelaku (smuggler) akan terus-menerus mencari celah dan cara bagaimana bisnis mereka berjalan. Adanya fakta demikian dapat kita lihat bahwa jaringan-jaringan baru mulai eksis dalam memulai operasinya tidak menutup kemungkinan jaringan baru tersebut juga merupakan pecahan dari jaringan lama.

  Baik Indonesia ataupun Australia kedua negara ini merupakan pihak yang telah dirugikan dari aksi kejahatan lintas negara berupa People Smuggling. Mereka mau tidak mau memiliki andil dalam pemberantasan kasus dan menemukan cara yang bersifat keras dalam menindak para pelaku agar kajahatan tersebut dapat dihentikan serta tidak menimbulkan ancaman. Indonesia dan Australia dari tahun 2000 telah melakukan kerjasama secara regional yang kemudian dikenal dengan Regional

  

Coorperation Agreement, akan tetapi bentuk kerjasama tersebut harus dihentikan karena pihak pemerintah negara Australia mengeluarkan kebijakan Turn Back The

  

Boat Policy pada tahun 2013 yang menyebabkan hubungan kerjasama dalam

  penanganan kasus kejahatan transnasional People Smuggling antara kedua belah

  5 pihak mengalami ketidakjelasan bahkan putus ditengah jalan.

  Berdasarkan data yang diberikan oleh perwakilan Badan Reserse Kriminal Polri, Direktorat Tindak Pidana Umum, Sub Direktorat III, Unit People Smuggling yang menampilkan data berupa penurunan kasus People Smuggling pada tahun 2015-2017 secara signifikan membuat peneliti tertarik untuk membahasnya dengan melihat dari upaya yang dilakukan oleh pihak Sekretariat NCB-INTERPOL dengan pihak Australian Federal Police (AFP) sehingga mengalami penurunan kasus penyelundupan manusia tersebut ditahun 2015-2017.

  1.2 Rumusan Masalah

  Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana upaya penanganan kasus People Smuggling yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-

  INTERPOL Indonesia dan Australian Federal Police (AFP) sehingga mengalami penurunan kasus penyelundupan manusia pada tahun 2015-2017 ?”

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan upaya penanganan kasus People

  

Smuggling yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan

Australian Federal Police (AFP) sehingga mengalami penurunan kasus

  penyelundupan manusia pada tahun 2015-2017.

5 Wawancara dengan salah satu penyidik Satgas People Smuggling Bareskrim, Mabes Polri pada

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Praktis

  Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai ancaman kasus “People Smuggling” terhadap keamanan suatu negara dan upaya kerjasama yang dilakukan oleh Sekretariat

  NCB-INTERPOL Indonesia dan Australia mengenai penanganan kasus “People Smuggling” sehingga mengalami penurunan pada tahun 2015-2017.

  1.4.2 Manfaat Teoritis

  Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi pengembangan ilmu Hubungan Internasional, dengan menggunakan teori Neo-Fungsionalisme yang mana didalamnya ada menjelaskan mengenai konsep transnational cooperation.

1.5 Batasan Penelitian

  Penelitian ini lebih berfokus pada upaya penanganan kasus People

  

Smuggling yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan

Australian Federal Police (AFP) periode 2015-2017 dengan membedah dari hasil

  wawancara dengan beberapa pihak dari Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan Australian Federal Police (AFP) dan menggunakan literatur yang peneliti dapatkan selama melakukan penelitian berupa laporan tindak kriminal lintas negara, MoU, Joint Statement, Letter of Intent, notulen, jurnal, website resmi yang berkaitan dengan obyek yang peneliti teliti .

Dokumen yang terkait

6. BARGAINING POWER DAN BARGAINING POSITION APPOLI 6.1. Analisis Porter’s Five Forces - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap P

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap Pasar Beras Organik = Cohesion Analysis of Appoli Group in Building Group’s Collectivity

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap Pasar Beras Organik = Cohesion Analysis of Appoli Group in Building Group’s Collectivity

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayan berkarakter

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perempuan Menyikapi Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Sebagai Masalah Kemanusiaan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Logo Konseling Untuk Memperbaiki Karakter Spiritual Low Selfesteem Perempuan Korban Trafficking

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Agama Terhadap Pembinaan Karakter Bangsa : Tinjauan dari Perspektif Agama Kristen

1 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penentuan Kandungan AsamUrat pada Urine Menggunakan Spektroskopi Inframerah Dekat dan Metode Parsial Least Squares Regression

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Creative Writing Final Project Here I Am in The A.M.

0 2 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphor, Simile and Hyperbole in Betsy Byars’ “The Summer of The Swans” Novel

0 1 70