Hilang Dalam Terang.docx

  

ABSTRAK

  Sistem politik Melayu pada umumnya dan sistem politik Serdang pada khususnya mengungkapkan bahwa kepala dari suatu negeri Melayu ( negeri = negara ) adalah menurut konsep pemerintahan Hindu. Yang Dipertuan ; Raja menurut kebiasaan Hindu atau Sultan untuk menyelaraskan diri dengan Islam. Menurut konsep Hindu raja – raja Melayu itu dialiri oleh darah putih dari seorang dewa Hindu atau Bodhisatwa. Dalam ungkapan – ungkapannyapun raja Melayu mempunyai istilah – istilah sendiri seperti “bersiram = mandi” , “gering = sakit” , “ulu = kepala” , “berangkat = berjalan” , “mangkat = meninggal” , “murka = marah” , “titah = perintah” , “kurnia = pemberian” , “anugrah = hadiah” , dan lain – lain sebagainya.

  BAGIAN – 1

KELAHIRAN DAN EVOLUSI

BANGSAWAN MELAYU SERDANG

  

1.1 Suksesi Di Kerajaan Deli Sebagai Embrio Dari Bangsawan

Serdang Tahun 1720

  Berdirinya kerajaan Serdang diawali dari perang suksesi dalam perebutan tahta di Deli disekitar tahun 1820. Perang suksesi ini merupakan sebagai embrio terbentuknya bangsawan Melayu Serdang sekaligus telah mewujudkan kerajaan Serdang. Namun kerajaan yang didirikan oleh permaisuri Tengku Puan Sampali bersama putranya Tengku Umar Johan Pahlawan Alamsyah dan adiknya Tengku Tarwar serta mendapat bantuan dari Datuk Sunggal dan Datuk Tanjung Morawa marga Saragih Dasalah itu bukanlah merupakan tujuan semata – mata , melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita – cita bangsa dan tujuan negara yakni membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja adil raja disembah raja zalim raja disanggah.

  Kerajaan Serdang merupakan perkawinan antara kerajaan Perbaungan asal

11 Minangkabau , Denai , Lubuk Pakam , Batang Kuis , Percut Sei Tuan sampai

  Selatan , sampai kebatas Sungai Ular melalui Namu Rambe dari Hulu sampai ke pantai

  Adapun arti daripada suksesi 1720 itu dalam garis – garis besarnya ialah :

  1. Lahirnya bangsawan Melayu Serdang ;

  2. Puncak perjuangan Tengku Umar Johan Perkasa Alamsyah untuk memperebutkan tahta kerajaan Deli namun gagal ;

  3. Titik tolak untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja adil raja disembah raja jalim raja disanggah.

  Semenjak suksesi 1720 itu sejarah bangsa Melayu Serdang merupakan daripada suatu bangsa yang merdeka dan bernegara ; sejarah bangsa Melayu Serdang yang menyusun pemerintahannya.

  

1.2 Bangsawan Serdang Dalam Kekuasaan Tradisional

( 1723 – 1862 )

1.2.1 Konsep Daulat-Durhaka

  Jati diri Melayu umumnya mengajarkan kepada orang – orang Melayu akan adanya siklus antara daulat dan derhaka. Secara simbolik jati diri ini diaktualisasikan dalam tiga unsur mendasar yaitu Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat 1

  1 Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47 Medan , tanggal 31 Maret 2001. 2

  2 Luckman. Sari Sejarah Serdang ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 ) hal. 18. yang menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu. Ketiga unsur ini bertalian erat diantara satu dengan lainnya. Bangsawan Serdang merupakan bagian dari bangsawan Melayu. Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam , berbahasa Melayu sehari – harinya dan beristiadat Melayu. Dalam adat Melayu terdapat satu ungkapapan yang dipedomani. Ungkapan ini ; “adat bersendi hukum syarak , syarak bersendikan kitabullah”. Jadi orang Melayu itu adalah etnis secara kultural ( budaya ) dan tidak mesti secara genologis ( persamaan darah turunan ). Dalam hukum kekeluargaan orang Melayu menganut sistem “parental” ( kedudukan pihak ibu dan pihak bapak sama ). Pada awalnya ketika agama Islam mulai dikembangkan oleh orang Melayu ( pedagang ) ke seantero Nusantara ; pengertian Melayu merupakan pengertian

  

  Dalam kesadaran Barat kekuasaan merupakan gejala yang khas antarmanusia. Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain , untuk membuat mereka melakukan tindakan – tindakan yang kita kehendaki. Kekuasaan pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongkret dalam sebab – sebab dan akibatnya. Kekuasaan terdiri dalam hubungan tertentu antara orang – orang ataupun kelompok orang dimana salah satu pihak dapat memenangkan kehendaknya terhadap yang satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang beraneka ragam misalnya sebagai kekuasaan orang tua , karismatik , politik , fisik , finansial ,

  

  Dalam paham Melayu kekuasaan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Sistem kerajaan – kerajaan Melayu yang tumbuh di Sumatera Timur dan ada sejak kerajaan Haru di Deli lenyap karena serangan Aceh pada 1539 M merupakan bersifat kerajaan Islam Mazhab Syafii yang mengutamakan mufakat ( konsensus ) dalam pemerintahan sehari – hari diantara Raja / Sultan yang dianggap sebagai “zilullah fi’l alam” bayang – bayang Tuhan diatas dunia atau “kalifatullah fi’l ard” wakil Tuhan di dunia dengan rakyat diwakili oleh para “Orang Besar” telah diciptakan ketika terjadi “kontrak sosial” antara sang sapurba dengan demang lebar daun di Bukit Seguntang Maha Meru seperti yang diceritakan oleh sejarah Melayu. Dalam “kontrak sosial” ini Raja / Sultan ( penguasa ) tidak boleh menghina dan memperkosa hak rakyat. Raja tidak akan membuat keputusan tanpa mufakat dan persetujuan segenap Orang Besar. Taatnya orang Melayu kepada Raja / Sultan yang dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia / kepala pemerintahan Islam / kepala adat sejak dahulu sebelumnya terungkap dalam pepatah “ada raja adat berdiri , tiada raja adat mati”. Oleh sebab itu Raja / Sultan mempunyai “Daulat” selaku penguasa pemerintahan , penguasa Islam dikerajaannya ; dan selaku kepala adat Melayu. Pemberontakan terhadap Raja / Sultan dianggap merusak keseimbangan kosmos di alam tindakan mana disebut “Durhaka” , yang hukumnya sangat berat sampai melibatkan keluarga dan harta benda pendurhaka itu. 3

  3 Lihat juga , Tengku Luckman Sinar , SH. Jati Diri Melayu ( Medan : Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Budaya Melayu – MABMI , 1994 ) hal. 8 – 15. 4

  4 Magnis. Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa ( rev . ed. ; Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1996 ) , hal. 98 – 99. Oleh sebab itu dapatlah kita lihat didalam sejarah kerajaan – kerajaan Melayu sebelum penjajahan Barat untuk melenyapkan ketidakadilan rakyat memakai tiga cara :

  1. Cara pertama : Memprotes sesuai pepatah “Raja adil Raja disembah , Raja zalim Raja disanggah”. Pepatah ini memperlihatkan bahwa hak azasi manusia sudah lama dipraktekan pada orang Melayu dibandingkan orang diluar Melayu ;

  2. Cara kedua ; sering kita lihat dengan meracuni raja itu hingga tewas ;

  3. Cara ketiga ; rakyat yang merasa ditekan lalu berangkat pindah dengan keluarganya ke kerajaan lain sehingga daulat raja itu jadi berkurang. Dalam hikayat Melayu sering hal itu dilukiskan dengan “negeri itu menjadi lengang ibarat disambar garuda”. Dengan banyak keluar rakayatnya maka raja yang zalim itu hilanglah pamornya ( daulatnya ) dan turunlah derarajat kerajaannya

  

  Ketiga unsur ; Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat yang menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu itu merupakan semacam matarantai yang tidak dapat dipisahkan. Siapa dan apa yang menaikan martabat seorang raja atau sultan tidaklah terlepas dari rakyat walaupun sekecil apapun pengikut dan rakyat yang mendaulati beginda dari kerajaan itu. Sebaliknya tentulah tidak akan terwujud suatu sistem , peraturan , atau organisasi sesuatu kerajaan atau kesultanan , masyarakat yang teratur , tata cara hidup yang bernorma dan berbudaya seandainya ketiadaan raja atau sultan yang didaulati sebagai unsur tertinggi dalam tata cara berkerajaan dan berpemerintahan. Sebagai pemimpin sebuah masyarakat yang besar dalam tradisi kemepimpinan Melayu – Islam ia perlu diakui sebagai khalifah di dunia.

  Apabila merujuk kepada tradisi pribumi ; rakyat suatu kerajaan atau suatu kesultanan dianggap sebagai tanah. Hanya unsur tanah saja yang boleh menumbuhkan pohon. Dan apabila mengambil contoh tradisi kepemimpinan Parsi , raja diibaratkan pohon dan rakyatnya diumpamakan sebagai akarnya. Hanya apakah ada akar barulah pohonnya boleh tumbuh dan berkembang. Tanah yang segar , akar yang kuat tentu dapat menghasilkan pohon yang subur dan baik. Perantaraan diantara raja atau sultan dengan rakyatnya adalah pembesar. Para pembesar dari pelbagai hirarki melaksakan fungsi – fungsi fiskal dalam melangsungkan kewibawaan dan berkuasanya seorang raja atau sultan terhadap seluruh rakyatnya. Tidak mungkin kesemua tanggungjawab itu dilakukan oleh raja atau sultan. Maka memang sangat diperlukanlah hal – hal yang bersifat kompleks itu dibagi – bagikan ( pembagian kekuasaan ) kepada para pembesar tersebut.

  Seorang raja atau sultan mempunyai tugas pertama – tama ia harus mengangkat bendahara , kedua ia juga mengangkat tumenggung , tugas yang ketiga seorang raja atau sultan yang bijaksana juga harus melakukan pengangkatan terhadap syahbandar. Demikianlah , betapa raja atau sultan dan pembesar saling perlu memerlukan ibarat api dengan kayu tidak akan mungkin menyala api apabila tanpa adanya kayu. Maka 5 5 Luckman , Op. Cit. , hal. 18 – 25. wajarlah apabila raja atau sultan , pembesar , dan rakyat menjadi dasar dalam pandangan hidup perpolitikan Melayu dalam membentuk sebuah kerajaan dengan berbagai keragaman institusinya. Selanjutnya apabila dikaitkan seorang raja atau sultan yang berwibawa serta yang pemegang kekuasaan tertinggi dalam institusi kerajaan yang memakai gelar sultan tersebut maka wujud dari kerajaan itu berwujud kesultanan. Instutusi inilah yang menjadi tonggak dari penggagasan , penumbuhan , perkembangan , dan kelangsungan daripada suatu kerajaan dan warisan – warisan Melayu berikutnya. Begitu penting institusi ini dalam menyumbang untuk mewujudkan sebuah kerajaan sehingga diungkapkan secara falsafah dalam budaya

  

  Dari ungkapan ini dapat diyakini bahwa raja atau sultan dalam paham Melayu memiliki kosmis. Kosmis ialah suatu kekuatan yang dimiliki oleh seorang raja (penguasa ) berdasarkan keseimbangan dalam berpedomankan akan kestabilan kosmos ( alam semesta ). Artinya seorang raja atau sultan dapat berkuasa apabila jumlah total kekuasaan dalam alam semesta tetap sama saja. Individu - individu yang berkuasa dianggap penuh kekuatan batin dalam arti baik atau buruk. Pada prinsipnya kekuatan adi dunia itu ada dimana - mana tetapi ada tempat , benda , dan manusia dengan pemusatan yang lebih tinggi. Raja atau sultan yang dipenuhi oleh kekuatan ini tidak bisa dikalahkan dan tak dapat dilukai dengan kata lain raja atau sultan itu sakti kekuatan yang membuat sakti disebut kesaktian. Kekuasaan politik adalah ungkapan kesaktian maka tidak merupakan sesuatu yang abstrak suatu nama belakang bagi hubungan antara dua unsur yang kongkret yaitu manusia atau kelompok manusia. Kekuasaan mempunyai substansi pada dirinya sendiri ( kehendak dari raja atau sultan yang bersangkutan ) berinteraksi pada dirinya sendiri dan tidak tergantung dari dan mendahului terhadap segala pembawaan empiris. Dalam kenyataannya kekuasaan hakekat realitas sendiri , dasar ilahinya dilihat dari segi kekuatan yang menagalir pada dirinya sendiri itu merupakan sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongret dalam sebab - sebab dan akibat - akibatnya. Kekuasaan terdiri dari hubungan tertentu antara orang - orang atau kelompok orang tertentu dimana salah satu pihak dapat memenangkan kehendaknya terhadap satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang beraneka ragam ; misalnya sebagai kekuasaan orang tua yang kharismatik , politik , fisik , finansial , intelektual ; tergantung dari dasar empiriknya. Pada latarbelakang kekuasaaan itu raja atau sultan dapat dimengerti sebagai orang yang memusatkan suatu takaran kekuatan kosmis yang besar dalam dirinya sendiri sebagai orang yang sakti sesaktinya. Kita bisa membayangkan sebagai pintu air yang menampung seluruh air sungai dan bagi tanah yang lebih rendah merupakan satu - satunya sumber air dan kesuburan , atau sebagai lensa pembakar yang memusatkan cahaya matahari dan mengarahkannya kebawah. Kesaktian sang raja atau sultan diukur pada besar kecilnya monopoli kekuasaan yang dipegangnya. Kekuasaan semakin besar semakin luas wilayah kekuasaan yang dipegangnya. Dari seorang raja atau sultan akan mengalirlah 6

6 Latiff. Melaka dan Arus Gerak Kebangsaan Malaysia ( Kuala Lumpur : Universiti Malaya , 1991 ) , hal. 10 – 15.

  ketenangan dan kesejahteraan kedaerah sekelingnya. Tidak ada musuh dari luar atau kekacauan didalam yang menggangu petani pada pekerjaannya di sawah karena kekuasaaan yang berpusat dalam raja atau sultan sedemikian besar sehingga semua faktor yang bisa mengganggu kekuatanya seakan - akan dikeringkan daya pengacau dari pihak - pihak yang dianggap berbahaya seakan - akan dihisap kedalam raja atau sultan. Dalam wilayah kekuasaanya akan dapat ketentraman dan keadilan serta setiap pihak dapat menjalankan usaha - usahanya tanpa perlu takut dan kaget. Kekuasaan dari raja atau sultan juga nampak dari kesuburan tanah dan apabila tidak terjadi bencana - bencana alam seperti banjir , letusan gunung berapi , dan gempa bumi karena semua peristiwa alam dari kekuatan kosmis yang sama dan dipusatkan dalam diri raja atau sultan , maka apabila kekuasaannya raja atau sultan itu menyeluruh maka akan terlepas dari apa yang dikatakan dengan tidak adanya kekuatan - kekuatan selain kekuatan pusat ( basis kekuasaan ) termasuk kekuatan - kekuatan alam masih bisa bergerak. Oleh karena itu kekuatan raja atau sultan terbukti dari akan adanya keteraturan dan kesuburan alam serta masyarakat. Jadi apabila semuanya tentram , bila tanah memberi panen yang berlimpah - limpah , bila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian secukupnya dan semua orang merasa puas inilah yang dikatakan bahwa raja atau sultan masih memiliki kosmis yang direalisasikan sebagai keadaan yang “…negeri ( kerajaan ) apabila rajanya mati”. Apabila kosmis itu tidak dimiliki lagi oleh raja atau sultan tersebut maka akan terjadinya kekacauan , kritikan - kritikan , dan perlawanan – perlawanan. Apabila tidak ada lagi terdapat pusat - pusat kekuasaan yang belum tergantung daripadanya atau memberontak terhadap pemerintahan pusat dan apabila terjadi segala macam ganguan terhadap ketentraman serta keselarasan dalam

  

  Dengan demikian , faktor – faktor berikut akan menjadi landasan utama secara umum dalam menegaskan dan meneruskan kelangsungan institusi kerajaan – kerajaan Melayu sebagai berikut : Hardinya seorang raja atau sultan yang didaulati. Baginda harus beragama Islam. Dalam melaksanakan hukum – hukum dan perundang – undangan kerajaan maka syariat Islam diterapkan bersama – sama peraturan – peraturan dari adat – istiadat setempat. Landasan kepada penegakan daulat ialah adil. Baginda menjadi pelindung kepada kesejahteraan rakyat dan kerajaan. “Memangsai rakyat tanpa dosanya ( melalaikan dosa menderhaka kepada raja ) , alamat kerajaan akan binasa”. Ukuran dari tingginya daulat yang dimiliki oleh raja atau sultan dapat ditaidai dengan taat dan setianya rakyat serta kemakmuran seluruh kerajaan. Perdagangan maju dan banyaknya alim ulama yang masuk ke negeri ini.

  Pembesar dan para menteri yang menjalankan tugasnya dan menjunjung tinggi perintah raja / sultan dengan setianya. Filsuf mengungkapkan “bahwa kerja / titah raja dijunjung , kerja sendiri terabaikan , ini adalah idealismenya.

  Orang kebanyakan baik yang berada di tanah Melayu sendiri ataupun kawasan – kawasan yang menjadi taklukan Melayu menjadi rakyat kebawah Duli Yang Maha 7 7 Ibid., hal. 17. Mulia. Secara idealnya mereka melindungi sebaliknya mereka adalah penegak daulat raja. Interaksi mereka dengan raja adalah renggang tetapi untuk menyeimbangi kereanggangan tersebut dibarengi dengan kepercayaan dan pendukungan terhadap daulat secara spiritual , peranan , dan fungsi pembesar ke atas mereka.

  Hadirnya kerjasama , saling topang – menopang , dan dukung – mendukung secara langsung maupun secara tidak langsung diantara ketiga unsur ( raja / sultan , pembesar , dan rakayat ) ini. Dengan fenomena ini akan terbentuk suatu konsensus masyarakat yang diaktualisasikan kepada pegangan dan kepatuahan kepada wadah ( kontrak sosial ) “sang spurba taram seri tri buana ( pihak yang diperintah )” dengan “demang selebar daun ( pihak yang diperintah )”. Ini merupakan suatu tradisi turun – temurun dalam politik Melayu.

  Secara historis dalam budaya berpolitik Melayu menjurus kearah terbinanya sebuah kerajaan , apabila tonggak bernegara ialah institusi kerajaan atau kesultanan maka unsur yang sangat mendasari akan kedua aspek ini ialah pemegang dan penguasa dari politik tersebut. Kedaulatan dan usaha – usaha pembinannya bukan sekedar muncul dari dukungan dan pengakuan dari kalangan – kalangan seperti pembesar , menteri , dan rakyat tetapi harus didukung juga oleh adanya penguatan dengan mitos – mitos dan kepercayaan diwariskan oleh pendahulu – pendahulu terdahulu secara

  

  1.2.2 Orang Besar Kerajaan : Gelar dan Fungsinya Dalam bidang pemerintahan kerajaan Melayu pada umumnya , dan di kerajaan

  Serdang pada khususnya selalu memakai Orang Besar dalam jumlah astrologi ( mendapat pengaruh dari Hindu ) yaitu : 4 , 8 , 16 , dan kadang – kadang sampai 32 orang. Struktur pemerintahan di Serdang dan negeri – negeri Melayu lainnya di Sumatera Timur berdasarkan asal struktur perkembangan dari pemerinatahnnya mula – mula sangat sederhana sekali. Kita dapat membuat hipotesa bahwa perkampungan – perkampungan kecil disepanjang Selat Malaka yang hampir – hampir tidak berpengaruh itu mempunyai kepala – kepala kaum dimana penghuni – penghuni kampung menganggap dirinya sebagai raja mereka yang kadang – kadang pemerintahannya bersifat despotis dan otokratis , yang kadang – kadang juga dengan atau tanpa mufakat bersama – sama mengambil saja sesuatu gelar untuk dirinya dan juga memberikan gelar – gelar kepada kaum – kaum lainnya yang dengan sukarela menetap didaerahnya ataupun dapat dilakukannya dengan peperangan. Untuk memperkuat kekuasaannya ia mengangkat pula anggota – anggota keluarganya atau orang – orang kepercayaannya untuk memegang fungsi – fungsi tertentu seperti : panglima perang , syahbandar , dan lain – lain. Pemberian gelar – gelar itu mempunyai arti apa – apa dan pemberian gelar itu hanyalah sebagai mutan politik untuk mengikat persahabatan guna menjaga stabilitas negerinya. Penghasilan yang diperoleh dari raja – raja tersebut umumnya dari peradilan , bea – cuaki , hasil – hasil muara sungai , 8

8 Ibid., hal. 18

  persembahan – persembahan yang diterima , barang larangan , pancong alas , bea masuk orang asing yang memasuki wilayahnya ; dan bersamaan dengan daerah – daerah kediaman orang – orang Batak keuntungan biasanya didapatkan dari monopoli garam , candu , dan sering juga dari ekspor budak – budak ( biasanya orang – orang kafir ) yang dijual oleh pedagang Cina ke Malaya didaerah pertambangan timah dan perak di Perak dan Selangor. Didaerah – daerah yang ditaklukkannya raja – raja itu pada umumnya tidak pernah meninggalkan pasukan tetap tetapi mengambil salah seorang anak raja yang dikalahkannya atau pengganti raja untuk dididik di istananya. Sering pula raja penakluk itu menunggu datangnya utusan – utusan pemberian upeti ( Bunga Emas ) dan menerima pendapatan hasil cukai dari raja – raja taklukkan. Intervensi di daerah – daerah jajahan dalam bidang pemerintahan hampir tidak ada. Mengenai biaya untuk pemerintahan ditanggung bersama – sama oleh kepala daerah – daerah taklukkan , dan biaya – biaya untuk peperangan biasanya ditanggung sebagian oleh mereka.

  Orang Besar kerajaan atau Rijsgroten adalah dimaksudkan sebagai para fungsionaris yang menjadi kepala – kepala daerah di daerah – daerah yang menjadi bagian dari daerah suatu kerajaan tersebut atau juga mereka berfungsi sebagai kepala daerah didaerah Sultan ( reechtstreek Sulthansgebied ). Bahwa susunan dewan kerajaan Serdang umumnya hampir sama dengan negeri Melayu lainnya yang ada di Sumatera Timur yang didapat dari pengaruh kerajaan Melayu Melaka dan Johor – Riau serta Siak.

  Adapun Menteri yang utama ( Perdana Menteri atau Patih di Jawa ) ialah yang bertindak sebagai Mangkubumi adalah Datuk Paduka Setia Maharaja yang mendampingi Raja Muda. Sedangkan Raja Muda itu mempunyai fungsi sebagai berikut : mengambil keputusan – keputusan atas nama Raja / Sultan mengenai semua hal tentang Batak Dusun sepanjang wakil Raja / Sultan di Batak Timur atau Kejuruan Senembah tidak dapat menyelesaikannya ; Kepala kantor dan Kepala polisi raja – raja ; pejabat Ketua Kerapatan ; hakim tunggal mengenai perkara – perkara yang dianggap tidak penting ; kepala peradilan mengenai keturunan – keturunan raja atau orang – orang besar ; dan kepala peradilan mengenai penghuni – penghuni istana atau keraton. Dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan sehari – hari. Dibawhnya ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap kepala kepolisian. Selanjutnya Laksamana yang berfungsi sebagai panglima angkatan laut dan merngkap panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima perang yang ditugaskan sebagai panglima perang angkatan darat. Syahbandar fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan , mengurus imigrasi , dan untuk urusan perdagangan. Betara kanan adalah merupakan ajudan Raja / Sultan. Betara Kiri merupakan sebagai penghulu istana dan penghulu bangsawan ( Kepala rumah tangga istana ) yang sering juga disebut sebagai Betara Dalam dan Betara Luar.

  Adapun asal kata Wazir di Serdang dan Bendahara dilain negeri Melayu itu ialah karena ia merupakan sebagai tempat pembendaharaan segala rahasia raja dan memberikan kebajikan atas bumi yang dilingkari raja itu ( asal kata Mangkubumi ). Mereka – mereka itu dibawah pimpinan Menteri Utama ( Wazir ) yang mengurus jalannya pemerintahan sehari – hari dalam negara. Disamping itu ada lagi Dewan Menteri yang terdiri dari Orang Besar Berempat yang merupakan “inner Council” yang diketuai oleh Wazir dan masing – masing Orang Besar Berempat mempunyai pula menteri – menteri dibawahnya yang berjumlah delapan ( Menteri Delapan ). Adapun Orang Besar Berempat itu adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku Seri Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Adapun gelar dari masing – masing Orang Besar Berempat yang sesuai dengan tingkatan dalam kedudukan hirarki kekuasaan adalah : Datuk Paduka Setia Maharaja , Tengku Seri Maharaja , Datuk Mahamenteri , dan Datuk Paduka Raja. Mereka inilah yang membantu raja dalam penentuan pengganti raja – raja dan penambalan raja – raja baru , membuat perjanjian , menentukan keadaan perang , dan lain – lain hal yang dianggap penting.

  Sewaktu kerajaan Serdang masih kecil dan mulai berkembang dari Sampali ke Sungai Serdang , keempat Wazir ini belum mempunyai daerah sendiri. Fungsi Wazir

  

1.3 Bangsawan Serdang Dalam Jaman Kekuasaan Asing ( 1863 – 1945 )

  Pesatnya perkembangan agro – industri dan perdagangan serta ekspor di Sumatera Timur , maka datanglah berduyun – duyun bangsa asing seperti Cina , India , Arab , dan bangsa Eropa. Suku – suku dari luar Sumatera Timur seperti Jawa , Batak Toba , Mandailing , Minangkabau , dan lain – lain datang untuk mencari kerja sebagai buruh , guru sekolah , pegawai pemerintah , pegawai perkebunan , pedagang kecil , dan sebagainya ; sehingga Sumatera Timur diberi gelar “Deli negeri dolar”. Menurut sensus 1940 penduduk asli hanya 39,50 % saja dari seluruh penduduk di Sumatera Timur ( Melayu 23 % , Karo 9,98 % , dan Simalungun 6,53 % ) sehingga merupakan minoritas dinegerinya yang kaya itu. Karena situasi yang tidak berimbang itu tidaklah terdapat budaya yang dominan , kecuali dalam bahasa pergaulan yaitu bahasa Melayu. Karena penduduk asli menguasai pemerintahan kerajaan lokal dan tanah adat yang luas walaupun tidak dikerjakan sendiri ; maka terjadilah pengkotak – kotakan penduduk ( misalnya diperkebunan yang dominan ialah suku Jawa , di kota – kota yang dominan “orang pendatang” dari berbagai etnis yang tidak berhak atas pemilikan tanah karena mereka warga Hindia Belanda [ Gouverment Onderdanen ] ). Karena “orang pendatang” lebih terdidik dan lebih berhasil dalam bidang perniagaan , maka mereka lebih banyak menyekolahkan anaknya kesekolah Belanda bahkan perguruan tinggi di negeri Belanda atau Betawi. Juga di dalam partai atau organisasi “pergerakan 9

5 Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.

  nasional” mereka dominan dan aktif. Rasa terancam karena ketidakberdayaan terhadap tekanan pemerintahan Hindia Belanda maupun karena merasa terdesak oleh “orang pendatang” ; sejumlah tokoh dibeberapa kerajaan Melayu menganggap perlu membentuk persatuan dan menegakan jati diri Melayu ( Islam mazhab Syafii , budaya dan adat serta bahasa Melayu ) melalui pendidikan dan organisasi seperti itu di Serdang maka terbentuklah Bangsawan Sepakat ( 1923 ) Syairus Sulaiman ; persatuan raja – raja Melayu seperti Syirkatul Muluk ( 20 September 1932 ) , dan Persatuan Sumatera Timur ( 1941 ). Tetapi kecurigaan akibat taktik pecah belah kaum penjajah , organisasi itu tidak banyak artinya dalam mempertahankan hegemoni penduduk asli Melayu. Bahkan karena perjuangan mempertahankan hak adat tanah jaluran di areal perkebunan tembakau , pihak kerajaan Melayu mendapat tekanan tiap tahun dari pihak

  

  Sejak permulaan priode ini birokrasi Belanda terus – menerus berusaha secara berangsur – angsur menggugah raja / sultan yang berada dibawah “politik kontrak” itu kejurusan situasi yang “normal” , dengan menurunkan penghasilan dan kekuasaan otonominya ketingkat raja – raja yang berstatus Korte Verklaring.

  Akibat dari kebijakan ini di kerajaan Serdang terjadi suatu perubahan besar yang sedikit demi sedikit mulai berlaku di kerajaan ini. Di dalam kerajaan Melayu menurut adat seorang raja bergelar Sultan , Yang Dipertuan , dan sebagainya. Lalu seorang Raja Muda atau Yang Dipertuan Muda dan sejumlah biasanya 4 yang tergabung dalam Orang – Orang Besar atau Datuk atau Wazir ; sebenarnya Sultan itu bukan penguasa yang absoulut tetapi hanya mewakili kerajaan. Oleh karena itu menerima penghormatan yang tertinggi dan pendapatan yang besar , tetapi meskipun demikian tugasnya akan jadi senang saja. Tugas pemerintahan yang sebenarnya terletak pada Raja Muda yang kadang – kadang kekuasaannya sering menyamai Sultan dan kadang – kadang melampaui kekuasaan Sultan.

  Sejak memasuki tahun 1930 beberapa instutusi kerajaan dihapuskan dan diganti dengan institusi yang dibuat oleh Belanda dalam tahun 1907 dengan ikatan politik yang sesungguhnya sangat memberatkan tetapi harus ditaati oleh karena kerajaan Serdang dalam keadaaan “taklukan” kekuasaan asing. Dengan keadaan yang sedemikian ini maka bangsawan memamfaatkan keahliannya ini dalam hubungan – hubungan yang mempunyai pengaruh besar , kalau perlu membungkuk – membungkuk merendahkan diri dengan harapan agar tidak memungkinkan Belanda secara langsung mencapai tujuannya. Kesempatan mendesakan perubahan ini hanya terbuka pada mangkatnya setiap raja / sultan ; dimana kelonggaran – kelonggoran dalam hubungan mereka telah diperketat lagi dan penghasilan pengganti – penggantinya telah diturunkan. Sasaran tetap politik Belanda ditujakan kepada eenhoofdig bestuur ( pemerintahan di bawah satu raja ) ; dimana sejumlah raja kecil yang sudah tunduk secara teori maupun praktek kepada kekuasaan kolonial Belanda berangsur – angsur 10

10 Lihat Tengku Luckman Sinar , “Sumatera Timur Menjelang Proklamasi dan Setelah

  

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” , dalam Panitia Konfrensi Internasional , Denyut Nadi Revolusi Indonesia (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama , 1997 ) , hal. 136 – 137. hanya berfungsi sebagai pejabat – pejabat bawahan dari raja – raja / sultan – sultan yang telah mantap pengaruh dan keberhasilannya. Kebijakan ini dibuat oleh Belanda dengan sasaran agar kekuasaan “elit pribumi” ini dapat dikontrol melalui satu raja / sultan dan dengan perantaraan raja / sultan ini pengontrolan birokrasi kepegawaian kepala – kepala distrik yang bersifat aristokrasi. Tekanan – tekanan kejurusan memperkecil penghasilan para raja / sultan ternyata menimbulkan “masalah”. Masalah ini menjadi gawat pada tahun – tahun krisis ekonomi dunia ketika keungan perkebunan dan kerajaan mengalami kesulitan yang luar biasa. Krisis dunia ini tidak mengubah penghasilan resmi para bangsaawan , tidak seperti raja - raja / sultan – sultan yang tidak berdaya diikat oleh Korte Verklaring yang penghasilannya dipotong 10 % pada tahun 1932. Dalam keadaan yang suram ini , para bangsawan masih terus menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang berlebih – lebihan ; membikin Belanda hilang kesabaranya. Praktek persen – persenan dan pemberian barang – barang berharga kepada elit Melayu yang berpengaruh untuk menjinakan mereka dalam urusaan tanah yang dulunya dilakukan oleh perkebunan – perkebunan terhadap bangsawan – bangsawan ini , sekarang tidak dilakukan lagi. Jika timbul sengketa pihak perkebunan langsung membawanya ke pengadilan untuk diputuskan ; utang – utang para bangsawan ini mereka tagih tidak mereka hapuskan seperti dulu karena kepentingan politik mereka. Hubungan antara perkebunan dan kerajaan semakin putus , sehingga maslah keuangan para bangsawan semakin menjadi parah. Jika pemborosan raja / sultan dan para kerabat sekitarnya tanpaknya semakin meningkat selama tahun – tahun krisis ekonomi dunia ; demikian juga permohonan – permohonan akan perlindungan dan bantuan kerajaan semakin meningkat pula. Persaingan diantara kaum bangsawan Melayu ini dalam perlombaan kemewahan pesta – pestanya dan kehebatan mobil – mobilnya telah mencapai tingkat yang sedikit pun tidak lagi memikirkan martabat kekuasaanya. Menjelang tahun 1931 utang istana Serdang sudah sedemikian bertumpuk sehingga pemilik – pemilik modal Eropa menolak memberi utang selanjutnya sehingga para bangsawan itu terjerumus berhutang kepada rentenir – rentenir India. Seluruh utangnya diperkirakan berjumlah 300.000 gulden pada tahun 1933 , tetapi di tahun 1935 terungkap utangnya sebanyak

  

  Pernyataan seperti ini memang kiranya agak menyesatkan. Namun benar bahwa tidak semua bangsawan yang berlatarbelakang bangsawan kerjanya hanya menghambur – hamburkan uang mengikuti nafsu kemewahan hidupnya yang berlebih – lebihan. Tidak halnya dengan Sultan Sulaiaman yang dengan uang pribadinya sendiri dan dari kas kerajaan membuka Serdang Kanaal , melempangkan sungai Serdang untuk mengeringkan air bah dan rawa – rawa. Tujuan pembangunan

  11

11 Reid. The Blood Of The People : Revolution And The End Of Tradisional Rule In

  

Northern Sumatra , atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera , terj. Tim PSH ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1987 ) , hal. 96 – 97. ini tidak lain diperuntukan untuk mengairi sawah rakyat seluas 2000 Ha yang tidak

  

  Setelah masuknya Jepang , pemerintahan militer Jepang merupakan penguasa tertinggi atas negara ini. Pmerintahan militer Jepang telah mendomonasi negara atas rakyat Indonesia khususnya di kerajaan Serdang. Gambaran ini merupakan ciri utama dari sistem pemerintahan militer yang di terapkan Jepang. Kemampuan ekonomi dan militer negara sangat besar ; kekuasaan negara dilaksanakan melalui patronanse dan penindasan. Berdiri di atas kaki sendiri dijadikan modal untuk membangun apa yang disebut perang Asia Timur Raya. Pengawasan negara atas rakyat dapat berjalan secara efektif ; hal ini dapat terlihat dari campur tangannya pemerintahan militer Jepang atas seluruh wilayah kehidupan rakyat. Aristokrat diangkat sebagai klien negara dalam tingkat regional yang mengontrol dan memantau hampir seluruh kegiatan dari rakyat Serdang. Surat rekomendasi dari berbagai kantor militer dan sipil diperlukan penduduk yang akan melamar pekerjaan , memasuki pendidikan tinggi , pindahan , menikah , dan lain – lainnya. Struktur rezim Jepang dengan pengawasan militer pada tingkat nasional , regional , dan lokal serta lembaga kecamatannya yang sangat kuat.

  Gerakan tiga “A” yang dipropagandakan oleh pemerintahan militer Jepang ini juga digunakan untuk membeli kesetiaan para pembangkang potensial , seperti kelompok –

  

  kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama Rezim pemerintahan militer Jepang telah menetapkan sebuah sistem korporatis yang disambungkan dengan wahana bela negara. Kelompok – kelompok kepentingan korporatis yang itu bersatu dibawah jaringan PETA ; seperti Persatoean Oelama Soematera Timoer dijadikan sebagai satu – satunya instituisi keulamaan umat Islam ; Persatoean Oelama Kerajaan – Kerajaan Soematera Timoer , dijadikan sebagai satu – satunya institusi dari bangsawan Melayu , HEIHO merupakan organisasi dalam ketentaraan yang dibentuk oleh Jepang karena Jepang kekurangan prajurit dalam angkatan perangnya. GYUGUN ( Tentara Pembela Tanah Air ) , organisasi ini yang akhirnya merupakan sebagai inti dari TNI sekarang.

  Tingkat urbanisasi dan industrialisasi perang ditambah lagi dengan isolasi dari pihak Sekutu maka di kerajaan Serdang terjadinya multi krisis yang pada akhir – akhir dari kekalahan Jepang di tahun 1945 merupakan petunjuk bahwa kelas menengah dan pekerja masih cukup kecil untuk mengerti akan arti kemerdekaan bangsa. Ini menjadi masalah sebab sejarah membuktikan bahwa kelas rakyat biasa dan unsur – unsur dari 12

6 Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47 Medan , tanggal 31 Maret 2001.

  13

  7 Yang penulis maksudkan sebagai kelompok – kelompok intelektual dan tokoh – tokoh agama

yang dapat dibeli kesetiaannya untuk tidak berperan sebagai oposisi bagi pemerintahan militer Jepang ;

misalnya pemerintah memberikan jabatan atau kedudukan untuk menetralisirkan ( setidak – tidaknya

tidak menentang atas kebijakan – kebijakan yang dibuat oleh negara atau bila perlu mau bergabung

dengan pemerintah untuk bekerja sama ) ; disamping itu juga pemerintah dalam membeli kesetiaan para

pembangkang potensial dari golongan agama dan golongan intelektual , pemerintah menggunakan cara

untuk mengambil hati dari pemimipin – pemimpinya ; seperti dengan membangunkan rumah – rumah ibadah dan kebebasan – kebebasn dalam mengeluarkan ide bagi pemimpin – pemimpin intelektual. golongan kirilah yang paling mendukung untuk kemerdekaan bangsa dan berdirinya negara Indonesia.

  Struktur kelas di kerajaan Serdang sedang berubah seiring dengan tumbuhnya kelas menengah dan pekerja. Di balik struktur kelas yang sedang berubah ini merupakan hasil pembangunan militerlisme yang berlangsung selama masa pendudukan Jepang di kerajaan Serdang tersebut. Kerajaan Serdang telah mengalami periode panjang dari pertumbuhan ekonominya dibandingkan negara – negara tetangganya yang ada di Sumatera Timur tersebut dengan kemungkinan pertumbuhan pertaniannya yang mampu menjadi lumbung padi semasa pendudukan Jepang di Sumatera Timur. Pembangunan industri militer ini menciptakan kelas sosial baru yang bisa jadi menuntut janji – janji kemerdekaan. Di satu sisi dinyatakan bahwa performasi militer yang berkembang akan menciptakan tuntutan terhadap partisipasi politik dari kelas menengah yang sedang tumbuh. Di sisi lain ; pembangunan militerlistik yang terjadi di kerajaan Serdang mengantarkan negara pada standar persiapan menuju revolusi yang baik bagi kebanyakkan orang tetapi juga pada kesenjangan yang lebih besar antara kelas atas dan menengah kaya yang jumlahnya terus bertambah dengan golongan miskin ; ini jugalah yang merangsang terjadinya gerakan oposisi yang tidak kalah dari kelas menengah yang sedang tumbuh tersebut.

  Berbeda dari banyak negara ; berdirinya negara Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang dilahirkan sebagai negara revolusi rakyat. Hadirnya negara Indonesia merupakan konsekwensi dari keadaan – keadaan istimewa yang terjadi di Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad kolonialisme Belanda dan Imprialisme Jepang dari Maret 1942 sampai dengan Agustus 1945. Selama periode ini rakyat Indonesia harus mengalami banyak penderitaan. Sementara warisan penderitaan dan dominasi asing meninggalkan bekas yang tidak bisa dihapuskan pada jiwa orang Indonesia. Secara militer pihak Jepang juga memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi arah masa depan politik dan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari upaya – upaya Jepang dalam menciptakan berbagai organisasi militer dan kuasi – [ sic ] militer di negara ini selama peralihan pemerintahan. Revolusi di Indonesia ( 1945 – 1950 ) menyisakan banyak masalah diseluruh daerah – daerah yang termasuk dalam wilayah Hindia Belanda yang akhirnya menjadi Indonesia. Misalnya Sumatera Timur yang wilayahnya ikut serta terimbas dalam prahara revolusi ; revolusi Indonesia khususnya di kerajaan Serdang.

  Pekik merdeka yang merabah ke kerajaan Serdang megelombang mewarnai saat – saat akhir dari kejatuhan rezim pemerintahan militer Jepang tanpaknya membawa petunjuk bahwa masa yang akan datang kerajaan Serdang akan mengalami transformasi yang sifatnya mendasar. Gejala – gejala yang terjadi menyertai gelombang kemerdekaan membawa tanda – tanda terjadinya perubahan – perubahan kualitatif maupun stuktural dalam perkembangan sejarah di kerajaan Serdang. Motivasi dominasi disertai dengan penindasan yang makin menyatu dengan politik dan kekerasan terhadap rakyat merupakan arus utama yang amat kuat mewarnai perubahan

  • – perubahan diakhir rezim pemerintahan militer Jepang. Dalam konteks seperti itu mempercepat terjadinya revolusi di kerajaan Serdang itu sendiri yang merupakan
sebagai bagian dari gelombang sejarah revolusi Indonesia pada umumnya dan sejarah di kerajaan Serdang pada khususnya.

  

BAGIAN – 2

BANGSAWAN MELAYU SERDANG DAN

AKTUALISASI REVOLUSI INDONESIA

DI SUMATERA TIMUR

2.1 Lahirnya Revolusi Indonesia Tahun 1945

  Di Jawa , desas – desus bahwa Jepang harus atau akan mengadakan kapitulasi dengan Sekutu memacu aksi beberapa organisasi bawah tanah yang telah bersepakat untuk bangkit melawan Jepang bila sekutu mendarat. Bahkan pada tanggal 10 Agustus 1945 , setelah mendengar siaran radio yang kebetulan tidak disegel oleh pemerintah militer Jepang bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah , Sjarir mendesak Hatta agar bersama Soekarno , dia segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia , dan menyakinkan bahwa Hatta boleh mengharapkan dukungan dari para gerilyawan dan banyak unit PETA. Takkala Soekarno dan Hatta baru pulang dari Dalat pada tanggal 14 Agustus 1945 , Sjarir memberitahukan mereka bahwa Jepang sudah minta diadakan gencatan senjata dan sekali lagi berusaha mendesak memproklamirkan kemerdekaan. Soekarno dan Hatta belum begitu yakin bahwa Jepang telah menyerah , merasa bahwa para gerilyawan belum lagi mampu menghimpun kekuatan untuk mengalahkan Jepang dan khawatir bila hal ini mengakibatkan pertumpahan darah yang sia – sia.

  Namun demikian , Sjarir yang percaya bahwa Soekarno bersedia memproklamirkan kemerdekaan dengan deklarasi kemerdekaan berisikan kata – kata sangat anti – Jepang yang telah disiapkan Sjarir dan kawan – kawannya , segera mengorganisir para gerilyawan dan pelajar Jakarta untuk mengadakan demostrasi umum dan kerusuhan – kerusuhan militer. Tembusan dan deklarasi kemerdekaan mereka yang anti – Jepang itu sudah dikirim ke semua pelosok pulau Jawa untuk segera diterbitkan begitu Soekarno memproklamirkan kemerdekaan yang diharapkan bakal terlaksana pada tanggal 15 Agustus 1945. Setelah persiapan – persiapan mulai dilakukan , menjadi jelas bahwa Soekarno dan Hatta tidak bersedia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1945. Sjarir tidak dapat menghubungi semua pemimpin organisasinya pada waktu yang tepat untuk memberitahukan pembatalan ini. Revolusi satu – satunya telah meletus di Cirebon pada tanggal 15 Agustus 1945 dibawah Dr. Sudarsono , tetapi segera dipadamkan.

  Demi menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu setidak – tidaknya mereka ingin memastikan dulu sikap para pejabat militer Jepang sebelum menggerakan pemberontakan rakyat. Lebih – lebih lagi keduanya merasa bahwa setiap deklarasi harus benar – benar meliputi seluruh penduduk Indonesia , karena itu harus dilaksanakan lewat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang mewakili seluruh rakyat Indonesia. Menurut mereka dengan cara itu seluruh rakyat Indonesia akan bangkit bersama – sama menegaskan kemerdekaan , dan akan lebih banyak kesempatan menggerakan penduduk secara berhasil melawan Jepang. Suatu rapat panitia tersebut direncanakan akan diadakan pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00

  

  Mr. Teuku Moh. Hasan dan Dr. Amir mengikuti acara proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Mereka diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Sumatera dan Menteri Negara tanpa porto polio. Keduanya tiba di Medan pada tanggal

  28 Agustus 1945 dengan letih dan lesu. Dr. Amir yang menjadi dokter kerajaan Langkat kembali ke Tanjung Pura tempat tinggal isterinya seorang wanita Belanda ; sementara Mr. Teuku Moh. Hasan hanya berdiam diri di Medan. Ketika Xarim M.S , yang berpengaruh di kalangan pemuda mengetahui dari dokter A.K Gani di Palembang tentang proklamasi itu ia dapat mendesak para pemuda , sehingga Letnan Gyugun Ahmad Tahir berhasil mengundang para pemuda bekas Gyugun dan Heiho pada tangga 23 September 1945 untuk secara rahasia dan tertutup mengadakan rapat di jalan Istana dan kemudian di asrama Rensheikei ( Hotel Dirga Surya sekarang ).

  Pada mulanya proklamasi kemererdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan karena putusnya hubungan dengan Jawa. Orang hanya kebingungan mendengar desas – desus bahwa tentara Sekutu ( yang memboncengi Belanda ) akan segera mendarat. Dr. Tengku Mansyur selaku ketua Shu Shangi Kei ( DPR ) Sumatera Timur pada 25 Agustus 1945 mengundang beberapa tokoh masyarakat untuk berunding di rumahnya. Pertemuan itu dihadiri antara lain oleh Mr. Moh. Yusuf , Xarim M.S , dan lain – lain. Maka dikeluarkanlah pengumuman untuk menjaga keamanan dan dibentuklah suatu panitia kecil yang diketuai oleh Sultan Langkat untuk menjelaskan kepada tentara Sekutu mengapa selama mereka mengadakan kerjasama dengan Jepang. Panitia inilah yang kemudian diisyukan oleh PKI sebagai “panitia penyambutan Belanda” ( Comite van ontvangat ) yang antara lain tugasnya adalah menangkapi orang

  

2.1.1 Isu Commite Van Ountvangst

  Berita akan adanya suatu panitia untuk menyambut kedatangan Belanda yang dilakukan oleh bangsawan ini Sebenarnya masih sebatas isu. Kebenaran akan adanya permasalah ini masih sangat diragukan oleh karena apabila masih – masing pihak diberikan tanggapan atas peristiwa ini masing – masing pihak selalu membenarkan pernyataan yang mereka perbuat dengan memperkuat penyataan tersebut oleh masing

  • – masing pihak ; sehingga kebenaran akan peristiwa ini perlu dikaji lebih mendalam lagi dalam waktu yang mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui akan peristiwa tersbut.

  Menurut salah satu sumber bahwa peristiwa ini terjadi pada 25 Agustus 1945 yang dilakukan oleh beberapa diantara dari bangsawan dari berbagai kerajaan yang ada di 1