II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak dan Pengembangannya - Evaluasi Kesesuaian Lahan Salak Sidimpuan Di Tapanuli Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Salak dan Pengembangannya

  Salak termasuk famili palmae, serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas bunga buah salak dalam jumlah yang banyak (Moch, 2001).

  Tanaman salak tumbuh merumpun, berbatang sangat pendek, tertutup oleh pelepah-pelepah daun, dan seluruh permukaan tanaman ditutupi duri-duri yang tajam. Siklus hidup tanaman salak tahunan (perennial), bahkan masyarakat Sibetan (Bali) menyebut tanaman salak tidak pernah tua atau disebut “ Tua-tua salak, jika rebah tanaman akan muda kembali dan berproduksi”. Hal ini menunjukkan bahwa bila tanaman salak sudah berumur tua dan produksinya menurun dapat diremajakan kembali dengan cara direbahkan, kemudian dipangkas untuk menumbuhkan tunas- tunas atau tanaman baru (Rahmat, 2003).

  Daun salak tersusun roset, pelepah bersirip terputus-putus dan panjangnya sekitar 2,5 – 7 meter. Bentuknya seperti pedang, pangkal daun menyempit dan cembung. Pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri tajam. Besarnya bervariasi tergantung varietasnya dan berwarna hijau (Nazaruddin dan Regina, 1992).

  Tanaman salak termasuk golongan berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50 - 100 cm panjangnya, terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm dengan banyak bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm (TKTM, 2011).

  Menurut Verheij dan R.E, (1997) buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing dipangkalnya dan membulat di ujungnya, panjangnya 2,5-10 cm terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik (Seenis, 1981). Dinding buah tengah tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan, berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat sampai kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya.

  Tanaman salak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa, bcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12bulan/ tahun). B. 8-10 bulan/tahun dan C. 5-7 bulan/ tahun. Curah hujan rata-rata 200-400 mm/ bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah, serta membutuhkan tingkat kebasahan/kelembaban tinggi. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70% karena itu

  o

  diperlukan adanya tanaman peneduh. Suhu yang paling baik antara 20-30

  C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi tetapi tidak tahan genangan air (BPPIptek, 2010).

  Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5-7,5. Kebun salak tidak tahan terhadap genangan air. Untuk pertumbuhannya membutuhkan kelembaban tinggi. Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100-500 m dpl (BPPIptek, 2010).

  Tanaman salak akan menunjukkan penampilan tanaman yang sesuai dengan keadaan faktor lingkungan, faktor iklim, tanah dan topografi saling berkaitan mempengaruhi fungsi fisiologi dan morfologi. Salak akan tetap berusaha mendapatkan kebutuhan khususnya selama hidup, walaupun faktor-faktor yang diinginkannya ini tidak mendukung. Oleh karena itu, usaha untuk medapatkan kebutuhan khususnya ini sulit dalam lingkungan yang tidak sesuai, maka akan terjadi beberapa perubahan morfologi dan fisiologi pada tanaman salak walaupun dalam jenis yang sama dalam lingkungan yang berbeda penampilan salak dapat berbeda pula (TKTM, 2010).

  Rahmat (2003) menyatakan bahwa ciri-ciri visual buah salak yang layak dipanen pada stadium matang di pohon adalah warna kulit buah bersih dan mengkilat, bila dipegang atau dipijat terasa empuk dan kulitnya tidak kasar, serta beraroma khas, bahkan kadang-kadang kelihatan retak. Disamping itu, bila sudah dikupas warna bijinya coklat kehitam-hitaman, daging buahnya kenyal atau empuk, dan duri-duri kecil buah sudah tumpul, sisik kulit luarnya sudah melebar, dan bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah.

  Dalam budidaya tanaman salak, hasil yang dapat dicapai dalam satu musim tanam adalah 15 ton per hektar, sedang masa panennya terdapat terdapat 4 musim : (1) panen raya pada bulan November, Desember dan Januari (2) panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli (3) panen kecil pada bulan Pebruari, Maret dan April (4) masa kosong/ istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober (BPPIptek, 2010).

  Sebagai tanaman asli Indonesia, salak mempunyai masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi pasar lokal maupun pasar luar negeri. Di Indonesia produksi buah ini mengalami peningkatan yang tajam dari tahun 1983- 1987. Bila di tahun 1983 produksinya hanya 52.014 ton dan menurun sedikit di tahun 1984 menjadi 46.456, maka pada tahun-tahun berikutnya produksi buah salak melonjak dengan pesat. Produksi tahun 1987 tiga kali lipat lebih banyak dari produksi tahun 1983. Akan tetapi, produksi pada tahun 1988 dan 1989 mengalami penurunan (BPPIptek, 2010).

B. Tapanuli Selatan sebagai Sentra Komoditi Salak

  o

  Kabupaten Tapanuli Selatan secara geografis berada diantara 0 58’35” –

  o o

  2 07’33’ Lintang Utara dan 98’42’50” – 99 34’16” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara.

  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara serta Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan juga Samudera Indonesia (BPS, 2011).

  2 Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah ± 4.367,05 km secara

  administratif terdiri dari 14 kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dirinci berdasarkan luas kecamatan, jumlah desa dan jumlah kelurahan. Perincian luas wilayah Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

  

Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan Luas

Kecamatan No. Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Kelurahan Luas Wilayah

  18 1 376,55

  Topografi Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

  Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berada di ketinggian antara 0 – 2009 m di atas permukaan laut. Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter umumnya terdapat di daerah pantai barat Tapanuli Selatan, yaitu Desa Muara Upu Kecamatan Muara Batang Toru. Untuk daerah yang berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung Tapulomajung di Kecamatan Saipar Dolok Hole.

  Sumber : Data olah Bappeda Tapsel

  16 1 195,68 Jumlah total 212 37 4.367,05

  14 Tantom Angkola Situmba

  8 2 295,00

  13 Angkola Sangkunur Simataniari

  11 1 86,88

  12 Marancar Pasar Marancar

  6 3 273,13

  11 Muara Batang Toru Hutaraja

  19 4 351,49

  10 Batang Toru Batang Toru

  9 Sayurmatinggi Sayurmatinggi

  1 Sipirok Pasar Sipirok

  30 6 474,70

  8 Batang Angkola Pintu Padang

  13 4 225,31

  7 Angkola Selatan Simarpinggan

  12 2 194,60

  6 Angkola Barat Sitinjak

  13 2 286,40

  5 Angkola Timur Pargarutan

  4 Aek Bilah Biru 12 - 327,17

  12 2 474,13

  3 Saipar Dolok Hole Sipagimbar

  8 2 248,75

  2 Arse Jonggol Julu

  34 6 557,26

  Kondisi iklim di Tapanuli Selatan memiliki rata-rata 7 bulan basah dan 2 bulan kering serta menunjukkan pola hujan bimodal (2 periode basah dalam satu tahun). Curah hujan di Kabupaten Tapanuli Selatan cenderung tidak teratur disepanjang tahunnya. Pada bulan Nopember terjadi curah hujan tertinggi (376,60 mm). Hari hujan terbanyak terjadi bulan Nopember yaitu 24 hari (BPS, 2011).

  Iklim Tapanuli Selatan berdasarkan ketinggian daerah terdiri atas iklim dataran rendah pada ketinggian kurang dari 500 meter dari permukaan laut, sedang pada ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut, dan iklim dataran tinggi pada ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut. Untuk rata-rata temperatur di

  o o

  Tapanuli Selatan sebesar 28 C dengan suhu maksimum 33 C dan suhu minimum

  o 12 C di daerah pegunungan.

  Areal produksi salak di Tapanuli Selatan terdapat di kecamatan Padangsidimpuan Barat, Padangsidimpuan Timur dan Siais. Luas pertanaman salak 13.928 Ha dengan produksi 236.793 ton/ tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 Ha. Demikian pula pertambahan luas tanam dan produksi masih positif yang berarti bahwa potensi dan kecendrungan terus meningkat (Pemkab Tapsel, 2011). Adapun daerah berbagai kecamatan di wilayah Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Peta wilayah Tapanuli Selatan pada Gambar 1.

  Menurut BP2KP Tapsel (2010) bahwa potensi Wilayah Tapanuli Selatan Tahun 2010 dengan luas wilayah 381.389, luas lahan sawah 15.717, lahan kering 70.480 Ha dan luas lahan pertanian 53.231, luas tanah gambut 9.019, luas hutan 249.452.

  Secara umum, mata pencaharian masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan adalah petani dan berkebun. Hasil pertanian yang terkenal adalah kopi, padi, karet, kakao, kelapa, kayu manis, kemiri, cabe, bawang merah, bawang daun dan sayur- sayuran (BP2KP, 2010).

  

Gambar 1. Peta Wilayah Tapanuli Selatan

C. Evaluasi dan Pemetaan Klas Kesesuaian Lahan Tanaman Salak

  Evaluasi lahan merupakan suatu proses analisis untuk mengetahui potensi lahan untuk penggunaan tertentu yang berguna untuk membantu perencanaan penggunaan dan pengelolaan lahan, potensi penggunaan lahan sekarang dan sebelumnya (Jones dkk, 1990 dalam Nasution, 2006), yang bertujuan untuk memecahkan masalah jangka panjang terhadap penurunan kualitas lahan yang disebabkan oleh penggunaannnya saat ini, memperhitungkan dampak penggunaan lahan, merumuskan aternatif penggunaan lahan dan pengelolaan yang lebih baik(Sys, 1985: Rossiter, 1994 dalam Nasution, 2006).

  Jumiati (2009) menyatakan bahwa lahan dengan kemampuan tinggi diharapkan berpotensi tinggi dalam berbagai penggunaan, sehingga memungkinkan penggunaan efektif untuk berbagai macam kegiatan. Untuk mempertahankan produktifitas lahan perlu suatu cara pengelolaan yang tepat agar dapat dicapai produktifitas yang optimal dan tidak menimbulkan kerusakan pada lahan.

  Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian pada dasarnya merupakan pencerminan kesesuaian kondisi fisik lahan terhadap peruntukan yang bersangkutan.

  Diketahuinya data kesesuaian lahan dan data produksi serta produktifitas pertanian daerah penelitian akan dapat menemukenali keselarasan antara kondisi lahan dengan kemampuan berproduksinya, sehingga diketahui wilayah-wilayah yang berkontribusi positif terhadap pengusahaan tanaman pertanian maupun yang bermasalah (Anggoro, 2006).

  Menurut FAO (1977) dalam Nasution (2006) bahwa kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan. Seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air. Sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir.

1. Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan

a. Sifat Fisika Tanah

  1. Kedalaman tanah

  Kedalaman tanah atau solum tanah adalah tanah yang berkembang secara genetis oleh gaya genesa tanah artinya lapisan tanah mineral dari atas sampai sedikit di bawah horizon C (Darmawidjaya, 1997).

  Ketebalan tanah lapisan atas dan tanah bawah ini berkepentingan untuk usaha pertanian jangka panjang yang berkesinambungan (sustainable agriculture). Lapisan olah yakni pada ketebalan 0-20 cm mempunyai arti yang sangat penting, karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat hara mineral. Selain itu, pada lapisan tanah tersebut hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (seperti bakteri, cacing tanag, berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah (Kartasapoetra, 1990).

  2. Struktur tanah

  Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang dimaksud dengan struktur makro/struktur lapisan bawah tanah yaitu penyusunan agregat- agregat tanah satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk/agregat-agregat yang satu sama lainnya dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Yang termasuk struktur mikro yaitu :

  • Yang berkondisi remah-lepas, dapat dilihat dengan jelas (tanpa alat bantu) keadaannya tampak cerai berai, mudah digusur atau didorong ke tempat- tempat yang dikehendaki.
  • Yang berkondisi remah-sedang, tanah yang demikian kondisinya cendrung tampak agak bergumpal, susunan lapisan-lapisan tanah tampak ada yang dalam keadaan agregasi atau bergumpal dan terdapat pula porus yang berlubang-lubang, memudahkan air menerobos menyerap ke dalam lapisan- lapisan tanah sebelah bawah. Keadaan yang demikian tidak begitu menyulitkan bagi pengolahan tanah untuk kepentingan usaha tani, ataupun bagi pekerjaan pemindahan tanah. (Kartasapoetra, 1987).

  Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan kedalaman permukaan air tanah. (Setyamidjaja, 1999).

  3. Tekstur tanah

  Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm- 50µ), debu (50- 2µ), dan liat (< 2µ) di dalam tanah. Di dalam segitiga tekstur terdapat 12 kelas tekstur di dalamnya yaitu pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liar berpasir, liat berdebu, dan liat. Apabila disamping kelas tekstur tersebut tanah mengandung krikil (>2 mm) sebanyak 20 -50% maka tanah disebut sangat berkrikil (Hardjowigeno, 1993).

  4. Konsistensi tanah

  Menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya dari luar. Penyifatan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air dari tanah yaitu apakah tanah dalam keadaan basah, lembab, atau kering (Hardjowigeno,1993).

  5. Drainase permukaan

  Adalah cara pengumpulan dan pembuangan air dari permukaan tanah. Tipe drainase ini cocok untuk daerah rendah yang menerima limpahan air dari daerah yang lebih tinggi, dan daerah-daerah yang tanah yang impermeable sehingga kapasitas melewatkan kelebihan air ke dalam profil tanahnya rendah (Hakim dkk, 1986).

  6. Bahaya Erosi

  Untuk memprediksi besarnya erosi dapat diketahui dengan berbagai metode seperti metode USLE, metode Wischmeier dan Smith dan metode Bouyoucos.

  Metode untuk menghitung besarnya erosi tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Bouyoucos yaitu jumlah fraksi pasir ditambah fraksi debu dibagi fraksi liat menurut Zachar (1982), sebagai berikut:

  E = ( Pasir + Debu) /Liat

b. Sifat KimiaTanah

1. Kapasitas Tukar Kation tanah

  Didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang dijerap. Jumlah yang dijerap sering tak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalent biasanya diikat lebih kuat daripada ion-ion monovalen sehingga sulit untuk dipertukarkan (Tan, 1998).

  2. pH tanah

  Kemasaman tanah berakibat langsung terhadap tanaman karena meningkatnya kadar ion-ion hidrogen bebas. Tanah akan tumbuh dan berkembang dengan baik dengan pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH jenis tanaman itu tidak sesuai dengan fisiologi, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup kurangnya unsur hara yang tersedia, dalam hal ini pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik.

  Pada pH di bawah 6,0 unsur P. Ca, Mg, Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo akan meningkat, yang dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991).

  3. Kejenuhan basa

  Menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.

  • Jumlah kation kation basa

  =

  Kejenuhan Basa (KB) x 100%

  • Jumlah kation basa kation asam Jumlah ation basa

   = x 100%

  KTK Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut bamyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 1993).

  4. C-organik

  Kandungan C-organikdalam tanah dapat ditentukan dengan metoda pembakaran kering atau pembakaran basah. Pembakaran kering dilakukan dengan membakar contoh tanah, kemudian mengukur CO

  2 yang dilepaskan. Hasilnya secara kuantitatif

  lebih tepat dari pembakaran basah. Pembakaran basah dilakukan dengan mengoksidasi dengan asam khromat dengan jumlah berlebihan, kemudian dilakukan titrasi terhadap kelebihan oksidan tersesbut (metode Walkley-Black). Hasilnya lebih bersifat semikuantitatif, tetapi dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. Nitrogen biasanya ditentukan dengan metode Kjedahl (Hardjowigeno, 1993).

  Peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas pangan antara lain dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas (karakteristik lahan). Pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik lahan itu sendiri dapat menghambat proses bercocok tanam yang dilakukan dan pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya gagal panen (Nina dkk, 2009).

  Metoda Matching (pencocokan) yaitu setelah data karakteristik lahan tersedia, maka prosesnya adalah dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan (Sofyan dkk 2007).

  Menurut Sofyan dkk (2007) prosedur evaluasi lahan dengan mengunakan metode Matching dilakukan beberapa tahab, yaitu: (a) penyusunan karakteristik lahan, (b) penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/ penggunaan lahan, (c) proses evaluasi kesesuaian lahan (matching), (d) kesesuaian lahan terpilih/ penentuan arahan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan.

  Kriteria persyaratan tumbuh tanaman salak diperoleh dari buku Kriteria Kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian terbitan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Dasar pembagian tingkat kesesuaian lahan mengacu pada pembagian Kesesuaian lahan menurut prosedur CSR/ FAO (Susanto dkk, 2011).

  • 18
  • 15 – 35 >75

  Media perakaran (rc)

  Ktk liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H

  Retensi hara (nr)

  > 200 > 400

  Saprik, hemik 140 – 200 Hemik, fibrik

  < 60 Saprik 60 – 140

  Ketebalan (cm) Kematangan

  Gambut:

  Kasar > 55 < 50

  Agak kasar, Sgt halus 35 – 55 50 - 75

  Halus, agak halus, sedang < 15 > 75

  Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm)

  Sangat terhambat, Cepat

  16 20 – 35 4,5 – 6,0 7,0 – 7,5 0,8 – 1,2

  Terhambat agak cepat

  Drainase Baik-sdg Agak terhambat

  Ketersediaan oksigen (oa)

  < 250 < 4000

  2000-3000 250-500 3000-4000

  Curah hujan (mm) 1000-2000 500-1000

  Ketersediaan air (wa)

  > 40 > 15

  15

  Temperarur rerata 22 – 28 28 – 34 18 - 22 34 - 40

  Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Salak Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan Kelas Kesesuaian lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc)

  Kriteria persyaratan tumbuh tanaman salak untuk komoditas pertanian menurut Pusat Peneitian Tanah dan Agroklimat Bogor dapat dilihat pada Tabel 2.

  < 20 <4,5 >7,5 <0,8

2 O

  • – 8
  • – 25

  < 8 Sgt rendah 8 – 16

  Sumber : BPT, 2003

  >40 >25

  5 - 15 15 – 40 15 - 25

  <5 <5 5 – 15

  Batuan di permuk (%) Singkapan batuan (%)

  Penyiapan Lahan

  Genangan F0 F1 F2 >F2

  Bahaya banjir (fh)

  > 30 Sgt berat

  Rendah- sdg 16 – 30 Berat

  Lereng (5) Bahaya erosi

  Toksisitas (xc)

  Bahaya Erosi (eh)

  Kedalaman sulfid (cm) >125 100 – 125 60 – 100 < 60

  Bahaya sulfidik (xs)

  > 25

  20

  Alkalinitas/ESP (%) <15 15 – 20

  Sodisitas (xn)

  > 8

  6

  Salinitas < 4 4 – 6

  C-organik (%) > 16 > 35 6,0 – 7,0 > 1,2

D. Aplikasi GPS dan GIS dalam Evaluasi Lahan

  Global Positioning System (GPS) adalah sistem radio navigasi dan penetuan posisi dengan menggunakan satelit. Sistim ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi dan informasi mengenai waktu secara kontiniu. GPS terdiri dari tiga segmen utama, segmen angkasa (space segmen) yang terdiri dari satelit- satelit GPS, segmen sistem kontrol (control segmen) yang terdiri dari stasion-stasion pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segmen) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah sinyal GPS (Robinson dkk, 1995).

  Sistem GPS terdiri dari 24 satelit. Konstelasi 24 satelit GPS tersebut menempati 6 orbit yang mengelilingi bumi dengan sebaran yang telah diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai probabilitas kenampakan setidaknya 4 satelit yang bergeometri baik dari setiap tempat di permukaan bumi di setiap saat. Satelit GPS mempunyai ketinggian rata-rata di atas permukaan bumi sekitar 20.200 km. Satelit GPS memiliki berat lebih dari 800 kg, bergerak dengan kecepatan sekitar 4 km/det dan mempunyai priode 11 jam 58 menit (Wolf, 2002).

  Menurut Robinson dkk (1995) konsep dasar pada penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara similtan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui.

  Pada pelaksaanaan pengukuran penentuan posisi dengan GPS, pada dasarnya ada dua jenis/tipe alat penerima sinyal satelit (receiver) GPS yang dapat digunakan, yaitu : (a) Tipe Navigasi digunakan untuk penentuan posisi yang tidak menuntut ketelitian tinggi, (b) Tipe Geodetik digunakan untuk penentuan posisi yang menuntut ketelitian tinggi.

  Kelebihan penentuan posisi dengan menggunakan GPS antara lain : (a) GPS dapat digunakan setiap saat tanpa bergantung waktu dan cuaca, (b) GPS dapat digunakan oleh banyak orang pada waktu yang sama dan pemakaiannya tidak bergantung pada batas politik dan alam, (c) penggunaan GPS dalam penentuan posisi secara relatif tidak bergantung dengan kondisi topografis daerah survey, (d) posisi yang ditentukan dengan GPS mengacu ke datum global yang dinamakan World

  

Geodetic System 1984 (WGS’84). Dengan kata lain posisi yang diberikan oleh GPS

  akan selalu mengacu ke datum yang sama, (e) pemakaian sistem GPS tidak dikenakan biaya, setidaknya sampai saat ini, (f) receiver GPS cendrung lebih kecil ukurannya, lebih murah harganya dan kualitas data yang diberikan lebih baik, (g) pengoperasian alat GPS untuk penentuan posisi suatu titik relatif lebih mudah dan tidak mengeluarkan biaya banyak, (h) data pengamatan GPS sukar untuk dimanipulasi (Robinson dkk, 1995).

  Kegunaan dasar dari Program GIS adalah untuk mengelola informasi ruang/tempat dalam membuat kebijakan. GIS memiliki beberapa langkah, yaitu : input, manipulasi, managemen, analisis dan visualisasi. Proses GIS mempunyai tiga prinsip dasar, yaitu input data, manipulasi data, dan output data. Selanjutnya adalah diskripsi laporan singkat dari proses dasar GIS : (1) input data meliputi semua aspek transformasi perolehan data ke dalam bentuk peta. Pengamatan lapangan, jangkauan kedalam bentuk kesesuaian digital (2) penyimpanan data, data yang disimpan dan disusun berdasarkan posisi, topology, dan elemen geografi ( titik, garis, objek yang mewakili tempat pada permukaan bumi (3) manipulasi data dan analisis, analisis meliputi pembuatan variabel gabungan yang melalui proses dua kegiatan langsung spatial dan non spatial pada kesatuan sistim (4) output data mempunyai tiga tipe yaitu; hardcopy, softcopy dan elektronik. Hardcopy adalah tampilan permanen, peta dan tabel. Softcopy digunakan untuk menyediakan interaksi operator untuk meninjau data sebelum final. Hasil analisis dapat ditunjukkan dalam bentuk peta, tabel grafik dalam variasi untuk kesesuaian bagi pengguna (Rahmawaty, 2011).

  Supriadi dan Zulkifli (2007) menyatakan bahwa informasi geografis pada peta digital mengandung posisi dan bentuk setiap feature di peta. Kebanyakan vector SIG mendukung tiga objek geometrik, yaitu ; (i) point, sepasang koordinat tunggal, (ii) line, dua atau lebih point dalam susunan tertentu dan (iii) polygon, suatu area garis tertutup. Informasi tampilan pada peta digital menjelaskan bagaimana peta ditampilkan. Umumnya informasi tampilan termasuk warna, lebar dan jenis garis, cara menampilkan nama jalan atau feature lainnya serta kode warna untuk danau, taman atau feature lainnya.

  Penggunaan teknologi berbasis komputer untuk mendukung perencanaan pertanian mutlak diperlukan untuk menganalisis, memanipulasi dan menyajikan informasi dalam bentuk tabel dan keruangan. Salah satu teknologi tersebut adalah Sistim Informasi Geografi (SIG) yang memiliki kemampuan membuat model yang memberikan gambaran, penjelasan dan perkiraan dari suatu kondisi faktual (Samsuri, 2004).

II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

  A. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di enam tempat di Daerah Tapanuli Selatan yaitu : Kecamatan Angkola Barat, Angkola Timur, Angkola Selatan, Kecamatan Marancar, Kecamatan Batangtoru, Kecamatan Batang Angkola. Lokasi penelitian pada beberapa Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dilihat pada Gambar 2.

  Analisis sifat fisika dan kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara di Medan. Penelitian dilakukan mulai Juni sampai Agustus 2012.

  B. Bahan dan Alat Penelitian

  Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, Global

  

Positioning System (GPS), altimeter, kamera, timbangan, Sofware ArcView GIS 3.2,

  Software SPSS 19, peta Tapanuli Selatan, Peta Administrasi. Bahan yang diperlukan meliputi sampel tanah setiap perwakilan Kecamatan, kebun salak dan bahan dan alat untuk analisa tanah di laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

  

Batang Toru

Angkola Timur

Angkola Barat Angkola Selatan Batang Angkola

  Gambar 2. Lokasi Penelitian Pada Beberapa Kecamatan Di Tapanuli Selatan

C. Tahapan Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan seperti disajikan pada Gambar 3.

  Data dari lapangan

Masukan data

Pengolahan data

  Type penggunaan Karakteristik lahan Persyaratan lahan penggunaan Lahan Evaluasi lahan Peta dasar Peta digital polygon Satuan lahan Peta digital kesesuaian lahan Gambar 3. Rangkaian Kegiatan Evaluasi Lahan dengan Enam Lokasi Penelitian

D. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

  Satuan contoh ditentukan dengan metode purposive sampling yaitu berdasarkan pada keperluan serta tujuan pembuatan peta dan analisis kesesuaian lahan yang nantinya memungkinkan untuk digunakan di enam Kecamatan. Untuk mendapatkan unsur keterwakilan data di tiap enam kecamatan maka sample ditempatkan pada masing-masing enam kecamatan di Tapanuli selatan.

  Pelaksanaan kegiatan lapang ini pertama-tama dengan membagi setiap lokasi penelitian menjadi beberapa bagian satuan petak kebun. Dari enam Kecamatan diperoleh sebanyak tiga puluh titik lokasi pengambilan sampel tanah.

  Contoh tanah diambil dari tiga puluh titik pengeboran sekaligus diadakan pengamatan morfologi lahan yang meliputi lereng, permukaan batuan dan batuan singkapan, ketersediaan oksigen dan media perakaran.

  Data produksi tanaman salak diambil pada setiap Satuan Petak Tanah pada masing-masing Kecamatan. Data produksi dihitung dengan meenimbang berat buah salak setiap musim panen dengan lima sampel pohon salak setiap lokasi.

  Analisa laboratorium meliputi analisa kimia dan analisa fisika tanah seperti tekstur tanah, KTK, Ca (dd), Mg (dd), Na (dd), K (dd), C-organik dan tekstur tanah.

  Bahaya erosi dapat dihitung berdasarkan Metoda Bouyoucos (Zachar, 1982) yaitu jumlah fraksi pasir ditambah fraksi debu dibagi fraksi liat, sebagai berikut: E = ( Pasir + Debu ) / liat Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam Tabel 3.

  Tabel 3. Tingkat Bahaya Erosi

  Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun) Sangat ringan (sr) < 0,15

  Ringan (r) 0,15 - 0,9 Sedang (s) 0,9 - 1,8

  Berat (b) 1,8 - 4,8 Sangat berat ( sb) >4,8

  Sumber : BPT Bogor, 2003

2. Tahab Analisa Data

  Data yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kriteria tingkat kesuburan tanah menurut puslittan (1995), dan diinterpretasikan ke dalam kelas kesesuaian lahan untuk tanaman salak menurut sys et al (1993) dan puslittan (1995). Selanjutnya mengkaji kelas kesesuaian lahan untuk tanaman salak yang dikaitkan dengan cara pengelolaan tanah.

  Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan yang ditentukan dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan pada setiap lokasi dengan persyaratan tumbuh tanaman salak. Hasil penilaian berupa klas dan sub klas kesesuaian lahan dari tanaman yang dinilai ditentukan oleh faktor pembatas terberat, faktor pembatas tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih tergantung dari karakteristik lahannya (Sofyan dkk, 2007).

  3. Analisis Regresi Linier Sederhana

  Untuk melihat hubungan antara masing-masing karakteristik tanah dengan produksi tanaman dikaji dengan menggunakan analisa regresi sederhana dengan menggunakan Software SPSS 19. Adapun faktor sifat tanah sebagai variabel bebas yaitu : pH tanah, C-organik, Kejenuhan Basa, KTK dan Persentase Lereng.

  Model linear yang diasumsikan pada analisis ini adalah : Y= a + b X

  4. Analisis Regresi Linier Berganda

  Analisis ini digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel bebas yaitu faktor sifat tanah terhadap produksi tanaman sebagai variabel tak bebas.

  Software yang digunakan untuk menganalisi data ini adalah SPSS 19. Adapun faktor sifat tanah dapat terdiri satu atau lebih dari karakteristik lahan yang diamati.

  Model linear yang diasumsikan pada analisis ini adalah :

  Y= a + b

1 X 1 + b

  2 X 2 + .................b

  5 X 5 .

  Keterangan : Y : Produksi Salak A : Intercep

  X

  1 : pH tanah

  X

  2 : Kejenuhan Basa

  b

  1 , b 2 , b 3 , ... : Koefisien regresi,

  Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mencari hubungan antara peubah bebas terhadap produksi salak yang dinyatakan dalam persentase, yang kemudian

  2

  dilanjutkan dengan uji beda nyata dari Koefisien korelasi (R ) (Anshori dan I Made, 2006).

5. Analisis GIS Untuk Menentukan Kesesuaian Lahan

  Data-data hasil analisis tanah di atas dimasukkan ke dalam database peta sebagai atribut yaitu sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, komoditas tanaman salak yang paling sesuai, sehingga diperoleh peta kesesuaian lahan (S

  1 , S 2 , S

  3 Tabel 4. Pengertian Tingkat Kelas Kesesuaian Lahan

  dan N ), seperti disajikan pada Tabel 4.

  Tingkat Kelas Keterangan

  Kelas S1, sangat sesuai Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunan secara berkelanjutan

  Kelas S2, cukup sesuai Lahan mempunyai faktor pembatas, yang akan berpengaruh terhadap produktifitas, memerlukan tambahan masukan (input), biasanya dapat diatasi petani sendiri

  Kelas S3, sesuai marginal Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, berpengaruh terhadap produktifitas, memerlukan masukan yang lebih banyak dari S2, memerlukan modal tinggi, petani tidak mampu mengatasinya. Kelas N, tidak sesuai Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi

  Sumber : (BPT, 2003) Peta kesesuaian lahan ini kemudian ditumpangtindihkan dengan peta administrasi sehingga akan diperoleh peta kesesuaian lahan berdasarkan wilayah administrasi. Analisis kesesuaian lahan ini menggunakan software Arcview GIS.

  Meode yang digunakan untuk membuat polygon adalah dengan menggunakan sistim Buffer yaitu fungsi perkiraan (proximity). Zona buffer adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu yang digambarkan di sekeliling satu elemen atau lebih atau di bagian suatu kawasan yang mempunyai jarak tertentu.

  Untuk mengaplikasikan fungsi ini, bisa dilakukan dengan : (a) memilih menu Theme → create buffers, (b) Setelah itu akan muncul kotak dialog “ create buffers “,

  (c) dalm kotak dialog ini ada tiga pilihan sesuatu yang akan user analisis. Disini user memilih sebuah theme. User akan membuat area dimana area tersebut berjarak 2500 m, (d) langkah selanjutnya pada box at specified distance ketik 2500 dan pada unit distance pilih meter, next, (e) kotak dialog berikutnya, user diperintahkan untuk memilih membuat buffer di dalam area, di dalam dan di luar area atau hanya di luar area saja. User memilih di luar saja dan finish (Prahasta, 2009).