HISTORIOGRAFI BLASPHEMY: PENISTAAN FIGUR-FIGUR SUCI DALAM TIGA AGAMA SAMAWI

HISTORIOGRAFI BLASPHEMY:
PENISTAAN FIGUR-FIGUR SUCI DALAM TIGA AGAMA SAMA
serta
mempertanyakan
sikap
atau
pemahaman fragmen ilahy yang berkaitan
dengan penistaan agama. Untuk seterusnya
penulis akan menggunakan kata blasphemy
untuk merujuk segenap pernyataan yang
mengandung penghinaan terhadap Tuhan
dan juga penistaan terhadap simbol-simbol
keagamaan.1
Saya
akan
mencoba
menjelaskan kata tersebut dari pengertian
yang diberikan agama-agama samawi,
Yahudi-Kristen dan Islam dan saya juga
akan
memaparkan

ruang
lingkup

* Dosen tetap STAI Badrus Sholeh Kediri
Yang dimaksud dengan simbol-simbol keagamaan
di sini ialah segenap figur-figur suci (Misalnya Jesus,
Muh}ammad atau Musa), jejaring teks pewahyuan
sakral (seperti al-Quran, Injil, Taurat dan lain-lain),
> min al-di>n
dan seperangkat keyakinan yang ma‘lum
bi al-da
} ru>rah dan sudah disepakati di komunitas
akademik dari masing-masing agama bersangkutan.

1

Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

blasphemy pada masing-masing agama
tersebut.2 Selanjutnya pembahasan akan

difokuskan pada pandangan-pandangan
tokoh-tokoh Yahudi-Kristen dan Islam
yang
melakukan semacam blasphemy
terhadap Nabi SAW.
Kata blasphemy berasal dari bahasa
Yunani Kuno yang artinya “speaking evil”,
dalam tradisi Yahudi-Kristen kata tersebut
menunjuk
pada
ungkapan-ungkapan
verbal yang menentang atau menghina
nilai-nilai atau kepercayaan yang sakral.
Konsep blasphemy sebenarnya belum
menjadi pengertian yang baku. Konsep ini
berkembang dari pengertian tradisi
Yahudi-Kristen yang didefinisikan sebagai
ungkapan-ungkapan bernada menghina
Tuhan
sampai

pada
pernyataan-

Pembatasan pada tiga agama ini bukan berarti
bahwa blasphemy hanya monopoli ketiga agama
besar saja tapi juga terjadi pada agama-agama lain.
Blasphemy tidak hanya terbatas pada kasus
penistaan agama semata namun juga ada pada
sentimen rasial dan lain-lain.

2

29

pernyataan
yang
dapat
menyulut
sensibilitas emosi masyarakat agama
tertentu. Konsep blasphemy itu beragam

tergantung
pada
masyarakat
yang
memberikan pemaknaan terhadapnya.3
Dalam konteks Yahudi, blasphemy
adalah penghinaan terhadap Tuhan,
kebalikan dari birkat ha-shem (memuji
nama Tuhan). Menurut Leviticus 24. 10-23
hukuman menghina Tuhan ialah hukuman
mati.4
Hukuman
diberikan
untuk
memberikan efek jera tarhadap para
pelaku blasphemy ini. Tujuannya ialah:
“Punishing the blasphemer may serve any
one of several social purposes in addition to
setting an example to warn others.
Punishment is also supposed to propitiate

the offended deities by avenging their honor,
thereby averting their wrath in the shape of
earthquakes, infertility, lost battles, floods,
plagues or crop failures”5
(Memberikan hukuman terhadap pelaku
blasphemy memiliki beberapa tujuan sosial
tertentu disamping sebagai contoh bagi
yang lain. Hukuman juga bertujuan untuk
menjaga kehormatan Tuhan agar tidak
mengutuk makhluknya dalam bentuk
gempa bumi, kemandulan, kekalahan
perang, banjir atau bahkan kegagalan
akibat blasphemy yang dibiarkan.)
Dalam
tradisi
Yahudi,
objek
blasphemy hanya terkait pada Tuhan saja
dan tidak dengan yang lain. Artinya, jika
ungkapan-ungkapan

verbal
tersebut
bernada menghina simbol-simbol agama
selain Tuhan tidak dapat dikatakan sebagai
bentuk blasphemy,
“Reviling sacred
customs, beliefs, and institutions, whether of
Judaism itself, the Temple, the sacerdotal
hierarchy, particular rituals, or holy dogmas
did not constitute blasphemy.” 6 Jadi dalam

konsep di atas Blasphemy dalam tradisi
Yahudi
terbatas pada penghinaan
terhadap Tuhan.
Konsep blasphemy dalam tradisi
Kristen menemukan basis legitimasinya
dari nasehat Musa di surat exodus yang
berbunyi “You shall not revil God”.7 Bentuk
hukuman

yang
akan
diberikan
berdasarkan pada surat Leviticus 24:26
yang menyatakan bahwa seseorang yang
menghina Tuhan maka harus dihukum
mati (lempar batu).8
Blasphemy pada tahap selanjutnya
sering digunakan dalam tradisi Kristen
sementara pada tradisi Yahudi agak
mengalami penyempitan ruang lingkup.
Dalam kamus The Oxford of World
Religious, blasphemy - dalam konteks
Kristen - didefinisikan sebagai “Impious or
profane talk, especially against God: and in
many legal systems, the offence of reviling
God or Jesus Christ or an established
church.”9 Objek blasphemy pada definisi ini
ialah pada penistaan atau penghinaan
terhadap Tuhan, Yesus Kristus atau Gereja

Resmi. Sebuah pernyataan dianggap
sebagai blasphemy jika bertujuan untuk
memberikan rasa kaget atau untuk
menghancurkan
institusi
moral
masyarakat tertentu dan menyulut
sensibilitas masa.10
Misalnya seperti yang terjadi di
Inggris pada tahun 1977, Editor Gay News
dituduh sebagai orang yang telah
melakukan penistaan terhadap agama
Kristen karena mempublikasikan puisi
yang menggambarkan Yesus sebagai sosok
yang melakukan homoseksual. Kejadian ini
dianggap sebagai persekusi blasphemy
paling sukses sejak tahun 1922, dan ini
menunjukan betapa susahnya menerapkan
definisi yang sesuai dengan undangundang untuk menghukumi sebuah


The Encyclopedia of Religion (New York:
Macmillan Library Reference USA, 1986), vol. II, hlm.
239
4 L. W. Leary, Treason Against God: A history, (New
7 Ibid, vol. I, hlm. 239
York:Macmillan Library Reference USA, 1981), hlm
8 Ibid, vol 2, hlm. 239
56
9 John Bowker, The Oxford of Religious World, (New
5 Mircea Eliade et.al, The Encyclopedia of Religion,
York: Oxford University Press, 2000), hlm. 152
(New York: Macmillan Library Reference USA, 1986)
10 Mircea Eliade et.al, The Encyclopedia of Religion,
vol. II, hlm. 238
6 Ibid, vol. I, hlm. 239
vol II, hlm. 238
30
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40
3


pernyataan itu dianggap sebagai bentuk
penistaan atau bukan.11
Dalam pemikiran Kristen, cakupan
konsep
blasphemy
sangatlah
luas.
Mengutuk, menantang, menolak dan
menghina Yesus termasuk blasphemy.
Mengatribusikan sifat buruk terhadap
setiap ciptaan Tuhan atau Ruh Kudus yang
menggerakkan
jiwa
Yesus
bisa
dikategorikan sebagai blasphemy. Menolak
inkarnasi Yesus atau menganggap Yesus
sebagai manusia biasa juga termasuk
blasphemy. Blasphemy menjadi konsep
paling sering digunakan oleh Kristen

terutama sebagai alat untuk menyerang
kelompok lain dalam satu agama. Pada
empat abad perkembangannya, Kristen
mencoba mendefinisikan dirinya sendiri
dan
mengembangkan
konsep
keimanannya.
Pada
tahap
perkembangan
selanjutnya, blasphemy dalam DeuteroPauline 2 clement menjadi implisit
maknanya, yaitu segala hal yang “you do
not do what I desire” dan karena itu segala
ajaran yang tidak sesuai dengan Gereja
Resmi. Gagasan ini menjadi baku dalam
tradisi Kristen. Setiap ajaran yang
bertentangan dengan kebijakan Gereja
dianggap sebagai blasphemy, semacam
heresy, bahkan doktrin trinitas menjadi
kontroversial.
Para
teolog
Kristen
yang
mendiskusikan blasphemy pada masa Bede,
Gratian, Aquinas, Bernard Gui dan
Bellarmine tidak jauh berbeda dengan
konsep yang didengungkan oleh Augustine.
Aquinas mendefinisikan blasphemy sebagai
pernyataan atau pemikiran yang keliru
mengenai Tuhan. Aquinas memahami
blasphemy sebagai konsep ketidakpercayaan yang berakhir pada hukuman
mati. Bahkan Ia menganggap semua varian
heresy12 sebagai blasphemy, dan para

John Bowker, The Oxford of Religious World, hlm.
153
12
“Seideal apapun ajaran atau doktrin sebuah
madzhab pemikiran, ia akan selalu rentan untuk
diselewengkan.” Demikian seperti dikatakan dalam
jagad pemikiran. Pepatah ini menemu pijakannya

11

Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

pembid’ah (heretics) harus dihukum
karena melakukan kejahatan yang lebih
parah ketimbang pembunuhan karena
penghinaan mereka terhadap Tuhan.
Menurut Aquinas, para pembid‘ah telah
menghina Tuhan dengan cara mengikuti
keimanan yang keliru.
Dalam tradisi Kristen Protestan,
konsep blasphemy juga muncul sebagai
bahasa lain dari heresy. Dalam hal ini
heresy sering dikaitkan dengan tuduhan
yang
dilekatkan
Katolik
terhadap
Protestan. Agar berbeda dengan Katolik,
Protestan menggunakan istilah lain namun
masih dalam pengertian yang sama, yaitu,
blasphemy. Blasphemy ialah klaim negatif
dari Protestan terhadap segala bentuk
pemikiran yang tidak sesuai dengan
pandangan-pandangan ajaran Protestan.
Misalnya, Martin Luther menganggap
Anabaptisme, Arianisme, Katolikisme,
Yahudi dan Islam sebagai sekte atau
kelompok
agama
yang
melakukan
blasphemy karena tidak sesuai dengan
ajaran atau doktrin agama yang ia ajarkan.
Karena itu, dalam pandangan
Protestan, setiap ajaran yang bertentangan
dengan protestan dianggap sebagai bentuk
blasphemy. Semua bentuk penolakan atau
ketidakpercayaan pada ajaran kristiani
versi
Luther
dianggap
blasphemy.
Meragukan keputusan Tuhan, menilai
keliru ajaran Protestan (oleh Katolik),
gagasan politik kaum tani, kelompok
sempalan dari Protestan (Zwinglian
dissent), dan semua hal yang tidak disukai
Luther
termasuk
dalam
kategori
blasphemy.
Luther
menyalahgunakan

pada sejarah agama-agama, terutama agama samawi
dan menjadi sub keilmuan tersendiri dalam
kesarjanaan Yahudi, Kristen dan Islam. Dalam
tradisi agama Kristen, gagasan atau ide
mendapatkan status heresy jika dianggap oleh gereja
sebagai ajaran atau doktrin yang sesat dan keliru.
Sedangkan heretic, pelaku bid’ah, adalah orang yang
telah dibaptis Gereja yang menolak atau meragukan
kebenaran ajaran-ajaran Gereja yang wajib diimani
karena ajaran tersebut merupakan bagian dari
keimananan Kristen yang diwahyukan Tuhan. Lihat
Ben Quash, Heresies and How to Avoid Them,
(Massachusets: Hendrickson Publishers, 2007) hlm.
7

31

istilah
tersebut
sekaligus
mempopulerkannya di kalangan umat
Kristiani.
Di Jenewa, Kalvin mengeksekusi mati
Michael Servetus, seorang teoretis antitrinitas pertama, karena menolak trinitas
sebagai fondasi keimanan kristiani. Pada
abad keenambelas, kasus paling aneh juga
terjadi pada Ferenc David, pimpinan Gereja
Unitarian di Pensylvania. Jemaatnya,
Socinians, membunuhnya karena memiliki
keyakinan bahwa umat Kristiani tidak
boleh menyembah Yesus.
Selama abad ketujuhbelas, blasphemy
menjadi kejahatan sekular. Negara mulai
ikut campur dan mempercayakan Gereja
sebagai
lembaga
keagamaan
yang
bertanggung jawab menginvestigasi dan
melakukan persekusi mati bagi setiap
orang
yang
melakukan
blasphemy.
Hubungan antara penistaan agama dan
subversi politik dan keyakinan bahwa
kesatuan agama Negara akan mendukung
stabilitas Negara itu sendiri akan makin
memperkuat dominasi dan intervensi
Negara dalam melakukan hukuman
terhadap
segenap
pemikiran
yang
menghina agama. Jadi dalam tahap ini
Gereja sudah menggunakan otoritas
Negara untuk menghukum para penista
agama. Penista agama dianggap sama saja
sebagai orang yang melawan hegemoni
Negara.
Hukuman mati yang diberikan bagi
para pelaku blasphemy ini pada tahap
selanjutnya berakhir pada abad kedelapan
belas ketika dominasi Gereja atas Negara
semakin berkurang dan tumbuhnya civil
society sebagai bentuk perlawanan
terhadap penyatuan Gereja dan Negara.13
Jadi dalam konteks Kristen terkadang
penggunaan kata blasphemy sering
ditukar-balikkan dengan konsep heresy.
Blasphemy digunakan untuk menyerang
kelompok lain yang berbeda pandanganya
dengan mainstream utama pada agama
tersebut. Hal ini seperti tuduhan
Blasphemy yang disematkan oleh para

pendeta Kristen terhadap kelompok
Arianisme.14 Sekte Kristen yang hidup pada
abad ke tiga masehi ini memiliki keyakinan
bahwa Yesus itu hanya manusia biasa dan
bukan Tuhan. Konsep trinitas juga ditolak
dalam pandangan Arianisme ini. Sekte ini
dianggap melakukan heresy sekaligus
blasphemy oleh para penganut Protestan
dan Katolik.
Padanan kata yang tepat untuk kata
blasphemy dalam konteks Islam ialah sabb,
menghina Tuhan. Di sini blasphemy
didefinisikan sebagai “The expression of
contempt for God, the Prophet Mohammad,
the angels, or the traditional religious
explications of revelation constitute the
offence.” Ruang lingkup objek blasphemy
dalam Islam lebih luas. Jadi jika Tuhan,
Nabi Malaikat atau Ayat-Ayat al-Quran
dihina, dinistakan dapat dikategorikan
sebagai bentuk blasphemy.15 Lain halnya
dengan tradisi Yahudi seperti telah
disebutkan diatas, konsep Islam mengenai
blasphemy menjangkau hal-hal yang tidak
hanya terkait dengan simbol-simbol
keagamaan namun juga tafsir yang
menyeleweng dari dogma yang benar.
Blasphemy dalam Islam tercermin pada
ruang lingkup Fikih, Teologi dan
Tasawuf.16
Arianisme adalah salah satu sekte dalam tubuh
Kristen yang muncul pada abad ketiga masehi. Sekte
ini dipimpin oleh seorang pendeta yang telah
dibaptis Gereja, bernama Arian. Pandanganpandangannya sangat bertentangan
dengan
mainstream Gereja pada umumnya sehingga sekte
ini dianggap sebagai heretics (pelaku bid’ah). Jika
Gereja menyakini Yesus sebagai Tuhan dalam mata
rantai Trinitas, Arian menganggap sebaliknya. Yesus
dalam pandangannya hanyalah manusia biasa yang
tidak patut untuk disembah. Yang patut disembah
hanyalah Tuhan semata, Tuhan yang Maha esa.
Arianisme juga yang mengilhami gerakan antitrinitarian pada abad-abad berikutnya dalam
perkembangan sejarah pemikiran Kristen. Ben
Quash, Heresies and How to Avoid Them,
(Massachusets: Hendrickson Publishers, 2007) hlm.
9
15 John Bowker, The Oxford of Religious World, hlm.
152
16 Mircea Eliade et.al, The Encyclopedia of Religion,
vol 2, hlm. 243
14

13 Mircea Eliade et.al, The Encyclopedia of Religion,
vol II, hlm. 240
32
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40

Dalam bidang Teologi dan Filsafat, alGaza>li> misalnya mengkategorikan kufur
(pada
tahap
selanjutnya
disebut
blasphemy) bagi para filosof dan teolog
yang menyakini doktrin bahwa: pertama,
Alam ini abadi dan bukan ciptaan Tuhan,
kedua, Tuhan tidak mengetahui wujud
yang partikular, ketiga, Kebangkitan di hari
kiamat itu bukan badan tapi ruh. Meski alGaza>li> menyoroti doktrin lain, ketiga
doktrin inilah yang dapat menjerumuskan
seseorang pada kekafiran. Jadi, menurut
beliau, bagi siapa saja yang mengajarkan
ketiga doktrin filosofis tersebut akan
dianggap sebagai kafir dan harus
dibunuh.17
Blasphemy dalam konteks Tasawuf di
dalam ajaran Islam terlihat misalnya dalam
paham-paham mistis seperti al-h}ulu>l,
wah}datul wuju>d dan lain-lain yang
menyerupakan Tuhan dengan manusia.
Pandangan-pandangan tersebut diajarkan
oleh tokoh-tokoh sekaliber al-Ḥalla>j, Ibn
‘Arabi, Ibn Sab‘in dan tokoh-tokoh lainnya.
Al-Ḥalla>j menyatakan bahwa manusia
memiliki atribut-atribut ketuhanan dan
demikian juga Tuhan memiliki atributatribut kemanusiaan sehingga keduannya
bisa dimungkinkan saling menempati.
Tuhan bisa menempati salah satu tubuh
makhluknya yang sudah bersih dari
kotoran duniawi dan demikian bersatu
dengan Tuhan.18
Selain
mengakui
Tuhan telah
menempati tubuhnya, al-Ḥalla>j juga pernah
mengatakan bahwa ia dapat membuat
karya yang mirip gaya bahasanya dengan
al-Quran.19 Tidak hanya itu, ia bahkan
membela Fir’aun dan Iblis dalam
melakukan pembangkangan terhadap
Tuhan. Dua makhluk terlaknat ini dianggap

Abu> H{ami>d al-Ghaza>li, Taha>fut al-Fala>sifah,
(Kairo: Daar al-Kutub al-Arabiyah, 1998), hlm. 256
18 Abdul Fatta>h} Muh}ammad Sayyid, al-Tasawwuf
Baina al-Gazal> i wa Ibn Taymiyyah (Riyaadh: Da>r alWafa>, 2000), hal. 153.
19
Al-Khati>b al-Bagda>di, Tar> i>kh Bagda>d (Kairo:
Mathba’ah al-Sa’a>dah, 1349 H), vol. VII hlm. 121, dan
Ibn al-Jauzi, al-Muntadzhim fi> Tar> i>khi al-Umam wa
al-Muluk> (Kairo: Maktabah al-Anjlu> al-Mishriyyah,
1963)vol. VI, hlm. 162
17

Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

al-Ḥalla>j sebagai guru dan teman
akrabnya.20 Iblis, menurutnya, ialah
penganut monoteis paling radikal di langit
sehingga ia menyatakan “tidak ada
penghuni langit yang lebih bertauhid
daripada Iblis.”21
Ibn Arabi juga menyatakan hal
serupa. Beliau berpandangan bahwa
manusia dan Tuhan bisa bersatu dalam
satu kesatuan. Ajaran ini pada tahap
selanjutnya dinamakan sebagai wahd
} atul
(kesatuan
eksistensial),
wuju>d
manunggaling kawula Gusti, penyatuan
antara Tuhan dengan makhluknya.
Menurutnya, manusia yang sudah suci
> }ah ibadah dapat
dengan menjalani riyad
bersatu dengan Tuhan. Penyatuan Tuhan
dengan makhluknya itu ibarat Matahari
yang bersatu dengan sinar-sinarnya.22
Tidak hanya itu, bahkan dalam salah
satu karyanya, Ibnu Arabi menulis sebuah
aforisme-aforisme yang bernada meledek
dan bergurau dengan Tuhan. Hal itu dapat
kita temukan pada kitabnya yang terkenal,
Fus}u>s al-H{ikam. Berikut saya kutipkan
aforisme tersebut:
‫ﻓﯿﺤﻤﺪﻧﻲ وأﺣﻤﺪه‬
‫وﯾﻌﺒﺪﻧﻲ وأﻋﺒﺪه‬
‫وﻓﻲ اﻷﻋﯿﺎن أﺟﺤﺪه‬
‫ﻓﻔﻲ ﺣﺎل أﻗﺮﺑﮫ‬
‫وأﻋﺮﻓﮫ وأﺷﮭﺪه‬
‫ﻓﯿﻌﺮﻓﻨﻲ وأﻧﻜﺮه‬
‫أﺳﺎﻋﺪه ﻓﺄﺳﻌﺪه‬
‫ﻓﺄﻧﺎ ﺑﺎﻟﻐﻨﻲ وأﻧﺎ‬
‫ﻓﺄﻋﻠﻤﮫ وأوﺟﺪه‬
‫ﻟﺬاك اﻟﺤﻖ ﯾﺠﺪﻧﻲ‬
٢٣
‫ﻲ ﻣﻘﺼﺪه‬
‫ﺑﺬا ﺟﺎء اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻟﻨﺎ‬
ّ ‫وﺣﻘﻖ ﻓ‬
Maka Ia (Tuhan)-pun memujiku, dan aku
memuji-Nya, dan Ia menyembahku, aku pun
menyembah-Nya.
Dalam keadaan lahir aku
menyetujui-Nya, dan dalam
keadaan hakiki aku menantangNya.
Abu> Mans}u>r Al-Hallaaj, al-Ṭawa>si>in (Kairo:
Maktabah al-Jundi, 1970), hlm. 52-52
21 Terkait dengan ini al-H{alla>j menyatakan (Annahu
ma> kan
> a fi> ahli al-sama’> i muwah}h}idun mitslu Iblis> ).
Lihat Abu Manshu>r al-H{allaaj, al-Ṭawa>si>in (Kairo:
Maktabah al-Jundi, 1970), hlm. 42
22 Muh}ammad Abid al-Jabiri, Takwin
> al-‘Aql al-‘Arabi>,
(Markaz Dirasah Wahdah al-‘Arabiyah, 2009) hlm
287.
23 Lihat Muhyiddin Ibn al-Arabi dalam Fus}us
> } alHikam, (Kairo: Daar al-Kutub al-Arabiyah, 2008) hlm
83.
20

33

Maka Ia pun mengenaliku namun aku tak
mengenalinya lalu aku pun mengenali-Nya,
maka aku pun menyaksikan-Nya.
Maka mana mungkin Ia tiada
perlu, padahal aku menolongNya dan membahagiakan-Nya?
Untuk inilah kebenaran mewujudkan aku,
sebab aku mengisi ilmu-Nya dan
mewujudkan-Nya.
Begitulah, sabda telah datang
kepada
kita,
dan
telah
dinyatakan dalam diriku segala
maksudnya.)
Dalam teks tersebut disebutkan
bahwa Tuhanlah yang menyembah Ibn alArabi sehingga ia pun menyembahnya.
Kalau kita dekati secara harfiah, kata-kata
ini mengandung blasphemy terhadap
Tuhan karena mengandaikan Tuhan itu
sebagai subjek yang menyembah dan
memuji-muji
Ibn
al-Arabi.
Tuhan
dideskripsikan dalam aforismenya itu
sebagai subjek yang selalu “meladeni”
keinginan Ibn al-Arabi.
Selain meledek Tuhan, Ibn al-Arabi
memiliki pandangan aneh lainnya. Itu
dapat kita temukan dalam master-piecenya
> a} t> Makkiyyah. Dalam kitab
yang lain, Futuh
ini disebutkan bahwa menurut Ibn alArabi, tidak ada perbedaan yang berarti
antara Nabi dan Wali. Ibn Arabi
memandang sama kedudukan Nabi dan
Wali. Kedua-duanya mendapatkan wahyu
dari
Tuhan
melalui
malaikat.
Perbedaannnya hanya terletak pada
konten atau isi wahyu tersebut. Jika yang
diwahyukan kepada Nabi dan Rasul
sifatnya berupa sebuah ajaran agama, Wali
mendapatkan wahyu berupa pemahaman,
tafsir atau ta’wil yang mendukung ajaran
agama tersebut.24
Stigma Nabi di Mata Para Tokoh
Kristen: Blasphemy pada Aras Beda
Agama
Tidak ada aktor sejaraḥ manapun,
yang ketika pentas di panggung sejaraḥ
dunia tidak menuai kecaman, kritikan atau
bahkan hinaan. Artinya aktor tersebut

sudah tentu menjadi kontroversial di
masanya. Ia dihujat, dihina diancam mati
dan lain sebagainya karena ide yang
digulirkan. Inilah hukum sejaraḥ yang
pasti. Karena sejatinya, setiap figur yang
memberikan ide, pemikiran atau gagasan
yang dapat mengubah dunia pasti akan
selalu ditolak dan dieliminir oleh para
penentangnya. Dari situ, sejaraḥlah yang
akan menguji secara selektif akan kekuatan
dan ketangguhan sebuah ide dan gagasan
yang dibawa oleh figur tersebut.
Demikianlah yang terjadi pada diri
Rasulullah SAW. Beliau adalah figur
revolusioner yang mengubah wajah Arab
terbelakang dari berbagai peradaban
manapun menjadi peradaban yang
bermartabat dan dapat menandingi dan
mengimbangi peradaban lain. Di awal
karirnya sebagai utusan Tuhan, hujatan
terhadap
Rasulullah
SAW
banyak
dilakukan oleh para tokoh Kristen
terkemuka, pastor Bede (673-735)
menganggap Mamed sebagai seorang
manusia padang pasir yang liar (a wild man
of desert), kasar, cinta perang dan biadab,
buta huruf, status sosialnya rendah, bodoh
tentang dogma Kristen, tamak kuasa
sehingga ia menjadi penguasa dan
mengklaim dirinya sebagai seorang Rasul.
Sebutan Mamed, Mawmet, Mahound,
Mahoun, Mahun, Mahomet, Mahon,
Machmet, yang kesemua kata tersebut
bermakna setan (devil) dan berhala
berkumandang keras khusunya pada
zaman pertengahan. Mahound, yang
mengklaim dirinya Rasul sebenarnya
adalah seorang penyembah berhala dan
untuk orang-orang Arab bodoh yang
menyembah
berhala.
Dengan
memanfaatkan kepercayaan umum yang
beredar tentang Mahound di kalangan
Kristen, Paus Urbanus II membakar
semangat tentara Salib membantai kaum
muslimin ketika terjadinya perang Salib.
Hujatan kepada Rasulullah juga
dilakukan oleh para rahib terkemuka
Kristen yang lain. Pierre Maurice de
Montboissen dikenal juga sebagai Petrus
Venerabilis alias Peter the Venerable

24 Muhyiddin Ibn Arabi, Futu>h}a>t Makkiyah, (Kairo:
Daar al-Kutub al-Arabiyah, 2008) vol. V, hlm. 187
34
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40

(1049-1156), seorang kepala biara Cluny
di Perancis, menegaskan bahwa Mahomet
adalah orang jahat (an evil man) dan setan
(satan) karena mengajarkan anti-kristus.25
Hujatan demi hujatan terus berlanjut.
Ricoldus de Monte Crucis alias Ricoldo da
Monte Croce (1243-1320), seorang
biarawan Dominikus, menulis beberapa
karya yang menghujat Islam. Menurut
Ricoldo, yang mengarang al-Quran dan
membuat Islam adalah setan. Ricoldo
menyatakan:
“The author is not human but the devil who,
by his own malice and by permission of God
on account of human sin, has prevailed to
initiate the work of Antichrist. The devil,
when he SAW the Christian faith greatly
increasing in the Orient and idolatry
diminishing, and Chosroes the defender of
idolatry overcome by Heraclius, who
demolished the high tower which Chrosroes
had built of gold, silver and precious stones
for the worship of the idols, and when he
aSAW the cross of Christ raised up by that
same Heraclius, and that it was or law of
Moses and the Gospel of Christ, which has
spread throughout the whole world, to be
negated, the Devil devised a form of law
Petrus Venebilis menyatakan: “The highest
purpose of this heresy is to have Christ the lord
believed to be neither God nor the son of God, but
(through a great man and one beloved of God) simply
a man – a wise man and the greatest prophet. Indeed,
that which was once conceived by the device of the
devil, first propagated through Arius, then advanced
by that satan, namely Mohammad, will be fulfilled
completely, according to the diabolical plan, through
the antichrist. For since the Blesse Hilary said that the
origin of the antichrist arose in Arius, then what Arius
began by denying that Christ was the one true Son of
God and calling him a creature, the Antichrist will
finally bring to its completion by asserting that he
was not only God or the son of God, but not even a
good man. This mock wicked Mohammed seems to
have been appropriately provided and prepared by
the devil as the mean between these two, so that he
became both supplement, to certain extent, to Arisu,
and the greatest sustenance for the Antichrist, who
will allege even worst things before the minds of
unbelievers. ” dikutip oleh Patrick O’hair Cate, Each
Other’s Scripture: The Muslims’ Views of the Bible and
the Christians’ Views of the Qur’an (Michigan, Ph.D.,
Thesis at The Hartford Seminary Foundation, 1974),
hlm 18, selanjutnya diringkas Each other’s Scripture.

25

Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

(religion) which was halfway between the
Old and New Testaments, in order to deceive
the world. For this purpose he chose
Muh}ammad .”
“Pengarang bukanlah manusia tetapi setan,
yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan
dengan pertimbangan dosa manusia, telah
berhasil untuk memulai karya anti-kristus.
Setan tersebut ketika melihat iman Kristiani
semakin bertambah besar di Timur dan
berhala semakin berkurang, dan Heraclius,
yang menghancurkan menara menjulang
yang dibangun oleh Chosroes dengan emas,
perak dan batu-batu permata untuk
menyembah berhala-berhala, mengatasi
Chosroes pembela berhala. Dan ketika setan
melihat palang salib Yesus diangkat oleh
Heraklius, dan tidaklah mungkin lagi untuk
membela banyak Tuhan atau menyangkal
hukum Musa dan Bible Kristus, yang telah
menyebar ke seluruh dunia, Setan tersebut
merancang sebuah bentuk hukum (agama)
yang pertengahan jalan antara perjanjian
lama dan perjanjian baru, dalam rangka
untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia
memilih Muh}ammad.”26
Terpengaruh
dengan pemikiran
Ricoldo, Martin Luther (1483-1546)
berpendapat setan adalah pengarang
terakhir al-Quran (the devil is the ultimate
author of the Qur’an).27 Pendapat Luther
didasarkan kepada penafsirannya terhadap
Yohannes 8:44.28 Luther berpendapat
bahwa setan adalah seorang pembohong
dan pembunuh (a liar and muderer). AlQuran mengajarkan kebohongan dan
pembunuhan. Oleh sebab itu, yang
mengarang al-Quran (Mahomet) dikontrol
oleh setan. Luther menyatakan:
Patrick O’Hair Cate, Each Other’s Scripture, hlm.
187.
27 Ibid, hlm. 189.
28 Disebutkan: “Iblislah yang menjadi bapamu dan
kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu.
Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak
hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada
kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas
kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan
bapa segala dusta.” Lihat al-Kitab (Jakarta: Lembaga
alkitab Indonesia, 2000), hlm. 123.
26

35

“Thus when the spirit of lies had taken
possession of Muh}ammad , and the devil had
murdered men’s souls with his Koran and
had destroyed the faith of Christians, he had
to go on and take the sword and set about to
murder their bodies.”
“jadi ketika jiwa pembohong mengontrol
Mahomet, dan setan telah membunuh jiwajiwa Mahomet dengan al-Quran dan telah
menghancurkan keimanan orang-orang
Kristen, setan harus terus mengambil
pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh
mereka.”29
Menurut Luther, Mahomet, al-Quran
dan orang-orang Turki semuanya. Luther
menyatakan: “namun sebagaimana Paus
yang anti kristus, begitu juga orang-orang
turki yang merupakan penjelmaan setan” (
but just as the pope is the antichrist, so the
turk is the very devil incarnate).
Luther menyebut Tuhan orang-orang
Turki adalah setan karena ketika orangorang Turki berperang, mereka berteriak
Allah! Allah! Ini sama halnya dengan
tentara-tentara Paus ketika berperang
berteriak Ecclesia! Eclesia! Bagi Luther,
teriakan gereja berasal dari Setan. Luther
menegaskan,
dalam
peperangan
sebenarnya Tuhan orang-orang Turki yang
lebih banyak bertindak dibanding orangorang Turki sendiri. Tuhan mereka yang
memberi keberanian dan trik, yang
mengarahkan pedang, tangan, kuda dan
manusia.30
Luther juga menyatakan: “Mahomet
menafikan bahwa Kristus adalah anak

Tuhan. Dia menafikan bahwa beliau telah
wafat demi dosa-dosa kita. Dia menafikan
bahwa iman kepada-Nya mengampunkan
dosa serta membersihkan (dari kesalahan).
Dia menafikan akan kedatangan kehidupan
dan
kematiannya.
Mungkin
ada
kebangkitan orang yang mati, namun dia
memercayai pengadilan oleh Tuhan. Dia
menafikan Ruh Kudus dan hadiah-hadiahNya”.
Luther menyimpulkan Mahomet
mengajarkan kebohongan, pembunuhan
dan tidak menghargai perkawinan. Bohong
karena menolak kematian Jesus dan
ketuhanan Jesus sebagaimana yang
diajarkan Bibel. Mahomet mengajarkan
bahwa hukum harus ditegakkan dengan
pedang dan keimanan Kristiani perlu
dihancurkan, dan Turki adalah pembunuh.
Dalam pandangan Luther, Mahomet
membolehkan siapa saja untuk beristri
sebanyak yang diinginkan. Menurutnya,
merupakan kebiasaan seorang laki-laki
Turki untuk memiliki sepuluh atau dua
puluh istri dan meninggalkan atau menjual
siapa yang dia inginkan. Sehingga wanitawanita Turki dianggap murah yang tidak
ada harganya dan dianggap rendah:
mereka dibeli dan dijual seperti binatang
ternak. (it is customary among the Turks for
one man to have ten or twenty wives and to
desert or sell any whom he will, so that in
Turkey women are held immeasurably
cheap and are despised; they are bought and
sold like cattle).
Nabi Muh}ammad di Mata Umatnya:
Kasus Satanic Verses Karya Salman
Rushdi
Dalam konteks blasphemy yang
terjadi dalam tubuh intern Islam, saya akan
menyebutkan kasus Salman Rushdi yang
menulis novel Satanic Verses yang berisi
cerita mengenai kehidupan Muh}ammad
pada masa jahiliyah, konten kisahnya
terkait
dengan
bagaimana
sosok
Muh}ammad (dalam novel ini disebut
sebagai Mahound) ini memiliki citra
negatif.31

29 Martin Luther, “On War against Turk”, (New York:
Oxford University Press, 1987) hlm. 180
30 Luther menyatakan:”For they have been taught in
the Kuran that they shall boast constantly with these
words, “there is no God but God.” All that is really a
device of the devil. For what does it mean to say,
“there is no God but God,” without distinguishing one
God fro another? The devil, too, is a god, and they
honor him with this word: there is no doubt of that. In
just the same way the pope’s cry, “eclessia! Eclessia!
To be sure, the devils’ eclessia! Therefore I believe that
the Turks Allah does more in war than they
themselves. He gives the courage and wiles; he guides
sword and fist, horse and man.” Lihat Martin Luther,
31 Dalam hal ini, saya hanya akan mengulas dari
“On War against Turk”, (New York: Oxford
Satanic Verses karya Salman Rushdi tentang dataUniversity Press, 1987) hlm. 183
36
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40

Satanic Verses karya Salman Rushdi
sangatlah
kontroversial
karena
mengisahkan sisi gelap fiktif kehidupan
Muh}ammad. Novel ini beraliran magisimaginer dan cukup representatif untuk
mewakili segenap bentuk penghinaan
terhadap Nabi Muh}ammad SAW. Di novel
ini, Muh}ammad (Mahound) digambarkan
sebagai figur yang tidak konsisten
(inconsistent), sering dimasuki
setan
(Shaitan encompassed him), disebut
sebagai seseorang yang arti namanya
sinonim dengan Iblis (Devil’s synonym),
pecinta seks, sosok abad pertengahan yang
paling menakutkan (the medieval babyfrightener) bahkan karyanya “al-Quran”
adalah sekumpulan produk setan (satanic
vision). Kadang Nabi diposisikan sebagai
Iblis (Devil) dan segala sifat-sifat buruk
yang dilekatkan kepadanya.32
Dalam ayat-ayat yang diturunkan
mengenai rekonsiliasi hubungan antara
Mahound dan beberapa tokoh Mekkah
Pagan, Nabi salah mendapatkan wahyu
yang harusnya dari Gabriel (baca Jibril)
tapi dia mendapatkannya dari Setan.33 Ayat
tersebut berisi mengenai pengakuan dari
agama Muh}ammad terhadap dewa-dewa
yang disembah oleh kaum Musyrik. Ayat
ini turun sebagai
bentuk dari
keputusasaan Muh}ammad saat mengajak
kaum Musyrik untuk menerima ajaran
tauhid Nabi Muh}ammad SAW.34

data yang memiliki relevansinya dengan penelitian
mengenai blasphemy. Tidak secara keseluruhan
novel tersebut saya analisis. Hanya cuplikancuplikan yang saya anggap relevan terkait dengan
penelitian yang akan diulas. Dengan demikian novel
bab II Satanic Verses berjudul “Mahound” yang akan
mendapat banyak perhatian untuk penelitian ini.
32 Salman Rushdi, Satanic Verses, (New Jersey:
Pinceton University Press,1984), hlm. 97
33 Ibid, hlm. 120
34 Ayat ini dalam tradisi kesarjanaan tafsir Islam
sering disebut sebagai ayat ‘al-Ghara>ni>q al-‘Ula>’.
Dalam beberapa kitab Sirah Nabi yang ditulis oleh
para Ulama, disebutkan asbab nuzul kisah turunnya
ayat ghara>ni>q ini. Ayat tersebut merupakan bagian
dari surat al-Najm yang berbunyi :”Tilka al-gara>ni>q
al ‘ula.> Wa Inna syafa>’atahunna laturtaja”> , yang
artinya, “Mereka itulah dewa-dewa yang maha
mulia. Sungguh pertolongan mereka itu sangat

Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

Dalam novel tersebut dikisahkan
Mahound (Baca Muh}ammad) sedang
berdakwah di kalangan kaum Musyrik.
Sekian lama berdakwah namun yang
mengikuti ajakan beliau hanyalah sedikit
orang. Saat itu kaum Musyrik masih
menganggap Nabi hanyalah penyair dan
tukang sihir. Lalu kemudian berkumpullah
Nabi dengan para tokoh Musyrik itu, dan
dalam novel ini Abu Sufyan disebut sebagai
Abu Syimbel yang beristrikan Hind. Saat
berkumpul, Nabi membacakan surat yang
kita kenal sebagai surat al-Najm. Berikut
saya kutip langsung narasi Salman Rushdi
dari kisah novel tersebut saat nabi
menyampaikan 2 ayat terakhir:
“At this point, without any trace of
hesitation or doubt, he recites two further
verses.”
“Have you thought upon Lat and Uzza, and
manat, the third, the other?”. After the first
verse, Hind gets to her feet; the Grandee of
Jahilia is already standing very staright. And
mahound, with silenced eyes, recites: “They
are the exalted birds, and their
intercession is desired indeed. (cetak
tebal dari penulis-MN)”35
Pada cuplikan narasi di atas Mahound
membacakan ayat-ayat tersebut dengan
yakin dan tanpa ragu. Menanyakan audien
yang hadir saat itu, dengan pertanyaan
yang tidak perlu jawaban. “Tahukah kalian
siapa Lata, Uzza dan Manat itu?”, demikian
tanya si Mahound. Saat itu Hindun maju ke
depan dan mendengar sang Nabi
membacakan ayat selanjutnya. Mahound
dengan
tenang
dan
menyakinkan
menjawab pertanyaanya sendiri sekaligus
mempertegas sikapnya “Mereka adalah
diharapkan.” Dilihat dari referensi novel yang
tertera pada pustaka acuan, terlihat adanya bukti
yang ingin dikedepankan soal turunnya ayat-ayat
setan ini. Barangkali Salman Rushdi terpengaruh
oleh referensi tersebut dan menginspirasi lahirnya
novel Satanic Verses. Terkait dengan kisah turunnya
ayat tersebut, Lihat Ibn Jari>r al-Thabari, Ta>ri>kh alUmam wa al-Mulu>k, (Beirut: Maktabah Hamiysiyah,
2008) vol. VI, hlm. 67
35 Salman Rushdi, Satanic Verses, (New Jersey:
Pinceton University Press,1984), hlm. 121

37

Tuhan-Tuhan yang Maha Agung. Sungguh
Syafa‘at mereka sangatlah diharapkan.”
Ayat ini dinarasikan Salman Rushdi
sebagai
bentuk
ketidakkonsistenan
Muh}ammad dalam mengajarkan sikap
keberagamaan yang monotheis radikal dan
bahkan mengkompromikannya dengan
ajaran politeisme. Dalam novel ini juga
diceritakan Muh}ammad ditegur oleh
Gebriel soal terjadinya kekeliruan dan
kesalahan Nabi saat menyampaikan ayatayat dari Tuhan. Akhirnya Nabi mengakui
kesalahan
dan
kekeliruan
dalam
menyampaikan ayat dari Tuhan dan
membatalkan sikap kompromi tersebut
dengan kaum pagan Arab.
Salman Rushdi bahkan memposisikan
Bilal sebagai pengikut Nabi yang lebih
konsisten
dengan
monotheismenya
ketimbang Nabi sendiri.
Memang sebenarnya di kalangan
ulama terjadi perselisihan sengit terkait
dengan kebenaran adanya ayat-ayat setan
tersebut, perselisihan terkait juga dengan
kemungkinan Nabi salah menerima wahyu
dan setan bisa saja masuk dalam imaginasi
sang Nabi. Ibn Ḥajar al-Asqala>ni seperti
yang pernah disinyalir oleh Muh}ammad al} hi} h
> -} kan jalur transmisi
Gaza>li> men-sa
periwayatan hadis asba>b al-nuzu>l turunnya
ayat-ayat al-garan
> iq> al-ul> a> tersebut. Ibnu
jalur
Ḥajar
hanya
men-s}ah}i>h}-kan
periwayatanya dan tidak dengan konten
hadis tersebut. Sebaliknya, Ibn Taimiyyah
menolak keras status hadis ini. Dalam studi
ilmu hadis terdapat cabang ilmu yang
berkaitan dengan kritik matan, hadis bisa
saja dihukumi sahih karena jalur sanad-nya
yang sahih. Tapi kesahihan sanad saja tidak
cukup untuk menjustifikasi kebenaran
matan. Dalam tradisi kritik matan jika
hadis valid ditinjau dari sanad-nya, belum
tentu s}ah}i>h} secara matan. Karena, bisa saja
terjadi kemungkinan seorang thiqat
melakukan kesalahan dan kekeliruan
dalam periwayatan hadis. Jadi ke-s}ah}i>h}-an
sanad tidak menjamin kesahihan matan.36

Abdullah bin Muh}ammad bin S{iddiq
mendukung hukuman mati bagi para
penista dan penghina Nabi SAW. Karena
itu, ia menegaskan bahwa penulis novel
Satanic Verses harus diberi hukuman mati
karena telah menghina Nabi Muh}ammad
SAW. Dengan merujuk beberapa hadis dan
pendapat para ulama terkait dengan
“Syatmu al-Nabi wa Sabbuhu”, beliau
berkesimpulan bahwa sudah selayaknya
bagi para penghina Nabi untuk dihukum
mati tanpa diminta untuk tobat terlebih
dahulu.37
Kesimpulan
Blasphemy dalam konteks Islam
banyak terjadi dalam kasus penghinaan,
pelecehan
dan
penistaan
terhadap
kepribadian Nabi Muh}ammad SAW. Dari
sekian banyak kutipan yang tertera dalam
tulisan ini, maka saya menyimpulkan garis
besar pengertian blasphemy dalam konteks
agama samawi ini sebagai berikut:
Pertama, Blasphemy adalah bentuk
penghinaan, pelecehan dan penistaan
terhadap Tuhan dan Simbol-Simbol
keagamaan. Simbol-simbol keagamaan
tersebut bisa Nabi atau para Malaikat.
Kedua, Blasphemy dalam pengertiannya
yang lebih luas mencakup juga pandanganpandangan keagamaan yang menyalahi
atau bertentangan dengan doktrin yang
sudah disepakati secara konsensus oleh
komunitas akademik agama bersangkutan.
Doktrin agama yang menyeleweng
tersebut dalam tradisi Kristen biasanya
disebut dengan heretic dan dalam Islam
} d> ,
disebut dengan bid‘ah, tahr} if, kufr, ilha
zindiq dan istilah-istilah lainnya. Ketiga,
hukuman yang diberikan bagi para pelaku
blasphemy tergantung pada tingkat
parahnya blasphemy dilakukan. Mayoritas
penganut agama menyatakan harus
dibunuh bagi para pelaku blasphemy pada
para penghina dan penista Tuhan dan juga
simbol-simbol
keagamaan
seperti
penghinaan terhadap figur-figur suci.
Sedangkan untuk penyelewengan terhadap

37 ‘Abd Allah bin Muh}ammad bin Shiddiq, al-Saif alNuruddin Itr, Manhaj al-Naqd fi> Ulum
> al-H{adi>th,
Batta>r li Man Sab al-Nabi> al-Mukhta>r, (Kuwait:
(Damaskus:Da>r al-Fikr, 1999), hlm. 276
Muassasah Tagli>f wa al-Ṭiba>’ah, 1981)
38
Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40
36

ajaran murni agama tersebut, komunitas
akademik dalam agama
berlainan
pendapat. Mayoritas memandangnya perlu
dispesiikasi terlebih dahulu.

Bibliography

Arabi (al), Muhyiddin Ibn, dalam Fus}u>s} al-Hikam, (Kairo: Daar al-Kutub al-Arabiyah, 2008).
__________, Futu>h}a>t Makkiyah, (Kairo: Daar al-Kutub al-Arabiyah, 2008)

Bagda>di (al), Al-Khati>b, Ta>ri>kh Bagda>d (Kairo: Mathba’ah al-Sa’a>dah, 1349 H)

Bowker, John, The Oxford of Religious World, (New York: Oxford University Press, 2000).

Cate, Patrick O’hair, Each Other’s Scripture: The Muslims’ Views of the Bible and the
Christians’ Views of the Qur’an (Michigan, Ph.D., Thesis at The Hartford Seminary
Foundation, 1974)

Ghaza>li (al), Abu> H{ami>d, Taha>fut al-Fala>sifah, (Kairo: Daar al-Kutub al-Arabiyah, 1998).
H{allaaj (al), Abu> Mans}u>r, al-Ṭawas> ii> n (Kairo: Maktabah al-Jundi, 1970).

Itr, Nuruddin, Manhaj al-Naqd fi> Ulum
> al-Ha{ dit> h, (Damaskus:Da>r al-Fikr, 1999).

Jabiri (al), Muh}ammad Abid, Takwin
> al-‘Aql al-‘Arabi,> (Markaz Dirasah Wahdah al‘Arabiyah, 2009).

Jauzi (al), Ibn, al-Muntadzhim fi> Tar> ik> hi al-Umam wa al-Muluk> (Kairo: Maktabah al-Anjlu> alMishriyyah, 1963)
Kitab (al), (Jakarta: Lembaga alkitab Indonesia, 2000).

Leary, L. W., Treason Against God: A history, (New York:Macmillan Library Reference USA,
1981)

Luther , Martin, “On War against Turk”, (New York: Oxford University Press, 1987)

Mircea Eliade et.al, The Encyclopedia of Religion, (New York: Macmillan Library Reference
USA, 1986).

Quash, Ben, Heresies and How to Avoid Them, (Massachusets: Hendrickson Publishers,
2007)

S}iddiq, Abd Allah bin Muh}ammad bin, al-Saif al-Batta>r li Man Sab al-Nabi> al-Mukhtar> ,
(Kuwait: Muassasah Tagli>f wa al-Ṭiba>’ah, 1981)
Salman Rushdi, Satanic Verses, (New Jersey: Pinceton University Press,1984)
Mohammad Nabiel, Historiografi Blasphemy…

39

Sayyid , Abd al-Fatta>h} Muh}ammad, al-Tasawwuf Baina al-Gazal> i wa Ibn Taymiyyah
(Riyaadh: Da>r al-Wafa>, 2000).
Thabari (al), Ibn Jari>r, Tar> ik> h al-Umam wa al-Muluk> , (Beirut: Maktabah Hamiysiyah, 2008)

The Encyclopedia of Religion (New York: Macmillan Library Reference USA, 1986)
*****

40

Jurnal al–Hikmah vol. 5 no. 1 Maret 2017 29~40