JAMINAN KERAHASIAAN INFORMASI PAJAK ATAS HARTA BENDA WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA YANG DIJALANKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA JAMINAN KERAHASIAAN INFORMASI PAJAK ATAS HARTA BENDA WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA YANG DIJALANKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Johannes Johny Koynja 1
Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari isu hukum yang lahir dari adanya benturan dua kepentingan yang sama-sama dilindungi oleh konstitusi, yaitu: Pertama, kepentingan berupa hak konstitusional Wajib Pajak atas harta bendanya, dalam hal ini jaminan kerahasiaan yang dilindungi undang-undang atas segala informasi yang telah diberikannya kepada negara (fiskus) berkenaan dengan kewajibannya untuk membayar pajak menurut prinsip self assessment; Kedua, kepentingan berupa kewenangan konstitusional BPK untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara secara bebas dan mandiri. Terdapat dua pertanyaan urgensi dalam penelitian ini terkait konflik norma kewenangan konstitusional BPK terhadap informasi pajak atas harta benda Wajib Pajak, yaitu: Pertama, dimanakah letak konflik norma terkait kewenangan konstitusional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap informasi pajak atas harta benda Wajib Pajak? Kedua, bagaimana sesungguhnya pelaksanaan jaminan kerahasiaan Wajib Pajak terhadap informasi pajak atas harta benda Wajib Pajak dengan diterapkannya sistem self assesment dalam sistem perpajakan Indonesia? Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menempatkan BPK sebagai badan yang cenderung monopolistik dalam melakukan pemeriksaan terhadap keuangan negara, disamping menciptakan ketidakstabilan di sektor perpajakan.
Kata Kunci: Kerahasiaan Informasi Pajak, Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, Wajib Pajak, Badan Pemeriksa Keuangan
ABSTRACT
This study departs from the legal issues that were born from the conflict of two interests are equally protected by the constitution, namely: First, the interest in the form of the constitutional rights of the taxpayer on his property, in this case the guarantee of confidentiality is protected by law on all the information that has been given to the state (tax authorities) in respect of its obligations to pay taxes according to the principle of self- assessment; Secondly, the benefit in the form of constitutional authority of Audit Board of the Republic of Indonesia (BPK) to audit state finances freely and independently. There are two questions of urgency in the research related to the conflict norm constitutional authority of Audit Board of the Republic of Indonesia (BPK) to information on property tax taxpayer, namely: First, where was the norm conflicts related to the constitutional authority of the
1 Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
Supreme Audit Agency (BPK) to get property tax on the Taxpayer? Second, how real implementation Taxpayer confidentiality to information on property tax Taxpayer with the implementation of self assessment system in the Indonesian tax system? egislation governing state finances, namely the Act Number 17 of 2003 on State Finance and the Act Number 15 of 2004 concerning Management and Accountability of State Finance, and the Act Number 15 of 2006 regarding the Supreme Audit Agency (BPK) has placed the Supreme Audit Agency (BPK) as a body that tends to monopoly the inspections on state finances, in addition to creating instability in the taxation sector.
Keyword: Confidentiality of Tax Information, Inspection State Financial Management, Taxpayers, Audit Board of the Republic of Indonesia
Pokok Muatan
JAMINAN KERAHASIAAN INFORMASI PAJAK ATAS HARTA BENDA WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA YANG DIJALANKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN .. 287
A. PENDAHULUAN........................................................................................................... 288
B. HASIL PENELITIAN DAN PEM-BAHASAN ............................................................. 289
1. Kewenangan Konstitusional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ter-hadap
Informasi Pajak Atas Harta Benda Wajib Pajak ...................................................... 289
2. Pelaksanaan Jaminan Kerahasiaan Wajib Pajak Terhadap Informasi Pajak Atas
Harta Benda Wajib Pajak Dengan Diterapkannya Sistem Self Assesment .............. 294
C. PENUTUP ....................................................................................................................... 299 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 301
A. PENDAHULUAN
membayar pajak menurut prinsip self assessment ; Kedua, kepentingan berupa
Penelitian ini berangkat dari isu yang
konstitusional BPK lahir dari adanya benturan antara dua berdasarkan Pasal 23E Ayat (1) UUD 1945 kepentingan yang sama-sama dilindungi untuk melakukan pemeriksaan keuangan oleh konstitusi yang mengarah pada negara secara bebas dan mandiri 2 sehingga terjadinya tumpang tindih kewenangan dan mengharuskannya untuk memeriksa semua konflik kepentingan, yaitu: Pertama,
kewenangan
berkaitan dengan kepentingan berupa hak konstitusional pemeriksaan pengelolaan dan tanggung Wajib Pajak atas harta bendanya
dokumen
yang
jawab keuangan negara 3 . sebagaimana dimaksud Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 1 , dalam hal ini jaminan
kerahasiaan yang dilindungi undang- undang atas segala informasi yang telah
Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Untuk
diberikannya kepada negara (fiskus)
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
berkenaan dengan kewajibannya untuk negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri”. (huruf tebal dari Peneliti) 3 Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan,
“Dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa
melaksanakan tugasnya, BPK berwenang meminta keterangan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Layanan Umum, Badan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
Usaha Milik Daerah, danlembaga atau badan lainyang sesuatu yang merupakan hak asasi”.
mengelola keuangan negara”.
288 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
Mahkamah Konstitusi ayat (2a) Undang-Undang Nomor 28
Sementara itu, Penjelasan Pasal 34
Putusan
Nomor 3/PUU-VI/2008 merupakan salah Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
satu dari sekian banyak putusan Tata
Mahkamah Konstitusi yang oleh beberapa menghambat kewenangan BPK dalam
Cara Perpajakan
dikatakan
kalangan dinilai cukup kontroversial menjalankan fungsi konstitusionalnya
sehingga masih menjadi polemik, sehingga sebab tidak semua data dan/atau
untuk sementara putusan tersebut dapat keterangan dapat diberikan kepada BPK
dianggap sebagai patokan atau sebagai pra- selaku “lembaga negara”, melainkan hanya
andaian terhadap permasalahan di atas, keterangan tentang identitas Wajib Pajak
karena sekilas putusan tersebut dinilai dan informasi yang bersifat umum tentang
tidak mengakomodasi prinsip transparansi perpajakan. Dengan demikian, ketentuan
dalam upaya penerapan asas-asas umum Pasal 34 ayat (2a) huruf b dan Penjelasan
pemerintahan yang baik. Pasal 34 ayat (2a) Undang-Undang Nomor
Berdasarkan permasalahan yang
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum telah dikemukakan tersebut di atas, dan Tata Cara Perpajakan, oleh BPK terdapat dua pertanyaan urgensi dalam
dianggap secara nyata dan tegas penelitian ini terkait konflik norma
mengingkari dan bertentangan dengan kewenangan konstitusional BPK terhadap
Pasal 23E Ayat (1) UUD 1945 sehingga informasi pajak atas harta benda Wajib
sangat merugikan
kewenangan
Pajak, yaitu:
konstitusional BPK, karena dengan adanya ketentuan tersebut BPK tidak dapat
1. Dimanakah letak konflik norma terkait melakukan
kewenangan konstitusional Badan negara yang bersumber dari sektor
pemeriksaan
penerimaan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap perpajakan secara bebas dan mandiri,
informasi pajak atas harta benda Wajib sedangkan pajak merupakan kontribusi
Pajak ?
Wajib Pajak kepada negara yang
2. Bagaimana sesungguhnya pelaksanaan merupakan salah satu bentuk penerimaan
jaminan kerahasiaan Wajib Pajak negara atau setidaknya bagian dari
terhadap informasi pajak atas harta penerimaan keuangan negara menurut
benda Wajib Pajak dengan diterap- Pasal 2 UU Keuangan Negara.
kannya sistem self assesment dalam Untuk itu BPK mengajukan uji
sistem perpajakan Indonesia ? materil terhadap Undang-Undang Nomor
B. HASIL PENELITIAN DAN PEM-
28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
BAHASAN
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
1. Kewenangan Konstitusional Badan
Cara Perpajakan, khususnya Pasal 34 Ayat
Pemeriksa Keuangan (BPK) Ter-
(2a) huruf b dan Penjelasan Pasal 34 ayat
hadap Informasi Pajak Atas Harta
(2a). Permasalahan muncul
ketika
Benda Wajib Pajak
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Dalam mempelajari ilmu hukum, kita Nomor 3/PUU-VI/2008 tentang kewe-
selalu dihadapkan pada pemecahan nangan BPK untuk memeriksa pengelolaan
dan bagaimana dan tanggung jawab keuangan negara
masalah
hukum
memecahkan suatu konflik. Demikian terhadap informasi pajak atas harta benda
halnya terhadap putusan Mahkamah Wajib
Konstitusi Nomor 3/PUUVI/2008 tentang permohonan BPK tidak dapat diterima.
Pajak, menyatakan
bahwa
kewenangan BPK untuk memeriksa
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan uang negara, disamping pada dasarnya negara terhadap informasi pajak atas harta
BPK merefleksikan pembagian kekuasaan benda Wajib Pajak. Untuk itu, Noll 4 negara yang diatur dalam UUD 1945 7 . menegaskan bahwa ilmu hukum itu
Penetapan BPK sebagai lembaga negara merupakan ilmu peradilan (rechtspraak-
idealnya didasarkan pada filosofis wetenschap). Maksudnya bahwa studi ilmu
objektivitas, yaitu kewenangan BPK yang hukum itu bila di lihat dari kaca mata
dijalankannya harus setara dan terbebas hakim, mengandung sekurang-kurangnya 3
dari pengaruh kekuasaan lembaga negara (tiga) ciri, yaitu: Pertama, berkaitan
lainnya terutama terkait yang menjadi dengan peristiwa individual; Kedua,
salah satu objek pemeriksaannya. Hanya diterapkannya suatu norma atau kaidah
saja, konsep filosofis objektivitas yang (peraturan hukum); dan Ketiga, diselesai-
seharusnya dijalankan BPK, justru kannya suatu konflik.
cenderung diinterpretasikan sebagai “bebas dan mandiri” sebagaimana yang tercantum
Dalam hal ini, Hakim Konstitusi tidak dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. hanya menjadi “corong
undangundang”. Kalaupun harus menjadi Padahal bagi suatu lembaga pemeriksa keuangan seperti halnya BPK, objektivitas
mulut undang-undang, maka harus kinerja justru dinilai lebih penting bila
ditafsirkan karena kebebasannya menemu- dibandingkan den gan makna “bebas dan kan hukum (rechtsvinding) yang dianggap
mandiri” dalam kelembagaan, tetapi dalam adil . Sehingga dalam rangka penemuan
dijalankannya justru hukum oleh hakim, dalam hal ini Hakim mengarah ke penilaian yang tetap Konstitusi adalah subyek penemuan
kinerja
yang
hukum yang utama 6 . . Secara tersurat, kewenangan yang
subjektif 8
Eksistensi BPK sebagai lembaga dimiliki BPK merupakan kekuasaan yang
negara yang melakukan pemeriksaan dan dilegitimasi hukum sehingga fungsi
pengawasan terhadap keuangan negara penyelenggaraan organ negara ditetapkan diarahkan untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan inisiasi dan formulasi dalam korektif-strategis terhadap penggunaan peraturan perundangundangan. Kewenang-
an tersebut harus dipahami juga sebagai
4 WG. Van der Velden, De Ontwikkeling van de Wetgevingswetenschap
otoritas yang merupakan penggunaan ke-
, (Lelystad: Koninklijke Vermande, 1988), P.21-22
kuasaan
secara
absah (legitimate
5 Dalam hal ini apabila terjadi kekosongan norma,
authority ), dalam hal ini kewenangan
maka hakim dapat melakukan konstruksi hukum, hakim pengadilan dapat
menempuh beberapa
metode
untuk
diciptakan karena terbiasa untuk mem-
menemukan hokum (rechtsvinding) yaitu dengan argumentum a contrario, argumentum per analogiam
bentuk peranan, sehingga muncul haknya
6 Menurut Paul Scholten, penemuan hukum oleh hakim dan penghalusan hukum.
yang digunakan untuk mengorganisasi
merupakan sesuatu yang lain daripada hanya penerapan
tindakan tertentu 9 .
peraturan-peraturan pada peristiwanya, kadang-kadang dan bahkan sangat sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan
Hakim Konstitusi dalam putusannya
analogi ataupun rechtsvervijning (pengkonkretan hukum).
menegaskan bahwa dalam Undang-Undang
Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hokum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas
7 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi menerapkan
Reformasi, (Jakarta : peristiwa-peristiwa hukum yang konkret. Dengan kata lain,
Konstitusi Press, 2006), hlm. 192
merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan 8 Alberto Alesina, Nouriel Roubini, and Gerald hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan
and The Macroeconomy peristiwa konkret (das sein) tertentu. Yang penting dalam
D.Cohen,
Political
Cycles
(Massachusetts : Massachusetts Institute of Technology, 1997), penemuan
hukum adalah
menemukan hukum untuk peristiwa konkret. Lihat : Sudikno 9 Guy Benveniste, Bereaucracy, diterjemahkan oleh Mertokusumo, Bab-babTentang Penemuan Hukum, (Jakarta :
Sahat Simamora, Birokrasi, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hlm. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 4-12
42-43
290 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan DPD, dan DPRD sesuai dengan kewena- Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6
ngannya dan setelah itu dinyatakan Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan 13 terbuka untuk umum . Meskipun
Tata Cara Perpajakan yang diatur adalah terdapat ketentuan yang menyatakan perimbangan hak dan kewajiban antara
bahwa laporan hasil pemeriksaan yang negara dan Wajib Pajak. Hal ini berkaitan
dinyatakan terbuka untuk umum tersebut dengan penerapan prinsip self Assessment 10 tidak termasuk laporan yang memuat
yang digunakan dalam sistem pemungutan 14 rahasia negara , namun tetap pajak di Indonesia. Penerapan prinsip self
menimbulkan pertanyaan apakah data Assessment memiliki konsekuensi yaitu
pribadi Wajib Pajak dapat dianggap bahwa negara in casu Pemerintah melalui
sebagai rahasia negara? Jika hal itu Menteri Keuangan (dan pejabat dalam
dianggap sebagai rahasia negara, maka lingkungannya) selaku fiskus dilarang 11 tetap menjadi tidak jelas dalam batas-batas
untuk memberitahukan kepada pihak lain mana BPK boleh memasuki data pribadi segala sesuatu yang diketahuinya atau
Wajib Pajak.
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Sebaliknya, jika data pribadi Wajib Pajak 12 , sementara di sisi lain ada Pajak bukan dianggap sebagai rahasia
kewajiban untuk memberikan keterangan negara, maka berarti ia tunduk pada
kepada pejabat lembaga negara atau keharusan untuk dinyatakan sebagai data
instansi Pemerintah yang memiliki yang terbuka untuk umum, yang berarti kewenangan untuk melakukan pemeriksa- bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1)
an dalam bidang keuangan negara di mana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
sektor pajak (dalam hal ini hak negara tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
untuk memungut pajak) termasuk di Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
dalamnya (huruf tebal dari Peneliti). Ketentuan Umum dan Tata Cara
Dalam hal pemeriksaan dimaksud di Perpajakan (huruf tebal dari Peneliti). atas dilakukan oleh BPK, hasilnya
Dalam situasi demikian maka telah kemudian akan diserahkan kepada DPR,
terjadi benturan / konflik norma (geschiljd van normen ) atau konflik norma hukum
10 Sejak tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia
(antinomi) antara dua kepentingan hukum
menganut menggantikan sistem pemungutan pajak yang semula yaitu
yang sama-sama dilindungi oleh konstitusi.
Official Assessment
Dalam putusannya, Hakim Mahkamah
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah mengalami dua kali perubahan, yaitu perubahan pertama
memandang bahwa terdapat ketidak-
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan perubahan kedua
harmonisan antar undang-undang, in casu
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Self Assessment System yang
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
dianut Undang-undang perpajakan Indonesia memberikan
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
kepercayaan penuh terhadap Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
kepada fiskus, atau dengan kata lain bahwa Wajib Pajak diberi
Ketentuan Umum dan Tata Cara
kepercayaan penuh untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Perpajakan dan peraturan perundang-
yang berlaku
undangan yang terkait dengan keuangan
Pada prinsipnya, pengungkapan (disclosure) informasi
merupakan bentuk perbuatan melawan hukum. Maka pejabat 13 Pasal 7 ayat (1) juncto ayat (5) Undang-Undang Ditjen
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dokumen milik Wajib Pajak pada dasarnya akan terkena delik
Pajak yang
akan
membuka
juncto Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pidana
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab juga dalam undang-undang yang sama. 12 Keuangan Negara
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 14 Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Keuangan Negara
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
] 15 negara 19 , yang menjadi sebab terjadinya Pasal 34 ayat (2a) huruf b dan Penjelasan
JATISWARA
benturan antara dua kepentingan hukum Pasal 34 ayat (2a) 20 UndangUndang yang sama-sama dilindungi oleh konstitusi,
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan yaitu di satu sisi adanya kepentingan
Ketiga Atas UndangUndang Nomor 6 hukum berupa hak konstitusional Wajib
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Pajak atas harta bendanya sebagaimana
Tata Cara Perpajakan.
dimaksud Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 16 ,
Meskipun BPK memenuhi kuali- dalam hal ini jaminan kerahasiaan yang
fikasi sebagai pihak yang dapat dilindungi undang-undang atas segala
permohonan pengujian informasi yang telah diberikannya kepada
mengajukan
undang-undang terhadap UUD 1945, negara (fiskus) berkenaan dengan kewa-
namun oleh karena tidak dapat ditentukan jibannya untuk membayar pajak menurut adanya kerugian kewenangan konsti- prinsip self assessment. tusional BPK, maka syarat kedudukan
Namun di sisi lain, terdapat kepen- hukum (legal standing) sebagaimana tingan hukum berupa kewenangan
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK konstitusional BPK untuk melakukan
tidak terpenuhi sehingga permohonan pemeriksaan keuangan negara secara bebas
harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet dan mandiri 17 sehingga mengharuskannya
ontvankelijk verklaard ). untuk memeriksa semua dokumen yang
Peneliti menilai bahwa praktek berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan
18 hukum di Indonesia memperlihatkan dan tanggung jawab keuangan negara . adanya situasi yang sangat dipengaruhi
hukum, bahkan bangannya, dalam perkara pengujian
Hakim Konstitusi dalam pertim-
oleh
positivisme
positivisme undang-undang (legisme), terhadap Undang-Undang Nomor 28
sehingga para praktisi hukum pun Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
cenderung berpikir positivistik atau legistik Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
dalam menjatuhkan putusan. Dalam 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
pandangan yang positivistik itu, maka Cara Perpajakan, yang sesungguhnya
hukum hanyalah apa yang secara eksplisit bukan merupakan perkara sengketa
tercantum dalam aturan hukum yang sah kewenangan
(perundang-undangan). negara, maka tidak dapat ditentukan
konstitusional
lembaga
Menurut Peneliti, hukum positif di adanya kerugian kewenangan konsti- satu sisi memiliki kelebihan yaitu adanya tusional BPK sebagai akibat berlakunya jaminan kepastian hukum (rechtzekerheid).
Namun di sisi lain, hukum positif memiliki dualitas yang ambigu dan paradoks.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15
19 Norma yang terdapat dalam ketentuan Pasal 34 ayat Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
(2a) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Jawab Keuangan Negara , Undang-Undang Nomor 15 Tahun
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, 16 Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 : Setiap orang berhak
menentukan bahwa “Pejabat pajak dan/atau tenaga ahli hanya atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dapat memberikan keterangan kepada BPK setelah mendapat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak
penetapan oleh Menteri Keuangan”.
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk 20 Penjelasan Pasal 34 ayat (2a) Undang-Undang Nomor berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi 28 Tahun
tentang Perubahan Ketiga 17 Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 : Untuk memeriksa
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
Umum dan Tata Cara Perpajakan juga dianggap membatasi diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
fungsi konstitusional BPK, sebab tidak semua data dan/atau mandiri 18 keterangan dapat diberikan kepada BPK selaku “lembaga
Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-Undang negara”, melainkan hanya keterangan tentang identitas Wajib Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan.
292 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
Kenyataan tersebut cenderung memberikan sama dilindungi oleh konstitusi, semata- kesan bahwa eksistensi hukum positivisme
mata lebih disebabkan karena menguatnya adalah hukum yang tidak memiliki 21 penerapan aliran neo-konservatisme yang
konstansi pendirian. justru telah dilegalisasikan dalam UUD 1945 terkait pemahaman pemeriksaan
Sehingga dualisme hukum positif keuangan negara, yaitu:
tersebut sekaligus merancukan hukum substantif yang meskipun tertulis (law is
a. Negara sebagai faktor kekuasaan written in the book ), namun belum tentu
tertinggi dalam lapangan keu- hukum dipraktikkan (law in practice)
angan negara di manapun; sesuai dengan substansi hukum itu sendiri,
adanya campur melainkan melenceng keluar dari ajaran
b. Keharusan
tangan organ negara terhadap hukum, sehingga terkadang putusan hakim
mekanisme pemeriksaan seluruh (judges made law) sangat kontradiksi dan
tahapan keuangan negara; dan kontroversi dengan rasa keadilan masya-
rakat (social justice unjustifiable).
c. Menguatnya pengaruh birokrasi negara dalam pemeriksaan di
Tepatlah ungkapan yang menya- sektor perpajakan. takan: “Justru hukum dibuat untuk dilang-
gar, jika tidak ada pelanggaran, maka Perluasan definisi keuangan negara hukum tidak berlaku efektif sebagai fakta
yang menjadi objek pemeriksaan tersebut dalam arti yang logis-rasionalis, itulah
cenderung telah meningkatkan peranan hukum”.
BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang justru menimbulkan paradoks
Argumentasi hukum dari Hakim kepentingan (interesting paradox) 22 . Mahkamah dalam putusannya, menurut
Penulis tidak cukup hanya dengan Dalam hal ini sesungguhnya BPK berdasarkan norma hukum tertulis yang
tidak memiliki kewenangan dalam menen- kemudian langsung diterapkan pada fakta
tukan dan mengambil alih pemeriksaan hukum, karena rumusan norma cenderung
keuangan negara di sektor pajak khususnya bersifat abstrak disebabkan adanya norma
dalam tahapan pengelolaan, mengingat yang kabur atau norma yang tidak jelas
pengelolaan bersifat administratif sehingga (vague van normen) yang mengarah pada
terjadinya konflik norma (geschiljd van
Neo-konservatisme dimaknai sebagai aliran filosofis yang mengadaptasi konsep mahzab Hukum Alam dari Thomas
normen ), sehingga untuk itu Hakim
Hobbes yang menghendaki hukum sebagai wujud ketertiban dan
Konstitusi dapat menggunakan salah satu
kemauan yang dikehendaki beberapa kelompok, khususnya yang
dari beberapa asas hukum, diantaranya: dimiliki negara. Aliran neokonsevatisme memandang Negara
sebagai instutusi yang berkuasa terhadap warganegaranya. Neo-
asas lex specialis derogat legi generali,
konservatisme memandang pemungutan pajak sebagai suatu sistem secara holistik sehingga menumbuhkan kesadaran yang
asas lex superior derogat legi priori dan
bersifat konkret dan subtanstif bagi penganut ini yang
lex posterior derogat legi inferiori.
menyatakan pemungutan pajak adalah sistem dan bukan tahapan. Neo-konservatisme menyatakan bahwa semua proses dalam
Mengingat asas-asas hukum sangat pemungutan pajak harus diperiksa oleh lembaga pemeriksa. Hal
ini berarti rasionalitas neo-konservatisme juga memandang
menolong Hakim (rechter) untuk men-
pemungutan pajak sebagai keuangan negara secara integratif.
Neo-konservatisme cermatkan interpretasi dan membantunya menelaah lembaga pemeriksa publik sebagai
lembaga yang harus mengaudit pungutan yang sedang, akan, dan
dalam pengenaan analogi serta meng-
telah dipungut negara, dan telah dikategorikan sebagai keuangan
arahkan dalam memberikan koreksi ter- negara, termasuk di dalamnya pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa. Lihat: M.D.A. Freeman, Introduction to
hadap peraturan perundang-undangan.
Jurisprudence (London : Sweet & Maxwell Ltd., 2001), P. 146- 147
Lebih lanjut, terjadinya benturan 22 Mark Moore dalam Robert D.Behn, Rethingking Democratic Accountability antara dua kepentingan hukum yang sama- (Washington D.C.: Brookings
Institution Press, 2001 ), P.35
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
memiliki keleluasaan untuk menentukan kan adanya upaya merubah paradigma tata cara pengelolaannya. Disamping tidak
terkait kewenangan BPK yang diharapkan bisa disamakan dalam pemeriksaan per-
lebih menekankan pemeriksaannya pada tanggungjawaban yang termuat dalam
evaluasi kebijakan penggunaan uang Anggaran Pendapat dan Belanja Negara
negara (makro strategis) bukan pada (APBN).
pemeriksaan teknisnya (mikro teknis) dengan melihat fungsi yang sama yang
Apalagi imperfektivitas atau ketidak- dijalankan oleh General Accounting Office
sempurnaan Hukum Keuangan Negara (GAO) di Amerika Serikat dan National
pasca perubahan UUD 1945 terlihat dalam Accounting Office di Inggris, pemeriksaan
peraturan perundangundangan yang me- yang dilakukan meliputi financial audit,
ngatur tentang keuangan negara. Untuk itu, compliance audit, dan internal control peraturan perundang-undangan yang me- ngatur tentang keuangan negara 23 system hen- . Pemeriksaan yang dilakukan bersifat post-audit dengan menerapkan daknya mengandung landasan filsafat yang programme evaluations , tidak lagi voucher merupakan latar belakang substansi
audits 26 .
pemikiran pembuat undang-undang tentang Keuangan Negara, termasuk didalamnya
2. Pelaksanaan Jaminan Kerahasiaan
harus dirumuskan secara mendasar pada
Wajib Pajak Terhadap Informasi
ilmu pengetahuan (het dekken der kennis),
Pajak Atas Harta Benda Wajib
disamping rumusannya juga harus ditata
Pajak Dengan Diterapkannya Sistem
berdasarkan landasan pemikiran ekonomis
Self Assesment
(ekonomische denkgesetz), rumusan keten- Wajib Pajak memiliki hak agar
tuan harus menghindari substansi yang seluruh data yang berkaitan dengan diri
diulang dan/atau saling bertentangan antara dan usahanya dirahasiakan oleh pejabat
pasal satu dengan pasal yang lainnya pajak. Di beberapa negara aturan ini diatur
(wiedersprüchlos), termasuk didalamnya dengan tegas. Data Wajib Pajak hanya bisa cakupan rumusan substansi undang-undang diberikan apabila data itu diperlukan untuk
yang mengatur keuangan negara harus proses penyelidikan yang diperlukan
bersifat menyeluruh (het dekken van de sebagaimana diatur dalam undang-Undang.
rechtsstof ), kemudian yang terakhir harus Dalam bahasan OECD 27 yang bertajuk bermanfaat sesuai dengan tujuannya
“Taxpayers’ Rights and Obligations – (doelmatig) 24 . Practice Note ” oleh OECD Committee of
Peneliti menambahkan, dalam Nas- Fiscal Affairs on Tax Administration kah Akademik Rancangan Perubahan
dijelaskan bahwa pada Negara demokrasi, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Wajib Pajak akan memiliki beberapa hak tentang Keuangan Negara 25 , juga ditegas-
dan kewajiban dasar dalam hubungannya dengan pemerintah dan kementerian/
23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
lembaga di bawah pemerintah.
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentangPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan 24
Harry S.Heaven, The Evolution of the General Pasca 60 Tahun Indonesia Merdeka: Masalah dan Prospeknya
Arifin P.Soeria Atmadja, Hukum Keuangan Negara
Accounting: From Voucher Audits to Program Evaluations , bagi Indonesia , Artikel, Masyarakat Pemantau Peradilan
1990 dalam Naskah Akademik Rancangan Perubahan Undang- Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm.7
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Tim 25 Keikutsertaan Peneliti dalam kegiatan Komite IV
Ahli Revisi Undang-undang Keuangan Negara, Dewan DPD RI terkait Uji Sahih Terhadap Revisi Undang-Undang
Perwakilan Daerah (DPD) RI, Jakarta, Juni 2011, hlm.68 Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara , bertempat di
27 OECD, 2003 . Taxpayers’ Rights and Obligations – Gedung Rektorat Universitas Mataram, Selasa 14 Februari 2012,
Practice Note . Tax guidance series: Centre for Tax Policy and Pkl.09.30 – 13.00 Wita
Administration
294 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
Dalam survey terhadap Negara- yaitu antara keseimbangan hak negara dan negara anggota OECD yang diadakan pada
hak warga negara pembayar pajak, tahun 1990, disimpulkan beberapa hak
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dasar yang diberikan kepada Wajib Pajak,
dan Tata Cara Perpajakan telah meng- antara lain: (1) Hak untuk mendapatkan
akomodasi mengenai berbagai hak-hak informasi, panduan, dan perhatian (The
Wajib Pajak. Salah satu hak Wajib Pajak right to be informed, assisted and heard );
yang dituangkan ke dalamnya adalah (2) Hak untuk menggugat (The right of
kerahasiaan data Wajib Pajak. appeal ); (3) Hak untuk tidak membayar
Wajib Pajak mempunyai hak untuk lebih dari jumlah pajak yang benar (The mendapat perlindungan kerahasiaan atas right to pay no more than the correct segala sesuatu informasi yang telah amount of tax ); (4) Hak atas kepastian (The disampaikannya kepada Direktorat Jen- right to certainty ); (5) Hak atas privasi deral Pajak dalam rangka menjalankan individu (The right to privacy); dan (6) ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak Hak atas kerahasiaan (The right to lain yang melakukan tugas di bidang confidentiality and secrecy ). perpajakan juga dilarang mengungkapkan
Dalam paragraf yang membahas kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga mengenai hak atas kerahasiaan, disebutkan
ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara bahwa “…the information available to the
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak tax authorities on the affairs of a taxpayer
untuk membantu pelaksanaan undang- is confidential and will only be used for the
undang perpajakan.
purposes specified in tax legislation. Tax Kewajiban untuk merahasiakan data legislation usually imposes very heavy
perpajakan atau data yang diperoleh dari penalties on tax officials who misuse
Wajib Pajak sesungguhnya telah ada sejak confidential information and the confiden- Undang-undang Pajak sebelum reformasi tiality rules that apply to tax authorities 1983, yaitu dalam Pasal 44 Ordonansi are far stricter than those applying to other Pajak Perseroan (PPs) tahun 1925, pasal 21 government departments ”. dan 22 Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd)
Dari pernyataan tersebut dapat tahun 1944 dan Pasal 33 Ordonansi Pajak diambil beberapa poin utama, antara lain:
Penjualan (PPn) tahun 1951. Pertama , Informasi yang diterima oleh
Seiring perkembangannya, barulah otorisasi pajak bersifat rahasia, dan hanya
kemudian terdapat aturan yang khusus digunakan khusus untuk legislasi per-
mengatur tentang kerahasiaan mengenai pajakan; Kedua, adanya sanksi bagi pihak
data Wajib Pajak yang harus dijaga oleh yang menyalahgunakan informasi pajak pejabat pajak yang tertuang dalam tersebut; dan Ketiga, aturan pemberian Undang-undang Ketentuan Umum dan informasi rahasia kepada pihak ketiga lebih Tata Cara Perpajakan (KUP) yang pertama sulit dibandingkan dengan departemen kali diterbitkan yaitu pada Undang-Undang pada pemerintahan (eksekutif). Dicontoh- Nomor 6 Tahun 1983 dan terus mengalami kan pula adanya The Taxpayers’ Charter, penyempurnaan sampai dengan Undang- yaitu sebuah pernyataan tentang perilaku Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang (mengacu ke istilah hak dan kewajiban Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti kalau di Indonesia) yang diharapkan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 pejabat dan Wajib Pajak. tentang Perubahan Keempat Atas Undang-
Dalam rangka untuk lebih mem- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang berikan keadilan di bidang perpajakan
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
Ketentuan Umum dan Tata Cara Per- melakukan pemeriksaan pajakan Menjadi Undang-Undang.
dalam
bidang keuangan
negara.
Keraha-siaan mengenai data Wajib Pajak yang harus dijaga oleh pejabat pajak
(3). Untuk kepentingan negara, di Indonesia diatur dalam Undang Undang
Menteri Keuangan berwenang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
memberi izin tertulis kepada Perpajakan (UU KUP). Pasal 34 UU KUP
pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) berbunyi:
pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
(1). Setiap pejabat dilarang mem- ayat (2) supaya memberikan
beritahukan kepada pihak lain keterangan dan memperlihatkan
segala sesuatu yang diketahui bukti tertulis dari atau tentang atau diberitahukan kepadanya Wajib Pajak kepada pihak yang oleh Wajib Pajak dalam rangka ditunjuk. (huruf tebal dari jabatan atau pekerjaannya untuk
Peneliti )
menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan kan. (huruf tebal dari Peneliti)
perpaja-
di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas
(2). Larangan sebagaimana dimak-
Hakim sesuai sud pada ayat (1) berlaku juga
permintaan
dengan Hukum Acara Pidana terhadap tenaga ahli yang
dan Hukum Acara Perdata, ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Keuangan dapat pajak untuk membantu dalam
Menteri
memberi izin tertulis kepada pelaksanaan ketentuan peraturan
pejabat sebagaimana dimaksud perundang-undangan
pada ayat (1), dan tenaga ahli perpajakan.
sebagaimana dimaksud pada Lebih lanjut, dalam Pasal 34 ayat
ayat (2), untuk memberikan dan (2a), (3), (4), dan (5) UU KUP diatur
memperlihatkan bukti tertulis bahwa ketentuan khusus yang dikecualikan
dan keterangan Wajib Pajak dari ketentuan sebagaimana dimaksud
yang ada padanya. ((huruf tebal dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) adalah
dari Peneliti )) sebagai berikut:
(5) Permintaan hakim sebagaimana (2a) Dikecualikan dari ketentuan
dimaksud pada ayat (4) harus sebagaimana dimaksud pada
menyebutkan nama tersangka ayat (1) dan ayat (2) adalah:
atau nama tergugat, keterangan
a. Pejabat dan tenaga ahli yang yang diminta, serta kaitan antara bertindak sebagai saksi atau
perkara pidana atau perdata yang saksi ahli dalam sidang
bersangkutan dengan keterangan pengadilan, atau
yang diminta.
b. Pejabat dan/ atau tenaga ahli Pada Penjelasan Pasal 34 UU KUP yang ditetapkan Menteri
disebutkan setiap pejabat, baik petugas Keuangan untuk memberikan
pajak maupun mereka yang melakukan keterangan kepada pejabat
tugas di bidang perpajakan, dilarang lembaga negara atau instansi
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak pemerintah yang berwenang
yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain:
296 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
a. Surat Pemberitahuan, laporan
b. Sengaja tidak memenuhi kewajiban
keuangan, dan lain-lain yang
merahasiakan.
dilaporkan oleh Wajib Pajak, Dalam Pasal 41 ayat (2) UU KUP
b. Data yang diperoleh dalam disebutkan bahwa “ Pejabat yang dengan rangka
sengaja tidak memenuhi kewajibannya pemeriksaan,
pelaksanaan
atau seseorang yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat untuk
c. Dokumen dan atau data yang merahasiakan sebagaimana dimaksud
diperoleh dari pihak ketiga yang dalam pasal 34 dipidana dengan pidana
bersifat rahasia, penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
d. Dokumen dan atau rahasia denda paling banyak Rp.50.000.000,00 Wajib Pajak sesuai dengan
(Lima Puluh Juta Rupiah). Perbuatan atau ketentuan peraturan perundang-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja undangan yang berkenaan.
ini dikenai sanksi yang lebih berat Lebih lanjut, Undang Undang Ten-
dibandingkan dengan perbuatan atau tang Ketentuan Umum dan Tata Cara
tindakan yang dilakukan karena kealpaan Perpajakan mengatur ancaman pidana bagi
agar pejabat yang bersangkutan lebih aparatur perpajakan yang melanggar
berhati-hati dan tidak melakukan perbuatan kewajiban menjaga rahasia jabatan itu,
membocorkan rahasia Wajib Pajak demi yaitu:
kepentingan individu.
a. Tidak memenuhi kewajiban me- Latar belakang Badan Pemeriksa rahasiakan karena alpa.
Keuangan (BPK) mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas Undang
Dalam Pasal 41 ayat (1) UU KUP Undang No. 28 Tahun 2007 tentang disebutkan “Pejabat yang karena kealpaan-
Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor nya tidak memenuhi kewajiban meraha-
6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum siakan hal sebagaimana dimaksud dalam
dan Tata Cara Perpajakan karena dalam Pasal 34 akan dipidana dengan pidana
pasal tersebut ada pasal tentang prosedur kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
yang membatasi BPK untuk memperoleh denda paling banyak Rp.25.000.000,00
data dan informasi perpajakan. Pasal yang (Dua Puluh Lima Juta Rupiah )”.
dimaksud adalah pasal 34 ayat 2a (huruf b) Hal ini dilakukan untuk menjamin
yang berbunyi dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan mengenai perpajakan tidak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan akan diberitahukan kepada pihak lain dan
ayat (2) adalah: pejabat dan/atau tenaga supaya Wajib Pajak dalam memberikan
ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam
untuk memberikan keterangan kepada rangka pelaksanaan Undang Undang Per-
pejabat lembaga negara atau instansi pajakan. Pengungkapan kerahasiaan ini
Pemerintah yang berwenang melakukan dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai,
pemeriksaan dalam bidang keuangan tidak hati hati, atau kurang mengindahkan
negara.
sehingga kewajiban untuk merahasiakan Ketentuan ini diatur lebih lanjut keterangan atau bukti-bukti Wajib Pajak
dalam Keputusan Menteri Keuangan yang dilindungi oleh Undang Undang
Nomor 539/KMK.04/2000 tentang Pihak Perpajakan dilanggar.
Lain Yang Dapat Diberikan Keterangan Oleh Pajabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk Mengenai Segala Sesuatu yang
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
Diketahui atau Diberitahukan Kepadanya Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara oleh Wajib Pajak Dalam Rangka Jabatan
Perpajakan, terdapat pembatasan yaitu atau Pekerjaannya untuk Menjalankan
hanya pejabat dan tenaga ahli yang Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
ditetapkan Menteri Keuangan yang boleh Perpajakan, yang ketentuannnya memuat
memberikan keterangan tersebut. syarat-syarat bagaimana pihak lain tersebut
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat meminta data Wajib Pajak, antara meminta “frasa” ditetapkan oleh Menkeu lain: tidak mempunyai kekuatan hukum
a. Badan Pemeriksa Keuangan sehingga BPK dapat meminta data / (BPK) atau Badan Pengawasan
informasi kepada aparat dan pejabat pajak Keuangan dan Pembangunan
dimana pun terkait pemeriksaan BPK. (BPKP);
Selain pembatasan prosedur, BPK
b. Menyampaikan Surat Tugas menilai ada yang lebih menghambat lagi yang harus menyebutkan nama
bagi BPK yaitu seperti yang tertera dalam Wajib Pajak dan keterangan
penjelasan pasal 34 ayat 2a. Pasal tersebut yang ingin diketahui tentang
mengatur secara limitatif tentang jenis- Wajib Pajak yang bersangkutan;
jenis data/dokumen yang boleh diberikan dan
kepada BPK. Data dan informasi yang ada dalam Penjelasan Pasal 34 ayat 2a tidak
c. Keterangan
yang
dapat
cukup memadai bagi BPK untuk diberitahukan adalah keterangan
melakukan audit.
yang bersifat umum mengenai perpajakan yang menyangkut
tersebut berisi Wajib Pajak dan pelaksanaannya
Penjelasan
pembatasan informasi yang bisa diberikan ditetapkan dengan Keputusan
kepada BPK itu bertentangan dengan Pasal Direktur Jenderal Pajak.
9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
9 huruf a menegaskan kewenangan BPK mempunyai mandat sesuai Pasal 23 E ayat
untuk:
1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk melaksanakan
“...menentukan objek pemeriksaan, pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
merencanakan dan melaksanakan jawab keuangan negara yang diterjemah-
pemeriksaan, menentukan waktu dan kan dalam Undang-Undang Nomor 15
metode pemeriksaan serta menyusun tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Penge-
menyajikan laporan lolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan
dan
pemeriksaan”. Huruf b nya adalah Negara dan Undang-Undang Nomor 15
“...meminta keterangan dan/atau tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
dokumen yang wajib diberikan oleh Keuangan.
setiap orang, unit organisasi Pemerintah
Pusat, Menurut undang-undang tersebut Pemerintah Badan Daerah, Lembaga Negara lainnya, Pemeriksa Keuangan (BPK) diberikan kewenangan untuk mengakses Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Layanan Umum, data dan informasi terkait dengan pengelolaan keuangan negara. Sedangkan Badan Usaha Milik Daerah, dan
dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28 lembaga atau badan lain yang
Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga ”.
mengelola keuangan negara
(huruf tebal dari Peneliti). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
298 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]
[U NIVERSITAS M ATARAM ] JATISWARA
Sehingga untuk itu, pembatasan merupakan atribusi dari Pasal 23E UUD' informasi yang boleh diberikan kepada
45 yang merupakan legal standing BPK jelas-jelas bertentangan dengan Pasal
Pemohon.
9 UU BPK ini. Padahal, Pasal 9 itu
Informasi Yang Diperlukan Untuk Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan Penerimaan Pajak
Penjelasan Pasal 34
Versi Pemerintah Versi BPK
ayat 2A UU KUP Identitas Wajib
Dokumen yang digunakan sebagai dasar Dokumen minimal yang harus
Pajak
pencatatan, yaitu dokumen berupa
diperoleh:
a. Nama
penerimaan pajak berdasarkan hasil
a. Laporan Penerimaan Pajak
b. NPWP
rekonsiliasi antara Ditjen
oleh DJP
c. Alamat
Perbendaharaan dengan bank persepsi
b. Surat Setoran Pajak (SSP)
d. Alamat kegiatan
yang didukung dengan:
sebagai bukti transaksi
usaha
a. Surat Setoran Pajak (SSP)
penerimaan pajak.
e. Merek usaha:
b. Surat Setoran Bea Perolehan Hak
c. Akses data penerimaan
dan/atau
atas Tanah dan Bangunan
pajak pada sistem
f. Kegiatan usaha
(SSBPHTB)
informasi komputer
c. Surat Tanda Terima Setoran (STTS) d. Surat Setoran Pabean, Cukai dan
Pajak (SSPCP) e. Bukti Pemindahbukuan
Hasil Putusan Judicial Review adalah institusi lain yang memeriksa keuangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
negara 1 .
memutuskan untuk menolak gugatan
C. PENUTUP
"judicial review" BPK karena dianggap tidak memiliki kedudukan hukum atau
1. Kesimpulan
"legal standing" sehubungan tidak ada Beranjak dari pokok permasalahan kewenangan konstitusional BPK yang
yang telah dikemukakan sebelumnya, dirugikan.
tulisan ini sampai pada kesimpulan sebagai Permohonan pengujian Undang-
berikut:
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
1. Meski BPK memenuhi kualifikasi Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
sebagai pihak yang dapat mengajukan Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
permohonan pengujian Undang- Umum dan Tata Cara Perpajakan terhadap
undang Nomor 28 Tahun 2007 Undang-Undang Dasar Negara RI 1945
tentang Ketentuan Umum dan Tata yang diajukan oleh Badan Pemeriksa
Cara Perpajakan terhadap UUD 1945, Keuangan (BPK) RI.
namun perkara pengujian yang Sesungguhnya merupakan upaya
diajukan sesungguhnya bermasalah, BPK untuk melegitimasi pemeriksaan
karena BPK keliru dalam meng- terhadap semua tahapan pemungutan pajak
gunakan argumentum a contrario sebagai kewenangan pemeriksaannya yang
yang mengarah pada perbedaan tafsir dapat dikategorikan sebagai perilaku
koersif yang optimal di sektor perpajakan
1 Richard A. Epstein, Skepticism and Freedom: A
yang cenderung dilatarbelakangi upaya Modern Case for Classical Liberalism (New York: McGraw-
Hill Book, 1978), P.84. Lihat juga: Alfred J. Marrow, David
monopoli untuk
mengesampingkan
Bowers, and Seashore, Management by Participations (New York : Harper & Row, 1989), P.55
[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA
[F AKULTAS H UKUM ]
JATISWARA
tentang kewenangan lembaga negara, tan antara BPK dengan Pemerintah in justru menggunakan mekanisme
casu Menteri Keuangan perlu dituang- judicial review. Disamping itu, se-
kan dalam bentuk Memorandum of sungguhnya
Understanding (MoU) terkait me- perkara sengketa kewenangan konsti-
bukan
merupakan
kanisme pemeriksaan pengelolaan tusional lembaga negara, sehingga
keuangan negara yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi memutuskan tidak