Mutiara Berdebu dan Kata Mutiara

Mutiara Berdebu
Sabtu, 24 November 2012

Kebudayaan Dalam Islam
KEBUDAYAAN DALAM ISLAM
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Yang dibimbimg oleh Firman, SAg, MSi.

Oleh
Nano Lorian 12.11.106.701201.1517

UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman

memang

selalu

ada

dalam

setiap

ruang

dan

waktu.

Tetapi


bagaaimanakah kita sebagai manusia mengintegrasikannya agar tidak menimbulkan
masalah dan menciptakan keselaraan. Begitu juga dengan budaya. Budaya memang selalu
berbeda dalam setiap elemen entah dalam ruang lingkup masyarakat, Negara dan hal yang
berkaitan dengannya.
Manusia merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam hal ini, karena budaya
adalah hasil pikiran manusia yang di aplikasikan kedalam tingkah laku dan interaksinya,
sehingga keberagaman dapat tercipta di masing-masing individu. Tetapi hal yang focus kita
bicarakan di bawah adalah mengenai budaya yang pasti di setiap kalangan berbeda.
Budaya memang kental dengan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan sehingga
membentuk sebuah adat masyarakat yang dilaksanakan secara bersama-sama, dan
membentuk jati diri maupuan identitas dari masyarakat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

1.

Apakah Pengertian Budaya Itu?

2.

Apa saja bentuk-bentuk budaya local itu?


3.

Apa saja bentuk-bentuk budaya barat itu?

4.

Apakah budaya menurut Islam?

5.

Bagaimanakah sikap manusia terhadap budaya yang ada dan berbeda disetiap masyarakat?
1.3 Tujuan Penulisan

1.

Memberikan penjelasan tentang pengertian budaya.

2.


Menjelaskan tentang bentuk-bentuk budaya lokal.

3.

Menjelaskan tentang bentuk-bentuk budaya barat

4.

Menjelaskan tentang pengertian budaya menurut pandangan Islam

5.

Menjelsakan tentang sikap manusia mengenai budaya

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Budaya

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Menurut The American Herritage Dictionary

mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan
melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran
manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia
dengan cara belajar (http://organisasi.org/arti-defnisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuanmanfaat-penerapannya-pada-lingkungan-sekitar).
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan

juga

diterjemahkan

sebagai

mengolah


sebagai

tanah
"kultur"

atau

bertani.
dalam

Kata

culture
bahasa

juga

kadang

Indonesia


(http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).
Menurut Canadian Commission for Unesco kebudayaan dinyatakan sebagai: A
dynamic value systemof learned elements, with asumtionts, convertions, beliefs n rules
permitting members of a group to relate to each other and to the world, to communicate
and to develop their creative potential (Syam.2005:13).
Kebudayaan adalah cara berfkir dan merasa, menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu ruang dan
waktu (Gazalba.1989:15).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak

unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang
yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Kebudayaan sangat erat

hubungannya

dengan

masyarakat.

Melville

J.

Herskovits

dan

Bronislaw

Malinowski

mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah

Cultural-Determinism (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).

Ada beberapa elemen penting dalam definisi di atas, bahwa kebudayaan adalah sebuah
system nialai yang dinamik dari elemen-elemen pembelajaran yang berisi asumsi, kesepakatan,
keyakinan,

dan

aturan-aturan

yang

memperbolehkan

anggota

kelompok

untuk


berhubungandengan yang lain. Pengertian kebudayaan ini termasuk di dalam pengertian
kebudayaan sebagai system nilai, yaitu kebudayaan sebagai system normative yang mengatur
kehidupan bermasyarakat.
Pengertian kebudayaan diatas berbeda dengan perspektif strukturalisme yang
memandang kebudayaan sebagai produk atau hasil dari aktivitas nalar manusia, di mana ia
memiliki kesejajaran dengan bahasa yang juga merupakan produk dari hasil nalar manusia
(humand mind).
Pengertian ini hampir sama dengan perspektif antropologi kognitif, yang melihat
kebudayaan suatu yang berada di kepala-kepala individu dan bukan sesuatu yang shared
masyarakatatau kebudayaan sebagai kognisi manusia.
Menurut Suparlan, kebudayaan ialah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai
manusia sebagai mahluk social, yang isinya adalah perangkat-perangkat, model-model
pengetahuan

yang

secara

selektif


dapat

digunakan

untuk

memahami

dan

menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan
tindakan-tindakan yang diperlukannya.
Woodward

mengikuti

pendapat

Keesing

dan

Sperber,

menyatakan

bahwa

kebudayaan adalah suatu system pengetahuan sadar dan diluar sadar yang berada di dalam
pikiran individu. System pengetahuan kebudayaan tersebut diorganisir sacara hirarkhis.
Didalam pengetahuan kebudayaan terdapat yang umum dan khusus (kontekstual). Asumsi
yang lebih umum tersebut disebut sebagai aksioma pengetahuan budaya. Oleh Karena itu di
dalam

tulisannya

mengenai

islam

jawa,

Woodward

memperkenalkan

konsep

dan

pendekatan baru di dalam hubungan antara agama dan budaya ialah aksiomatika structural.
Aksiomatika terkait dengan landasan teks-teks yang menjadi pegangan atau mendasari
paham keagamaan, dan sisi lain, struktur terkait dengan konteks sosio-religio-kultural di
mana teks tersebut dipahami dan menjadi basis bagi proses pembentukannya. Melalui
kajiannya diperoleh sebuah teoritisasi “konsep-konsep keagamaan dapat menjadi basis bagi
pembentukan struktur social, ekonomi dan bahkan politik”.
Suatu defnisi yang juga dipertimbangkan sebagai dasar pijak bagi kajian ini adalah
sebagaimana ditulis oleh Berger, bahwa kebudayaan ialah “totalitas dari produk manusia.
Tidak hanya mencakup produk material atau material artefacts dan produk non material
sosio-kultural adalah yang disebut sebagai seperangkat kelakuan dan produk kelakuan.
Refleksi bukan ide seperti gagasan antropolog fungsional dan evolusionis, akan tetapi
terkait dengan pengalaman dan kesadaran manusia dalam perspektif fenomenologi.
Seperangkat kelakuan dan hasil kelakuan adalah representasi dari atau produk refleksi
manusia. Ada sisi subyektif kebudayaan dan sisi obyektif kebudayaan, sebagaimana
pandangan didalam perspektif fenomenologi-kontruksionisme.

Penelitian ini juga mempertimbangkan pengertian kebudayaan sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau penginterpretadi keseluruhan
tindakan manusia. Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat tersebut (Syam.2005:16 ).
1.

Unsur-unsur Budaya
Semua bentuk kebudayaan ada di dunia mempunyai kesamaan unsure yang bersifat
universal. Dalam hal ini koentjaraningrat menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan yang
bersifat universal, yaitu: 1) system religi dan upacara keagamaan; 2) system dan organisasi
kemasyarakatan; 3) system pengetahuan; 4) bahasa; 5) kesenian; 6) system mata
pencaharian hidup; 7) system teknologi dan peralatan
Kebudayaan manusia itu hanya dapat diperoleh dalam anggota masyarakat, yang
dalam pewarisannya hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar. Adapun wujud
kebudayaan dapat bersifat material ( jasmaniah) dan non material ( rohaniah).

2.

Nilai- nilai Budaya
Sistem budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat manusia tidak lepas
dari nilai-nilai yang dibangunnya sendiri. Berbagai bentuk nilai-nilai budaya tersebut sangat
berpengaruh bagi kehidupan masyarakatnya. Karena nilai-nilai budaya itu merupakan
konsep-konsep yang hidup di dalam akal pikiran sebagian besar dari warga sesuatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam
hidup, sehingga dapat berfungsi sebagi suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi

kepada kehidupan para warga masyarakat tadi Nilai-nilai tersebut ada yang berpengaruh
langsung, dan ada pula yang berpengaruh tidak langsung terhadap kehidupan manusia.
Menurut Kluckhohn dalam koentjaraningrat (1981: 191-193) dijelaskan, bahwa semua
sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia sebenarnya mengenai lima masalah
dalam kehidupan manusia. Kelima masalah pokok itu adalah: Masalah hakekat dari hidup
manusia, hakekar dari karya manusia, hakekat dan kedudukan manusia dalam ruang dan
waktu, hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar.

2.2 Bentuk-bentuk Budaya Lokal
Kebudayaan nasional secara mudah dimengerti sebagai kebudayaan yang diakui
sebagai identitas nasional. Defnisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998,
yakni: Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya
dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia
untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk
memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang
kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan
yang berbudaya. Disebutkan juga pada pasal selanjutnya bahwa kebudayaan nasional juga
mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan kebudayaan nasional yang
dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional yang dilandasi oleh
semangat Pancasila.
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak
dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan.
Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa
nasional. Defnisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya:
“yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifkasikan
diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk
pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa
menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas
bersama.
Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam sukusuku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia. Kebudayaan
Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh
kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan
Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di

Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama
Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan
berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia).

2.3 Bentuk-bentuk Budaya Barat
Keyakinan-keyakinan agama dan nilai-nilai nasionalisme setiap bangsa membentuk
identitas bangsa tersebut dan membedakannya dari bangsa lain. Keyakinan-keyakinan
seperti ini biasanya telah mengakar sangat dalam di tengah rakyat dan telah berjalin serta
berkelindan dengan kebudayaan mereka. Untuk itu keyakinan-keyakinan agama dan
nasionalisme rakyat setiap bangsa akan dipandang sebagai kekayaan spiritual dan tidak
akan hilang dengan mudah. Akan tetapi di dunia saat ini, berbagai upaya dari negaranegara adi daya telah dilakukan untuk merusak nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan
pribumi bangsa-bangsa lain. Karena nilai-nilai tersebut akan berperan sebagai unsur
penguat perlawanan dalam menghadapi serangan budaya dan ekonomi dari Barat.
Berlawanan dengan lahiriyah yang mereka tampakkan, dimana mereka menunjukkan sikap
hormat dan netral terhadap berbagai kebudayaan, negara-negara Barat menentang keras
keberadaan berbagai macam kebudayaan, dan mereka berusaha menegakkan satu budaya
dan memaksakannya kepada seluruh dunia, yaitu budaya mereka sendiri.
Rencana dan usaha seperti ini jelas merupakan bentuk lain dari penjajahan dan
imperialisme, yang disebut sebagai "imperialisme kebudayaan". James Petras, seorang
dosen dan sosiolog dan kritikus pemerintah AS, yang tinggal di New York, mendefnisikan
imperialisme kebudayaan sebagai berikut, "Imperialisme kebudayaan berarti campur tangan
secara terprogram dan kekuasaan kebudayaan pihak penguasa Barat atas rakyat, dengan
tujuan menyusun kembali nilai-nilai, perilaku, lembaga-lembaga dan identitas rakyat yang
telah dieksploitasi, dalam rangka menyelaraskannya dengan interes para imperialis."
Dewasa ini contoh yang paling nyata imperialisme kebudayaan dapat dilihat dalam
bentuk slogan-slogan menyesatkan, seperti sistim dunia moderen dan globalisasi. Dengan
alasan bahwa dalam iklim baru dunia saat ini, setiap negara bergerak ke arah kesamaan
dan globalisme, negara-negara Barat berusaha menyamakan semua kebudayaan. Akan
tetapi peleburan kebudayaan ini, tak lain merupakan upaya untuk memusnahkan ajaran dan
keyakinan agama serta identitas-identitas nasional di negara-negara berkembang, dan
untuk menegakkan kekuasaan kebudayaan materialis Barat di seluruh dunia. Dengan kata
lain, Barat tidak bisa menerima fariasi kebudayaan yang ada saat ini di dunia, dan berniat
melemahkan, atau memusnahkan kebudayaan-kebudayaan pribumi semua negara dengan
berbagai cara.

Diantara bukti terpenting serangan kebudayaan Barat terhadap seluruh kebudayaan
dan agama ialah pemusnahan kekuatan mereka dalam menghadapi dominasi politik,
ekonomi

dan

militer

negara-negara

Barat,

terutama

AS.

Kebudayaan-kebudayaan

independen dan agama-agama penentang kezaliman, selalu berperan bagaikan benteng
yang kokoh, yang selalu menghasung rakyat untuk menghadapi serangan para imperialis.
Sebagaimana dapat disaksikan, dengan mengambil inspirasi dari ajaran agama, terutama
agama Islam, atau dalam rangka mempertahankan nilai-nilai nasionalisme, suatu bangsa
bangkit menentang kekuatan-kekuatan asing.
Alasan lain usaha Barat untuk membasmi kebudayaan-kebudayaan lain dan ajaran
agama ialah watak penjajah mereka. Saat ini liberalisme Barat berperan sebagai alasan dan
pendorong politik-politik permusuhan Barat terhadap bangsa-bangsa lain. Meluasnya
berbagai macam idiologi seperti materialisme, individualisme, freesex, dan berbagai macam
lainnya di Barat, telah menyebabkan mereka tidak lagi berpikir sehat dalam berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain, tapi mereka berusaha menguasai, memaksakan kebudayaan
mereka dan menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lain. Terutama sekali bahwa idelogi
liberalisme Barat, menyebarkan pandangan materialisme dan atheisme, yang jelas
bertentangan dengan agama dan kebudayaan asli berbagai bangsa. Media-media massa
Barat menyebut nilai-nilai manusiawi dan agama serta kebudayaan Timur sebagai penyebab
kemunduran dan berlawanan dengan kemajuan. Sebaliknya, liberalisme Barat mereka
unggulkan sebagai idiologi moderen dan menyebutnya sebagai batas akhir perjalanan
sejarah. Hal ini disampaikan oleh Francis Fukuyama, pemikir AS di awal dekade 1990.

Teori Benturan Peradaban yang dipaparkan oleh Samuel Huntington, pemikir lain dari
AS, menunjukkan bahwa para ahli teori Barat, dalam rangka menyukseskan dan memaksakan
pandangan-pandangan mereka, mencanangkan perang antara peradaban dan kebudayaan Barat
melawan peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa lain. Berbagai media massa Barat pun
melancarkan propaganda luas terus menerus, menyerang nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan
nasionalisme, seperti perlawanan menentang penjajahan, perjuangan menegakkan keadilan,
perdamaian dan sebagainya. Serangan propaganda ini dilakukan dengan metode-metode yang
sangat halus, sehingga tidak terasa oleh masyarakat pada umumnya. Media-media ini, dalam
berbagai filem, berita dan laporan, secara tidak langsung, menyerang dan melecehkan
kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa lain. Pelecehan terhadap kesucian-kesucian agama
dan kehormatan nasional, termasuk diantara metode lain yang digunakan oleh media-media
Barat, dengan tujuan merendahkan kesucian-kesucian tersebut dalam pandangan masyarakat
umum.

Serangan terhadap kebudayaan negara-negara berkembang melalui jaringan global
internet dan permainan-permainan komputer, juga banyak dilakukan. Bahkan lambang dan
simbol-simbol di pakaian dan peralatan-peralatan hidup, iklan-iklan perdagangan dan hal-hal
lain

yang

dikemas

untuk

menggambarkan

kesejahteraan

dan

kemewahan,

juga

dimanfaatkan sebagai cara untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat dan mengikis
keyakinan-keyakinan agama dan nasionalisme bangsa lain. Dalam proses propaganda ini,
masalah hubungan seks ilegal dan dekadensi moral, mendapat tempat istimewa. Karena
para pengelola media-media tersebut mengetahui dengan baik bahwa agama-agama dan
adat istiadat Timur menentang kebebasan seks dan amoralisme. Untuk itu menyebarnya
budaya negatif seperti ini di dunia Timur, akan melemahkan negara-negara di kawasan ini.
Dalam masalah ini, serangan-serangan kebudayaan Barat, menjadikan generasi
muda sebagai sasaran utamanya. Menampilkan pahlawan-pahlawan palsu sebagai teladan,
merupakan metode lain media massa Barat untuk menyerang kebudayaan bangsa lain.
Setiap bangsa berbudaya, pasti memiliki pahlawan-pahlawan tersendiri di dalam sejarah
mereka. Sementara pahlawan-pahlawan yang dibuat oleh media Barat adalah pahlawanpahlawan palsu, tidak langgeng, bahkan sebagian besarnya membawa watak-watak negatif,
seperti suka kekerasan, pengumbar hawa nafsu seksual dan sebagainya. Jika kalangan
remaja dan pemuda suatu bangsa telah menerima pahlawan-pahlawan palsu itu sebagai
teladan dan model mereka, berarti mereka telah terjatuh ke perangkap musuh dan akan
ikut membantu mereka memusnahkan kebudayaan pribumi dan menyebarkan nilai
nilaidestruktif di tengah masyarakat (http://indonesian.irib.ir/index.php/politik/63-sosial/655memahami-serangan-budaya-barat.html).
Perbedaan Budaya Barat dengan Budaya Timur (lokal)

Mengapa terjadi perbedaan sikap budaya barat dengan budaya timur? Rohiman
Notowidagdo (1996, hlm. 45-50) menjelaskan bahwa teknologi komunikasi sudah modern dan
canggih, sikap ketidaktahuan antara Barat dan Timur tetap menyeliputi pengetahuan budaya dan
spiritual yang dimiliki. Adanya orientalisme (ilmu tentang dunia timur ) tidak dapat membantu
terjadinya harmoni antara barat dan timur. Justru sebaliknya, banyak orientalis barat yang
meneliti dan mempelajari tentang budaya timur tidak memberikan gambaran objektif, tetapi
digunakan untuk memperkuat penetrasi politik barat di timur.
Selanjutnya. Beliau menjelaskan lagi bahwa terjadinya disharmoni antara barat dan
timur disebabkan pikiran barat tentang timur yang penuh dengan bayangan negative
stereotip dan prasangka, akibatnya alam pikiran Barat dan Timur tidak pernah bertemu.
Dalam pikiran timur,

barat

digambarkan

sebagai

materealisme,

kapitalisme, barat

membayangkan timur sebagai kemiskinan, kebodohan, statis, fatalis, dan kontemplatif.

Tentu saja gambaran yang demikian menimbulkan sikap berlawanan yang akhirnya
mewujudkan permusuhan (konflik), disharmoni, persaingan, dan perang.
Menurut pandangan Barat, manusia adalah ukuran bagi segalanya, manusia
mempunyai kemampuan untuk menyempurakan kehidupannya sendiri, dengan bertitik tolak
dari rasio, intelektual, dan empiris. Pikiran Barat cenderung menekankan pada dunia
objektif, hasil pemikiran mereka membuahkan sains dan teknologi. Filsafat Barat dipusatkan
pada wujud dunia rasio. Oleh karena itu, pengetahuan mempunyai dasar empiris yang kuat.
Dalam tradisi agama Barat, dunia empiris mempunya arti. Kini ternyata bahwa sikap aktif
dan rasional di dunia Barat unggul. Cara berfkir dan hidup Barat lebih terikat pada
kemajuan materiil. Barat hidup dalam dunia teknik dan ilmiah, menggunakan cara berfkir
analitis rasional, yaitu flsafat positivisme. Keidupan Barat didasarkan pada 3 (tiga) nilai
penting, yaiu martabat manusia, kebebasan, dan teknologi.
Menurut anggapan Timur, budaya timur bersumber pada agama-agama yang lahir di
dunia Timur, manusia Timur menghayati hidup yang meliputio seluruh eksistensinya. Berfkir
secara Timur tidak bertujuan menunjang usaha manusia untuk menguasai dunia dan hidup
secara teknis, karena manusia Tiomur lebih menyukai intuisi dari pada akal budi. Inti
kepribadian manusia timur tidak terletak pada inteleknya, tetapi pada hatinya. Dengan
hatinya mereka menyatukan budi dan intuisi serta intelegensi dan perasaan. Dengan kata
lain, mereka menghayati hidup tidak hanya dengan otaknya.
Bagi manusia Timur, berpikir kontemplatif dipandang sebagai puncak perkembangan
rohani manusia. Sikap budaya Timur lebih menekankan pada disiplin mengendalikan diri,
sederhana, tidak mementingkan dunia. Hidup orang timur menyatu dengan alam, harmoni
dengan alam, tidak memaksakan diri mengekploitasi alam, karena alam adalah bagian yang
tidak terpisah dari kehidupan manusia. Jka alam binasa, manusia pun akan binasa. Untuk
menjaga hubungan harmonis, muncul ekspresi konkret dalam hubungan mistik manusia
dengan alam. Manusia Timur menginginkan kekayaan hidup immaterial, tenang, dan
tentram, bukan kekayaan benda (mater

2.4 Budaya Menurut Islam

Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaranajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri
telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ):

2. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh
Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya
siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan
mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya
mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang
dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini.
Kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah
mengatur

dan

memberikan

batasan-batasannya

(lhttp://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dankebudayaan/

Walahu

a’lam)
Melalui pendefnisian kebudayaan seperti itu, akan memungkinkan agama dapat
dikaji, sebab agama bukanlah wujud dari gagasan atau produk pemikiran manusia atau
kelakuan atau hasil kelakuan. Defnisi kebudayaan sebagai kelakuan dan hasil kelakuan
adalah produk kebudayaan. Agama bukan semata-mata produk kelakuan atau hasil
kelakuan. Pengertian strukturalisme mengenai kebudayaan juga kurang tepat untuk melihat
agama, sebab agama bukan hanya sebagai produk kognitif. Oleh karena itu, digunakanlah
pandangan atau perspektif yang melihat agama sebagai system kebudayaan.
Menanggapi terhadap agama sebagai system kebudayaan, Suparlan menyatakan
bahwa pada hakikatnya agama adalah sama dengan kebudayaan, yaitu suatu system
symbol atau suatu system pengetahuan yang menciptakan, menggolong-golongkan,
meramu atau merangkaikan dan menggunakan symbol untuk berkomunikasi dan untuk
menghadapi lingkungannya. Namun demikian, ada perbedaannya bahwa symbol di dalam
agama adalah symbol suci.
Symbol suci di dalam agama tersebut, biasanya mengejawantah di dalam tradisi
masyarakat yang disebut sebagai tradisi keagamaan. Yang dimaksud dengan tradisi
keagamaan ialah kumpulan atau hasil perkembangan sepanjang sejarah: ada unsure baru
yang masuk, ada yang ditinggalkan juga. Hampir sama dengan pendapat Steenbrink yang
mengedepankan dimensi historis maka menurut konsepsi Fazlurrahman bahwa tradisi islam
bisa terdiri dari element yang tidak Islami dan tidak didapatkan dasarnya di dalam Al-Quran
dan Sunnah. Jadi, perlu dibedakan antara islam itu sendiri dengan sejarah islam yang
termuat di dalam teks Al-Quran dan Al-Hadith adalah ajaran yang merupakan sumber asasi,
dan ketika sumber itu digunakan atau diamalkan disuatu wilayah sebagai pedoman
kehidupan maka bersamaan dengan itu, tradisi setempat juga bisa saja mewarnai

penafsiran masyarakat lokalnya. Karena penafsiran itu berasentuhan dengan teks suci,
maka symbol yang diwujudkannya juga merupakan sesuatu yang sakral.
Setiap tradisi keagamaan memuat symbol-simbol suci yang dengannya orang
melakukan serangkaian tindakan untuk menumpahkan keyakinan dalam bentuk ritual,
penghormatan, dan penghambaan. Salah satu contoh ialah melakukan acara lingkaran
hidup dan upacara intensifkasi, baik yang memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama
atau yang dianggap tidak memiliki sumber asasi didalam ajaran agama. Tradisi keagamaan
yang bersumber dari ajaran agama disebut Islam Ofsial atau Islam murni, sedangkan yang
dianggap tidak memiliki sumber asasi di dalam ajaran agama disebut sebagai Islam Popular
atau Islam Rakyat (Syam.2005:17)
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan
budaya, kita perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia
cenderung memelihara kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia
untuk berkarya, berpikir dan bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu
merubah alam dan lingkungan ini menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya
merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang
berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan flsafat tak lain daripada proses
realisasidiri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya
“Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan
budaya, karena menurutnya, bahwa agama merupakan keyakinan hidup rohaninya
pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman
merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia.
Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan
salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa
manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan
untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat
terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masingmasing agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan
kemampuan yang ada.
Di sinilah, bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah
laku keagamaan, masih menurut ahli antropogi, bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab
suci, melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai
pendapat yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan.
Kelompok pertama menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau

dengan kata lain bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri.
Pendapat ini diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker,
menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan
kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan itu
sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu
sisi saja. Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur
tanah dan unsur ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di
dalam frman Allah Qs As Sajdah 7-9 :

7. yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari
tanah.
8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama
Malaikat, yang hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari
unsur cahaya. Dan juga menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat ,
karena diciptkan dari api. Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan
gabungan dari unsur dua makhluk tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ;
pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik
dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh
manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan
kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika
manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur
syetanlah yang menang. Oleh karena itu, selain memberikan bekal, kemauan dan
kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan hati, Allah juga memberikan
petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan kenikmatan tersebut untuk
beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.

Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk
berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa
budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk
kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk
mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan,
mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang
diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong manusia
untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan
pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa kebudayaan itu sendiri, berasal dari
agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan
membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan
demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu
masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat
manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa
madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan
berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaanperbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha
kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fih
disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu
masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam
penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada
hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar
dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya,
menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syahsyah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan

kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur
Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam,
maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum.
Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang
menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al
adatu muhakkamatun “ karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu
masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak
benar,

karena

Islam

telah

menetapkan

bahwa

seorang

wanita

muslimah

tidak

diperkenankan menikah dengan seorang kafr.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian
di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah
yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam ,
seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah
ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syairsyair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi
isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben“
yang

dilakukan

oleh

masyarakat

Bali.

Yaitu

upacara

pembakaran

mayat

yang

diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besarbesaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya
kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ ,
sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman
jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya,
jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu
atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah
yang besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas.
Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang
besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa
kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai
budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul
Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut
masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan
ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya,

karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada
kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia,

sebaliknya

justru

merupakan

kebudayaan

yang

menurunkan

derajat

kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk halhal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia
(http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dankebudayaan/

Wallahu

a’lam).

2.5 Sikap Manusia Terhadap Budaya
Manusia sebagai mahluk Tuhan yang diberi akal seharusnya mengetahui apa yang
ada disekeliling mereka dan menanggapi sebagai mahluk social yang pasti mengalami
perbedaaan yaitu saling menerima perbedaan itu dan saling menghormati diantara mereka.
Mengenai kebudayaan haruslah dilestarikan jika seandainya menurut masyarakat tersebut
benar dan tidak melanggar norma agama dan norma hukum.
Seiring dengan budaya asing yang masuk ke dalam masyarakat, mau tidak mau
masyarakat akan terpengaruh ke dalam budaya asing itu. Tetapi sebagai manusia yang
memiliki daya fkir pasti bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar sehingga
masyarakat tidak akan terpengaruh dan menolak budaya asing yang jelek dan menerima
budaya asing yang baik.

BAB III
PENUTUP
Dari tulisan diatas, penulis menyimpulkan seperti berikut:



Kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa, menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan
sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu ruang dan waktu.



kebudayaan nasional juga mencermikan nilai-nilai luhur bangsa. Tampaklah bahwa batasan
kebudayaan nasional yang dirumuskan oleh pemerintah berorientasi pada pembangunan nasional
yang dilandasi oleh semangat Pancasila.



Serangan terhadap kebudayaan negara-negara berkembang melalui jaringan global internet dan
permainan-permainan komputer, juga banyak dilakukan. Bahkan lambang dan simbol-simbol di
pakaian dan peralatan-peralatan hidup, iklan-iklan perdagangan dan hal-hal lain yang dikemas
untuk menggambarkan kesejahteraan dan kemewahan, juga dimanfaatkan sebagai cara untuk
menyebarluaskan kebudayaan Barat dan mengikis keyakinan-keyakinan agama dan nasionalisme
bangsa lain.



Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat
yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama
menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa
kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel.
Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak
ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa
agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Gazalba, Sidi. 1989. Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiograf, Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Abdulkadir, Muhammad. 2005. Ilmu social Budaya Dasar, Bndar Lampung: Anggota IKAPI
Sujarwa. 1998. Manusian dan Fenomena Budaya, Yogyakarta: Pustaka Fajar
Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
http://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dankebudayaan/
a’lam.
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.
Diposkan oleh Dust Pearl di 19.24
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:
Poskan Komentar

Wallahu

Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

My Window
this