TEORI dan konsep ADMINISTRASI pptI (1)
TUGAS 3
MATA KULIAH TEORI ADMINISTRASI
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
OLEH ADMINISTRATOR DALAM PELAYANAN PENDIDIKAN,
KESEHATAN, DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
Disusun oleh:
FIRMAN ZULKHAIDI
NIM: 500627521
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
BIDANG MINAT ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik atau “good governance”
merupakan ‘impian’ sekaligus harapan semua bangsa di dunia. Pandangan
tersebut dapat dimengerti karena melalui pelaksanaan good governance, upaya
penciptaan aparatur pemerintah yang bersih, bebas dari tindakan yang tidak
terpuji serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Selain itu, pelaksanaan good governance juga akan bersentuhan atau berkaitan
dengan upaya untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah yang kemudian
berujung
pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh sebab itu,
pelaksanaan good governance sudah selayaknya menjadi komitmen semua untuk
mewujudkannya. Sudah tidak pada tempatnya jika masih ada sebagian pihak yang
‘berhasrat’ untuk menunda-nunda pelaksanaan good governance tersebut, baik di
tingkat pusat maupun daerah (lokal). Penundaan atau keterlambatan dalam
menterjemahkan konsep good governance secara nyata dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya di lingkungan birokrasi pemerintah, hanya
akan menambah beban dan penderitaan bagi masyarakat.
Istilah ‘good governance’ di Indonesia kembali mengemuka atau sejalan
dengan merebaknya arus reformasi yang di motori oleh kalangan mahasiswa dan
kaum intelektual. Konsep tersebut kemudian merambah keberbagai dimensi
kehidupan, termasuk di kalangan aparatur negara yang dianggap sebagai ujung
tombak dari pelaksanaan pemerintah.
Dan pada makalah ini pemakalah menekankan pada permasalahan
penyelenggaraa pemerintah yang baik di bidang Pelayanan Pendidikan,
Kesehatan, dan Pemberdayaan Ekonomi masyarakat.
ANALISIS MASALAH
Pengertian dan Unsur Utama Kepemerintahan Yang Baik
Menurut Ganie & Rochman (2000 : 142) governance diterjemahkan sebagai
“mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif”.
Sedangakan Pinto dalam Nisjar (1997 : 119) mengartikan governance sebagai
“praktek penyelengaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam
pengelolaan urusan pemerintah secara umum dan pembangunan ekonomi pada
khususnya”. Sejalan dengan pengertian tersebut, LAN RI (2000 ; 5) mengartikan
governance
sebagai
“proses
penyelenggaraan
kekuasaan
negara
dalam
melaksanakan penyediaan public good and service.
Berbagai pengertian di atas mengisyaratkan bahwa konsep good governance
sesungguhnya sangat berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan dan
kewenangan negara baik dalam sektor ekonomi, sosial, pelayanan publik, maupun
layanan privat (pribadi). Kemudian secara fungsional pelaksanaan good
governance tidak hanya melibatkan sektor pemerintah semata, tetapi juga
melibatkan masyarakat dan swasta. Oleh sebab itu, munculnya konsep tersebut
sebenarnya dibangun atas dasar fakta sebagai berikut : pertama, adanya korelasi
positif antara dinamika dan kinerja pembangunan sumber daya manusia dengan
kualitas governance, seperti yang ditunjukkan oleh suksesnya negara-negara
maju.
Kualitas
governance
yang
baik
ternyata
menghasilkan
kinerja
pembangunan yang baik dan sustainable. Kedua, kebijakan dan instrumen yang
dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial
belakangan ini pada kenyataan belum mampu menunjukkan hasil yang maksimal.
Menguatnya fenomena kemiskinan dan ketimpangan sosial, terpuruknya
perekonomian dan krisis politik yang berkepanjangan, menunjukkan rendahnya
kinerja dan buruknya perilaku aparatur dalam menerjemahkan pelayanan yang
diberikan pada masyarakat.
Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good
governance merupakan instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewasa ini
adalah bagaimana mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan
terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari
perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good governance bukan
hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga
sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan
krisis politik yang kian memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik.
Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat
berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun
kalangan swasta. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Taschereau dan
Compos (UNDP), juga menyatakan bahwa “Tata kepemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan,
kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan
oleh tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Private Sector dan Civil Society) yang
menjadi komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi
sehingga tercipta suatu kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta
mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan
masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha
(2000) mengarisbawahi bahwa prinsip demokratis yang melekat pada good
governance meletakkan urgensi untuk menempatkan kekuasaan ditangan rakyat
bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak adanya rasa takut untuk memasuki
suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati nurani, dan terakhir
dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyas Rasid dan Mostopadidjaja (2002)
menempatkan aparatur pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan good
governance yang bersih dari KKN tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh
mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perbuatan tersebut
sangat inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsur
utama (domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik (good governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor
swasta), dan civil society organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datang adalah
bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja
birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu,
negara harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan
seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang mendukung
terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor yang
dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan,
insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam
melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana
dijelaskan di atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan
perlindungan terhadap masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang
selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki
peran yang sangat besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak
swasta, agaknya sulit bagi pemerintah bahkan tidak mungkin untuk dapat
melaksanakan konsep good governance secara optimal. Salah satu peran penting
sektor swasta dalam mendukung terwujudnya konsep good governance adalah
keterlibatan dalam sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektorsektor lainnya, seperti lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-lain.
Namun, pendekatan ekonomi ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting
bagi pemerintah (Negara) dalam mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik
menyangkut investasi, pemasaran, maupun produksi, sehingga pada akhirnya
diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomisecara nasional.
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang Pendidikan
Sebagai
suatu
konsep,
kualitas
seringkali
ditafsirkan
dengan beragam definisi, bergantung kepada pihak dan sudut
pandang mana konsep itu dipersepsikan. Dengan demikian, arti
kualitas pendidikan ini berkenaan dengan apa yang dihasilkan
dan siapa pemakai pendidikan. Pengertian tersebut merujuk
kepada nilai tambah yang diberikan oleh pendidikan, dan pihakpihak yang memproses serta menikmati hasil-hasil pendidikan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Munjiati Munawaroh
(2000),
juga
menggunakan
kelima
indikator
kualitas
jasa
pelayanan diatas pada industri pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Keandalan (reliability)
Kemampuan
guru/dosen
untuk
memberikan
jasa
sesuai
dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
2. Keresponsifan/ketanggapan (responsiveness)
Kemauan dari karyawan dan pengusaha/pemilik lembaga
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan
cepat
dan
mengatasi
bermakna
keluhan
serta
yang
kesediaan
diajukan
mendengar
konsumen,
dan
misalnya
penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya
proses yang tepat.
3. Kepastian (assurance)
Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada
siswa.
Sebagaimana
yang
tercantum
dalam
pasal
28
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi:
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
4. Empati (emphaty)
Kesediaan guru/dosen/karyawan dan pengelola untuk lebih
peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada siswa,
misalnya
guru/dosen/karyawan
atau
pengelola
harus
mencoba menempatkan diri sebagai peserta didik/orang
tua/pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari
solusi untuk mencapai persetujuan yang harmonis dengan
menunjukkan rasa peduli yang tulus.
5. Berwujud (tangible)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi
komunikasi. Bukti fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang
tercantum dalam pasal Pasal 42 bab VII Standar Sarana dan
Prasarana Pendidikan yang berisi sebagai berikut:
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan
lain
yang
diperlukan
untuk
menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi
lahan,
ruang
kelas,
ruang
pimpinan
satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan”
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang kesehatan
Peningkatan kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial
dalam manajemen, baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini
terjadi karena di satu sisi tuntunan masyarakat terhadap perbaikan kualitas
pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar, sedangkan disisi lain,
praktek penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar
1945.
Pembangunan
Kesehatan
tersebut
diselenggarakan
dengan
berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sebagai
pelaku dari pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah masyarakat,
pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota), badan legeslatif serta badan
yudikatif. Dengan demikian dalam lingkungan pemerintah baik Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah harus saling bahu membahu secara sinergis melaksanakan
pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam
upaya bersama-sama mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan
pembangunan
Kesehatan
berperan
penting
dalam
meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk
mencapai
keberhasilan
dalam
pembangunan
bidang
kesehatan
tersebut
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang
pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya
sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar berkewajiban
mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang Ekonomi
Masalah-masalah yang dihadapi pemerintah di bidang ekonomi
1. Masalah kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha
Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan
Terpadu), GN-OTA dan program wajib belajar.
2. Masalah Keterbelakangan
Masalah yang dihadapi adalah rerndahnya tingkat pendapatan dan
pemerataannya, rendahnya pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya
fasilitas umum, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya tingkat
keterampilan, rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya modal,
produktivitas kerja, lemahnya manajemen usaha. Untuk mengatasi
masalah ini pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM, pertukaran
ahli, transper teknologi dari negara maju.
3. Masalah pengangguran dan kesempatan kerja
Masalah pengangguran timbul karena terjadinya ketimpangan antara
jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Untuk
mengatasi masalah ini pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga kerja
sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja
yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat
karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja
4. Masalah kekurangan modal
Kekurangan modal adalah suatu ciri penting setiap negara yang memulai
proses pembangunan. Kekurangan modal disebabkan tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah yang menyebabkan tabungan dan tingkat
pembentukan modal sedikit. Cara mengatasinya melalui peningkatan
kualitas SDM atau peningkatan investasi menjadi lebih produktif.
Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi
1. Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan
ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan.
2. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa
public, seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan
fasilitas penerangan, dan telepon.
3. Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau
distribusi pendapatan masyarakat.
KESIMPULAN
Adanya pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat yang
dilayani (client centered) insklusif (mencerminkan layanan yang mencakup secara
merata seluruh masyarakat bangsa yang bersangkutan, tanpa ada perkecualian),
administrasi pelayanan publik yang mudah dijangkau (accessible) masyarakat dan
bersifat bersahabat (user friendly) berasaskan pemerataan yang berkeadilan
(equable) dalam setiap tindakan dan layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Semua itu mencerminkan wajah pemerintah yang sebenarnya (tidak
bermuka dua) atau tidak menerapkan standart ganda (double standarts) dalam
menentukan kebijakan dan memberikan layanan terhadap masyarakat, berfokus
pada kepentingan masyarakat dan bukannya kepentingan internal organisasi
pemerintah (outwardly focused) bersifat peofesional dan bersikap tidak memihak
(non-partisan)
MATA KULIAH TEORI ADMINISTRASI
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
OLEH ADMINISTRATOR DALAM PELAYANAN PENDIDIKAN,
KESEHATAN, DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
Disusun oleh:
FIRMAN ZULKHAIDI
NIM: 500627521
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
BIDANG MINAT ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik atau “good governance”
merupakan ‘impian’ sekaligus harapan semua bangsa di dunia. Pandangan
tersebut dapat dimengerti karena melalui pelaksanaan good governance, upaya
penciptaan aparatur pemerintah yang bersih, bebas dari tindakan yang tidak
terpuji serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Selain itu, pelaksanaan good governance juga akan bersentuhan atau berkaitan
dengan upaya untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah yang kemudian
berujung
pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh sebab itu,
pelaksanaan good governance sudah selayaknya menjadi komitmen semua untuk
mewujudkannya. Sudah tidak pada tempatnya jika masih ada sebagian pihak yang
‘berhasrat’ untuk menunda-nunda pelaksanaan good governance tersebut, baik di
tingkat pusat maupun daerah (lokal). Penundaan atau keterlambatan dalam
menterjemahkan konsep good governance secara nyata dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya di lingkungan birokrasi pemerintah, hanya
akan menambah beban dan penderitaan bagi masyarakat.
Istilah ‘good governance’ di Indonesia kembali mengemuka atau sejalan
dengan merebaknya arus reformasi yang di motori oleh kalangan mahasiswa dan
kaum intelektual. Konsep tersebut kemudian merambah keberbagai dimensi
kehidupan, termasuk di kalangan aparatur negara yang dianggap sebagai ujung
tombak dari pelaksanaan pemerintah.
Dan pada makalah ini pemakalah menekankan pada permasalahan
penyelenggaraa pemerintah yang baik di bidang Pelayanan Pendidikan,
Kesehatan, dan Pemberdayaan Ekonomi masyarakat.
ANALISIS MASALAH
Pengertian dan Unsur Utama Kepemerintahan Yang Baik
Menurut Ganie & Rochman (2000 : 142) governance diterjemahkan sebagai
“mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif”.
Sedangakan Pinto dalam Nisjar (1997 : 119) mengartikan governance sebagai
“praktek penyelengaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam
pengelolaan urusan pemerintah secara umum dan pembangunan ekonomi pada
khususnya”. Sejalan dengan pengertian tersebut, LAN RI (2000 ; 5) mengartikan
governance
sebagai
“proses
penyelenggaraan
kekuasaan
negara
dalam
melaksanakan penyediaan public good and service.
Berbagai pengertian di atas mengisyaratkan bahwa konsep good governance
sesungguhnya sangat berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan dan
kewenangan negara baik dalam sektor ekonomi, sosial, pelayanan publik, maupun
layanan privat (pribadi). Kemudian secara fungsional pelaksanaan good
governance tidak hanya melibatkan sektor pemerintah semata, tetapi juga
melibatkan masyarakat dan swasta. Oleh sebab itu, munculnya konsep tersebut
sebenarnya dibangun atas dasar fakta sebagai berikut : pertama, adanya korelasi
positif antara dinamika dan kinerja pembangunan sumber daya manusia dengan
kualitas governance, seperti yang ditunjukkan oleh suksesnya negara-negara
maju.
Kualitas
governance
yang
baik
ternyata
menghasilkan
kinerja
pembangunan yang baik dan sustainable. Kedua, kebijakan dan instrumen yang
dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial
belakangan ini pada kenyataan belum mampu menunjukkan hasil yang maksimal.
Menguatnya fenomena kemiskinan dan ketimpangan sosial, terpuruknya
perekonomian dan krisis politik yang berkepanjangan, menunjukkan rendahnya
kinerja dan buruknya perilaku aparatur dalam menerjemahkan pelayanan yang
diberikan pada masyarakat.
Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good
governance merupakan instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewasa ini
adalah bagaimana mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan
terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari
perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good governance bukan
hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga
sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan
krisis politik yang kian memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik.
Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat
berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun
kalangan swasta. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Taschereau dan
Compos (UNDP), juga menyatakan bahwa “Tata kepemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan,
kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan
oleh tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Private Sector dan Civil Society) yang
menjadi komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi
sehingga tercipta suatu kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta
mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan
masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha
(2000) mengarisbawahi bahwa prinsip demokratis yang melekat pada good
governance meletakkan urgensi untuk menempatkan kekuasaan ditangan rakyat
bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak adanya rasa takut untuk memasuki
suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati nurani, dan terakhir
dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyas Rasid dan Mostopadidjaja (2002)
menempatkan aparatur pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan good
governance yang bersih dari KKN tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh
mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perbuatan tersebut
sangat inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsur
utama (domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik (good governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor
swasta), dan civil society organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datang adalah
bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja
birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu,
negara harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan
seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang mendukung
terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor yang
dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan,
insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam
melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana
dijelaskan di atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan
perlindungan terhadap masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang
selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki
peran yang sangat besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak
swasta, agaknya sulit bagi pemerintah bahkan tidak mungkin untuk dapat
melaksanakan konsep good governance secara optimal. Salah satu peran penting
sektor swasta dalam mendukung terwujudnya konsep good governance adalah
keterlibatan dalam sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektorsektor lainnya, seperti lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-lain.
Namun, pendekatan ekonomi ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting
bagi pemerintah (Negara) dalam mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik
menyangkut investasi, pemasaran, maupun produksi, sehingga pada akhirnya
diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomisecara nasional.
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang Pendidikan
Sebagai
suatu
konsep,
kualitas
seringkali
ditafsirkan
dengan beragam definisi, bergantung kepada pihak dan sudut
pandang mana konsep itu dipersepsikan. Dengan demikian, arti
kualitas pendidikan ini berkenaan dengan apa yang dihasilkan
dan siapa pemakai pendidikan. Pengertian tersebut merujuk
kepada nilai tambah yang diberikan oleh pendidikan, dan pihakpihak yang memproses serta menikmati hasil-hasil pendidikan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Munjiati Munawaroh
(2000),
juga
menggunakan
kelima
indikator
kualitas
jasa
pelayanan diatas pada industri pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Keandalan (reliability)
Kemampuan
guru/dosen
untuk
memberikan
jasa
sesuai
dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten.
2. Keresponsifan/ketanggapan (responsiveness)
Kemauan dari karyawan dan pengusaha/pemilik lembaga
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan
cepat
dan
mengatasi
bermakna
keluhan
serta
yang
kesediaan
diajukan
mendengar
konsumen,
dan
misalnya
penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya
proses yang tepat.
3. Kepastian (assurance)
Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada
siswa.
Sebagaimana
yang
tercantum
dalam
pasal
28
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi:
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
4. Empati (emphaty)
Kesediaan guru/dosen/karyawan dan pengelola untuk lebih
peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada siswa,
misalnya
guru/dosen/karyawan
atau
pengelola
harus
mencoba menempatkan diri sebagai peserta didik/orang
tua/pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari
solusi untuk mencapai persetujuan yang harmonis dengan
menunjukkan rasa peduli yang tulus.
5. Berwujud (tangible)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi
komunikasi. Bukti fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang
tercantum dalam pasal Pasal 42 bab VII Standar Sarana dan
Prasarana Pendidikan yang berisi sebagai berikut:
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang
meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan
lain
yang
diperlukan
untuk
menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi
lahan,
ruang
kelas,
ruang
pimpinan
satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan”
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang kesehatan
Peningkatan kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial
dalam manajemen, baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini
terjadi karena di satu sisi tuntunan masyarakat terhadap perbaikan kualitas
pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar, sedangkan disisi lain,
praktek penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar
1945.
Pembangunan
Kesehatan
tersebut
diselenggarakan
dengan
berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sebagai
pelaku dari pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah masyarakat,
pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota), badan legeslatif serta badan
yudikatif. Dengan demikian dalam lingkungan pemerintah baik Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah harus saling bahu membahu secara sinergis melaksanakan
pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam
upaya bersama-sama mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan
pembangunan
Kesehatan
berperan
penting
dalam
meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk
mencapai
keberhasilan
dalam
pembangunan
bidang
kesehatan
tersebut
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang
pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya
sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar berkewajiban
mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Tata Kelola Dan Pelayanan Di Bidang Ekonomi
Masalah-masalah yang dihadapi pemerintah di bidang ekonomi
1. Masalah kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha
Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan
Terpadu), GN-OTA dan program wajib belajar.
2. Masalah Keterbelakangan
Masalah yang dihadapi adalah rerndahnya tingkat pendapatan dan
pemerataannya, rendahnya pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya
fasilitas umum, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya tingkat
keterampilan, rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya modal,
produktivitas kerja, lemahnya manajemen usaha. Untuk mengatasi
masalah ini pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM, pertukaran
ahli, transper teknologi dari negara maju.
3. Masalah pengangguran dan kesempatan kerja
Masalah pengangguran timbul karena terjadinya ketimpangan antara
jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Untuk
mengatasi masalah ini pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga kerja
sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja
yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat
karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja
4. Masalah kekurangan modal
Kekurangan modal adalah suatu ciri penting setiap negara yang memulai
proses pembangunan. Kekurangan modal disebabkan tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah yang menyebabkan tabungan dan tingkat
pembentukan modal sedikit. Cara mengatasinya melalui peningkatan
kualitas SDM atau peningkatan investasi menjadi lebih produktif.
Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi
1. Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan
ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan.
2. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa
public, seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan
fasilitas penerangan, dan telepon.
3. Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau
distribusi pendapatan masyarakat.
KESIMPULAN
Adanya pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat yang
dilayani (client centered) insklusif (mencerminkan layanan yang mencakup secara
merata seluruh masyarakat bangsa yang bersangkutan, tanpa ada perkecualian),
administrasi pelayanan publik yang mudah dijangkau (accessible) masyarakat dan
bersifat bersahabat (user friendly) berasaskan pemerataan yang berkeadilan
(equable) dalam setiap tindakan dan layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Semua itu mencerminkan wajah pemerintah yang sebenarnya (tidak
bermuka dua) atau tidak menerapkan standart ganda (double standarts) dalam
menentukan kebijakan dan memberikan layanan terhadap masyarakat, berfokus
pada kepentingan masyarakat dan bukannya kepentingan internal organisasi
pemerintah (outwardly focused) bersifat peofesional dan bersikap tidak memihak
(non-partisan)