Chapter II Isolasi dan Karakterisasi Triterpenoid dari Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1

Habitat
Tanaman patah tulang merupakan salah satu dari 8000 tumbuhan yang

berasal dari suku Euphorbiaceae.Tanaman patah tulang merupakan tanaman yang
hidup di daerah tropis, menyukai tempat terbuka dan banyak sinar matahari
langsung.Tanaman patah tulang di Indonesia biasanya banyak ditanam di halaman
rumah, di pot atau sebagai tanaman pagar (Setiorini dkk., 2014).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Tanaman patah tulang berbentuk perdu yang tumbuh tegak, mempunyai
tinggi 2-6 meter dengan pangkal berkayu, bercabang bayak, dan bergetah seperti
susu yang bersifat toksik terhadap kulit, mata, dan beberapa serangga. Patah
tulang mempunyai ranting yang bulat silindris berbentuk pensil, beralur halus
membujur dan berwarna hijau. Ranting patah tulang setelah tumbuh sekitar satu
jengkal akan segera bercabang dua yang letaknya melintang demikian seterusnya,
sehingga tampak seperti percabangan yang terpatah-patah (Dalimartha, 2007).
Tanaman patah tulang mempunyai daun yang jarang yang terdapat pada

ujung ranting yang masih muda, kecil-kecil, dan bentuknya lanset, panjang 7-25
mm, dan cepat rontok.Patah tulang memiliki buah dan bunga, tetapi di Indonesia
tanaman patah tulang jarang memiliki bunga dan buah, karena penyinaran dan
faktor tanah yang berbeda (Setiorini dkk., 2014).

4

2.1.3 Sistematika tumbuhan
Menurut Herbanium Medanense Universitas Sumatera Utara (2014),
tanaman patah tulang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo


: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Euphorbia

Spesies

: Euphorbia tirucalli L.

2.1.4 Nama daerah
Patah tulang memiliki nama daerah kayu urip di Jawa, kayu tabar dalam
bahasa Madura, susuru dalam bahasa Sunda, dan di luar negeri seperti Tiongkok
disebut sebagai Lu San Hu (Dalimartha, 2007).
2.1.5 Kandungan kimia

Fitokimia dari semua bagian tanaman patah tulang telah di uji dalam
berbagai penelitian .Tanaman patah tulang adalah sumber triterponoid dan steroid
(Setiorini dkk., 2014)).Getahnya mengandung lebih banyak triterpenoid
sedangkan rantingnya mengandung steroid.Menurut Absor, tanaman patah tulang
memilikin dua bagian tanamannya yang sangat bermanfaat yaitu getah dan
rantingnya. Getah tanaman patah tulang yang bersifat asam mengandung senyawa
damar, zat karet, dan zat pahit.Ranting tanaman patah tulang yang dilarutkan
dengan menggunakan aseton memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder

5

yaitu alkaloid, tannin, steroid, flavonoid, triterpenoid, dan hidroquinon.Dengan
pelarut etanol metabolit sekunder yang terdapat pada ranting tanaman patah tulang
adalah alkaloid, steroid, flavonoid, triterpenoid, saponin dan hidroquinon
(Setiorini dkk., 2014).
2.2 Uraian Kimia
2.2.1 Triterpenoid/steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen.Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,

kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Triterpenoid
adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan
aktif optik, dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa yaitu triterpen sebenarnya,
steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1987). Struktur kimia isopren
dapat dilihat pada gambar.

Struktur kimia isopren
Pembagian triterpenoid berdasarkan jumlah cincin yang terdapat pada
struktur molekulnya (Robinson, 1995), antara lain:
a. Triterpenoid asiklik, yaitu triterpenoid yang tidak mempunyai cincin tertutup
dalam cincin molekulnya, contohnya skualen.

6

b. Triterpenoid trisiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai tiga cincin tertutup
dalam cincin molekulnya, contohnya ambrein.
c. Triterpenoid tetrasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai empat cincin
tertutup dalam cincin molekulnya, contohnya lanosterol.
d. Triterpenoid pentasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai lima cincin
tertutup dalam cincin molekulnya, contohnya α-amirin. Contoh struktur kimia

triterpenoid dapat dilihat pada gambar

struktur dasar triterpen

OH

skualen `

ambrein
H

H
OH
OH

lanosterol

α-amirin

Contoh struktur kimia triterpenoid


Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenanten (Harborne, 1987).

7

22
21
23

20
12
11

C

19
1

18

13

17

D

9

A

10

B
5

3
4

25
27


15

14
2

24
16

26

8

7
6

Struktur dasar steroid dan sistem penomorannya
Senyawa steroid dahulu dianggap sebagai senyawa yang hanya terdapat
pada hewan tetapi sekarang ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam tumbuhan (fitosterol).Fitosterol merupakan senyawa steroid yang berasal

dari tumbuhan.Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu
sitosterol, stigmasterol dan kampesterol (Harborne, 1987).
2.2.2 Alkaloid
Menurut Harborne, alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang terletak dalam sistem siklik.
Alkaloid mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara
luas dalam bidang pengobatan.
Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk
mendeteksi golongan senyawa alkaloid sebagai pereaksi pengendapan yaitu
pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendroff (Farnsworth, 1966).
Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan antara lain adalah memicu
sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi
mikroba (Aldhani, E., 2014).

8

2.2.3 Glikosida
Glikosida adalah senyawa organik yang bila dihidrolisis menghasilkan satu
atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon.Gula
yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa.Sacara kimia dan

fisiologi, glikosida alam cenderung dibedakan berdasarkan bagian aglikonnya
(Robinson, 1995).
Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon (Sirait, 2007), glikosida
dapat dibedakan menjadi :
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan O. Contoh: Kuersetin

b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S. Contoh: sinigrin

Gambar 2.5 Sinigrin

c. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N. Contoh: nikleosidin

9

d. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan C. Contoh: aloin.


2.2.4 Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3C6, artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson,
1995).Flavonoid mencangkup banyak pigmen yang banyak terdapat pada
tumbuhan mulai dari jamur sampai angiospermae.Pada tumbuhan tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Fungsi
flavonoid pada tumbuhan adalah dapat menarik burung dan serangga yang
membantu proses penyerbukan, pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus (Robinson, 1995).
Senyawa

flavonoida

memiliki

aktifitas

antioksidan,

antibiotik

(Roslizawatydkk., 2013) antikoagulan, antimikrobadan antiinflamasi(Lata dan
Dubey, 2010). Makanan yang kaya flavonoid digunakan untuk mengobati
penyakit-penyakit seperti kanker dan penyakit jantung (Robinson,1995).
2.2.5 Saponin

10

Saponin adalah sekelompok senyawa dengan struktur triterpenoid yang
mengikat satu atau lebih gula sehingga memiliki sisi hidrofil dan lipofil dengan
penggocokan akan menimbulkan buih (Saifudin dkk., 2011). Saponin merupakan
senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam
air, pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah
(Robinson, 1995). Uji saponin sederhana adalah dengan mengocok ekstrak
alkohol air dari tumbuhan dalam tabung reaksi, maka akan terbentuk busa yang
bertahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1987).

2.2.6 Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolitme sekunder yang
termasuk kedalam golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang
mempunyai rasa sepat dan memiliki kemampuan menyamakan kulit.Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus
dalam jaringan kayu (Harborne, 1987).

2.3 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan zat aktif yang terdapat dalam tumbuhan
dengan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi terdiri dari maserasi, perkolasi,
Soxhlet, refluks, dan destilasi uap. Maserasi dan perkolasi merupakan metode
yang paling sederhana dan ekonomis (Sarker dkk., 2006).
Maserasi adalah ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa
kali pengadukan pada suhu kamar sedangkan perkolasi adalah ekstraksi dengan

11

pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnnya
dilakukan pada suhu kamar (Depkes RI., 2000).

2.4 Kromatografi
International Union Of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) (1993)
mendefinisikan kromatografi adalah metode pemisahan secara fisika yang mana
komponen-komponen yang akan dipisahkan terbagi diantara dua fase, yang satu
fase diam sementara yang lain adalah fase gerak yang bergerak kearah tertentu
(Gandjar dan Rohman, 2012).
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari
fase diam, yang berupa zat padat atau cair.Jika fase diam berupa zat padat disebut
kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena
fase gerak berupa zat cair atau gas maka terdapat 4 macam sistem kromatografi,
yaitu:
1. Fase gerak zat cair - fase diam padat (kromatografi serapan):
- Kromatografi lapis tipis
- Kromatografi kolom
2. Fase gerak gas - fase diam padat
- Kromatografi gas - padat
3. Fase gerak zat cair - fase diam zat cair (kromatografi partisi)
- Kromatografi kertas
4. Fase gerak gas - fase diam cair
- Kromatografi gas - cair

12

- Kromatografi kolom kapiler
Pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa
senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam
dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap
senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi

lapis

tipis

(KLT)

adalah

metode

pemisahan

fisikokimia.Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita. Setelah plat atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan

kapiler.Senyawa

yang

tidak

berwarna

harus

ditampakkan

(Stahl,1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak
tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan
pemanasan (Gritter dkk., 1991; Stahl, 1985).
a. Fase diam (lapisan penyerap)

13

Kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas
bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca, plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan
dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum. Penyerap
yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silika gel, alumina,
kieselgur dan selulosa (Gritter dkk., 1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya, karena adesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua
sifat tersebut.Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron.
Partikelyang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah
dengan menggunakan fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus
memberikan aliran pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik
(Sastrohamidjojo, 1985).
b. Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
Pemisahan senyawa organik selalu menggunakan pelarut campur yang
bertujuan untuk memperoleh pemisahan senyawa yang baik. Kombinasi pelarut
adalah berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut, sehingga dengan
demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok. Pelarut pengembang
yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis antara lain: n-heksana,

14

karbontetraklorida, benzen, kloroform, eter, etilasetat, piridian, aseton, etanol,
metanol dan air (Gritter dkk., 1991).

c. Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) mulai dari 0 sampai 1.
�� =

Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu struktur kimia dari
senyawa yang dipisahkan, sifat penjerap, tebal dan kerataan dari lapisan penjerap,
pelarut dan derajat kemurniannya, derajat kejenuhan uap pengembang dalam
bejana, teknik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu dan
kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.2 Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang
sering dipakai adalah 0,5-2 mm, ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm.
Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum
digunakan adalah silika gel (Gritter dkk., 1991).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut.Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena
pemisahan tergantung pada lebar pita.Penotolan dapat dilakukan dengan pipet
tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.Pelarut yang baik untuk melarutkan

15

cuplikan adalah pelarut yang atsiri. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan
dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga
tetapjenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang
diletakkan berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana. Pita ditampakkan
dengan cara yang tidak merusak maka senyawa yang tidak berwarna dengan
penjerap dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran
beberapa senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter dkk., 1991).

2.4.3 Kromatografi lapis tipis dua arah
KLT dua arah atau KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama, selain itu dua sistem fase
gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran
tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang
mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama (Rohman, 2009).
KLT dua arah dilakukan dengan melakukan penotolan sampel disalah satu
sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa dengan
eluen pertama.Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari chamber yang
menggunakan eluen kedua sehingga pengembangan dapat terjadi pada arah kedua
yang tegak lurus dengan arah pengembangan yang pertama.Suksesnya
pemisahantergantung pada kemampuan untuk memodifikasi selektifitas eluen
kedua dibandingkan dengan selektifitas eluen pertama (Rohman, 2009).

2.5 Spektrofotometri Ultra Violet

16

Spektrofototmetri Ultra Violet merupakan suatu analisis berdasarkan atas
pengukuran serapan radiasi monokromatis oleh molekul zat terlarut dalam suatu
larutan.Penyerapan sinar ultra violet sering dikenal sebagai spektroskopi
elektronik (Aksara dkk., 2013).
Spektrofotometer UV pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis
kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa
organik, menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa dan mampu menganalisis senyawa organik secara
kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Elektron yang terlibat dalam beberapa molekul organik pada penyerapan
sinar UV adalah electron sigma (δ), elektro phi (π) dan non bonding electron
(n).Elektron δ merupakan electron yang membentuk ikatan tunggal dan electron π
terdapat ikatan rangkap (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.6 Spektrofotometri Infra Merah
Spektra infra merah mengandung banyak serapan yang dihubungkan
dengan sistem vibrasi yang berinteraksi dalam molekul, dan karena mempunyai
karakteristik yang unik untuk setiap molekul maka dalam spektrum memberikan
pita-pita serapan yang karakteristik juga (Sastrohamidjojo, 1985).
Spektrofotometer

infra

merah

pada

umumnya

digunakan

untuk

menentukan gugus fungsi yang tedapat dalam suatu senyawa organik dan untuk
mengetahui

informasi

tentang struktur suatu

senyawa organik

dengan

membandingkan daerah sidik jarinya.Daerah spektra infra merah dibagi dalam
tiga kisaran yaitu IR dekat (12500-4000 cm-1), IR tengah (4000-400 cm-1) dan IR

17