Chapter I Proporsi Pterigium Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut
yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas, dan warna yang
dipantulkan objek. Mata terletak di suatu struktur tengkorak yang melindunginya,
yaitu orbita (Vaughan & Asbury, 2010).
Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang mata, walaupun mata
berukuran sangat kecil dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Penyakit
pada mata dapat sangat mengganggu penderitanya bahkan dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan jika tidak ditangani dengan serius, misalnya katarak,
konjungtivitis, pterigium, dan penyakit mata lainnya (Wijaya, 2012).
Pterigium adalah salah satu penyakit mata yang kurang dikenal oleh
masyarakat awam. Dari asal katanya, pterigium berasal dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya wing atau sayap (Admin, 2008). Pterigium adalah
pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasive, berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea (Ilyas, 2011). dan
berpotensi menyebabkan kebutaan pada pertumbuhan lebih lanjut. (Holland &

Mannis, 2002).
Asosiasi geografis antara kejadian pterigium dan sinar matahari pertama
kali diusulkan oleh Talbot pada tahun 1948 dan hubungannya dengan keterlibatan
komponen radiasi ultraviolet pada tahun 1961. Paparan berlebihan terhadap sinar
ultraviolet, baik UVA ataupun UVB berperan penting dalam hal ini.Kemudian,
Cameron pada tahun 1965 meneliti distribusi pterigiumdi dunia menemukan
bahwa negara-negara yang panas, kering, danberdebu memiliki prevalensi
pterigium yang lebih tinggi. (Donald, Sao-Bing&Jessica, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian case controlyang dilakukan di Australia, didapati
bahwa pterigium dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Ditemukan bahwa
pasien pterigium 44 x lebih banyak pada pasien yang bermukim di daerah tropis
(< dari lintang 30°),11 x lebih banyak pada pekerja yang berhubungan dengan
pasir, 9 x lebih banyak pada pasien dengan riwayat tanpa memakai sun glasses
dan 2 x lebih banyak pada pasien tidak memakai topi (Stephen & Antony, 2004).
Sementara itu, dalam penelitiannya, Punjabi dkk menemukan bahwa
sejumlah pekerja di India yang berhubungan dengan debu yang bekerja didalam
rumah mempunyai prevalensi pterigium yang lebih tinggi daripada pekerja di luar

rumah yang terpapar ultraviolet lebih banyak (Gazzard et al, 2002). Menurut
Augustiana (2011), paparan sinar matahari dan sumber iritan seperti debu
merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya pterigium.
Distribusi frekuensi pterigium juga dipengaruhi usia. Pterigium jarang
ditemukan pada pasien berusia di bawah 20 tahun. Pterigium umumnya dialami
setelah usia 20 tahun, dan pasien di atas 40 tahun memiliki prevalensi pterigium
tertinggi (Fisher, 2013).
Salah satu yang paling menyolok dari pterigium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi banyak
penelitian selama setengah abad terakhir telah secara konsisten menunjukkan
bahwa negara-negara di dekat khatulistiwa, memiliki angka kejadian pterigium
yang lebih tinggi(Holland & Mannis, 2002).
Wilayah Indonesia, secara geografis dekat dengan garis khatulistiwa
bahkan ada beberapa wilayah di Indonesia berada dilewati garis khatulistiwa.
Selain itu, Indonesia adalah negara beriklim tropis dan letak Indonesia sendiri
yang terletak pada lintang rendah dengan paparan sinar ultraviolet yang tinggi.
Hal ini menyebabkan angka kejadian pterigium di Indonesia cukup tinggi
dibandingkan wilayah lainnya (Gazzard et al. , 2002).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
dalam Erry, Mulyani & Susilowati (2011), kejadian pterigium di Indonesia cukup
tinggi yakni 26. 989 kasus pterigium pada kedua mata dan 16. 045 pasien
mengalami pterigium pada salah satu matanya. Di Provinsi Sumatera Utara,
pasien yang mengalami pterigium pada kedua mata sebanyak 372 orang dan
pterigium pada salah satu mata sebanyak 204 orang.
Tingginya frekuensi pterigium di wilayah Indonesia baik pterigium primer
maupun pterigium berulang dan pertumbuhan yang agresif pada pterigium
berulang merupakan masalah klinis yang menjadi tantangan. Pterigium
menimbulkan keluhan kosmetik bahkan berpotensi mengganggu penglihatan pada
stadium lanjut yang memerlukan tindakan operasi untuk rehabilitasi penglihatan.
Pengetahuan tentang faktor risiko, penyebab dan distribusi penyakit, dapat
membantu dalam menyusun strategi pencegahan(Holland & Mannis, 2002).
Atas dasar latar belakang ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pterigium, yang dalam hal ini peneliti melakukan penelitian tentang
proporsi pterigium di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012. Penelitian
mengenai pterigium merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di RSUD
Dr. Pirngadi Medan.


1.2. Rumusan Masalah
Berapa proporsi pterigium di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahuiproporsipterigium di RSUD Dr. Pirngadi Medan
pada tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pterigium berdasarkan
usia di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012.
b.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi pterigium berdasarkan
jenis kelamin di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012.

c.


Untuk mengetahui distribusi frekuensi pterigium berdasarkan
jenis pekerjaan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pterigium berdasarkan
derajat pterigium di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan, data atau informasi hasil
penelitian ini dapat menjadi masukan tentang proporsi terjadinya
pterigium dan jumlah pasien pterigium pada tahun 2012.
b. Bagi pelayan kesehatan, data atau informasi hasil penelitian ini
dapat menjadi masukan dalam merencanakan tindakan dan upaya
pencegahan dalam menangani kasus pterigium.
c. Bagi mahasiswa, data atau informasi hasil penelitian dapat
digunakan sebagai sarana pembelajaran atau sebagai referensi.
d. Bagi peneliti, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dan
menambah wawasan serta kemampuan peneliti dalam melakukan
penelitian.


Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12