Demokrasi Langsung dan tidak langsung

"DEMOKRASI LANGSUNG" The IDEA Handbook International.
Ahmad Sholikin
1.

Mengapa

ada

tuntutan

untuk

adanya

demokrasi

langsung

?

Praktek demokrasi yang berlangsung didunia ini sangat beragam disesuaikan dengan

kondisi dari negara-negara yang mengadopsi sistem demokrasi tersebut. Tetapi sekian
banyak demokrasi yang berjalan didunia ini tidak sepenuhnya merepresentasikan
kepentingan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Seperti dinegara amerika serikat
yang menjadi kiblat dari demokrasi diseluruh dunia, memiliki sistem demokrasi yang
dikuasai oleh beberapa pengusaha saja. Jika kita melihat demokrasi perwakilan yang
ada pada saat ini diseluruh dunia, apakah sudah dapat merepresentasikan demokrasi
yang sesungguhnya atau demokrasi yang berfihak kepada rakyat. Dari berbagai
pengalaman yang ada, bahkan dinegara indonesia kita dapat menyimpulkan
bahwa,"Para elite Pemerintah/Presiden, Lembaga Legislatif dan Partai Politik, Militer
dan Milisi, serta institusi keuangan internasional dan perusahaan multinasional telah
membajak sebagian besar momentum transisi demokrasi dan mengambil keuntungan
darinya". Sehingga para ahli sependapat bahwa ,"Demokrasi telah dirampok, dibajak,
dan dipalsukan para elite politik yang korup dan manipulatif." Gerakan demokrasi yang
ada didunia ini disebut-sebut telah kehilangan momentumnya. Penyebabnya boleh jadi
karena terlalu banyak isu dan kepentingan yang dibarengi sedikitnya agenda dan visi
yang diusung para pendukung gerakan demokrasi. Dari berbagai permasalahan itulah
akhirnya ada sebuah tawaran yang sangat menarik yaitu untuk kembali kepada
demokrasi

langsung.


Jika kita melihat dalam demokrasi yang ada pada sekarang ini maka yang ada hanyalah
sebuah demokrasi yang prosedural. Demokrasi elektoral yang diterapkan di indonesia
tidak bisa melahirkan para wakil yang mewakili aspirasi rakyat, akan tetapi lebih
mewakili kepentingan dari partai politik yang telah mengusung dia, hingga calon ini bisa
menjadi seorang DPR. Para anggota DPR yang seharusnya mewakili rakyat justru lebih
mementingkan kepentingan partai politiknya, daripada mementingkan konstituen yang
telah memilih dia. Karena anggota DPR yang ada tidak memiliki akuntabilitas politik
yang jelas kepada konstituennya dan juga anggota DPR tidak bisa diberhentikan oleh
rakyat. Yang sangat luar biasa adalah anggota DPR tidak bisa diberhentikan oleh rakyat
apabila dia melakukan kesalahan dan yang bisa memberhentikannya adalah partai

politik dari anggota DPR tersebut. Seperti dicontohkan dalam buku Direct Democracy:
The International IDEA Handbook oleh ilmuwan politik Finlandia Hannu Nurmi, dia
mencontohkan sebuah negara di mana legislatif dipilih oleh secara proporsional dengan
dua partai politik. Partai A memenangkan pemilihan umum terakhir dengan dua pertiga
suara, yang menjadi anggota legislatif di negara ini. Dalam parlemen negara tersebut
jumlah Legislatif dua-pertiga anggota dari Partai A, dan sepertiga dari Partai B. Pada
suatu isu tertentu, Partai A dan pendukungnya menentang proposal untuk perubahan
dengan marjin 60 persen: 40 persen, sedangkan Partai B dan pendukungnya yang 100

persen mendukung perubahan ini. Angka ini membandingkan apa yang akan terjadi jika
keputusan yang dibuat oleh legislatif, di mana legislator akan mengikuti kebijakan
partai mereka, dengan apa yang akan terjadi jika keputusan itu dibuat dengan cara
referendum.
Dengan pemilih memegang dan mengekspresikan pandangan yang sama persis,
proposal yang gagal oleh dua-pertiga dalam legislatif yang sepenuhnya mencerminkan
preferensi pemilih melewati 60 persen menjadi 40 persen dalam referendum dari
pemilih yang sama. Maka akan menghasilkan suatu hasil yang berbeda, mungkin
proposal tersebut akan disetujui 90 persen atau bahkan 100 persen dari peserta
referendum.
Dari berbagai masalah diatas maka akan terbentuk para wakil yang tidak respons
terhadap nasib rakyat yang telah memilihnya. Sehingga dari berbagai alasan diatas
maka dibutuhkan adanuya sebuah demokrasi langsung. Demokrasi langsung menjadi
sebuah

jalan

keluar

dari


kondisi

tersebut

.

Penggunaan referendum dan inisiatif telah meningkat secara dramatis, baik dalam
jumlah negara yang menggunakan perangkat tersebut dan dalam sejumlah isu yang
diajukan kepada suara langsung. Kecenderungan ini telah terjadi setidaknya sebagian
sebagai tanggapan terhadap tumbuh rasa ketidakpuasan terhadap kinerja demokrasi di
banyak negara, dan penurunan partisipasi dalam pemilu demokratis di beberapa. Salah
satu argumen yang sering maju dalam mendukung referendum adalah bahwa mereka
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah politik yang sangat sulit, terutama di
mana partai politik terbagi atas masalah-masalah kepentingan partainya sendiri. Dalam
keadaan seperti itu, menggunakan referendum dapat membantu mencapai solusi pada
masalah tersebut tanpa membelah partai. Demikian pula, inisiatif memungkinkan warga
untuk mengangkat isu-isu yang mungkin sulit bagi partai politik untuk memutuskan

sebuah keputusan. Penggunaan referendum di banyak negara Eropa untuk menentukan

apakah memilih untuk bergabung atau tidak dengan Uni Eropa (sembilan dari sepuluh
negara-negara yang bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2004, 9 negara tersebut
memilih referendum untuk menentukan bergabung atau tidak) ini adalah contoh dari
kecenderungan Negara-negara terhadap penggunaan demokrasi langsung untuk
menyelesaikan

permasalahan

yang

sangat

penting

dalam

politik.

2. Bagaimana bentuk dari demokrasi langsung itu di era yang kontemporer seperti
sekarang


ini

?

Jika kita membicarakan bagaimana bentuk demokrasi langsung itu dalam era
kontemporer maka kita bisa belajar dan melihat demookrasi langsung yang berada di
swiss. Karena di Swiss ini adalah negara yang konsisten menggunakan sistem demokrasi
langsungnya. Sistem demokrasi langsung yang ada di Swiss, sudah lama menjadi tradisi
dan setidaknya dalam konstitusi Swiss 1849 sudah dicantumkan. Inti sistem itu adalah
kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh rakyat. Dalam sistem tersebut,
semua kebijaksanaan pemerintah yang memengaruhi hajat hidup orang banyak bisa
dibatalkan bila tidak didukung mayoritas rakyat melalui mekanisme referendum.
Mekanisme referendun dapat berjalan dengan baik dengan cara melalui stasiun
penyiaran publik berada dalam posisi yang agak khusus dalam hal pelaporan proses
referendum: tidak seperti di media swasta, kepala editor radio tiga nasional dan stasiun
televisi tidak membuat rekomendasi spesifik. Meskipun tidak ada iklan di radio umum,
televisi sebagian dibiayai oleh iklan. Namun, iklan politik adalah dilarang. Dalam
hubungan mereka dengan inisiatif dan referendum, media penyiaran publik mengikuti
kode internal menyusun perilaku dalam 'buku pegangan jurnalisme' - yang dirancang

untuk menjamin akurasi, ketidakberpihakan dan keadilan. Media massa sangat
berperan

dalam

proses

sossialisasi

adanya

referendum

di

swiss.

Misalnya, ketika Swiss memutuskan menjadi anggota PBB, dan tentu saja soal menara
masjid. Referendum bisa berasal dari inisiatif pemerintah maupun rakyat. Setiap warga
Swiss berhak mengajukan referendum untuk membatalkan keputusan parlemen,

asalkan bisa mengumpullan 50.000 tanda tangan yang mendukungnya dalam tempo
100 hari sejak UU disahkan parlemen. Misalnya, parlemen Swiss dan pemerintah
memutuskan pembangunan pusat listrik tenaga nuklir (PLTN). Jika ada rakyat yang
tidak menyetujui, mereka bisa membatalkan melalui mekanisme referendum. Lantaran
sebuah undang-undang atau peraturan bisa dibatalkan melalui referendum, parlemen

dan pemerintah tidak sembrono dalam mengambil keputusan. Akibatnya, pengambilan
keputusan atau sebuah undang-undang sangat lamban karena harus memperhatikan
saran dan pendapat dari banyak pihak, khususnya para stakeholders. Parlemen Swiss
adalah lembaga yang sangat dipercaya masyarakat, karena anggota parlemen Swiss
tidak terlalu tamak dengan uang dan fasilitas. Mereka tidak digaji tetap dan tidak
menerima

pensiun

dari

jabatannya

tersebut.


Dari sistem demokrasi sepereti yang ada dinegara Swiss diatas, kita dapat belajar bahwa
suatu negara dapat melakukan demokrasi langsung yang benar-benar menampung
semua aspirasi dari semua rakyat. Sebuah sistem demokrasi yang respons terhadap, apa
yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Karena dengan adanya referendum oleh rakyat itu para
anggota legislatif yang ada di Swiss tidak lagi bisa berbuat seenaknya sesuai dengan
kepentingannya sendiri dan juga kepentingan partai politiknya. Dengan sistem seperti
itu maka kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh rakyatnya. Rakyat bisa menolak kebijakan atau undang-undang yang
tidak

berfihak

kepada

rakyat

dengan

cara


surat

referendum

tersebut.

3. Apakah dengan adanya demokrasi langsung, maka akan menggantikan demokrasi
perwakilan

?

Demokrasi Langsung sering dibandingkan dengan demokrasi perwakilan, walaupun
dalam prakteknya kedua konsep ini pada umumnya melengkapi satu sama lain. Dalam
demokrasi perwakilan murni, para pemilih memilih kandidat dan partai politik sesuai
dengan apa yang ingin mereka pilih. Dengan tujuan wakil yang mereka pilih itu dapat
membuat keputusan atas nama mereka. Sebaliknya, ketika demokrasi langsung
digunakan, warga sendiri dapat memutuskan tentang undang-undang khusus dan tidak
perlu untuk mendelegasikan proses pengambilan keputusan semata-mata kepada wakilwakil yang telah dipilih. Misalnya, dalam referendum, masyarakat dapat membuat
mengangkat dan membuat keputusan tentang isu-isu konstitusional atau kebijakan

yqan akan di buat oleh pemerintah. Masyarakat dapat benar-benar berusaha untuk
memperkenalkan langkah-langkah konstitusional yang mereka kehendaki kepada
legislatif itu sendiri jika dirasa para anggota legislatif itu tidak merepresentasikan apa
yang menjadi keinginan dari masyarakat. Dengan inisiatif tersebut maka warga negara
bisa mengatur untuk membawa isu tertentu, sehingga isu tersebut menjadi perhatian
dari legislatif atau parlemen. Akhirnya, dengan menggunakan referendum tersebut
sebagai alat untuk kontrol terhadap pemerintahan, jika merasa tidak puas dengan

kinerja mereka, atau dengan keputusan yang telah diambil atas nama rakyat.
Mekanisme demokrasi langsung dan mekanisme demokrasi perwakilan dapat
melengkapi dan memperkaya satu sama lain bukannya dilihat sebagai lawan.
Pengalaman bervariasi dari penggunaan mekanisme demokrasi langsung yang telah
diperoleh di banyak negara dan teritori di seluruh dunia memberikan kekayaan
pengetahuan dan keahlian, berbagi yang dapat menjadi nilai besar. Jadi dengan adanya
demokrasi langsung yang seperti diatas tersebut tidak serta merta menggantikan
demokrasi perwakilan yang ada. Tetapi dengan adanya demokrasi langsung tersebut
maka aspirasi dari rakyat bisa benar-benar tersalurkan kepada pemerintahan, tanpa
adanya perwakilan dari anggota legislatif. Akan tetapi jika anggota legislatif tersebut
sudah melaksanakan apa yang menjadi aspirasiu dari rakyat maka referendum tersebut
tidak perlu dilakukan lagi. Jadi dalam demokrasi langsung harus ada akuntabilitas
politik

dari

anggota

legislatif

kepada

konstituennya

dan

konstituen

bisa

memberhentikan anggota legislatif tersebut apabila tidak sesuai dengan apa yang
menjadi kehendak rakyat. Maka demokrasi langsung tidak dapat menggantikan
demokrasi perwakilan yang ada, tetapi keduanya saling melengkapi untuk menjadi
sebuah pemerintahan yang peduli terhadap kehendak rakyat, sesuai dengan apa yang
menjadi

nilai-nilai

utama

dari

demokrasi

sendiri.

4. Apa dampak dari adanya demokrasi langsung terhadap sistem perwakilan yang acuh
terhadap

aspirasi

rakyat

?

Dampak dari adanya demokrasi langsung terhadap sistem perwakilan adalah dapat kita
lihat sebagai berikut. Proses di mana warga negara bisa menuntut referendum yang
sangat bervariasi menurut apakah isu yang bersangkutan telah diundang-undangkan.
Dimana referendum menuntut pada pending sebuah undang-undang, proses ini disebut
sebagai rejective - yaitu, warga negara diberi kesempatan dalam periode waktu tertentu
untuk menolak hukum baru. Swiss, misalnya, memiliki ketentuan dengan mana 50.000
warga negara atau dewan kantor delapan atau lebih, mungkin menuntut referendum
pada hukum yang berlaku oleh Majelis Federal dalam waktu 90 hari dari bagian
tersebut. Di Italia, 500.000 pemilih atau lima dewan daerah dapat memicu proses
serupa, tetapi dapat diterapkan pada hukum, terlepas dari berapa lama telah berlaku.
Prosedur ini dikenal sebagai referendum abrogative. Dengan contoh diatass maka
demokrasi langsung dapat bertindak sebagai suatu disiplin yang berguna pada wakil

terpilih untuk mewakili masyarakat dalam pemerintahan. Dengan demokrasi langsung
masyarakat bisa memastikan bahwa anggota legislatif sepenuhnya mempertimbangkan
pandangan pemilih saat mengambil keputusan yang mengatas namakan konstituennya.
Dengan sistem yang seperti ini maka akan terjadi lebih besar lagi korespondensi antara
pandangan warga dengan keputusan yang diambil oleh wakil-wakilnya. Referendum
dapat memberikan transparansi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan
politik.
Kriteria dimana keberhasilan demokrasi langsung sebagai komponen dari suatu sistem
demokrasi mungkin akan dapat dinilai dari tingkat partisipasi dan keterlibatan, atau
tingkat kepuasan warga negara dengan sistem demokrasi yang dijalankan pemerintah.
Banyak pendukung demokrasi langsung berpendapat bahwa penggunaan sistem
referendum dapat membantu warga untuk terlibat dalam proses demokrasi pemilihan.
Namun, demokrasi langsung tidak dengan sendirinya menjamin partisipasi rakyat yang
lebih besar dalam keterlibatan urusan politik. Akan tetapi baik demokrasi perwakilan
dan demokrasi langsung bisa menderita masalah apatis pemilih dalam keadaan
tertentu. Sehingga untuk membuat masyarakat bisa berpartisipasi aktif dalam
pengambilan keputusan maka harus ada sosialisasi politik yang secara terus-menerus
oleh pemerintah. Kriteria dimana keberhasilan demokrasi langsung sebagai komponen
dari suatu sistem demokrasi mungkin akan dinilai dari tingkat partisipasi dan
keterlibatan, dan tingkat kepuasan dengan sistem demokrasi secara keseluruhan.
Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan dalam konteks realitas politik yang lebih luas,
yang berbeda antara negara dan daerah, dan juga berubah dari waktu ke waktu.
Penggunaan referendum dan inisiatif telah meningkat secara dramatis, sebagai
contohnya dalam pengangkatan sejumlah isu yang diajukan oleh masyarakat kepada
pemerintah secara langsung. Kecenderungan ini telah terjadi setidaknya sebagian
sebagai tanggapan terhadap tumbuh rasa ketidakpuasan dengan kinerja demokrasi di
banyak negara, dan penurunan partisipasi dalam pemilu demokratis di beberapa
negara. Salah satu argumen yang sering digunakan dalam mendukung referendum
adalah bahwa masyarakat ikut memberikan suara mereka secara langsung kepada
pemerintah mengenai penyelesaian masalah politik yang sulit, terutama masalahmasalah yang tidak dapat terselesaikan oleh partai politik. Dalam keadaan seperti itu,
memegang referendum dapat membantu mencapai solusi pada masalah tersebut tanpa
ada perpecahan dalam partai politik. Dengan demikian maka dengan adanya demokrasi

langsung, maka para anggota legislatif akan menjadi lebih peduli dengan masalahmasalah yang di alami oleh konstituen mereka masing-masing. Setiap anggota legislatif
harus selalu melakukan dialog dengan konstituennya mengenai masalah-masalah yang
ada dalam masyarakat. Sehingga wakil-wakil tersebut dapat sungguh-sungguh
memperjuangkan kebutuhan/kepentingan dari konstituen masing-masing.