Kepatuhan Hukum Penanggulangan kejahatan Rendahnya

Kepatuhan Hukum:
Penanggulangan Rendahnya Tingkat Kepatuhan Hukum yang berdampak
terhadap Wibawa Hukum pada Masyarakat Indonesia
Diajukan untuk Ujian Akhir Semester Sosiologi Hukum
Dosen : Tim Pengajar Sosiologi Hukum

Oleh

MEIDANA PASCADINIANTI
1306 3806 13

Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2014

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah hukum di Indonesia sudah sangat melekat dengan telinga masyarakatnya.
Hukum


memiliki suatu hubungan timbal balik dengan masyarakat itu sendiri,

minimalnya dengan dua orang yang hidup saling berdampingan dipastikan sudah ada
“aturan” yang mengatur di antara mereka. Ucapan filsuf Romawi, Cicero, ubi societas
ibi ius, di mana ada masyarakat di situ ada hukum memang masih dirasakan sampai
sekarang dan hingga manusia masih ada di muka bumi ini.
Perkembangan hukum dipengaruhi oleh masyarakat, yang berarti hukum itu
merupakan manifestasi dari filsafat hidup, tata nilai, rasa susila, rasa kesopanan dari
masyarakat di mana hukum-hukum itu berlaku. Dengan kata lain, hukum itu merupakan
cermin budaya masyarakat. Oleh karena itu, hukum selain mempunyai sifat universal, ia
juga mempunyai sifat nasional yang berbeda dari negara atau masyarakat yang lain
karena perbedaan filosofi, politik, dan sistem sosialnya. Di lain pihak, hukum juga
mempunyai potensi mengarahkan gerak masyarakat di dalam kehendak untuk mencapai
cita-cita (tujuan). Potensi hukum untuk menggerakkan masyarakat terutama di bidang
kehidupan yang bersifat netral atau non spirital. Sedangkan di bidang yang bersifat
spiritual, hukum bersifat memantapkan dan normatif.1
Kaidah-kaidah hukum yang hidup di dalam masyarakat salah satunya dikaji melalui
sosiologi hukum. Sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan bahwa proses
hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan

masyarakat. Hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial
telebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses yang tiada akhir. Seorang ahli
sosiologi menaruh perhatian yang besar kepada hukum yang bertujuan untuk
mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas warga masyarakat serta memelihara integrasinya.2
Hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum dan diwujudkan dalam
bentuk prilaku sebagai cermin kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya
hukum itu dapat dilihat suatu prilaku masyarakat keseharian yang sejalan dan
mencerminkan kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah
1

Soebagio dan Slamet Supriatna, Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Akademika Pressindo CV, 1987, hlm.
13

2

Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: CV Rajawali, 1991, hlm. 4
2

ditetapkan berlaku bagi semua subjek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara. Di
dalam budaya hukum masyarakat dapat pula dilihat apakah masyarakat kita dalam

kesadaran hukumnya sungguh-sungguh telah menjunjung tinggi hukum sebagai suatu
aturan main dalam hidup bersama dan sebagai dasar dalam menyelesaikan setiap
masalah yang timbul dari resiko hidup bersama.
B. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan mempunyai manfaat teoritis dan praktis sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis dimaksudkan bahwa penelitian ini dapat digunakan untuk
mengembangkan ilmu hukum penulis dan menambah wawasan pembaca,
khususnya mengenai upaya penanggulangan kepatuhan hukum yang berdampak
pada wibawa hukum di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi masyarakat umumnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu
sumber pengetahuan dalam upaya menegakkan kepatuhan hukum di
Indonesia.
b) Bagi lembaga masyarakat, LSM, dan mahasiswa, penelitian ini
memaparkan bahwa kepatuhan hukum menunjukkan korelasi yang positif
dengan wibawa hukum sehingga harus ditegakkan dengan beberapa upaya
yang ada.
c) Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi untuk

mengetahui sejauh apa wibawa hukum aparat penegak hukumnya serta
menerapkan upaya-upaya yang telah dipaparkan pada makalah ini.
C. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan
metode studi kepustakaan dimana data dan informasi diperoleh dari bahan bacaan. Selain
itu, untuk melengkapi data dan informasi dari buku bacaan, penulis juga mencari bahanbahan dan sumber-sumber dari media elektronik yang berskala global yakni internet.

BAB II
3

PERMASALAHAN
A. Identifikasi Masalah
Masyarakat yang selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari selalu disuguhkan
dengan pemberitaan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sangat
memprihatinkan bagi saya sebagai individu dan sebagai mahasiswa hukum yang
mempelajari ilmu hukum tersebut. Memang antara das sollen dan das sein hukum itu
jarang ditemukan hal yang sesuai karena masyarakat terus bergerak dan mempunyai
kasus yang berbeda satu sama lain.
Tujuan hukum pada umumnya atau secara universal adalah perdamaian, keadilan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan. Bagi bangsa Indonesia, tujuan hukum khusus dan

nasionalnya atau etik hukum dirumuskan di dalam alinea keempat Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 yang berbunyi:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan hukum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdakaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.3
Agar tujuan hukum yang mulia tersebut dapat terpenuhi, masyarakat harus mau dan
mampu untuk menegakkan hukum. Penegakan hukum berhubungan dengan kepatuhan
pada hukum baik formil maupun materil. Kepatuhan hukum adalah kesadaran
kemanfaatan akan hukum yang melahirkan bentuk kesetiaan masyarakat terhadap nilainilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk
prilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat
dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat. kepatuhan hukum masyarakat pada
hakikatnya adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku sebagai aturan
main (rule of the game) sebagai konsekuensi hidup bersama.
Jika faktor kesetiaan tidak dapat diandalkan lagi untuk menjadikan masyarakat patuh
pada hukum, maka negara atau pemerintah mau tidak mau harus membangun dan
menjadikan rasa takut masyarakat sebagai faktor yang membuat masyarakat patuh pada
hukum. Wibawa hukum akan dapat dirasakan jika kita punya komitmen kuat, konsisten
dan kontiniu menegakkan hukum tanpa diskriminatif, siapapun harus tunduk kepada
hukum, penegakan hukum tidak boleh memihak kepada siapapun dan dengan alasan

apapun, kecuali kepada kebenaran dan keadilan itu sendiri. Di situlah letak wibawa
hukum dan keadilan hukum.

3 Soebagio dan Slamet Supriatna, op.cit. hlm. 22
4

“Lingkaran Survei Indonesia (LSI), melakukan survei kepada 1.200 responden di 33
provinsi tentang Kepuasan masyarakat Indonesia terhadap penegakan hukum. Hasilnya
sekitar 29,8% menyatakan puas, sedangkan 56% publik menyatakan tidak puas. Hal ini
membuktikan bahwa wibawa hukum Indonesia berapa pada titik terendah. Salah satu
peneliti LSI Dewi Arum mengatakan, merosotnya kepercayaan hukum di masyarakat
Indonesia dikarenakan terjadinya beberapa kasus besar yang menyebabkan sejumlah
aparat penegak hukum di Indonesia seperti TNI dan Polri yang melakukan penegakan
hukum dengan caranya sendiri.” –merdeka.com
Kepatuhan hukum yang memudar di Indonesia berdampak pada apatisnya masyarakat
pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif. Mereka akan berpikir tidak
ada dampak apa-apa jika dikeluarkannya suatu peraturan, toh, hukum tetap tajam ke
bawah tapi tumpul ke atas. Lalu, apakah upaya agar masyarakat Indonesia yang hidup di
negara hukum dapat menegakkan hukum dengan sepenuh hati?
B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui:
1. Hubungan timbal balik antara manusia dan hukum serta tujuan hukum di dalam
suatu masyarakat.
2. Penegakan hukum dan kepatuhan hukum masyarakat.
3. Faktor-faktor menguat dan melemahnya wibawa hukum.
4. Upaya penanggulangan kepatuhan hukum masyarakat di Indonesia.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Konsep
1. Pengertian Kepatuhan Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan yang berasal dari
kata patuh memiliki arti suka menurut (perintah dsb); taat (pd perintah, aturan,
dsb); berdisiplin. Kepatuhan mempunyai arti sifat patuh dan ketaatan.
5

Kepatuhan hukum berarti sifat patuh dan ketaatan seseorang terhadap hukum
yang ada.
Pengertian Wibawa Hukum
Wibawa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pembawaan


2.

untuk dapat menguasai dan mempengaruhi dihormati orang lain melalui sikap
dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.
Wibawa hukum artinya pembawaan hukum untuk dapat menguasai dan
memengaruhi orang atau subjek hukumnya agar dapat berkelakuan sesuai tujuan
hukum itu.
B. Penegakan Hukum dan Kepatuhan Hukum Masyarakat
Schuyt menjelaskan perspektif penegakan hukum yang memiliki ciri-ciri pokok:
1.

Menegakkan hak asasi individu maupun kelompok, walaupun harus

2.
3.
4.

mengorbankan kepentingan sosial.
Pemecahan masalah harus didasarkan pada aturan dan asas yang berlaku.

Penerapan metode penemuan hukum harus konsisten.
Peradilan merupakan tindakan kreatif yang penting untuk pengembangan

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

hukum.
Memelihara moral intern dari hukum.
Harus netral.
Orientasi pada nilai-nilai hukum.
Hakim terikat pada isi putusan (tidak pada penerapannya).
Tanggungjawab mandiri.
Hakim diakui kewibawaannya karena putusannya bijaksana.
Ketaatan secara sukarela.4


Kepatuhan hukum tidak terlepas dari kesadaran hukum. Kesadaran hukum yang
baik adalah kepatuhan hukum dan ketidaksadaran hukum yang baik adalah
ketidakpatuhan. Kewajiban moral untuk mentaati hukum dan peranan peraturan
membentuk karakteristik masyarakat. Di dalam kenyataannya, kepatuhan terhadap
hukum tidaklah sama dengan kepatuhan sosial lainnya. Kepatuhan hukum merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi.
Tidaklah berlebihan jika kepatuhan pada hukum cenderung dipaksakan.
Kepatuhan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis mengutip H. C Kelman
(1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH Menguak Teori
Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi
Undang-undang (Legisprudence):
1. Kepatuhan yang bersifat compliance

4 Soekanto, Soerjono dan R.O. Salman, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial. Jakarta: CV Rajawali, 1988, hlm.
112
6

Jenis kepatuhan ini, orang patuh pada hukum karena didasarkan pada harapan
akan suatu imbalan atau sebagai suatu usaha untuk menghindarkan diri dari
hukuman atau sanksi yang mungkin dijatuhkan manakala hukum tersebut

dilanggar. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan akan
tujuan hukum tapi lebih menekankan kepada sistem pengendalian dari pemegang
kekuasaan. Salah satu akibatnya bahwa kepatuhan hukum baru terjadi ketika ada
2.

yang mengawasi pelaksanaan hukum itu secara ketat.
Kepatuhan yang bersifat identification
Seseorang mematuhi hukum karena identifikasi, maksudnya dia mematuhi
hukum bukan nilai yang sesungguhnya dari kaidah itu, akan tetapi karena ingin
memelihara hubungan dengan warga-warga lainnya yang sekelompok atau
segolongan atau yang ingin dipelihara adalah hubungan dengan pemimpin
kelompok atau pejabat hukum. Jenis ini biasanya dijumpai pada masyarakat yang
homogen dan tradisional di mana alat-alat pengendalian sosial berfungsi dan
berperan ketat sekali. Apabila seseorang tidak mematuhi hukum ataupun kaidah-

3.

kaidah lainnya, maka ia biasanya disingkirkan dari masyarakat.
Kepatuhan yang bersifat internalization
Orang patuh pada hukum karena kaidah-kaidah hukum itu ternyata sesuai dengan
nilai-nilai yang menjadi pegangan masyarakat. Ini berarti bahwa masyarakat
mematuhi hukum atas dasar alasan-alasna yang mendalam yakni penjiwaan dari
kaidah hukum tersebut dalam diri mereka.

4.

Kepentingan-kepentingan warga masyarakat terlindungi oleh hukum
Hukum yang baik dan biasanya dipatuhi oleh masyarakat adalah hukum yang
berisikan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Dengan perkataan, anggota
masyarakat

patuh

pada

hukum

karena

merasa

bahwa

kepentingan-

kepentingannya dilindungi hukum. Sebaliknya, apabila hukum yang diciptakan
tadi tidak dapat lagi mengatur kepentingan-kepentingannya, maka masyarkaat
berusaha membentuk kaidah hukum yang baru.5
Dari penjelasan di atas, di Indonesia terdapat berbagai jenis kepatuhan pada
hukum tergantung pada kelompok masyarakat yang dianut. Masalah kepatuhan pada
hukum merupakan titik sentral dalam rangka penegakan hukum. Yang penting adalah
bagaimana mengusahakan agar masyarakat patuh pada hukum tanpa menerapkan
sistem paksaan atau kekerasan.
Selain itu, ada beberapa faktor yang menghambat penegakan hukum yakni bila
faktor-faktor tersebut tak dapat diatasi atau dilengkapi:
5

Sumbayak, Radisman F.S., Beberapa Pemikiran ke Arah Pemantapan Penegakan Hukum. Jakarta:
Ind-Hill Co., 1985, hlm. 37
7

1. Tata hukum Indonesia yang transisional
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia masih banyak
yang berasal dari pemerintahan kolonial. Pengubahan terhadap hal tersebut
juga molor dan tidak selesai hingga kini.
2. Aparat penegak hukum
Aparat penegak hukum mempunyai kewajiban menegakkan dan mengawasi
agar fungsi hukum itu dapat menjelma. Dalam menegakkan dan mengawasi
itu, hendaknya aparat penegak hukum melaksanakan fungsinya sesuai
dengan administratif hukum yang berlaku. Jika tidak demikian dapat timbul
penyelundupan hukum dan tentu merugikan semua pihak.
3. Kesadaran hukum masyarakat
Pengetahuan masyarakat yang terbatas tentang peraturan-peraturan hukum
yang ada dan belum mantapnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum
sebagai penjamin hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara adil dapat
menjadi penghambat masyarakat dalam usaha menegakkan hukum.
4. Fasilitas yang tersedia
Fasilitas yang dimaksudkan adalah sarana untuk mencapai tujuan hukum
yaitu kedamaian dan keadilan dalam pergaulan hidup.
C. Faktor-faktor Menguat dan Melemahnya Wibawa Hukum
Wibawa sebenarnya bersifat kesusilaan. Kesusilaan yang tinggi akan menambah
kuatnya wibawa, sedangkan kemerosotan akhlak akan memperlemah kewibawaan.6
Hukum yang berwibawa apabila hukum itu merupakan kekuatan sosial dan ia ditaati oleh
subjeknya. Hukum yang ditaati itu terjadi jika hukum itu berlaku di dalam kehidupan
bermasyarakat. Hukum akan bertambah kewibawaannya jika:
1. Memperoleh dukungan dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hukum
merupakan salah satu jenis norma yang keberlakuannya akan lebih mudah jika
ditopang oleh norma-norma lainnya yaitu norma agama, norma moral, norma
2.

kesopanan, dan norma kebiasaan.
Hukum dalam pembentukannya oleh pejabat hukum disambungkan serta
disesuaikan dengan norma-norma sosial yang berlaku. DPR, hakim, pengacara,
polisi dan lain-lain penegak hukum diharapkan mengikuti perkembangan norma-

3.

norma sosial dalam masyarakat.
Kesadaran hukum dari subjek hukum. Wibawa hukum dapat bertambah kuat jika
kesadaran hukum masyarakat menguat, maka dari itu masyarakat harus dididik

4.

dan diarahakan pada tatanan hukum yang pasti.
Kesadaran hukum dari pejabat hukum untuk memelihara hukum (rechtszorg) dan
sebagai penggembala hukum (rechtshoeder). Pejabat hukum harus diperkuat

6 Notohamidjojo, O, Makna Negara Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1970, hlm. 74
8

kesadaran hukumnya dengan mempergunakan ilmunya sebaik mungkin dan
5.

mempergunakan hati nurani serta tanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya.
Apabila penyelenggaraan hukum didukung oleh pemerintah dan pressure groups
dalam suatu negara. Yang dimaksud dengan pemerintah adalah presiden beserta
kabinetnya dan pemerintah daerah. Pressure groups seperti partai-partai politik
dan organisasi massa.
Wibawa hukum dapat melemah karena:

1.

Hukum tidak mendapatkan dukungan yang semestinya dari norma-norma sosial

2.

bukan hukum.
Norma-norma hukum tidak atau belum sesuai dengan norma-norma sosial yang
bukan hukum, mislanya karena hukum yang dibentuk terlalu progresif sehingga
dirasakan sebagai norma yang asing bagi masyarakat. Rakyat tidak merasa terikat

3.
4.

dengan norma yang asing itu sehingga mereka tidak menaatinya.
Tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang semestinya.
Pejabat-pejabat hukum tidak sabar akan kewajibannya yang mulia untuk

5.

memelihara hukum negara.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berusaha membongkar hukum yang
berlaku untuk maksud-maksud tertentu. Dapat terjadi bahwa pemerintahan yang
seharusnya mendukung hukum dengan kewibawaannya malah mengkhianati
hukum yang berlaku. Dengan pengaruh dan usaha tersebut, maka hukum tidak
membangun stabilisasi dan tidak dapat membimbing masyarakat. Masyarakat
akan runtuh menjadi anarki atau diktator sehingga keadilan dan kebebasan akan
lenyap.

D. Upaya Penanggulangan Kepatuhan Hukum Masyarakat di Indonesia
Proses penegakan hukum dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Dari sudut
pandang kultural, penegakan hukum adalah upaya yang dilaksanakan oleh alat-alat sosial
kontrol (pengendalian sosial) resmi untuk memaksakan internalisasi hukum pada warga
masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang struktural, proses penegakan hukum adalah
bekerjanya berbagai organisasi yang mewakili pola kepentingan dan konstelasi nilai-nilai
dominan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sesuai dengan ideologi hukum
yang berkuasa.7
Upaya penanggulangan rendahnya kepatuhan hukum masyarakat di antaranya:
1. Pendidikan tinggi hukum
Sasaran dari pendidikan tinggi hukum adalah pertama menciptakan tenaga
kerja di bidang hukum yang mampu memahami hukum sebagai gejala
7 Kusumah, Mulyana W., Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum. Jakarta: CV Rajawali, 1986, hlm. 59
9

sosial dan mampu melaksanakan fungsi hukum sebagai sasaran
pembangunan. Kedua, menciptakan tenaga kerja di bidang hukum yang
mampu

dan

mempunyai

kemampuan

teknis

serta

mempunyai

keterampilan dalam merancang peraturan perundang-undangan bagi
keperluan pemerintah maupun DPR. Ketiga, meningkatkan pembinaan
sikap para penegak hukum ke arah tegaknya hukum, keadilan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia, ketertiban dan kepastian
hukum. Keempat, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sehingga
masyarakat dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana tersebut
dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga
diharapkan masyarakat dapat menaati dan melaksanakannya.
2. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang diharapkan dalam pembangunan hukum saat
ini adalah manusia yang berpotensi sebagai pemikir, perencana, dan
pelaksana dalam membuat produk-produk hukum dan sekaligus dapat
melaksanakan segala produk hukum yang dibuat itu.
3. Profesionalisme aparat penegak hukum
Agar dapat digolongkan profesional dalam suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu, maka harus mempunyai kriteria umum atau persyaratan yang
harus ada pada diri seseorang, antara lain pertama mempunyai
keterampilan tinggi dalam suatu bidang pekerjaan, mahir dalam
mempergunakan perlatan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya. Kedua, mempunyai ilmu pengetahuan
yang cukup memadai, mempunyai kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah, peka dalam membaca situasi, cepat dan cermat dalam
mengambil keputusan yang terbaik. Ketiga, mempunyai kemampuan
untuk

mengantisipasi

segala

permasalahan

yang

terbentang

di

hadapannya. Keempat, mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan
akan kemampuan pribadi serta terbuka untuk menyimak dan menghargai
pendapat orang lain.
4. Integritas moral yang solid
Khalifah Umar Abdul Aziz pernah memperingatkan para aparat penegak
hukum yang bertugas di wilayah kesultanannya agar selalu mencapai
kesempurnaan pribadi dan berkemampuan dalam melaksanakan tugas
secara baik dengan berpedoman, pertama harus banyak mengetahui
tentang segala hal yang berhubungan dengan ilmu hukum dan
10

yurisprudensi serta pendapat para ahli hukum. Kedua, harus bersifat
bersih dari sifat nafsu tamak dan serakah serta tidak boleh mempunyai
kepentingan pribadi dalam memutuskan perkara. Ketiga, harus bersikap
belas kasih dan tidak boleh mempunyai rasa dendam terhadap para
pencari keadilan. Keempat, harus mencontoh prilaku dan mengikuti jejak
para imam serta pendahulunya. Kelima, harus dapat bergaul dengan para
ilmuwan dan para pakar hukum serta cerdik pandai lainnya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepatuhan hukum yang merupakan proses dari penegakan hukum memang suatu hal
yang tidak mudah dijalani oleh masyarakat dikarenakan masyarakat memiliki beragam
latar belakang dan cara berpikirnya apalagi pada masyarakat Indonesia yang masih
tergolong masyarakat berkembang. Namun, para aparat penegak hukum dan seluruh
subjek hukum harus terus berusaha agar hukum dapat ditegakkan supaya cita-cita bangsa
dapat tercapai.
B. Saran
Agar masyarakat mau mematuhi hukum dan wibawa hukum dapat ditegakkan,
masyarakat harus memiliki teladan yang baik dari para pejabat negara. Teladan dan
keprofesionalan pejabat negara serta pengetahuan masyarakat akan penegakan hukum
dapat diraih dengan intensifnya pendidikan hukum yang dilakukan. Dengan pendidikan
hukum yang baik, masyarakat akan mengerti hukum dan memahami hukum sebagai
bagian dari dirinya yang memiliki wibawa hukum.

11

DAFTAR PUSTAKA
Kusumah, Mulyana W., Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum. Jakarta: CV Rajawali,
1986
Manan, Abdul, Aspek-aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009
Notohamidjojo, O, Makna Negara Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1970
Soebagio dan Slamet Supriatna, Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Akademika Pressindo
CV, 1987
Soekanto, Soerjono dan R.O. Salman, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial. Jakarta: CV
Rajawali, 1988
Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: CV Rajawali, 1991.
Sumbayak, Radisman F.S., Beberapa Pemikiran ke Arah Pemantapan Penegakan Hukum.
Jakarta: Ind-Hill Co., 1985
Kamus Besar Bahasa Indonesia online
http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/

diakses

pada

12

Desember 2014 pukul 05.53 WIB
http://www.kantorhukum-lhs.com/1?id=indonesia-dalam-krisis-kepatuhan-hukum

diakses

pada 12 Desember 2014 pukul 05.58 WIB
http://www.merdeka.com/peristiwa/survei-lsi-wibawa-hukum-indonesia-jatuh-pada-titikterendah.html diakses pada 12 Desember 2014 pukul 06.00 WIB.
http://catatansurya09.blogspot.com/2013/11/kesadaran-hukum-ketaatan-hukum-dan.html
diakses pada 14 Desember 2014 pukul 12.33 WIB

12