BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Limfoma Non Hodgkin - Korelasi Short Form-36 Dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group Dalam Menilai Kualitas Hidup Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin Yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Limfoma Non Hodgkin

  Limfoma non Hodgkin merupakan sekelompok keganasan yang berasal dari sistem kelenjar getah bening, yang biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Diagnosis limfoma non Hodgkin ditegakkan berdasarkan konfirmasi patologis melalui pemeriksaan biopsi jaringan. Patogenesis terjadinya limfoma non Hodgkin adalah translokasi kromosom dan perubahan molekuler, seperti t(14;18)(q32;q21), t(11;14)(q13;q32), dan lainnya. Beberapa virus juga dipercaya mempengaruhi patogenesis terjadinya limfoma non Hodgkin, oleh karena kemampuan mereka untuk menginduksi stimulasi antigen dan disregulasi sitokin, yang akhirnya menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan limfomagenesis sel B dan sel T yang tak terkontrol. Virus-virus ini antara lain yaitu virus Epstein Barr, hepatitis C, human T cell

  3 . leukemia virus type 1 (HTLV-1)

  Morfologi limfoma non Hodgkin kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960-an, bermunculan berbagai metode klasifikasi. Dengan perkembangan biologi, imunologi, dan genetika molekuler, formula klasifikasi yang baru akan lebih sesuai dengan klinis. Pada waktu mendiagnosis penyakit ini, harus jelas diklasifikasikan termasuk jenis yang mana,

  3,4 barulah dapat membantuk dokter untuk memilih strategi pengobatan yang tepat.

  Formulasi kerja merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma non Hodgkin yang dikemukakan pada tahun 1982. Klasifikasi ini terutama didasarkan kepada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik sitologi sel tumor) serta sifat progresivitas biologik (tingkat keganasan rendah, sedang, dan tinggi). Kekurangan dari klasifikasi ini adalah belum dapat membedakan asal tumor dari sel B atau sel T. Selain itu karena belum memanfaatkan teknik imunologi dan genetika molekuler, belum dapat mengidentifikasi jenis tertentu yang penting. Namun demikian, karena penggunaannya secara klinis sudah relatif

  3,4 lama dan klasifikasinya sederhana, maka masih memiliki nilai referensi tertentu.

  World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 mengklasifikasikan limfoma

  non Hodgkin menjadi dua golongan besar, yaitu: limfoma yang berasal dari sel B dan limfoma yang berasal dari sel T dan NK. Kedua golongan besar ini memiliki banyak entitas penyakit, setiap entitas penyakit memiliki epidemiologi, etiologi, dan ciri klinis yang khas,

  15,16 mereka seringkali bereaksi berbeda terhadap terapi.

  3 Klasifikasi limfoma dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.1. Klasifikasi limfoma menurut klasifikasi REAL dan WHO Revised European American (REAL) and WHO Consensus Classification

  Working Formulation B-Cell Neoplasms T-Cell Neoplasms Low Grade

  Small lymphocytic B-cell CLL/ SLL T-cell CLL/ SLL Marginal zone, mucosa Large granular lymphocytic associated (MALT) Adult T-cell lymphoma/ leukemia

  Plasmacytoid Lymphoplasmacytic Marginal zone (MALT)

  Follicular, small-cell, and Follicular, grades I and II mixed-cell Mantle cell Marginal zone (MALT)

  Intermediate Grade

  Follicular, large-cell Follicular, grade III Diffuse, small-cell Mantle cell T-cell CLL

  Follicular center, diffuse Large granular lymphocytic small-cell Marginal zone (MALT) Adult T-cell lymphoma/ leukemia

  Angioimmunoblastic Angiocentric

  Diffuse, mixed-cell Large B-cell lymphoma Peripheral T-cell lymphoma Follicular center, diffuse Adult T-cell lymphoma/ leukemia small-cell Lymphoplasmacytoid Angioimmunoblastic

  Marginal zone (MALT) Angiocentric Mantle cell Intestinal T-cell lymphoma

  Diffuse, large-cell Diffuse large B-cell lymphoma Peripheral T-cell lymphoma Adult T-cell lymphoma/ leukemia Angioimmunoblastic Angiocentric Intestinal T-cell lymphoma

  High Grade

  Large-cell immunoblastic Diffuse large B-cell lymphoma Peripheral T-cell lymphoma Adult T-cell lymphoma/ leukemia Angioimmunoblastic Angiocentric Intestinal T-cell lymphoma Anaplastic large cell

  Lymphoblastic Precursor B-cell lymphoblastic Precursor T-cell lymphoblastic Burkitt Lymphoma Burkitt Lymphoma Peripheral T-cell lymphoma

  Manifestasi klinis limfoma non Hodgkin bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas dalam tubuh. Jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit mengalami invasi. Kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda. Selain itu limfoma non Hodgkin stadium lanjut dapat menginvasi jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi. Berikut adalah gejala dan

  15,16,17

  tanda yang dapat dijumpai pada pasien limfoma non Hodgkin: 1.

  Limfadenopati Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial menempati lebih dari 60% pasien, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian leher (60-80%), aksila (6-20%), inguinal (6-12%). Pembesaran kelenjar limfe sering asimetri, konsistensi padat dan kenyal, serta tidak nyeri.

2. Kelainan hati

  Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu intrahepatik.

  3. Kelainan skeletal Pada limfoma non Hodgkin sering ditemukan invasi ke sumsum tulang 4. Destruksi kulit

  Kelainan kulit ada yang spesifik dan non spesifik. Kelainan spesifik adalah invasi kulit limfoma malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plak, ulkus, papul, dan makula. Ada kalanya berupa eritroderma maligna. Yang non spesifik hanya transformasi dari dermatitis biasa, berupa pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita, dan lain-lain.

  5. Kelainan sistem neural Yang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik, peninggian tekanan intrakranial, kompresi spinal, dan paraplegia.

  6. Gejala sistemik a.

  Demam Demam dapat berupa demam ireguler, atau demam rekuren periodik spesifik (Pel-

  Ebstein), penyebab demam mungkin terkait dengan masuknya sel tumor ke dalam sirkulasi.

  b.

  Keringat malam c. Penurunan berat badan

  Dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa penyebab yang spesifik Untuk memastikan diagnosis, prosedur pemeriksaan lengkap harus dilakukan, mencakup: anamnese yang teliti, khususnya perhatikan ada atau tidaknya simptom B, pemeriksaan fisik lengkap, khususnya perhatikan area limfatik dan cincin Waldeyer faring, ukuran hati dan limpa serta ada tidaknya nyeri tekan tulang.

  3,18

  Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah pemeriksaan hematologi lengkap, urinalisa rutin, feses rutin, laju endap darah, elektrolit darah, fungsi hati dan ginjal, biokimia rutin mencakup gula darah, LDH serum, fosfatase alkali, asam urat, dan lainnya merupakan pemeriksaan rutin pra tindakan.

  3,18 Pemeriksaan radiologik yang diperlukan mencakup pemeriksaan foto toraks. Foto toraks terutama bertujuan melihat kelenjar limfe di daerah hilus paru, mediastinum, subkarina dan mamaria internal, sekaligus melihat ada atau tidaknya invasi ke paru. Bila terdapat nyeri tulang, dilakukan foto di bagian tulang yang nyeri.

  3,18

  Pemeriksaan CT yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT scan toraks yang lebih peka dari pemeriksaan foto toraks biasa, yang dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pra terapi limfoma. Pemeriksaan USG, CT atau MRI abdomen termasuk salah satu yang diperlukan sebelum terapi, untuk menemukan lesi rongga abdomen. Sementara pemeriksaan MRI untuk sistem saraf pusat dan foto tulang tidak dianjurkan sebagi pemeriksaan rutin. Pemeriksaan- pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila timbul gejala.

  3,18

  Kriteria klasifikasi stadium klinis masih menggunakan patokan yang ditentukan oleh Ann Arbor, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

  3,4

Tabel 2.1.2. Stadium Limfoma menurut Ann Arbor Stadium Lingkup terkena

  I Mengenai satu region kelenjar limfe (I), atau satu lokasi ekstranodal (I E )

  II Mengenai dua regio lebih kelenjar limfe, tetapi semuanya masih di satu sisi diafragma (II), atau selain itu juga terdapat invasi organ ekstranodal terlokalisasi di sisi yang sama (II E )

  III Terdapat invasi regio kelenjar limfe di atas dan bawah diafragma (III), dapat disertai invasi organ ekstranodal terlokalisasi (III E ) atau disertai invasi limpa (III

  S

  ) atau kedua-duanya terkena (III

  ES

  )

  IV Invasi jaringan atau organ ekstranodal difus atau diseminata, tidak perduli ada atau tidak ada invasi kelenjar limfe Penulisan stadium juga dilengkapi dengan:

  3,4

  A: tanpa simptom B

  B: terdapat simptom B (demam ≥ 38˚C), keringat malam, atau dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa etiologi lain yang dapat menjelaskan)

  E: satu organ ekstranodal di area dekat kelenjar limfe X: terdapat massa besar (bulky disease)

  Metode terapi terpenting pada limfoma non Hodgkin adalah kemoterapi, terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu dalam terapi limfoma non Hodgkin. Terapi terhadap limfoma non Hodgkin berkaitan erat dengan subtipe patologiknya. Dewasa ini klasifikasi patologik umumnya memakai sistem klasifikasi baru menurut WHO tahun 2001, tetapi klasifikasi kerja masih berguna sebagai rujukan. Setiap pasien paska terapi 2-3 siklus dan setelah selesai terapi harus diperiksa

  19 menyeluruh, untuk menilai hasil terapi serta menentukan strategi terapi selanjutnya.

  1. Limfoma agresif (intermediate/ high grade) Rekomendasi terapi:

  Stadium Terapi

  IA, IIA non bulky (< 10 cm), termasuk E 3-4 siklus CHOP diikuti IFRT (3000cG dalam 10 fraksi) atau 6-8 siklus CHOP ± radioterapi

  I-II (bulky), III, IV 6-8 siklus CHOP, pada daerah bulky dapat diberikan radioterapi

  2. Limfoma indolen 1.

  Stadium I dan II: radioterapi 3500 – 4000 cGy 2. Stadium III dan IV: tanpa terapi

  • indikasi terapi: adanya gejala sistemik, pertumbuhan tumor yang cepat, adanya
  • komplikasi tumor (obstruksi, efusi)
kemoterapi tunggal:

  • Chlorambucil 4-6 mg/m2/hari PO
    • Fludarabine 25 mg/m2/hari IV selama 5 hari setiap 4 minggu
    • Cladribine 0,14 mg/kgBB IV drip 2 jam/ hari selama 5 hari, setiap 4 minggu atau 0,1 mg/kgBB/hari infus kontinu selama 7 hari, setiap 4 minggu kemoterapi kombinasi:

  • kemoterapi kombinasi dapat digunakan bila diperlukan respon terapi yang cepat antibodi monklonal
  • Rituximab merupakan anti CD 20 dengan efek sitotoksik melalui aktivasi komplemen, antibody-dependent cytotoxic cells dan efek langsung terhadap signal intraseluler Indikasi: penderita low grade atau follicular CD 20 positif limfoma non Hodgkin yang relaps atau refrakter. Dosis: 375 mg/m2 IV hari 1, 8, 15, dan 22
  • Indikasi: follicular lymphoma (respon 40-60%) Dosis: 2 – 3 juta unit 3 kali seminggu

  Interferon α

  • Indikasi: paliatif: bulky disease dan untuk mengatasi nyeri atau obstruksi “limited” stadium III (asimtomatik, < 5 lokasi yang terlibat, tanpa bulky disease) 3.

  Radioterapi

  Limfoma relaps Penderita dengan status performance yang baik direkomendasikan untuk stem cell

  transplantation atau transplantasi alogenik. Pada sebagian besar penderita dapat

  dipertimbangkan regimen terapi relaps konvensional. Pada penderita dengan status

  performance kurang baik dapat diberikan monoterapi paliatif (mitoxantrone, etoposide, fludarabine) atau seperti limfoma derajat rendah.

  Setelah selesai menjalani kemoterapi, maka pasien limfoman non Hodgkin kembali dievaluasi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemantauan keberhasilan kemoterapi pada limfoma non Hodgkin.

  20 Tabel 2.1.3. Kriteria respon limfoma Kategori Respon Pemeriksaan Jasmani Kelenjar Getah Bening Massa KGB Bone Marrow CR Normal Normal Normal Normal Cru

  

Normal Normal Normal Normal

Normal Normal Mengecil

  < 75% dipastikan Normal atau tidak PR

  

Normal Normal Normal Positif

Normal ≥ 50% Mengecil

  ≥ 50% mengecil Irelevan Mengecil pada

  Hati atau limpa ≥ 50% Mengecil ≥ 50% mengecil Irelevan

  Relaps/ Progresif Membesar pada hati/limpa, lokasi baru Baru atau

  Membesar Baru atau membesar Muncul kembali

2.2.Kualitas Hidup

  Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah persepsi seseorang terhadap kedudukannya dalam konteks kehidupan berdasarkan nilai budaya dan sistem dimana mereka hidup dan hubungannya dalam mencapai target sasaran.

  21 Ukuran

  kualitas hidup saat ini banyak digunakan untuk melengkapi penilaian obyektif secara klinis atau ukuran penyakit secara biologis untuk menilai kualitas pelayanan, pemeliharaan kesehatan, keefektifan suatu tindakan intervensi, dan analisis penggunaan biaya.

  22,23

  Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, seperti faktor kesehatan, ekonomi, lingkungan, keamanan, dan lainnya. Walaupun faktor-faktor ini saling terkait satu sama lain dalam menentukan kualitas hidup seseorang, namun yang akan dibahasi di bidang kesehatan hanya kualitas hidup terkait kesehatan (health related quality of

  

life/ HRQOL) . Banyak definisi tentang kualitas hidup terkait kesehatan, salah satunya adalah

  yang didefinisikan oleh Cella dan Tulsky sebagai penilaian seseorang terhadap derajat fungsi

  24 dan kepuasannya sekarang dibandingkan dengan apa yang diharapkan.

  Kualitas hidup penting untuk diketahui, karena pengukuran fisiologis, yang memberikan informasi kepada dokter, pada kenyataannya tidak selalu memberikan informasi kepada pasien. Misalnya, hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak selalu mewakili kapasitas organ pasien. Pasien lebih mengutamakan kapasitas fungsional dan kesejahteraannya. Alasan lain mengapa kualitas hidup penting untuk diketahui adalah adanya perbedaan kemampuan adaptasi seseorang terhadap penyakit. Misalnya, pada kasus seseorang dengan sakit sendi yang sama, dapat memberikan status fungsional dan status emosional yang berbeda. Sehingga pada kasus seperti ini, seorang pasien masih bisa bekerja

  24,25 sedangkan pasien yang lain sudah berhenti bekerja.

  Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan berbagai instrumen dan umumnya dilakukan pada berbagai macam penyakit seperti diabetes, gangguan ginjal, hipertensi, asma, AIDS, dan kanker. Penilaian kualitas hidup pada penderita kanker seperti limfoma non Hodgkin merupakan hal yang penting dalam memberikan informasi untuk mengambil keputusan dalam hal pengobatan, mengamati timbulnya efek samping yang tidak diinginkan, dan untuk mengetahui kapan sebaiknya dilakukan tindakan intervensi untuk memperbaiki

  21,26,27 kualitas hidupnya.

  Terdapat beberapa instrumen untuk menganalisis kualitas hidup yang meliputi persepsi fisik, psikologi, dan hubungan sosial pasien, seperti Medical Outcomes Study 36-

  Item Short Form Health Survey (SF-36), Sickness Impact Profile, Karnofsky Scales, ECOG

Performance Scale dan lain-lain. SF-36 telah banyak digunakan dalam mengevaluasi kualitas

  hidup pasien penderita penyakit-penyakit kronis. SF-36 adalah salah satu instrumen untuk menilai kualitas hidup, sederhana, mudah, dan secara luas telah dipakai untuk mengevaluasi

  21,28,29 kualitas hidup pada penyakit-penyakit keganasan.

2.2.1. Survei Kesehatan SF-36

  SF-36 merupakan instrumen non spesifik yang biasanya digunakan pada hampir semua penelitian penyakit kronis dan bisa juga digunakan untuk menilai kualitas hidup pada populasi yang sehat. SF-36 telah terbukti dapat dipakai untuk menilai kualitas hidup penderita penyakit kronis termasuk limfoma non Hodgkin.

  21 SF-36 ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan telah divalidasi.

  Beberapa penelitian di Indonesia yang menggunakan skor yang baru yang belum diterjemahkan dan divalidasi, bahkan menggunakan SF-36 sebagai baku emas, termasuk penelitian Perwitasari di Yogyakarta yang menggunakan European

  

Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire-

C30 (EORTC QLQ-C30) , yang meneliti mengenai pengukuran kualitas hidup pasien

  kanker sebelum dan sesudah kemoterapi dengan EORTC QLC-C30 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

  30,31,32

  SF-36 berisi 36 pertanyaan yang terdiri dari 8 skala antara lain:

  21,22 1.

  Fungsi fisik (Physical Functioning) Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas seperti berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, dan gerak badan. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut, sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan melakukan semua aktivitas fisik termasuk latihan berat.

  2. Keterbatasan akibat masalah fisik (Role of Physical) Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan fisik mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan bahwa kesehatan fisik menimbulkan masalah terhadap aktivitas sehari-hari, antara lain tidak dapat melakukannya dengan sempurna, terbatas dalam melakukan aktivitas tertentu atau kesulitan di dalam melakukan aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.

  3. Perasaan sakit/ nyeri (Bodily Pain) Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa nyeri dan pengaruh nyeri terhadap pekerjaan normal baik di dalam maupun di luar rumah. Nilai yang rendah menunjukkan rasa sakit yang sangat berat dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada keterbatasan yang disebabkan oleh rasa nyeri.

  4. Persepsi kesehatan umum (General Health) Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan termasuk kesehatan saat ini, ramalan tentang kesehatan dan daya tahan terhadap penyakit. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan terhadap kesehatan diri sendiri yang memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan persepsi terhadap kesehatan diri sendiri yang sangat baik.

  5. Energi/ Fatique (Vitality) Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, capek, dan lesu.

  Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, capek, dan lesu sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh semangat dan berenergi.

  6. Fungsi sosial (Social Functioning) Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik atau masalah emosional yang mengganggu aktivitas sosial normal. Nilai yang rendah menunjukkan gangguan yang sering. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak adanya gangguan.

  7. Keterbatasan akibat masalah emosional (Role Emotional) Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana masalah emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas termasuk menurunnya waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas, pekerjaan menjadi kurang sempurna, dan bahkan tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak adanya gangguan aktivitas karena masalah emosional.

  8. Kesejahteraan mental (Mental Health) Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental secara umum termasuk depresi, kecemasan, dan kebiasaan mengontrol emosional. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan tegang dan depresi sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan tenang, bahagia, dan penuh kedamaian

  Skala SF-36 yang terbagi atas 8 dimensi tersebut dapat dikumpulkan menjadi 2 komponen besar, dimana persepsi kesehatan umum, energi, fungsi sosial, dan keterbatasan akibat masalah emosional disebut sebagai dimensi “Kesehatan Mental”

  

(Mental Component Scale) , sementara fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik,

  perasaan sakit/ nyeri, persepsi kesehatan umum dan energi disebut sebagai dimensi “Kesehatan Fisik” (Physical Component Scale). Masing-masing skala dinilai 0-100,

  21,33 dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup pasien.

  Penghitungan hasil skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan kuesioner SF-36 menggunakan daftar nilai seperti yang tersebut dalam tabel di bawah ini. Untuk skor akhir, dilakukan perhitungan rata-rata pada masing-masing pertanyaan yang menunjukkan dimensi yang diwakilinya seperti pada tabel di bawah sehingga hasil akhirnya akan menunjukkan skor masing-masing dimensi yaitu skor dimensi fungsi fisik, peranan fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial, energi, peranan

  21,34,35 emosi, dan kesehatan jiwa.

Tabel 2.2.1.1. Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuesioner SF-36

  

Skala Jumlah Item Nomor Pertanyaan

  Fungsi fisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 Peranan fisik 4 13, 14, 15, 16 Peranan emosi 3 17, 18, 19 Energi 4 23, 27, 29, 31 Kesehatan jiwa 5 24, 25, 26, 28, 30 Fungsi sosial 2 20, 32 Rasa nyeri 2 21, 22 Kesehatan umum 5 1, 33, 34, 35, 36

Tabel 2.2.1.2. Skor kuesioner SF-36 No Pertanyaan No Respon Skor

  1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100

  2

  75

  3

  50

  4

  25

  5 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12

  1

  2

  50 3 100 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19

  1 2 100 21, 23, 26, 27, 30 1 100

  2

  80

  3

  60

  4

  40

  5

  20

  6 24, 25, 28, 29, 31

  1

  2

  20

  3

  40

  4

  60

  5

  80 6 100 32, 33, 35

  1

  2

  25

  3

  50

  4

  75 5 100

2.2.2. Skala ECOG

  Skala ECOG dikembangkan pada tahun 1960, merupakan skala 6 poin yang simpel, berkisar dari normal (0) hingga meninggal (5). Skala ECOG telah secara luas

  6 digunakan dalam penelitian dan praktek klinis di bidang onkologi.

  Pada awalnya pengukuran untuk status performa adalah dengan menggunakan skor Karnofsky yang diperkenalkan oleh David A. Karnofsky pada tahun 1948 untuk menilai pasien yang mendapat kemoterapi nitrogen mustard pada karsinoma paru primer. Tetapi kemudian penggunaan skala ECOG lebih disukai oleh

  6,7 karena lebih mudah dan lebih simpel.

  

8,9

  Berikut adalah tabel skala ECOG:

Tabel 2.2.2.1 Skala ECOG Skala ECOG

  Aktif secara penuh, bisa melakukan aktivitas sebagaimana sebelum terkena penyakit tanpa hambatan

  1 Terbatas dalam melakukan aktivitas berat tetapi masih bisa rawat jalan dan bisa melakukan pekerjaan yang ringan seperti pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan kantor yang ringan

  2 Bisa rawat jalan dan mampu untuk merawat diri sendiri tetapi tidak mampu melakukan pekerjaan dan < 50% waktu harus berbaring

  3 Hanya mampu merawat diri sendiri secara terbatas, > 50% waktu harus berbaring atau duduk

  4 Harus berbaring terus menerus

  5 Meninggal

Dokumen yang terkait

Korelasi Short Form-36 dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group dalam Menilai Kualitas Hidup pada Pasien Limfoma Non Hodgkin yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone

1 47 102

Gambaran Hematologi Penderita non Hodgkin Limfoma Sebelum Kemoterapi

6 75 46

Korelasi Short Form-36 Dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group Dalam Menilai Kualitas Hidup Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin Yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone

3 39 101

Hubungan antara Subjective Global Assessment dengan Phase Angle dari Bioelectrical Impedance Analysis dan Kualitas Hidup pada pasien Limfoma Non Hodgkin

2 64 71

Skoring Kualitas Hidup Ibu Post Partum Berdasarkan Faktor-Faktor Demografi Ibu Yang Diukur Dengan Kuesioner Short Form-36

25 136 50

Korelasi Short Form-36 dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group dalam Menilai Kualitas Hidup pada Pasien Limfoma Non Hodgkin yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Limfoma Non Hodgkin - Korelasi Short Form-36 dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group dalam Menilai Kualitas Hidup pada Pasien Limfoma Non Hodgkin yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristi

0 2 16

Gambaran Hematologi Penderita non Hodgkin Limfoma Sebelum Kemoterapi

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 PENYAKIT GINJAL KRONIK - Hubungan Modifikasi Kadar Natrium Dialisat Dengan Kualitas Hidup Yang Diukur Dengan SF-36 Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 9

Korelasi Short Form-36 Dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group Dalam Menilai Kualitas Hidup Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin Yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone

0 1 39