Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keberadaan Plankton di Sungai Sunggal Provinsi Sumatera Utara

  

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

  Ekosistem yang terdapat di daratan dibagi atas dua kelompok yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan berarus deras) misalnya sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

  Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Sungai biasanya tempat terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

  Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja. Pada sungai yang besar dengan arus deras, sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui. Terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran berat, sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar dan proses pengenceran serta biodegradasi akan sangat menurun. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001).

  Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi pada daerah aliran sungai dan alurnya. Kedua fungsi ini terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi (Mulyanto, 2007).

  Sungai sebagai salah satu jenis media hidup bagi organisme perairan, seringkali tidak dapat terhindarkan dari masalah penurunan kualitas perairan sebagai akibat dari perkembangan aktivitas manusia, seperti adanya aktivitas perindustrian yang berdiri disekitar daerah aliran sungai. Contoh pengaruhnya adalah masuknya berbagai limbah sampah yang mempunyai potensi mencemari lingkungan perairan. Dampak dari aktivitas tersebut yang paling utama merasakan adalah organisme-organisme akuatik (komponen biologi). Sebagai parameter biologi, plankton khususnya fitoplankton yang mempunyai peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem akuatik sering dijadikan indikator kestabilan, kesuburan dan kualitas perairan (Rudiyanti, 2009).

  Syiofyan dkk (2011) menambahkan beberapa jenis aktivitas utama yang mempengaruhi kualitas air sungai adalah kegiatan domestik, kegiatan pertanian dan perkebunan; terutama akibat penambahan pupuk dan pembasmi hama, dimana senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya tidak mudah terurai walaupun dalam jumlah yang sedikit, tetapi justru aktif pada konsentrasi yang rendah. Selain itu, sedimen termasuk mempengaruhi kualitas air yang cukup besar ketika terjadi penebangan pohon, pembuatan parit-parit, perambahan hutan, dan lain-lain. Zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan posfat yang larut dalam air), yang berasal dari penguraian limbah organik seperti limbah cair atau pelepasan pupuk nitrat apabila berlebihan dapat mengakibatkan eutrofikasi.

  Ekologi Plankton

  Plankton adalah mikroorganisme yang hidup melayang diperairan, mempunyai gerak sedikit sehingga mudah terbawa arus, artinya biota ini tidak dapat melawan arus. Mikroorganisme tersebut baik dari segi jumlah dan jenisnya sangat banyak dan sangat beranekaragam serta sangat padat. Perlu diketahui bahwa plankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web). Mereka menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai dan jaring makanan tersebut (Fachrul, 2007).

  Kehadiran fitoplankton di ekosistem perairan sangat penting, fungsinya sebagai produsen primer dalam perairan dan kemampuannya dalam mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Dalam ekosistem air, proses fotosintesis dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis (Heddy dan Kurniati, 1996).

  Menurut Nybakken (1992), bahwa plankton dapat digolongkan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas : a.

  Megaplankton yaitu plankton yang berukuran lebih dari 2.0 mm.

  b.

  Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0.2 – 2.0 mm.

  c.

  Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 μm – 0.2 mm.

  d.

  Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 μm – 20μm.

  e.

  Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 μm.

  Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai holoplankton, yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya sebagian siklus hidupnya bersifat planktonik. Plankton mempunyai alat gerak (Flagellata dan Ciliata), sehingga secara terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi gerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004).

  Fitoplankton sebagai produsen anorganik primer menduduki tempat yang utama dalam pembentukan makanan di perairan. Informasi tentang kepadatan fitoplankton dapat dijadikan indikator kesuburan suatu perairan maupun hubungannya dengan fosfat dan nitrat sebagai pendukung kehidupan plankton dan penting untuk diteliti dan diketahui (Rahman, 2008).

  Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini mempunyai kandungan klorofil yang mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai dari zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme air lainnya sehingga membentuk rantai makanan (Barus, 2004).

  Basmi (1995) mengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal, yakni: 1. Nutrien pokok yang dibutuhkan terdiri atas: a.

  Fitoplankton, yakni plankton nabati (>90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

  b.

  Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa organisme lain yang telah mati.

  c.

  Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun partikel-pertikel sisa organisme, seperti detritus. Disamping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

  2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas: a.

  Linoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

  3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas: a.

  Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. Baik hipo plankton maupun bati plankton terdiri atas zoo plankton seperti Mysid dari jenis Crustaceae dan hewan- hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

  4. Berdasarkan asal-usul plankton dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas: a.

  Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri b.

  Allogenik plankton, merupakan plankton yang datang dari perairan lain. Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton mengeluarkan bahan metabolik yang membuat zooplankton tertarik terhadap fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas seperti suhu, penetrasi cahaya dan konsentrasi unsur hara seperti nitrat dan fosfat dalam suatu perairan (Barus, 2004).

  Plankton Sebagai Bioindikator

  Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri terutama dipengaruhi oleh perubahan berbagai faktor lingkungan salah satunya adalah ketersediaan nutrisi disuatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan (Barus, 2004). Plankton merupakan biota air yang umum digunakan sebagai bioindikator karena keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan (Michael,1994).

  Asra (2009) juga menambahkan bahwa kualitas air suatu badan perairan dapat ditentukan oleh banyak faktor seperti zat terlarut, zat yang tersuspensi dan makhluk hidup yangada di dalam badan perairan tersebut. Indikator biologi merupakan kelompok atau komunitas organisme yang kehadirannya atau perilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi lingkungan. Bioindikator yang dapat digunakan sebagai indikator biologi dalam suatu badan perairan adalah phytoplankton, zooplankton, bentos dan nekton.

  Penggunaan plankton sebagai indikator kualitas lingkungan perairan dapat dipakai dengan mengetahui keragaman dan keseragaman jenisnya. Penggunaan organisme indikator dalam penentuan kualitas air sangat bermanfaat karena organisme tersebut akan memberikan reaksi terhadap kualitas perairan. Dengan demikian, dapat melengkapi atau memperkuat penilaian kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia (Nugroho, 2006).

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ferianita dkk (2008) di Sungai Ciliwung Jakarta, kelimpahan fitoplankton terbanyak adalah Microcystis sp. dan Merismopedia sp. dari Cyanophyta, sedangkan pada Chlorophyta jumlah yang besar terdapat pada Closteriopasis sp. dan Ankistrodesmus sp. Jenis-jenis fitoplankton tersebut merupakan jenis yang melimpah dan dominan, serta selalu muncul pada setiap titik pengambilan sampel. Jenis plankton tersebut sebagai indikator kualitas yang ditemukan di sungai tersebut. Hasil analisis model distribusi kelimpahan menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan ekosistem perairan Sungai Ciliwung.

  Hubungan Fitoplankton dan Zooplankton

  Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika suatu perairan terdapat populasi zooplankton tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju pertumbuhan yang differensial. Zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton (Nybakken, 1992).

  Keberadaan zooplakton dipengaruhi adanya fitoplankton yang terdapat disuatu perairan. Di dalam penelitian perairan, plankton (fito dan zooplankton) dapat menentukan kualitas suatu perairan tersebut. Pengumpulan sampel dapat dilakukan dengan metode yang terdiri atas pengumpulan sampel, pengawetan, pencacahan, dan analisis statistik (Fachrul, 2007).

  Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus. Kepadatan zooplankton di suatu perairan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat dibandingkan pada fitoplankton. Umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004).

  Parameter Fisika-Kimia

  Menurut Nybakken (1988), sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan pengamatan faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor abiotik akan diperoleh gambaran tentang kualitas perairan. Faktor fisika-kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain:

  a. Suhu

  Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang diinginkan, kemudian dikembalikan ketempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi dari pada air asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu: 1) jumlah oksigen terlarut didalam air menurun, 2) kecepatan reaksi kimia meningkat, 3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu dan 4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Agusnar, 2007).

  Penyebaran suhu dalam perairan dapat terjadi karena adanya penyerapan dan angin, sedangkan yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu adalah musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air, dan sebagainya. Kisaran suhu yang baik untuk biota perairan adalah antara 25 – 32

  C. Kisaran suhu tersebut umumnya di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia. Laju metabolisme hewan air secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen (Anwar dkk., 1984).

  b. Penetrasi Cahaya

  Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosisten perairan.

  Besaran nilai penetrasi cahaya dapat diidentifikasikan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya fotosintesis. Penetrasi cahaya sangat mempengaruhi keberadaaan plankton disuatu badan perairan karena cahaya sangat menentukan proses fotosintesis (Simanjuntak, 2010).

  Radiasi matahari menentukan intensitas cahaya pada suatu kedalaman tertentu dan juga sangat mempengaruhi suhu perairan. Sinar matahari yang jatuh di permukaan air sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi menembus kedalam air. Cahaya yang menembus permukaan air adalah penting bila ditinjau dari produktivitas perairan (Sutika, 1989).

  Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran tranparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian peneliti yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).

c. Kecepatan Arus

  Adanya arus pada ekosistem akuatik membawa plankton khususnya fitoplankton menumpuk pada tempat tertentu. Tempat baru yang kaya akan nutrisi akan menunjang pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung bagi pertumbuhan kehidupan plankton. Pengaruh arus bagi organisme air adalah ancaman bagi organisme tersebut (Basmi, 1992).

  Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organism air (Suin, 2002).

  Arus sangat penting sebagai faktor pembatas, terutama pada aliran air. Pengaruh arus terhadap organisme akuatik adalah ancaman bagi organisme tersebut dihanyutkan oleh arus yang deras. Oleh karena itu, organisme mempunyai adaptasi morfologis yang spesifik untuk bertahan hidup. Berbagai jenis ikan juga mempunyai adaptasi morfologis yang khas untuk dapat bertahan pada habitat yang berarus deras. Pada prinsipnya organisme akuatik akan berusaha mencari perlindungan untuk menghindarkan diri dari ancaman hanyut, terutama pada substrat batu-batuan besar yang terlindung dari arus air yang deras (Odum, 1994).

  d. pH

  Nilai pH normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi misalnya air buangan berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6,2 sampai 7,2, air buangan pabrik susu dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 7,6 sampai 9,5 (Agusnar, 2007).

  Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme karena akan membahayakan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi dan tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme air. pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak dan juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

e. Dissolved Oxygen (DO)

  Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman Dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamanya dan dari atmosfir (udara) yang masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas (Agusnar, 2007).

  Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan- ikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam (Agusnar, 2007).

  Menurut Suhartini (2008), temperatur yang tinggi dapat mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air.

  Berdasarkan penelitian Yeanny (2005) di Sungai Belawan, jumlah oksigen terlarut pada daerah pemukiman lebih tinggi yakni 4,5 mg/l dari daerah perindustrian yaitu 4,2 mg/l. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan oksigen terlarut di perairan yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Selain dipengaruhi kelimpahan plankton dan intensitas cahaya juga dipengaruhi oleh limbah, terutama limbah industri yang menghalangi penetrasi cahaya di dalam air dan akhirnya berdampak negatif terhadap kelimpahan plankton di perairan.

  f. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

  BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan didalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Apabila konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut maka, kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Agusnar, 2007).

  Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama 5 hari. Perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air (DO hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang telah disimpan

  5

  selama 5 hari (DO hari). Selama dalam penyimpanan, tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis dan selama 5 hari tersebut semua organisme yang berada dalam contoh air bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).

  g. Nitrat

  Effendi (2003), menjelaskan bahwa nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan algae.

  Nitrat sangat mudah larut dalam air dan stabil. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.

  Menurut Barus (2004), nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk algae dan fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.

2 Komponen nitrit (NO ) jarang ditemukan pada badan air permukaan

  3

  karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO ). Di wilayah perairan neritik yang relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fospat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrof sehingga terjadi

  

blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi

  seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan tersebut (Wibisono, 2005).

  Mikroorganisme akan mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi. Proses oksidasi ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis bakteri Nitrosomonas. Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri Nitrobacter akan dirombak menjadi nitrat, yang merupakan produk akhir dari proses penguraian senyawa protein dan diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya jika dibandingkan ammonium/amoniak atau nitrit. Nitrat adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 3,9 mg/l-15,5 mg/l (Basmi, 1992). Sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.

h. Posfat

  Posfat terutama berasal dari sedimen yang akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan. Peningkatan unsur posfat dalam air akan dapat meningkatkan populasi algae secara massal yang dapat menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).

  Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan pada perairan alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/liter P-PO4 (Effendi, 2003).

  Banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh subrnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedianya bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrit dan posfat (Nybakken, 1992).