Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Pencemaran Air Sungai Sunggal di Desa Sriguting Provinsi Sumatera Utara

  

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

  Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranpenting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air(catchment area) bagi daerah sekitarnya. Oleh karena itu, kondisi suatu sungaisangat berhubungan dengan karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan yang adadi sekitarnya. Sungai sebagai suatu ekosistem, tersusun dari komponen biotik danabiotik dan setiap komponen tersebut membentuk suatu jalinan fungsional yangsaling mempengaruhi sehingga membentuk suatu aliran energi yang dapatmendukung stabilitas ekosistem tersebut (Suwondo dkk., 2004).

  Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan, Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat (Barus, 2004).

  Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jenih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, dan aliran lambat. Sungai merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktivitas manusia disekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996).

  Menurut Undang-Undang Nomor 7 tentang Sumberdaya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryono, 2005). Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Asdak, 1995).

  Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui. Tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar. Akibatnya, proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001).

  Makrozoobenthos Benthos mencakup biota menempel, merayap dan meliang di dasar laut.

  Kelompok biota ini hidup di dasar perairan mulai dari garis pasut sampai dasar abisal. Contoh biota menempel ialah sepon, teritip, dan tiram; biota lain adalah kepiting dan udang karang; dan biota meliang adalah jenis kerang tertentu. Selain pembagian seperti yang diterangkan sebelumnya, biota laut dibagi menurut cara makannya. Mereka yang dapat menghasilkan makanan sendiri dinamakan biota autotrof (autotrophic). Termasuk di dalam ini adalah tumbuh-tumbuhan. Mereka dapat menghasilkan makanan tanpa tergantung pada biota lain dengan berfotosintesis. Mereka yang tidak dapat menghasilkan makanan sendiri dinamakan biota heterotrof (heterotrophic), dan semua hewan adalah heterotrof (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

  Berdasarkan ukurannya, bentos dapat digolongkan ke dalam kelompok benthos mikroskopik atau mikrozoobenthos dan makrozoobenthos. Benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos. Ukuran tubuh makrozoobenthos dapat mencapai sekurang-kurangnya 3 hingga 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.

  (Nugroho, 2006).

  Berdasarkan siklus hidupnya benthos dibagi menjadi holobenthos, yaitu kelompok benthos yang seluruh hidupnya bersifat benthos, dan merobenthos, yaitu kelompok benthos yang hanya bersifat benthos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya. Misalnya sejenis Echinodermata yang bersifat plankton pada stadia larva dan menjadi hewan benthos setelah mencapai bentuk dewasa. Sedangkan berdasarkan ukuran tubuhnya benthos dapat dibagi menjadi makrobenthos dengan ukuran > 2 mm, meiobenthos (0,2 –2 mm), dan mikrobenthos (< 0,2 mm) (Barus, 2004).

  Beberapa alasan dalam pemilihan benthos sebagai bioindikator kualitas pada suatu ekosistem perairan, yaitu: a.

  Pergerakannya yang sangat terbatas (lambat), sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.

  b.

  Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah untuk diidentifikasi.

  c.

  Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehinga secara terus menerus terdedah oleh kondisi air sekitarnya.

  d.

  Pendedahan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut.

  e.

Perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas benthos (Barus, 2004,)

  Berdasarkan ukuran tubuhnya, benthos dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu, makrobenthos (>2 mm), meiobenthos (0,2–2 mm) dan mikrobenthos (<0,2 mm). Umumnya benthos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah dari taksa crustaceae, molusca, insekta, dan sebagainya. Benthos tidak hanya berperan dalam penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

  Menurut Lalli dan Parsons (1993), hewan benthos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut benthos dibagi atas:

  1. Makrozoobenthos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.

  2. Mesobenthos, kelompok benthos yang berukuran antara 0,1 mm – 1,0 mm.

  Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil dan crustaceae kecil.

  3. Mikrobenthos, kelompok benthos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.

  4. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozoa khususnya ciliata.

  Makrozoobenthos merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah sebagai sumber pakan (misalnya ganggang) dan hewan predator yang tingkat trofiknya lebih tinggi. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup pada dasar perairan. Organisme tersebut dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan, karena keberadaan makrozoobentos dapat berasal dari penyesuaian terhadap kondisi lingkungan, sebagai akibat dari hubungan timbal balik antara organisme tersebut dengan sumber pencemaran, baik pencemar organik, anorganik dan logam berat (Noortiningsih dkk., 2008).

  Struktur komunitas hewan makrozoobentos dapat diketahui berdasarkan kelimpahan dan keanekaragaman, antara struktur komunitas makrozoobenthos dan parameter fisika kimia menunjukkan adanya karakter penciri habitat. Semakin dalam substrat dasar suatu perairan, maka semakin sedikit jumlah makrozoobenthos yang terdapat pada tempat tersebut. Kelompok kedua dicirikan oleh kedalaman serta fraksi substrat berupa debu, substrat liat dan substrat pasir (Zulkifli dkk., 2009).

  Manfaat Makrozoobenthos di dalam Perairan

  Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks keanekaragaman ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada ekosistem alami. Keanekaragaman di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula keanekaragamannya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin dkk., 2002).

  Perubahan kualitas perairan akibat jumlah bahan pencemar yang terus bertambah secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keseimbangan ekologis perairan dan merupakan ancaman bagi oganisme yang terdapat di dalamnya. Pengaruh kualitas lingkungan perairan terhadap struktur komunitas makrozoobentos dapat dianalisis dengan menggunakan distribusi kelimpahan spesies yang dapat memperlihatkan kondisi kualitas lingkungan perairan. Kelimpahan spesies ini memperlihatkan suatu mekanisme sumberdaya di dalam komunitas, sehingga dapat diketahui stabilitas suatu ekosistem perairan (Rahman, 2009).

  Makrozoobenthos memegang manfaat penting dalam perairan. Peranan tersebut adalah dalam menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan serta dapat digunakan untuk memantau perubahan kualitas air sungai. Manfaat makrozoobenthos dalam ekosistem perairan yaitu dapat menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan (Jailani dan Nur, 2012).

  Beberapa makrozoobenthos sering dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik, dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian secara fisika dan kimia. Kelebihan penggunaan makrozoobentos sebagai indikator pencemaran organik adalah karena :

  1. Mudah ditemukan di habitat perairan.

  2. Jumlahnya sangat banyak pada lingkungan yang berbeda, jenis benthos yang hidup berbeda pula.

  3. Perpindahan atau mobilitasnya sangat terbatas (immobil), sehingga mudah diawasi.

  4. Ukurannya kecil tetapi mudah dikumpulkan dan diidentifikasi.

  5. Pengamatan dapat dilakukan lebih cepat dengan peralatan sederhana.

  6. Benthos adalah konsumsi sebagian besar ikan, sehingga perubahan pada komunitas bentos dapat mempengaruhi jaring-jaring makanan di perairan (Nugroho, 2006). Populasi makrozoobenthos yang melimpah merupakan indikasi bahwa kondisi lingkungan yang baik, tetapi ini hanya berlaku (baik) bagi jenis itu sendiri, kecuali populasi makrozoobenthos yang melimpah terjadi pada sebagian besar jenis penghuni. Hal ini terjadi karena beberapa jenis makrozoobenthos hanya dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik dalam lokasi yang mempunyai kualitas perairan bagus, tetapi beberapa jenis masih dapat hidup dan berkembang dalam perairan yang mempunyai kondisi buruk. Bila suatu jenis organisme benthos dapat toleran terhadap kondisi buruk, maka jenis tersebut akan berkembang dengan baik karena sedikitnya kompetitor. Semakin buruk kondisi suatu perairan akan menyebabkan keanekaragaman jenis benthos akan semakin kecil karena akan semakin sedikit spesies yang dapat toleran dan beradaptasi terhadap kondisi perairan tersebut. Ini terjadi karena setiap spesies mempunyai rentang atau daya toleransi tersendiri dalam beradaptasi terhadap kualitas perairan (Tobing, 2009).

  Parameter Fisika Kimia yang Mempengaruhi Keberadaan Makrozoobenthos di Perairan Parameter Fisika

  1. Suhu Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme. Karena penyebaran organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan. Suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air yaitu berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah oksigen terlarut dalam air ( Kordi dan Tancung, 2007).

  Pada umumnya, organisme-organisme yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, proses metabolismenya meningkat dua kali untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 C (Nybakken, 1988).

  2. Penetrasi Cahaya Pengukuran terhadap penetrasi cahaya dapat dilakukan dengan mengunakan alat keping secchi yang berbentuk bulat dengan diameter 20 cm.

  Untuk mengetahui kedalaman penetrasi cahaya, maka keping secchii tersebut dimasukkan kedalam lapisan air sampai pada kedalaman dimana keping secchi tidak lagi terlihat dari permukaan (Barus, 2004).

  Kecerahan dalam perairan sungai biasanya 3 – 4 meter atau lebih, relatif dengan kedalaman sungai. Pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan penurunan penetrasi cahaya ke dalam perairan yang selanjutnya akan menurunkan fotosintesis dan produktivitas primer (Nybakken, 1992).

  3. Kecepatan Arus Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan arus akan bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus, 2004).

  Arus terdiri atas zona air deras merupakan daerah dangkal dengan arus yang deras yang menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan, zona ini dihuni oleh bentos yang dapat melekat kuat pada dasar substrat. Sedangkan zona air tenang merupakan bagian perairan yang dalam dengan arus yang lambat, biasanya ada endapan lumpur yang menyebabkan dasarnya lunak tidak sesuai untuk bentos (Odum, 1998).

  Kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi makrozoobentos serta secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Arus mempengaruhi transport sedimen dan mengikis substrat dasar perairan sehingga dapat dibedakan menjadi substrat batu, pasir, dan liat. Sungai dengan arus yang cepat, substrat dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus air yang lambat substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Sungai dikelompokkan menjadi sungai berarus sangat cepat (>1 m/detik), arus cepat (0,5-1 m/detik), arus sedang (0,25-0,5 m/detik), arus lambat (0,1-0,25 m/detik) dan sungai berarus sangat lambat ataupun memiliki kecepatan arus rendah (0,1 m/detik) (Setiawan, 2008).

  Parameter Kimia

  1. Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Sumber utama oksigen terlarut di dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dari fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l (Barus, 2004).

  2. pH (Derajat Keasaman) Nilai pH merupakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.

  Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi organisma air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan dengan pH tertentu mempengaruhi metabolisma dan respirasi bagi kelangsungan hidup organisma (Barus, 2004).

  Fluktuasi nilai pH pada air sungai dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain: bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian, dan bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi (Siradz dkk., 2008).

  Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun yang sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

  3. Biological Oxygen Demand (BOD) Salah satu indikator pencemaran yang umum digunakan dalam kualitas suatu perairan adalah pengukuran BOD. Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian yang diukur pada suhu 20 C (Fardiaz, 1992).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut, dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 204).

  Semakin tinggi nilai BOD menunjukkan semakin tingginya aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan semakin besarnya kandungan bahan organik di suatu perairan tersebut. Oleh karena itu, tingginya kadar BOD dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dalam air lingkungan menurun, maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organik juga menurun. Apabila oksigen yang terlarut sudah habis, maka bakteri aerobik dapat mati. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan. Hasil pemecahan oleh bakteri anaerobik menghasilkan bau yang tidak enak misalnya anyir atau busuk (Sukmadewa, 2007).

  Dari penelitian yang diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari senyawa organik diuraikan sudah mencapai 70% , maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut, dan tersedianya jumlah oksigen yang akan dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Simajuntak, 2010).

  4. Kandungan Organik Substrat Bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi hewan benthos. Bahan tersebut biasanya berasal dari dekomposisi organisme yang masuk ke sungai. Substrat yang kaya bahan organik dapat melimpahkan hewan benthos yang didominasi oleh deposit feeder. Karakter substrat suatu perairan sangat menentukan keberadaan makrozoobenthos di perairan tersebut. Substrat dasar perairan berupa batuan-batuan didominasi oleh makrozoobenthos yang mampu menempel dan melekat. Substrat dasar perairan yang lunak dan selalu berubah-ubah biasanya membatasi makrozoobenthos untuk berlindung. Substrat berpasir biasanya kandungan oksigennya lebih tinggi dibandingkan dengan substrat yang lebih halus, hal ini disebabkan pada substrat yang ukuran partikelnya lebih besar akan memungkinkan terjadinya pertukaran air yang lebih intensif, pertukaran air ini akan mengakibatkan terjadinya distribusi oksigen kandungan oksigen terlarut lebih tinggi (Setiawan, 2008).

  Substrat batuan merupakan habitat yang paling baik bagi makrozoobenthos untuk mendapatkan makanan, berlindung dari arus dan melekatkan diri sedangkan substrat kerikil dan pasir sangat mudah terbawa oleh arus air sehingga sulit bagi makrozoobenthos untuk melekatkan diri ataupun menetap pada substrat tersebut (Sinaga, 2009).

  5. Nitrat Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya dibandingkan dengan amonium/amoniak atau nitrit. Nitrit adalah zat nutrisi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).

  6. Fosfat Fosfat berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (sungai dan danau). Selain itu, dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004).

  Fosfat banyak digunakan sebagai pupuk, sabun, atau deterjen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan diperairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/liter P-PO 4 (Efendi, 2003).

  Metode Storet

  Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan klasifikasi sebagai berikut:

  1. = Memenuhi baku mutu Skor = 0

  2. = Tercemar ringan Skor = -1 s/d -10

  3. = Tercemar sedang Skor = -11 s/d -30

  4. Skor = = Tercemar berat ≤ -31