Kelayakan Ozon dan Karbon Aktif untuk

KELAYAKAN OZON DAN KARBON AKTIF
UNTUK PENGOLAHAN AIR TEROLAH
DENGAN AIR BAKU AIR SUNGAI

Oleh:
I MADE WAHYU WIJAYA
3315202006

Program Studi Magister
Teknik Sanitasi Lingkungan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2015

1.

LATAR BELAKANG

P

encemaran air dapat beresiko terhadap kondisi kesehatan manusia, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Bahaya pencemaran air secara langsung dapat
terjadi akibat konsumsi air yang tercemar atau air dengan kualitas buruk melalui
makanan, minuman, serta kegiatan sehari-hari yang menggunakan air. Bahaya

pencemaran air secara tidak langsung terjadi akibat mengkonsumsi produk hasil olahan, seperti
hasil olahan perikanan, dimana produk tersebut telah mengakumulasi berbagai zat yang
berbahaya. Pencemaran air minum dapat disebabkan oleh virus, bakteri patogen, parasit
lainnya, serta zat kimia berbahaya. Pencemaran tersebut dapat terjadi pada sumber air baku
atau terjadi saat distribusi air olahan dari pusat pengolahan ke masyarakat. Di beberapa negara
berkembang, termasuk Indonesia, sumber air seperti danau dan sungai sering digunakan untuk
berbagai kegiatan, seperti mandi, mencuci pakaian dan tempat buang air besar. Kegiatan
tersebut menyebabkan badan air tercemar oleh virus, bakteri patogen, parasit, serta zat kimia
berbahaya.
Penyediaan air minum untuk masyarakat harus didukung oleh penyediaan instalasi pengolahan
air minum yang baik. Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) merupakan rangkaian unit-unit
pengolahan air minum yang memiliki fungsi masing-masing dan bertujuan untuk mengolah
air baku menjadi air layak minum. Unit pengolahan

air minum berfungsi untuk


meningkatkan kualitas air baku dari segi fisik, kimia dan biologis, sehingga kualitas air hasil
olahan

dapat

sesuai

dengan

baku

mutu

air

minum,

yakni

Permenkes


Nomor

492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum.
Mikroorganisme

patogen

yang

masih

hidup

pada

air

hasil


olahan

dapat

menimbulkan penyakit jika dikonsumsi, sehingga diperlukan unit disinfeksi untuk
memusnahkan mikroorganisme patogan termasuk virus (Bitton, 1994). Pada umumnya,
khlorinasi sering digunakan sebagai disinfeksi dalam instalasi pengolahan air minum. Namun,
proses khlorinasi menghasilkan senyawa halogen organik yang bersifat racun jika
dikonsumsi, yakni senyawa Trihalomethane (THMs), sehingga diperlukan disinfeksi
lain yang lebih aman.

Teknologi ozon sebagai disinfeksi merupakan salah satu teknologi unggul dan sangat
efektif saat ini. Ozon dapat menghancurkan kuman, bakteri, virus, jamur, spora, kista, lumut,
dan zat kimia organik lainnya. Selain itu, ozon juga mampu menetralisir zat organik atau
mineral yang berlebihan serta tidak menghasilkan zat sisa yang membahayakan kesehatan.
Karbon aktif juga dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan zat-zat yang tidak dapat
dibersihkan atau dihilangkan dengan teknik pengolahan biasa, seperti koalgulasi, flokulasi, dan
pengendapan. Zat-zat dalam air olahan yang sulit dihilangkan dengan pengolahan biasa, seperti
bau, detergent, senyawa phenol, zat warna organik, ammonia dan zat organik lainnya. Oleh
karena itu, pengolahan air minum perlu dilenhkapi dengan fasilitas pengolahan dengan karbon

aktif.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

a.

Teknologi Ozon

Ozon merupakan senyawa yang memiliki daya oksidasi kuat sehingga mampu membunuh
mikroorganisme. Sejak beberapa decade terakhir, ozon telah dimanfaatkan dalam mengolah air
minum di negara-negara Eropa. Pada awalnya, ozon digunakan sebagai zat pengoksidasi kuat
untuk menghilangkan rasa, bau dan warna. Ozon sebagai oksidator saat ini digunakan sebagai
disinfektan utama untuk membunuh atau menginaktivasi mikroorganisme patogen dan
mengoksidasi zat beri dan mangan, senyawa penyebab rasa dan bau, warna, zat organik,
deterjen, fenol, serta zat organic lainnya. Sebagai desinfektan, ozon dapat dengan cepat
membunuh virus, bakteri dan jamur (Said, 2007). Salah satu aplikasi ozon di lapangan adalah
sebagai desinfektan air, khususnya penyediaan air minum.
Pencemar air yang sering mengganggu masyarakat pedesaan atau perkotaan adalah adanya

bakteri E.Coli. Bakteri E.Coli sangat dominan hidup di saluran pencernaan manusia atau
hewan, bila melebihi ambang batas akan menimbulkan penyakit perut yang serius. Contoh
penyakit yang ditimbulkan antara lain penyakit deare, desentri, tipus, kholera dan lain-lain
(Isyuniarto dkk., 2002)

Dibandingkan dengan disinfektan konvensional lainnya, penggunaan ozon sebagai disinfeksi
tidak menimbulkan bau dan dapat menjadikan air menjadi lebih segar. Pengolahan air dengan
menggunakan teknologi ozon digabungkan dengan proses koalgulasi-flokulasi, pengendapan
dan penyaringan. Teknologi ozon pada proses pengolahan air dapat menurunkan potensi
pembentukan THMs dan pencetus koalgulasi pada saat pengolahan air. Ozon dapat
diterapkan pada beberapa titik pada pengolahan air konvensional. Efektifitasnya sebagai
disinfektan tidak bias dikontrol oleh pH serta tidak bereaksi dengan ammonia
Ozon dapat divisualisasikan sebagai molekul oksigen (O2) dengan kuat, aktif, reaktif, enerjik
dan bersifat korosif. Monoatom O1 yang bersifat tidak stabil di alam tidak dapat bereaksi
dengan ikatan rangkap O2. Monoatom O1 aktif tidak akan terstabilisasi hingga dapat terpisah
dari senyawa O2 dan molekul lainnya yang stabil. Ozon merupakan disinfektan dan oksidator
yang sangat kuat. Berbagai patogen atau kontaminan lain dapat terdisinfeksi dan dihilangkan
melalui proses oksidasi. Jika dibandingkan dengan dengan khlorin yang biasa digunakan pada
umumnya, ozom memiliki kemampuan sebagai oksidator 50% lebih kuat dan bereaksi 3000
kali lebih cepat (Eagleton, 1999).

Penggunaan teknologi ozon sebagai disinfeksi merupakan teknologi yang efisien dan efektif
dalam menghilangkan senyawa polutan. Sumber air berupa air tanah, sungai, danau, dan laut
sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Permasalahn yang menyebabkan menurunnya
kualitas air adalah adalanya struktur molekul kontaminan yang besar dan molekul yang
tidak teroksidasi. Dengan teknologi ozon, struktur molekul besar dapat dipecah menjadi
molekul kecil yang lebih mudah didegradasi secara biologis. Dengan struktur molekul yang
lebih kecil, maka dampak yang ditimbulkan akan menurun karena molekul tersebut dapat lebih
mudah didegradasi atau digunakan kembali dalam proses pengolahan air.
Berdasarkan Tech Brief dari A National Drinking Water Clearinghouse Fact Sheet, beberapa
keuntungan penggunaan teknologi ozon dalam pengolahan air minum adalah sebagai berikut;
 Memiliki energi oksidator yang sangat kuat dengan waktu reaksi yang pendek
 Tidak menimbulkan bau dan rasa sebagai hasil samping
 Meningkatkan konsentrasi oksigen pada air terolah
 Tidak membutuhkan zat kimia tambahan
 Mampu mengoksidasi besi dan mangan

 Mampu menghilangkan alga

 Mampu berekasi dan menghilangkan segala jenis bahan organik


 Mampu menghilangkan warna, rasa dan bau

 Waktu kontak relatif singkat, yakni 10 – 30 menit.
Ozon dihasilkan dari molekul oksigen (O2) yang berdisosiasi menjadi atom oksigen dan
bereaksi dengan molekul oksigen lainnya, sehingga membentuk senyawa gas yang tidak
stabil, yakni ozon (O3)
b. Teknologi Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan zat karbon yang berwarna hitam dan mempunyai porositas yang
tinggi. Diameter partikel molekul karbon aktif antara 10 – 105 dan luas permukaan spesifiknya
antara 500-1500 m2 per gram, mempunyai daya adsorpsi yang besar terhadap zat-zat,
misalnya detergent, senyawa phenol, warna organik, gas H2S, metana, dan zat-zat organik lain
dalam bentuk gas maupun cairan (Maron, 1965).
Karbon aktif atau disebut juga arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk
yang berasal dari material yang mengandung karbon berupa limbah serbuk gergaji, limbah
potongan-potongan kayu, limbah industri CPO kelapa sawit, tempurung kelapa, tanaman kayu
hutan, aspal muda (bitumen) dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu

yaitu

proses


aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, sehingga pori-porinya terbuka
dan diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas (internal surface)
dengan demikian akan mempunyai daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang
berbentuk larutan atau uap.
Luas

permukaan

karbon

aktif

berkisar

antara

300-3500

m2/gram


dan

ini

berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat
sebagai adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu
atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori- pori dan luas
permukaan.
Keaktifan daya menyerap dari karbon aktif ini tergantung dari jumlah senyawa karbonnya
yang berkisar antara 85 % sampai 95% karbon bebas. Karbon aktif yang berwarna hitam,
tidak berbau, tidak terasa dan mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan kabon aktif yang belum menjalani proses aktivasi.
Karbon aktif biasanya dibuat dari bahan baku yang mengandung karbon (C), misalnya batok
kelapa, limbah kayu, arang, batu bara atau senyawa karbon lainnya. Pembuatan karbon aktif
dengan cara dipanaskan tanpa oksigen pada suhu tinggi (distilasi kering) serta diaktifkan

dengan proses tertentu sehingga mempunyai sifat adsorpsi yang lebih spesifik. Daya adsorpsi
karbon aktif tergantung dari ukuran pengaktifnya. Dilihat dari bentuk ukuran partikelnya dapat
dgabungkan dalam dua jenis, yaitu karbon aktif bubuk (Powder Acticated Carbon) dan karbon

aktif butiran (Granular Activated Carbon).
a. Karbon aktif bubuk mempunyai ukuran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar
50-75 mikron. Karena ukuran yang sangat kecil dan halus, maka pengerjaannya sangat
sulit, maka pada umumnya dicampur dengan air dengan kandungan air sekitar 30%50%.
b. Karbon aktif butiran adalah karbon aktif dalam bentuk butira atau kepingan
dengan ukuran partikel 0,16-1,5 mm.
Prinsip dasar penggunaan karbon aktif dalam pengolahan air minum adalah proses adsorpsi
secara fisik, yaitu proses terkonsentrasinya molekul adsorbate dalam air ke permukaan karbon
aktif. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya gaya tarik menarik antara molekul karbon aktif
dengan molekul adsorbate yang terdapat di dalam air.karbon aktif adalah salah satu zat yang
mempunyai daya menyerap zat-zat polutan yang ada di dala air, sehingga zat tersebut akan
menempel pada permukaan karbon aktif.
Beberapa keuntungan dari penggunaan karbon aktif dalapengolahan air minum adalah sebagai
berikut:
 Fasilitas pengolahan dapat disesuaikan dengan peraatan yang sudah ada

 Sanat ekonomis untuk pengolahan dalam keadaan darurat atau pengolahan jangka
pendek, karena dapat dilakukan denga tanpa membuat peralatan yang khusus

 Luas permukaan spesifik dari partikel karbon aktif besar, sehingga daya
adsorpsinya juga besar

 Kemungkinan tumbuhnya mikroorgaisme sangat kecil sekali
3.

METODE PENYELESAIAN MASALAH

a.

Pengolahan Air Minum Dengan Teknologi Ozon

Ozon telah digunakan di Eropa untuk pengolahan air sejak awal abad ke-20. Aplikasi
teknologi ozon pada awalnya adalah untuk disinfeksi air mata air yang relatif bersih atau baik,
tetapi kemudian berkembang untuk mengoksidasi kontaminan yang umum di permukaan air.
Sejak Perang Dunia II, ozonisasi telah menjadi metode utama untuk memastikan air bersih di
Swiss, Jerman Barat dan Perancis. Selain itu, Amerika serikat telah menggunakan ozon sebagai
desinfektan primer untuk penyediaan air untuk masyarakat. Ozon mempunyai rumus kimia O3

dalam bentuk gas yang tidk stabil dengan kelarutan di dalam air sekitar 20 kali lebih besar
dibandingkan dengan kelarutan oksigen.
Ozon dapat dihasilkan dengan beberapa cara, yaitu secara elektrolisis, kimiawi, termal atau
fotokimia, serta melalui peluahan muatan listrik. Untuk skala besar, cara dengan peluahan
listrik inilah yang saat ini banyak digunakan secara komersial. Prinsip peluahan muatan listrik
adalah dengan melewatkan udara kering atau oksigen ke sebuah ruang di antara elektrodaelektroda yang dialiri listrik bolak balik bertegangan tinggi, yaitu sekitar 8.000 sampai
20.000 volt. Peluahan terpuus-putus (Intermitten ischarge) yang berlangsung di antara
dua elektroda aka menyebabkan elektron- elektron bertabrakan dengan molekul oksigen
sehingga terbentuklah senyawa ozon (O3). Secara
dengan

cara

peluahan

listrik

sederhana,

prinsip

pembangkit

ozon

serta mekanisme pembentukan ozon dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Prinsip alat pembangkut ozon dengan cara peluahan listrik (Sumber: Design Criteria For
Waterworks Facilities, JWWA, 1978)

Dalam prakteknya, peralatan pembangkit ozon dpaat dibagi menjadi dua macam berdasarkan
bentuknya, yaitu tipe plat dan tipe tabung. Dari kedua tipe tersebut, tipe tabung yang paling
banya digunakan secara luas. Alat tersebut memiliki ruang-ruang peluahan berupa tabungtabung dengan dua lapis dining. Dinding bagian luar dibuat dari baja tahan karat, serta dinding
dalam dibuat dari gelas (kaca) yang berfungs sebagai konduktor. Untu keperluan tersebut,
dibutuhkan tenaga listrik sebesar 17-20 kWh untuk setiap kilogram ozon yang terbentuk.
Selama

berlangsungnya

proses

pembentukan ozon, akan dihasilkan panas, sehingga

diperlukan air pendingin untuk menjaga agar suhunya tetap konstan. Jumlah air untuk
pendingin yang diperlukan sekitar 2-5 m3 untuk 1 kilogram ozon dan suhu pendingin harus
lebih kecil dari 300 C.

Komponen utama dari sistem pengolahan air dengan menggunakan teknologi ozon adalah
ozonator. Generator ozon dirakit dari bahan berkualitas tinggi, solid state elektronik, dan
bagian mekanik diproduksi dengan ketelitian tinggi. Pembuatan ozon memerlukan pesawat
khusus (ozonisator) yang memerlukan energi yang besar, sehingga biaya investasi dan operasi
relatif besar, sehingga Ozonisasi menjadi lebih mahal untuk digunakan. Ditinjau dari biaya
konstruksinya maupun biaya operasi dan pemeliharaan, disinfeksi dengan ozon lebih mahal
dari pada khlorinasi ataupun dengan menggunakan UV. Namun, karena pengunaan ozon tidak
menghasilkan residu dalam air, maka penggunaan ozon dikombinasikan dengan post
khlorinasi.

Gambar 2. Sistem pengolahan air minum yang menggunakan ozon sebagai desinfeksi
(Sumber;http://www.sswm.info/sites/default/files/toolbox/THE%2 0OZMOTICS
%20INSIDER%202008%20Scheme%20of%20a%20typical%20ozonation %20
process.jpg)

Sebagai oksidan, ozon sangat kuat dibandingngkan dengan khlorin. Inaktivasi bakteri sangat
cepat pada konsentrasi yang hanya sebesar 0,1 mg/l/ Nilai Ct untuk inaktivasi 99% E. Coli
sangat rendah antara 0,01 sampai 0,2, dan untuk virus enteric 0,04 sampai 0,42. Ozon lebih
efektif dari pada khlorin, monokhloramin atau khlorin dioksida terhadap rotavirus manusia
dan simian. Konsentrasi ozon yang diperlukan untuk mengaktivasi 99,9 % enterovirus dala
air (250C, pH = 7) dalam waktu 10 menit, bervariasi antara 0,05-0,6 mg/L. Beberapa bakteri

patogen lebih tahan daripada virus terhadap ozon. Adanya padatan tersuspeni dapat
mengurangi kemampuan inaktivassi ozon.
Dalam media cair, ozon menghasilkan radikal bebas yang mampu menginaktivasi
mikroorganisme. Ozon mempengaruhi permaebilias, aktivitas enzim dan DNA dari sel
bakteri. Resid guanine dan/atau thymine merupaka sasaran dari ozon. Pengolahan ozon
menyebabka konversi circular plasmid DNA tertutup E. Coli menjadi circular DNA terbuka.
Terhadap rotavirus, ozon merubah capsid dan inti RNA. Ozon menginaktifai virus dengan cara
merusak inti asam nukleat.
Hasil samping dari proses ozonisasi adalah berupa senyawa aldehid. Air yang diolah dengan
ozon berdosis 1 mg/L akan meningkatkan mutagenitas, namun akan berkurang pada level ozon
tnggi (> 3 mg/L). Senyawa mutagenik dapat dihilangkan denga butiran karbon aktif. Jika air
mengandung zat besi atau mangan, maka desinfeksi denga menggunakan ozon dapat
menimbulkan terjadinya reaksi oksidasi sehingga zat besi atau mangan yang terlarut dalam air
akan berekasi dengan ozon membentuk oksida besi atau oksida mangan yang tidak larut dalam
air, sehingga warna air menjadi berwarna kecoklatan dan menimbukan endapan berwarna
coklat kehitaman (Rice, 1989; Zierler dkk., 1987)

b. Pengolahan Air Minum Dengan Karbon Aktif
Pada umumnya, karbon aktif diinjeksikan ke dalam air baku sebelum proses koalgulasi.
Melalui kontak dan pencampuran, zat polutan yang ada di dalam air baku akan teradsorp oleh
karbon aktif. Setelah itu, karbon aktif yang telah menyerap zat-zat polutan tersebut bersamasama dengan kotoran lain, misalnya lumpur, dipisahkan dengan cara koalgulasi dan
sedimentasi, sehingga hasilnya berupa lumpur berwarna htam. Untuk partikel-partike karbon
aktif yang belum dapat dipisahkan oleh proses koalgulasi dan sedimentasi dapat dihilangkan
dengan proses filtrasi. Partikel karbon aktif yang sangat halus masih dapat lolos dari unit
filter, terutama pada musim dingin, dimana proses koalgulasi tidak berjalan dengan baik,
akibatnya partikel karbon aktif tidak dapat diendapkan dan menambah beban unit filter.
Terdapat dua tahap utama proses pembuatan karbon aktif, yakni proses karbonasi dan proses
aktifasi. Secara umum proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku tanpa
adanya udara sampai temperatur yang cukup tinggi untuk mengeringkan dan menguapkan
senyawa dalam karbon. Pada proses ini terjadi dekomposisi termal dari bahan yang
mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non karbonnya. Proses aktifasi bertujuan

untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori setelah mengalami proses
karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan.
Pada umumnya karbon aktif dapat di aktifasi dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan cara aktifasi
kimia dan aktifasi fisika.


Aktifasi kimia
Arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi sebelum dipanaskan. Pada proses
aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan



dipanaskan pada suhu 600 – 9000C selama 1 – 2 jam.
Aktifasi fisika

Proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap air atau CO2 yang dialirkan pada arang hasil
karbonisasi. Proses ini biasanya berlangsung pada temperatur 800-11000C.
Cara pembubuhan dan pengontakan karbon aktif dengan air baku dapat dilakukan dalam tanki
kontak khusus yang dilengkapi dengan pengaduk atau disesuaikan dengan peralatan yang ada,
misalnya pada bak pemisah pasir, tanki koalgulasi, bak pengaduk cepat, atau clarifier.

Gambar 3 Sistem pengolahan air minum dengan karbon aktif menggunakan bak kontaktor karbon aktif

Gambar 4. Sistem pengolahan air minum dengan karbon aktif dengan menggunakan bak koalgulasi

Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya gravel, pelet (0.8-5 mm) lembaran
fiber, bubuk (PAC : powder active carbon, 0.18 mm atau US mesh 80) dan butiranbutiran kecil (GAC : Granular Active carbon, 0.2-5 mm) dsb. Serbuk karbon aktif
PAC lebih mudah digunakan dalam pengolahan air dengan sistem pembubuhan yang
sederhana. Namun secara umum Karbon aktif ini mempunyai dua bentuk sesuai ukuran
butirannya, yaitu karbon aktif bubuk dan karbon aktif granular (butiran). Karbon aktif
bubuk ukuran diameter butirannya kurang dari atau sama dengan 325 mesh. Sedangkan
karbon aktif granular ukuran diameter butirannya lebih besar dari 325 mesh.
Karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap
uap. Karbon aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus,
diameter pori mencapai 1000 A0, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk
memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak
diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu
pada industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas
pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai
struktur yang lemah. Karbon aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular
atau pelet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A0, tipe
porilebih halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali
pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa,
tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras.
c. Penambahan Klor sebagai Desinfetan pada Jaringan Pipa Distribusi
Klor banyak digunakan sebagai oksidator dan desinfektan dalam pengolahan air minum.
Namun, dalam perkembangan teknologi pengolahan air minum, penggunaan klor
diketahui dapat menghasilkan senyawa trihalomethan (THM). Senyawa tersebut
berbahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi secara terus menerus, karena dapat
memacu tumbuhnya sel kanker. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan klor dibatasi
dalam pengolahan air minum, khususnya sebagai desinfektan.
Penggunaan teknologi ozon dan arang aktif dalam pengolahan air terolah hanya
dilakukan di lokasi, sehingga diperlukan desinfeksi lanjutan pada jaringan pipa
distribusi. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan agar air hasil olahan tetap layak
dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, adanya desinfeksi
lanjutan bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi pada air selama melewati pipa
distribusi.

Dalam sistem distribusi air minum sangat dimungkinkan terjadi perubahan kualitas air terutama
dari sisi biologi. Sangat dimungkikan adanya bakteri pathogen yang masuk dalam jaringan
perpipaan melalui pipa yang bocor terutama apaila pipa tersebut tidak bertekanan. Sehingga perlu
dilakukan proses desinfeksi menggunakan chlor untuk menjamin kondisi air minum aman
terutama dari sisi biologi. Penjaminan kualitas air minum dari sisi biologi (dinyatakan bebas
bakteri) dipenuhi dengan konsentrasi chlor minimal sebesar 0.2 mg/l, dengan batas maksimum
konsentrasi pembubuhan pada tandon sebesar 1 mg/l (Hassan dkk., 2014)

Penggunaan klor sebagai desinfektan di dalam jaringan pipa distribusi dibatasi agar tidak
berdampak negatif pada kualitas air. Berdasarkan Permenkes No. 42 tahun 2010, kadar
maksimum klor sebagai desinfektan dalam air adalah 5 mg/L. Konsentrasi minimum
ketersediaan klor di dalam jaringan distribusi air minum atau dikenal dengan sisa klor
pada umumnya adalah 0,2 mg/L. Pada sisa klor minimum 0,2 mg/L ini bakteri patogen
dan mikroorganisme lainnya sudah tidak ada dan aman untuk dikonsumsi secara lansung,
tetapi dengan catatan parameter kualias air minum lainnya terpenuhi. Analisis sisa klor
yang ada pada air hasil olahan dilakukan dengan cara sampling langsung di lapangan
(tandon dan pelanggan), sampling ini dilakukan untuk menentukan koefisien penurunan
sisa klor yang ada, pada jarak berapa sisa klor mengalami penurunan dan berapa besar
penurunan tersebut (Haq dkk., 2014).

4.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan teknologi ozon dalam pengolahan air terolah dengan air baku dari air
sungai sangat layak dari segi kemampuan ozon dalam menghilagkan bakteri patogan
dan virus, jika dibandingkan dengan teknologi desinfeksi dengan gas khlor ataupun
UV. Selain

itu, penggunaan ozon sebagai desinfeksi tidak menghasilkan residu.

Namun, dalam aplikasinya diperlukan biaya yang cukup besar untuk proses
pembentukan ozon dan pemeliharaan unit desinfeksi ozon.
b. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan air terolah dengan air baku dari air sungai
sangat layak dari segi kemampuan karbon aktif dalam menghilangkan bau, rasa,
dan warna dari air terolah. Selain itu, dari segi biaya lebih murah untuk
penggunaan karbon aktif, karena dapat menggunakan unit pengolahan eksisting.
c. Dalam upaya memastikan bahwa air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat telah
bebas dari mikroorgaanisme patogen, maka diperlukan penambahan klor pada jaringan
distribusi air minum dengan konsentrasi maksimum 5 mg/L

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. A National Drinking Water Clearinghouse Fact Sheet. Tech
Brief
Bitton, G. 1994. Wastewater Microbiology. A John Wiley & Sons, Inc. New
York
Eagleton, Jim. 1999. Ozone in Drinking Water Treatment. EPA 832-F-99-063
Haq, B., Masduqi, A. 2014. Sistem Distribusi Air Siap Minum PDAM Malang: Studi
Kasus Kecamatan Blimbing. Surabaya. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3, No. 2,
(2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 1 Print)
Hassan, F., Masduqi, A. 2014. Pemodelan Penurunan Sisa Klor Jaringan Distribusi
Air Minum dengan EPANET (Studi Kasus: Kecamatan Sukun Kota
Malang). Surabaya. Jurnal Teknik Pomits Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539
(2301-9271 1 Print)
Isyuniarto, Usada, W.,

Suryadi, Purwadi, S., Mintolo, Rusmanto, T. 2002.

Identifikasi Ozon Dan Aplikasinya Sebagai Desinfektan. Ganendra
Volume V, Nomor 1, ISSN 140-6957
Said, Nusa Idaman. 2007. Disinfeksi Untuk Proses Pengolahan Air Minum. JAI
Vol. 3 No. 1
Said, Nusa Idaman. 2007. Pengolahan Air Minum Dengan Karbon Aktif. JAI
Vol.3 No. 2
Rice, R. G. 1989. Ozone oxidation products – Implication for Drinking Water
Treatment, pp. 153-170. Lewis Pubs. Chelsea, MI.
U.S. EPA. 1989. Drinking Water Health Effects Task Force - Health Effects of
Water Treatment Technologies. Lewis Pubs. Chelsea, MI.
Zierler, S., R. A., and L. Feingold. 1987. Type of Deisinfectant in Drinking
Water Patterns of Mortality in Massachussetts. Environmental Health
Perspect, 68: 275-287.