Penelitian dan Pengembangan Sistem Penge

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Asam Tambang
di Lati Mine Operation
Firman Gunawan1,Rudy Sayoga Gautama2, M. Sonny Abfertiawan2, Ginting Jalu Kusuma2,
Yan Lepong1, Saridi1
1
AMD Section, PT Berau Coal
2
Program Studi Teknik Pertambangan, FTTM, Institut Teknologi Bandung

Abstrak
Lati Mine Operation (LMO) merupakan salah satu area penambangan yang dimiliki oleh PT Berau
Coal yang berlokasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. LMO memiliki potensi pembentukan air
asam tambang (AAT) yang cukup besar jika dibandingkan dengan area pertambangan lainnya yang
dimiliki dan dioperasikan oleh PT Berau Coal. Hasil model geokimia LMO menunjukan ratio
potentially acid forming (PAF) material dan Non Acid Forming (NAF) material yakni 70:30. Hal ini
membuat terbatasnya material NAF yang dapat digunakan sebagai capping dalam pencegahan AAT di
timbunan batuan penutup. Selain itu, beban pengolahan di Water Monitoring Point (WMP) menjadi

cukup besar sebelum dialirkan ke badan air penerima. Upaya peningkatan sistem pengelolaan AAT
terus dilakukan agar dapat meminimalkan potensi dampak negatif pembentukan AAT. Penelitian dan
pengembangan sistem pengelolaan AAT di LMO dilakukan baik dalam skala laboratorium maupun
skala lapangan. Identifikasi potensi pembentukan AAT dilakukan dalam skala laboratorium melalui
static dan kinetic test terhadap sampel batuan baik berasal dari area penambangan maupun area
timbunan batuan penutup. Performa jangka panjang dari penelitian ini terus dipantau untuk
mengevaluasi perilaku pembentukan AAT. Dalam aspek upaya pencegahan, penelitian terhadap
metode cappingdilakukan dalam skala laboratorium dan lapangan dengan menggunakan material NAF
dan sisa abu pembakaran (fly dan bottom ash). Penggunaan NAF sebagai material capping dilakukan
untuk mengevaluasi efektifitas ketebalan lapisan dan kemampuan netralisasi batuan NAF. Sedangkan
material fly dan bottom ashdigunakan sebagai potensi alternatif yang dapat digunakan sebagai lapisan
atau campuran material PAF.Sistem pengolahan AAT baik menggunakan metoda pasif maupun aktif
juga dikembangkan untuk mencari alternatif terbaik yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
kualitas air. Metoda pasif yang dikembangkan meliputi limestone channel, SAPS, dan wetland.
Sedangkan metode aktif yang dikembangkan yakni pemberian kapur padam dengan pembubuhan
kering, pemberian larutan kapur dengan instalasi tanpa elektrik, dan pemberian larutan kapur dengan
pengadukan secara mekanis-elektrik. Penggunaan caustic soda sebagai material penetral juga sedang
dikaji sebagai potensi alternatif. PT Berau Coal juga melakukan pengembangan terhadap sistem
pengelolaan AAT yang dimulai sejak tahap eksplorasi berupa identifikasi dan pemodelan potensi
pembentukan AAT. Pembentukan timbunan batuan dengan metoda seletif dalam skala operasional

telah dicoba dan terus dikembangkan sebagai upaya preventif pembentukan AAT. Makalah ini
bertujuan untuk mendeskripsikan metode penelitian dan pengembangan yang telah dan sedang
dilakukan di LMO dan pengelolaan AAT yang telah dilakukan di LMO khususnya dan PT Berau Coal
umumnya.
Kata kunci: air asam tambang, pengelolaan, pencegahan, pengolahan
1 Pendahuluan
Air asam tambang (AAT) merupakan air dengan pH yang rendah dan kelarutan logam yang tinggi
sebagai akibat dari adanya reaksi antara mineral sulfida yang tersingkap karena kegiatan penggalian,
V-1

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

oksigen, dan air. Di pertambangan terbuka, AAT berpotensi untuk terbentuk di area penambangan
aktif dan disposal. Keberadaan AAT di lingkungan terutama air permukaan maupun air tanah
berpotensi memberikan dampak terhadap terganggungnya kualitas dan habitat lingkungan. Oleh
karena itu, diperlukan sistem pengelolaan AAT yang baik untuk mencegah dan mengolah AAT agar
memenuhi standar kualitas lingkungan sebelum dialirkan ke badan air penerima.
Lati Mine Operation (LMO) merupakan salah satu area penambangan yang dimiliki dan dioperasikan

oleh PT Berau Coal yang berlokasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. LMO telah beroperasi
sejak tahun 1995 dengan luas konsesi sebesar 24.191 Ha dan kapasitas produksi maksimal sebesar 15
juta ton batubara dan lebih dari 120 juta bcm batuan penutup dipindahkan setiap tahunnya. LMO
memiliki potensi pembentukan AAT yang cukup besar. Model geokimia menunjukkan bahwa LMO
memiliki rasio material PAF dan NAF sebesar 70:30. Hal ini menyebabkan adanya keterbatasan
material yang dapat digunakan sebagai material lapisan penutup atau capping untuk mencegah
pembentukan AAT. Selain itu, besarnya potensi pembentukan AAT menyebabkan beban pengolahan
di Water Monitoring Point (WMP) semakin meningkat.

Gambar 1. Lokasi Lati Coal Mine, PT Berau Coal
PT Berau Coal berupaya untuk meminimalkan potensi dampak dari pembentukan AAT. Sebagai
bentuk tanggungjawab perusahaan dan penerapan kaidah penambangan yang baik, PT Berau Coal
terus meningkatkan performa pengelolaan lingkungan khususnya AAT dengan melakukan penelitian
dan pengembangan. Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa studi yang telah dan
sedang dilakukan serta pengelolaan AAT yang telah dilakukan di PT Berau Coal khususnya LMO.
2 Penelitian dan Pengembangan
2.1 Karakterisasi dan Pembentukan AAT
Identifikasi terhadap potensi pembentukan AAT memegang peranan penting dalam pengelolaan AAT.
Studi terkait dengan potensi pembentukan AAT telah dilakukan sejak tahun 2009 melalui uji kinetik
dan statik skala laboratorium menggunakan column leach testdan humidity cell test. Studi tersebut

ditujukan untuk mempelajari pelapukan batuan dalam mempengaruhi pembentukan AAT dan oksidasi
pyrite. Detail penelitian ini telah dipresentasikan pada tahun 2009 (Fajarwati, 2009).
V-2

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Gambar 2. Uji Kinetik dengan humidity cell (kiri) dan column leach (kanan)
Pengambilan sampel disposal juga dilakukan untuk melihat sebaran spasial potensi pembentukan AAT
di area disposal batuan penutup. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi area timbunan yang masih
memiliki potensi terbentuknya AAT dan mengetahui beban AAT terbesar yang mengalir ke sistem
pengolahan di WMP (Abfertiawan, 2013).

Gambar 3. Pengambilan 102 sampel batuan di disposal
2.2 Pengembangan Metode Pencegahan Pembentukan AAT
Keterbatasan material NAF yang dapat digunakan sebagai capping material di LMO memicu perlu
adanya penelitian dan pengembangan terhadap metode pencegahan pembentukan AAT yang efektif
dan efisien. Material abu sisa pembakaran dari PLTU yan beroperasi di dekat LMO dan NAF
digunakan dalam kajian pelapisan dan pencampuran terhadap material PAF untuk mengevaluasi

performanya dalam mencegah pembentukan AAT.
Pemanfaatan abu sisa pembakaran sebagai material pencampuran batuan penutup berkategori PAF
telah dismulasikan dalam skala laboratorium menggunakan modified free draining column leach test
dengan tinggi dan diameter buchner funnel yakni 250 mm dan diameter 100 mm. Terdapat tujuh

V-3

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

skenario telah disimulasikan yang terdiri dari 4 skenario pencampuran dan 3 skenario pelapisan.
Penjelasan detail hasil penelitian ini telah dipresentasikan pada tahun 2010 (Gautama et al, 2010).

Gambar 4. Penggunaan fly dan bottom ash sebagai pelapisan dan pencampuran material PAF pada
uji kinetik
Penggunaan NAF sebagai material pencegah AAT dilakukan dengan menggunakan column leach test
di laboratorium dan lapangan untuk mengevaluasi performa pelapisan material NAF terhadap PAF.
Terdapat 10 kolom skenario pelapisan yang terdiri dari 3 jenis batuan yakni potentially acid forming
mudstone, non-acid forming mudstone dan non-acid forming sandstone yang berasal dari LMO dan

Binungan Mine Operation (BMO).Percobaan ini bertujuan untuk meneliti performa dalam
pengendalian pembentukan AAT dengan menggunakan beberapa skenario pelapisan batuan. Penelitian
dalam di laboratorium telah dilakukan selama 26 minggu sedangkan di lapangan telah dilakukan
selama 90 minggu dan masih terus berjalan. Analisis terhadap debit leachate dan kualitas meliputi pH,
TDS, ORP, CD, dan konsentrasi logam terlarut seperti Fe, Mn, dan Al dilakukan secara periodik.

Gambar 5. Uji Kinetik di laboratorium dan lapangan untuk berbagai skenario pelapisan material
PAF
Studi terhadap metode pencegahan juga dikembangkan dalam skala yang lebih besar seperti yang
ditampilkan pada Gambar 6. Terdapat tiga skenario yang dibangun di dua area penambangan Berau
Coal yakni Lati Mine Operation dan Binungan Mine Operation. Ketiga skenario dapat dilihat pada
gambar 5.

V-4

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Gambar 6. Skema model timbunan batuan penutup untuk pencegahan AAT

Studi ini ditujukan untuk mengetahui proses pembentukan AAT di dalam timbunan dalam jangka
panjang serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensi metode enkapsulasi dalam mencegah
pembentukan AAT. Pemantauan dan analisis dilakukan terhadap paramater-parameter utama yang
berperan dalam pembentukan AAT yakni difusi oksigen dan water content yang dipantau di dua titik
pada tiga level kedalaman secara kontinyu. Debit dan kualitas baik leachate yang keluar dari dasar
timbunan (melalui sistem lysimeter buatan) dan run-off pada permukaan timbunan.
Skenario tersebut merupakan pengembangan dari penelitian pelapisan timbunan batuan penutup yang
dilakukan dalam di laboratorium dan lapangan pada tahun 2012. Studi ini sedang dilakukan dan akan
dipantau secara periodik dalam jangka panjang untuk mengetahui secara mendalam performa metode
pencegahan tersebut.

Gambar 7. Pembuatan model timbunan batuan penutup untuk pencegahan AAT

V-5

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

2.3 Pengembangan Metode Pengolahan AAT

Metode pengolahan baik secara aktif maupun pasif dikembangkan untuk mengevaluasi metode yang
efektif dan efisien. Metode pengolahan secara pasif dikembangkan dengan menggunakan metoda
aerobic wetland, successive alkalinity producing system (SAPS), dan open limestone channel
(OLC).Debit dan asiditas pada inlet merupakan faktor utama yang mempengaruhi performa sistem
pengolahan pasif. Sistem pengolahan pasif memberikan kemudahan dalam proses penanganan air
asam tambang karena tidak diperlukan suplai material, energi, dan tenaga manusia secara kontinu
namun memiliki keterbatasan dalam hal kapasitas pengolahan.

Gambar 8. Pengembangan Sistem Pengolahan Pasif
Metode pengolahan aktif merupakan metode untuk menetralisasi AAT yang dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metoda, yaitu: pemberian kapur padam dengan pembubuhan kering,
pemberian larutan kapur dengan instalasi tanpa elektrik, dan pemberian larutan kapur dengan
pengadukan secara mekanis dengan elektrik. Metode netralisasi secara makanik memiliki efektifitas
yang cukup tinggi namun sistem ini membutuhkan energi listrik yang besar.
Netralisasi AAT dengan pemberian produk caustic soda berupa flake dan liquid tengah dikaji untuk
diterapkan sebagai alternatif pengganti kapur. Kelarutan caustic sodayang tinggi diharapkan mampu
menetralkan AAT dengan lebih efektif dibandingkan penggunaan kapur terutama pada kondisi aliran
rendah.

Gambar 9. Pengembangan Sistem Pengolahan Aktif

V-6

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

3 Pengembangan Sistem Pengelolaan AAT di PT Berau Coal
Sejalan dengan penelitian yang sedang dilakukan, PT Berau Coal juga melakukan peningkatan sistem
pengelolaan AAT sehingga dapat mendukung updaya pencegahan AAT.Pengelolaan AAT di PT
Berau Coal melibatkan berbagai Departemen dari beberapa Divisi serta mitra kerja. Pengelolaan ini
dimulai sejak kegiatan eksplorasi sampai pembentukan timbunan akhir tambang. Upaya pengeloaan
yang dilakukan berupa pencegahan pembentukan AAT dan pengolahan AAT yang terbentuk.
3.1 Identifikasi Potensi AAT
Salah satu langkah utama dalam usaha pencegahan pembentukan AAT adalah pemodelan karakteristik
geokimiawi batuan penutup (overburden) sebagai identifikasi potensi pembentukan air asam tambang
pada rencana penambangan. Karakterisasi tersebut bertujuan untuk menganalisis kemampuan batuan
dalam menghasilkan keasaman ataupun kemampuan batuan dalam menetralkan keasaman, sehingga
dapat dilakukan prediksi potensi pembentukan AAT pada saat dilakukanya kegiatan penambangan.
Model tersebut akan menjadi dasar dalam assessment rencana desain kegiatan penambangan dan
reklamasi.

Pengambilan contoh untuk core dan chip dari kegiatan eksplorasi berguna untuk mengetahui adanya
batuan yang berpotensi menghasilkan asam dari lapisan batuan penutup pada suatu lokasi. Hal tersebut
harus dilakukan sejak kegiatan eksplorasi. Dari pola pengeboran eksplorasi yang ada, perlu ditentukan
titik-titik bor dengan pola tertentu untuk dilakukan sampling NAF/PAF. Dari pola tersebut akan
ditentukan tingkat kepercayaan dari hasil akhir pemodelan terhadap area eksplorasi tersebut.
Geology & Exploration DepartmentHead bertanggung jawab atas perencanaan dan pengambilan
contoh batuan dari kegiatan eksplorasi.

Gambar 8. Contoh batuan berupa chip dan core dari kegiatan eksplorasi
3.2 Analisis Contoh
Analisis contoh merujuk pada Ian Wark Research Institute, ARD Test Handbook danSNI 06-65972001 yakni melalui uji statik untuk mengidentifikasi sumber air asam tambang (acid mine drainage)
yang dilakukan di laboratorium NAG Environment Department.

V-7

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Gambar 9. Preparasi dan analisis contoh batuan di Laboratorium Environment Department

3.3 Pemodelan
Hasil analisis yang dilakukan oleh Laboratorium Environmentdikirim ke Geology & Exploration
Department.Data tersebut akan diolah lalu dimodelkan menggunakan perangkat lunak atau secara
manual yang menghasilkan model sebaran vertikal dan horisontal material PAF dan NAF. Dari model
tersebut dapat dihitung volume insitu dari tiap jenis material dan penyebarannya. Hasil pemodelan ini
kemudian dinyatakan dalam laporan yang diserahkan kepada Departemen Mine Planning & Control.
3.4 Perencanaan
Depatemen Mine Planning & Control menggunakan data model geokimiadalam optimasi cadangan
batubara dan jumlah material batuan penutupPAF dan NAF. Hasil optimasi tersebut selanjutnya
menjadi dasar dalam membuat desain detail kegiatan penambangan. Berdasarkan pelaksanaan
penambangan dan penimbunan yang telah dijadwalkan, pelaksanaan pengontrolan proses pengelolaan
AAT juga dilakukan, mulai dari pengambilan contoh dari lubang peledakan batuan penutup,
penimbunan batuan secara selektif, pembentukan lapisan penutup timbunan dan pengujian kualitasnya,
sampai dengan penyebaran kembali tanah pucuk dan penanaman. Semua kegiatan tersebut bertujuan
untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya air asam tambang.
3.5 Uji Verifikasi Model Geokimia
Verifikasi dari model geokimia dilakukan melalui pengambilan contoh pada area yang akan
ditambang, yaitu sampel cutting bor lubang peledakan. Pengambilan contoh dilakukan secara
representatif agar didapat hasil analisis yang benar-benar mewakili kondisi area tersebut. Analisis
contoh dilakukan di laboratorium NAG Environment Department.
3.6 Penafsiran Hasil Analisis
Hasil analisis laboratorium terhadap identifikasi tipe batuan yang masih berupa tipe batuan beserta
titik koordinat sampling dan kedalaman lubang bor peledakan selanjutnya diolah oleh Geology
Evaluator untuk dibuat menjadi area blok NAF/PAF sesuai dengan hasil analisis sampel. Hasil
penafsiran ini dikirimkan segera kepada Mine Operation Department dan mitra kerja setelah hasil
analisis laboratorium.
Batas blok NAF di lapangan selanjutnya akan ditandai oleh Survey Department. Dengan adanya tanda
tersebut, area material NAF lebih mudah dikenali oleh tim operasional sebelum dilakukan pengaturan
penempatan batuan penutup di disposal.

V-8

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Gambar 10. Kegiatan pengambilan contoh cutting bor lubang peledakan dan pencatatan data
kelengkapannya

3.7 Penempatan Material Batuan Penutup
Material batuan penutup dari area peledakan selanjutnya ditentukan penepatannya oleh Mine
Operation Department dan mitra kerja berdasarkan tipe batuan. Batuan PAF ditempatkan pada
timbunan disposal bagian bawah, sedangkan batuan NAF ditempatkan di bagian atas atau luar untuk
melapisi dan menyelimuti batuan PAF.
Pada lokasi penimbunan dilakukan pemasangan batas timbunan batuan PAF dan NAF berupa pita dan
papan petunjuk. Kedua tanda ini dijadikan panduan bagi operator alat angkut dan pengawas untuk
menempatkan batuan sesuai dengan lokasi yang telah direncanakan.
4 Tantangan Pengelolaan AAT
LMO menghadapi permasalahan AAT sejak diketahui adanya area yang memiliki beban keasaman
cukup tinggi dan hasil model geokimia batuan menunjukan hanya 30 persen dari total volume material
batuan penutup yang tidak berpotensi membentuk AAT. Hal ini mengakibatkan terbatasnya material
yang dapat digunakan sebagai lapisan penutup material PAF di disposal. Kondisi ini juga
mengakibatkanbeban pengolahan di WMP menjadi tinggi sehingga kebutuhan kapur sebagai penetral
menjadi semakin meningkat yang berdampak pada peningkatan biaya pengolahan dan operasi
penambangan.Selain itu, potensi AAT di area disposal akan mengganggu pertumbuhan tanaman
revegetasi sehingga mempengaruhi proses reklamasi area bekas tambang.
Dalam upaya pencegahan, strategi pelapisan atau capping material PAF dengan menggunakan
material NAF atau material lainnya perlu dikembangkan untuk mendapatkan metode terbaik yang
efektif dan efisien sehingga pencegahan AAT di area disposal dapat dilakukan.Sistem pengolahan baik
dalam aspek unit operasi maupun proses juga dikembangkan sehingga proses netralisasi AAT dapat
berjalan dengan optimal baik selama tahap penambangan maupun pascatambang.
5 Penutup
Dominasi material PAF di LMO sebesar 70 persen dari material batuan penutup menyebabkan potensi
AAT di site ini cukup besar. Hal ini dapat terlihat dari tingginya beban pengolahan di setiap WMP di
LMO.Berbagai upaya terus dilakukan untuk menghindari potensi dampak negatif AAT terhadap
lingkungan di sekitar area penambangan. Identifikasi potensi AAT dilakukan secara periodik
mengikuti kemajuan penambangan untuk mengklasifikasikan batuan penutup yang akan ditimbun di
area disposal.
V-9

Seminar Air Asam Tambang ke-5 dan Pascatambang di Indonesia

Bandung, 28 Oktober 2014

Studi-studi terkait pencegahan dilakukan untuk mengetahui performa berbagai skenario yang
disesuaikan dengan keterbatasan material NAF di LMO. Begitu pula dengan sistem pengolahan yang
dikembangkan baik metode pasif maupun aktif agar pengolahan AAT dapat berjalan secara optimal
sebelum dialirkan ke badan air penerima.
Penelitian dan pengembangan terus dilakukan dan diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik dalam meningkatkan performa pengelolaan lingkungan di LMO.
Referensi
Abfertiawan M.S., Acid Mine Drainage Management Using Catchment Area Approach, Thesis, June
2010, Bandung (in Bahasa Indonesia)
Abfertiawan M.S. and Gautama R.S. Development of Catchment Area Approach in Management of
Acid Mine Drainage, International Mine Water Association Congress 2011, September 9, 2011,
Aachen, Germany
Abfertiawan M.S., et.al. The Challenges in Acid Mine Drainage Management in Lati Coal Mine
Operation, East Kalimantan. Mine Planning and Equipment Selection Conference, 2013,
Dresden, Germany
Fajarwati,A.. Kajian Uji Kinetik Menggunakan Free Draining Leach Column Test Dan Humidity Cell
Test Untuk Emprediksi Potensi Air Asam Tambang Di Tambang Batubara Thesis, June 2010,
Bandung (in Bahasa Indonesia)
Gautama R.S., Kusuma G.J, Lestari Iin, Anggana R.P., 2010, Weathering Behaviour of OverburdenCoal Ash Blending in Relation to Overburden Management for Acid Mine Drainage Prevention
in Coal Surface Mine. – In: Wolkersdorfer, Ch. & Freund, A.: Mine Water & Innovative
Thinking. – p. 417 – 421; Sydney, Nova Scotia (CBU Press).
Lestari, I., et.al. Studi Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash dalam Pengelolaan Batuan Penutup
untuk Pencegahan Air Asam Tambang. Persatuan Ahli Pertambangan Indonesia. 2011

V-10