MUSIK GAMAT SEBAGAI MUSIK PROSESI SEBUAH

1

MUSIK GAMAT SEBAGAI MUSIK PROSESI
(SEBUAH TINJAUAN SOSIAL BUDAYA)
Oleh: Martarosa
Dalam Jurnal: ANTROPOLOGI FISIP Univesitas Andalas Padang,
ISSN: 1410-8356 Tahun IV, No. 6. 2002.
I.
Manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa, dalam menciptakan
tata kehidupannya yang unik serta menandai eksistensinya sebagai
makhluk

yang

berbudaya.

Budi

daya

manusia


ditopang

oleh

kemampuan berfikir, merasakan dan berbuat, ia mengembangkan
pola

dasar

kehidupannya

dengan

cara

memberikan

penilaian,


penafsiran dan prediksi terhadap alam lingkungan. Inti perjuangan
hidup manusia tersebut pada dasarnya adalah menentukan tata nilai
yang ia hadapi sepanjang waktu sehingga tercipta apa yang kita
kenal sebagai: kebudayaan.1
Kebudayaan ditinjau dari wujudnya paling sedikit mempunyai
tiga wujud, yaitu: (1) wujud sebagai suatu komplek gagasan, konsep,
dan pikiran manusia; (2) wujud sebagai komplek aktivitas; dan (3)
wujud sebagai benda.2 Kebudayaan juga mempunyai isi berupa tujuh
unsur kebudayaan universal, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi,
(3) sistem mata pencarian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial,
(5) sistem pengetahuan, (6) religi, dan (7) kesenian.3
1

Pranjoto Setjoatmodjo, 1981/1982, “Seni Sebagai Media Komunikasi Budaya”, dalam Analisis
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Tahun II Nomor 3, p. 81.
2
J.J Honigman, 1959, The World of Man, Harper & Brother, New York, pp. 11-12. Honigman
menyatakan bahwa kebudayaan dapat berupa: (1) ideas, (2) activities, (3) artifacs.
3
Koentjaraningrat, 1985, “Persepsi tentang Kebudayaan Nasional”, dalam Persepsi tentang

Kebudayaan, Alfian (ed.), Gramedia, Jakarta, p. 102.

2

Apabila kebudayaan itu digambarkan seperti pengertian di atas,
maka kesenian adalah tidak lain dari unsur kebudayaan yang
bersumber pada rasa, terutama rasa keindahan yang ada pada
manusia. Rasa keindahan itu dapat disentuh lewat panca indra,
yaitu lewat penglihatan mata, pendengaran telinga, penciuman
hidung, perasaan lidah, dan perasaan pucuk jari-jari, 4 yang sudah
sejak

lama

tumbuh

dan

berkembang


dalam

suatu

kehidupan

masyarakat.
Bentuk dan wujud kesenian menjadi spesifik karena dibentuk
oleh masyarakat yang mempunyai kebiasaan, adat-istiadat, ilmu
pengetahuan, serta dipengaruhi oleh unsur alam tempat tumbuh dan
berkembangnya kesenian tersebut. Bentuk dan wujud kesenian ini
oleh

masyarakat

pendukungnya

dijadikan

sebagai


lambang

kebanggaan dan akan menjadi ciri khas suatu daerah. Dalam hal ini
tujuan utama penyelenggaraannya adalah untuk menciptakan dan
mendorong rasa kebersamaan antar warga suatu masyarakat.5
Dari beberapa uraian diatas akan terlihat dalam kehidupan
manusia, bahwa kesenian khususnya musik sudah merupakan suatu
kebutuhan dan memegang peranan tertentu dalam sesuatu bentuk
perilaku. Hal demikian tidak dapat disangkal lagi, sungguhpun sampai
dimana arti kebutuhan musik tersebut baginya relatif sulit memberi
batasan. Dalam artian, suka disini bukan berarti menyenangi semua
jenis musik, tetapi setidak-tidaknya satu jenis musik pasti mempunyai
arti dan disenanginya antara yang satu dengan yang lainnya.
4

Selo Soemardjan, 1980/1981, “Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan”, dalam Analisis
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Tahun I, Nomor 2, p. 19.
5
Edy Sedyawati, 1981, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar Harapan, p. 119.


3

Penegasan selanjutnya seperti diungkapakan Wouter Paap sebagai
berikut:

“Kalau

ada

dibicarakan

mengenai

musikalitas,

maka

kebanyakan orang akan mengatakan bahwa mereka pada umumnya
suka akan musik, tapi selanjutnya tidak tahu apa-apa tentangnya.” 6

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik adalah sebagai
bagian dari kebudayaan yang mempunyai kegunaan tersendiri, serta
berfungsi untuk membentuk perilaku dalam kehidupan manusia.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, timbul inti permasalahan
tentang penggunaan dan fungsi musik gamat sebagai musik prosesi
dalam masyarakat Kecamatan Koto XI Tarusan,

Pesisir Selatan,

Sumatera Barat; mengapa orang mengatur dan menyelenggarakan
pertunjukan musik itu, mengapa mereka menghadirinya. Makna dari
kesemua itu, dapat dianggap sebagai suatu peristiwa dari musik
tersebut yang mempengaruhi perasaan dan perhatian masyarakat
pendukungnya.
Menurut John E. Kaemmer, makna dan manfaat menganut sifat
sama

sebagai pandangan pengalaman subyektif individu. Makna

pada dasarnya akan menunjuk pada reaksi seseorang terhadap

peristiwa musik yang diingat atau dialami, sedangkan manfaat adalah
cara

memadukan

makna

dalam

merancang

dan

mewujudkan

peristiwa musik. Makna yang diberikan orang pada musik merupakan
bagian dari motivasinya, sedangkan perwujudan pertunjukan dan
suara musik muncul adalah dari motivasi tersebut. Bagian ini
menekankan bagaimana makna musik dialihkan ke dalam tindakan
sosial dan individu, serta dampak tindakan itu dalam masyarakat.

Masalah

penggunaan

motivasi tersebut.

6

dan

fungsi

menyangkut

kepada

sumber

Motivasi dan tujuan masyarakat menghadiri


Wouter Paap, Bagaimana Mengerti Dan Menikmati Musik, Saduran: J.A. Dungga, PT. Aksara
Kencana, Jakarta, 1986, p. 10.

4

pertunjukan adalah merupakan persoalan penggunaan musik. Apakah
tujuan itu terwujud. Adalah merupakan masalah fungsi.7
Dalam kehidupan sosial masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan
musik gamat sebagai musik prosesi disebut musik tradisional, karena
sering digunakan dalam upacara-upacara

adat seperti upacara

perkawinan yang terdiri dari berbagai macam bentuk upacara adat
diantaranya: (1) upacara adat maanta anak pisang (mengantar) anak
pisang)8:

(2)

upacara


adat

maanta

marapulai

(mengantarkan

mempelai laki-laki),9 (3) upacara adat maanta sirieh (mengantarkan
sirih),10 dan (4) upacara adat maanta anak daro (mengantarkan anak
dara).11 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik tersebut juga
merupakan suatu indikasi yang eksistensinya berfungsi di tengahtengah

kehidupan

masyarakat

pendukungnya

merupakan

nilai

tersendiri, yang sampai sekarang masih dapat dilestarikan.
Secara musikologis bentuk komposisi musik gamat

sebagai

musik prosesi merupakan gabungan musik instrumental dengan
musik

vokal

yang

bercorak

joget,12

sedangkan

bentuk

pertunjukannya, para penyaji musik bermain sambil berjalan kaki di
sepanjang jalan sesuai dengan jarak tempuh yang diingini oleh
penganten yang akan diprosesikan. Adapun instrumen yang disajikan
7

John E. Kaemmer, 1993, Music in Human Life Anthropology Perspectives on Music, University
of Texas Press, Austin, pp. 142-143.
8
Upacara adat maanta anak pisang maksudnya adalah merupakan upacara prosesi untuk
pengantin laki-laki atau pengantin perempuan yang dilaksanakan oleh bako (pihak keluarga bapak di
Minangkabau). Untuk merayakan upacara tersebut pengantin laki-laki atau pengantin perempuan
diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu dari masing-masing kedua pengantn tersebut.
Upacara ini dilaksanakan sebelum upacara pernikahan ber-langsung.
9
Upacara adat maanta marapulai maksudnya adalah merupakan upacara prosesi sebelum
penganten laki-laki melaksanakan akad nikah di rumah penganten perempuan. Upacara ini diprosesikan
dari rumah penganten laki-laki ke rumah penganten perempuan.
10
Upacara adat maanta sirieh maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan
dari rumah penganten perempuan ke rumah penganten laki-laki. Hal ini dilaksanakan setelah selesainya
kedua penganten tersebut melaksanakan upa-cara akad nikah di rumah penganten perempuan.
11
Upacara adat maanta anak daro maksudnya adalah merupakan upacara prosesi yang
dilaksanakan setelah pernikahan berlangsung selama dua tahun dan biasanya sudah mempunyai anak.
Dalam upacara ini si isteri diprosesikan bersama anaknya dari rumah orang tua suaminya ke rumah orang
tua si isteri atau ke rumah mereka sendiri kalau sudah memilikinya.
12
Joget; sejenis tempo dalam musik gamat yang menggunakan syair berirama cepat dan
bersuasana riang dan gembira.

5

terdiri dari: biola, gendang , tambourin dan vokal. Namun tak kalah
menariknya juga bentuk garapan syair yang digunakan dalam teks
lagu tersebut adalah bersifat strophik (mengulangi melodi yang sama
dengan garapan teks yang berbeda), sehingga terwujudnya suasana
yng cenderung tidak membosankan bagi penikmatnya. Dalam artian
tema apa saja menurut kehendak para penyaji dapat

dinyanyikan

asalkan sesuai dengan alur melodi yang disajikan.
Dengan demikian untuk membahas masalah penggunaan dan
fungsi

musik

gamat

seabagai

musik

prosesi

dalam

budaya

masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, terlebih dahulu perlu
dijelaskan

bahwa

terdapat

perbedaan

titik

perhatian

antara

masyarakat sebagai bagian dari pertunjukan (participants), dengan
pengamat sebagai seorang asing (outsider) dalam pertunjukan
tersebut.

Dalam

hal

ini,

masyarakat

sebagai

participants

perhatiannya diatur oleh suatu dinamika kasus yang spesifik,
sementara pengamat sebagai orang asing dalam pertunjukan itu
motivasinya mencakup bentuk kepentingan khusus dan dampak
umum dari penyelenggaraan musik. “Hal ini akan jelas apabila
masyarakat menginginkan sesuatu dari peristiwa pertunjukan musik
gamat

sebagai

musik

prosesi,

maka

pengamat

lebih

tertarik

memandang suatu peristiwa musik sebagai hasil untuk mengetahui
dampak apa yang diharapkan dan muncul pada situasi pertunjukan
berlangsung.”

Mengingat

kepentingan

masyarakat

sebagai

participants bersifat individu dan khusus serta kepentingan pengamat
yang bersifat universal, maka untuk memahami persoalan yang
berkembang, dilakukan penelitian motivasi yang terjadi di tengahtengah masyarakat tersebut.
II

6

Permasalahan yang akan dibicarakan terhadap obyek tersebut
di atas, pada dasarnya adalah mengenai keberadaan musik gamat
sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat pendukungnya.
Sesuai dengan sasaran yang akan dicapai, maka pendekatan yang
dipakai adalah pendekatan interdisipliner dengan konsep-konsep
antropologi dan sosiologi. Konsep fungsi dalam ilmu sosial dan
antropologi,

salah

satu

dintaranya

seperti

yang

Durkheim, bahwa “fungsi” sesuai institusi sosial

didefinisikan

ialah hubungan

fungsi itu dengan keperluan organisme sosial”. 13 Dalam penjelasan
yang lebih konkrit, dapat dipedomani penjelasan Malinowski bahwa, “
Function means, therefore , always the satisfaction of need, from the
simplest act eating to the sacramental performance…”.14 Berkaitan
dengan hal di atas menurut S. Budhisantoso pentingnya arti kesenian
sebagai ungkapan keindahan, sesungguhnya juga karena ia memiliki
delapan macam fungsi sosial yaitu sebagai: (1) sarana kesenangan;
(2) bersantai atau hiburan; ungkapan jati diri; (3) sarana jati diri; (4)
sarana integratif; (5) sarana penyembuhan (therapeutic significance);
(6) sarana pendidikan; (7) sarana integrasi dalam masa kacau; (8)
lambang

yang

penuh

makna

dan

mengandung

kekuatan. 15

Selanjutnya Soedarsono melihat fungsi seni, terutama dari hubungan
praktis dan intergritasnya, mereduksi menjadi tiga fungsi utama,
yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai
ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri; dan (3)
sebagai penyajian estetik.16 Secara umum dari kedua teori di atas,
13

Durkheim dalam A.R. Radcliffe-Brown. 1952. Structure and Function in Primitive
Society.Terjemahan, Ab. Razak Yahya. 1980. dalam judul Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat
Primitif. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian dan Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur. p. 159.
14
Bronislaw, Malinowski, 1944. A Scientific Theoryof Culture and other Essays. The University
of North Carolina Press, Chapel Hill. p. 159.
15
Budhisantosa, “Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya Dalam Konteks Sentral Dan
Strategis”, Makalah seminar Nasional Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya, ISI Yogyaakarta, 12
Desember 1991.
16
Soedarsono, “Pendidikan Seni Dalam kaitannya dengan keparawisataan”. Makalah
Seminar Dalam Rangka Peringatan Hari Jadi Jurusan Pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP
Yogyakarta, 12 Pebuari 1995.

7

cenderung pengertian “fungsi” hampir bersamaan dengan kegunaan.
Namun sejalan dengan kedua pendapat tersebut, cenderung musik
gamat mempunyai fungsi sosial, ungkapan perasan pribadi yang
dapat menghibur diri dan penyajian estetika.
Bertitik tolak dari teori fungsi yang spesifik, disamping tidak
mengurangi teori fungsi yang dikemukakan oleh kedua pendapat di
atas, secara konseptual Merriam dengan tegas mengemukakan
pendapatnya tentang perbedaan arti kata “fungsi” dan “guna” musik
dalam

suatu

masyarakat.

Apabila

membicarakan

fungsi

akan

berkaitan dengan sebab-sebab kenapa musik digunakan, sehingga
akibat dari musik yang dihidangkan itu tercapai tujuan yang paling
utama. Dengan perkataan lain, apa yang diberikan musik untuk
manusia,

itulah

fungsi

musik

baginya.

Selanjutnya

apabila

membicarakan guna, akan berkaitan dengan penggunaannya dalam
masyarakat; apakah musik untuk dirinya sendiri atau diperbantukan
untuk kegiatan-kegiatan yang lain.17 Selanjutnya lebih jauh Merriam
menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi
sebagai berikut.
Music is “used” in certain situations and becomes a part of
them, but it may or may not also have a deeper “function”. If
the lover uses song to woo his love, the function of such music
may be analyzed as the continuity and perpetuation of the
biological group. When the supplicant uses music to approach
his god, he is employing a particular mechanism in conjunction
with other mechanisms such as dance, prayer, oeganized ritual,
and ceremonial acts. The function of music, on the other hand,
is inseparable here from the function of religion which may
perhaps be interpreted as the establishment of a sence of
security vis-à-vis the universe. “Use” then, refers to the
situation in which music is employed in human action;
“function” concerns the reasons for its employment and
particulary the broader purpose which it serves.18

17

Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, Chicago: Northewestern University Press, 1980,

p.210.
18

Ibid.

8

Memahami

kutipan

di

atas

terlihat

bahwa

Merriam

membedakan pengertian kegunaan dan fungsi musik berdasarkan
tahap dan dampaknya dalam suatu masyarakat. Musik digunakan
dalam situasi yang tepat dan situsi itu menjadi bagian dari musik.
Kegunaan dapat atau tidak dapat menjadi fungsi yang lebih dalam.
Dia memberikan contoh, jika seseorang pecinta menggunakan
nyanyian untuk merayu orang yang dicintainya, maka fungsi musik
disini dapat di analisis sebagai kontinuitas dan kesenambungan
biologis (keturunan). Jika seseorang menggunakan musik untuk
mendekatkan

diri

kepada

Tuhan,

maka

mekanisme

tersebut

berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, ritual
yang teroganisir, dan kegiatan-kegiatan serimonial. “kegunaan”
menunjukan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia;
sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai
melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar
apa yang dapat dilayaninya.
Berkaitan dengan hal tersebut dapat dipahami bahwa kegunaan
musik gamat sebagai musik prosesi dalam budaya masyarakat
kecamatan Koto XI Tarusan, hanya terbatas pada konteks upacara
adat. Oleh karena itu, fungsi lebih ditekankan pada akibat yang
ditimbulkan oleh kegunaan musik tersebut.

III
Teori fungsi yang dikemukakan oleh Merriam di atas, dijadikan
sebagai titik tolak untuk membahas kegunaan dan fungsi musik
gamat sebagai musik prosesi dalam berbagai upacara adat dalam
budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, sebagai berikut.

9

A. Kegunaan
Dalam

kebudayaan

Minangkabau

perkawinan

adalah

merupakan persoalan dan urusan kaum kerabat, mulai dari mencari
pasangan, membuat persetujuan, pertunangan, dan pernikahan,
bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan tersebut.
Pada hakikatnya perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang
hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangga saja,
tetapi hal ini sesuai dengan falsafah Minangkabau yang telah
menjadikan semua orang hidup bersama-sama, maka rumah tangga
menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan
suami

isteri

juga

tidak

terlepas

menjadi

masalah

bersama.

Kesemuanya ini dilakukan oleh karena pola perkawinan mereka
bersifat eksogami, sehingga kedua belah pihak atau salah satu pihak
dari

yang

menikah

pasangannya.

itu

tidak

lebur

ke

dalam

kaum

kerabat

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sesuai

19

dengan struktur masyarakat Minangkabau, setiap orang adalah warga
kaum dan suku mereka masing-masing, yang tidak dapat dialihkan,
dan setiap orang menjadi kaumnya masing-masing, meskipun telah
beranak-pinak dari hasil perkawinan tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua tatacara perkawinan
dalam masyarakat Minangkabau yang harus dilakukan. Pertama
menurut agama atau syarak adalah mengucapkan akad nikah di
depan khadi, sedangkan yang kedua yaitu menurut adat perlu
dilakukan upacara perkawinan. Semua tatacara ini lazim dilakukakan
oleh masyarakat yang akan mau berumah tangga, dan akan terasa
janggal apabila mereka tidak melakukan semua tatacara tersebut.20
Kalau dilihat secara umum tatacara adat dalam upacara
perkawinan di Minangkabau adalah sama. Namun ditinjau dari kultur19

A.A. Navis, 1984, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat Dan Kebudayaan Minangkabau,
Temprin, Jakarta. p 193.
20
Ibid., p. 197.

10

historis,

cenderung

Minangkabau

lebih

untuk

daerah

banyak

rantau

yaitu

“bersentuhan”

daerah

dengan

Pesisir

pendatang-

pendatang asing,21 maka untuk merayakan pelaksanaan upacara adat
dalam penggunaan musikpun pada daerah tersebut juga berbeda
dibanding

dengan

daerah-daerah

Minangkabau).

Perbedaan

berkembangnya

musik

lainnya

tersebut

gamat

(di

dapat

sebagai

luar

dilihat

musik

prosesi

Pesisir
dengan
dalam

masyarakat Pesisisr Minangkabau khususnya masyarakat kecamatan
Koto XI Tarusan.
Keberadaan musik gamat sebagai musik prosesi di daerah
tersebut biasanya digunakan untuk kegiatan sosial masyarakat antara
lain adalah untuk upacara perkawinan yang terdiri dari berbagai
macam bentuk upacara adat sebagai berikut.
1. a.

Upacara Adat Maanta Anak Pisang untuk Pengantin

Perempuan
Acara

puncak

dari

upacara

maanta

anak

pisang

untuk

pengantin perempuan, adalah merupakan upacara prosesi yang
dilaksanakan oleh bako (pihak keluarga bapak/ayah di Minangkabau)
untuk pengantin perempuan sebelum waktu menikah berlangsung.
Untuk

merayakan

upacara

tersebut

pengantin

perempuan

diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu sipengantin
perempuan (ke tempat upacara perhelatan berlangsung). Dalam
pelaksanaan upacara ini bako mengundang masyarakat kampung
dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam artian secara tak
langsung bako juga mengadakan perhelatan kecil yaitu khusus untuk
kaum ibu-ibu yang dianggap karip dengannya. Tujuannya adalah
untuk merayakan pelanjut keturunan ayahnya yang sesudah ini akan
menjalani hidup berumah tangga.

21

Dada Meuraxa, 1974, Sejarah Kebudayaan Jakarta, p. 467.

11

Kira-kira jam 13.00 siang pengantin perempuan dan beberapa
pengiringnya biasanya anak-anak perempuan dari pihak keluarga
pengantin tersebut dijemput dari rumahnya dibawa ke rumah bako
oleh beberapa anak gadis dari pihak bako. Disana telah menunggu
keluarga bako, semenda dekat bako dan beberapa mamak (saudara
laki-laki ibu) keluarga tersebut. Di kamar bako perlengkapan pakaian
untuk pengantin perempuan berserta pengiringnya itu sudah tersedia
sekaligus dengan orang yang akan memasangkannya. Sesudah
pengantin dan pengiringnya tersebut berpakaian lalu dipersilahkan
makan dan berdo’a bersama-sama, yang dihadiri oleh ayah pengantin
perempuan

dan

pihak

keluarga

bako.

Setelah

itu

pengantin

perempuan bersalaman dengan kelurga yang hadir tersebut. Jika
ayahnya telah meninggal dunia, pada saat itu terdengarlah isak
tangis kedua belah pihak. Dalam tangisan itu terdengarlah suara dari
bako mengatakan kepada pengantin perempuan itu bahwa “ayah
telah pergi dan kami (bako)lah sebagai wakilnya”. Fenomena yang
demikain

kadang-kadang

membuat

suatu

peristiwa

yang

mengesankan dari kedua belah pihak, karena memunculkan suasana
sedih dan gembira.
Selanjutnya

pada

jam

14.00

setelah

para

undangan

berdatangan dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan,
pengantin beserta pengiring tersebut dibawa turun dari rumah
dengan berpayung panji dan diiringi oleh beberapa orang pengiring.
Disamping adanya pengring anak-anak juga diiringi oleh beberapa
orang pengiring lain diantaranya: dua orang sumendan (pendamiping
untuk kiri kanan pengantin perempuan); satu orang pembawa juadah
(makanan); dua atau tiga orang pembawa pemberian bako serta para
undangan. Kemudian barulah diprosesikan bersama para undangan
yang disemarakkan oleh sekelompok musik gamat sebagai musik
prosesi di sepanjang jalan sampai ke rumah bapak atau ibu pengantin
perempuan atau ke tempat perhelatan berlangsung.

12

1. b. Upacara adat Maanta Anak Pisang untuk Penganten
Laki-laki
Acara puncak dari upacara adat maanta anak pisang untuk
pengantin

laki-laki

adalah

merupakan

upacara

prosesi

yang

dilaksanakan oleh bako dari pihak pengantin laki-laki. Pengantin lakilaki diprosesikan dari rumah bako ke rumah bapak atau ibu dari
pengantin

tersebut

berlangsung).Untuk

(ke

pelaksanaan

tempat
upacara

upacara

perhelatan

ini

bako

pihak

juga

mengundang masyarakat kampung khusus kaum ibu-ibu yang
dianggap karip dengannya, yang tujuannya sama dengan upacara
prosesi yang dilakukan pengantin perempuan sepeti telah diuraikan di
atas. Walaupun ada sedikit perbedaan dalam bentuk prosesi yang
dilakukan.
2. Upacara Adat Maanta Marapulai
Acara puncak dari upacara adat maanta marapulai adalah
merupakan

upacara

prosesi

sebelum

pengantin

lakil-laki

melaksanakan akad nikah di rumah pengantin perempuan. Upacara
ini dapat dilaksanakan ketika pengantin laki-laki sudah dijemput oleh
utusan dari pihak pengantin perempuan. Pihak yang menjemput
tersebut ada kalanya salah satu dari mamak pengantin perempuan
atau semenda yang diiringi oleh seorang pemuda pembawa cerana
yang berisikan sirih serta syarat-syarat lainnya menurut ketentuan
daerah tersebut.
Untuk merayakan upacara tersebut, sebelumnya pengantin lakilaki mengundang para kaum kerabat keluarga serta sahabatsahabatnya. Sudah merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat
kecamatan Koto XI Tarusan bahwa yang mengundang tersebut
langsung pengantin laki-laki bersama beberapa orang pengiringnya
yang dianggap sahabat dekat dengannya yang langsung mendatangi
orang-orang yang akan diundang tersebut.

13

Selanjutnya di rumah pengantin laki-laki pihak yang menjemput
tersebut dinanti pula oleh ninik mamak berserta para undangan
dengan cerana berisi sirih dan pinang sebagai tanda atau lambang
berdirinya adat di rumah tersebut. Upacara ini merupakan acara adu
fasih lidah, mengungkap ujung kata dan bersahut-sahutan antara
pihak pengantin perempuan yang datang dengan pihak penganten
laki-laki yang menunggu. Pada hakikatnya adalah menyampaikan
maksud

menjemput

diundangnya

sebagai

marapulai
pengiring

bersama
atau

anak

muda

penggembira

ke

yang
rumah

penganten perempuan untuk melaksanakan akad nikah.
Setelah acara tersebut selesai dengan waktu yang telah
ditentukan barulah penganten laki-laki ini diprosesikan kerumah calon
istrinya yang disemarakkan dengan musik gamat sebagai musik
prosesi. Sungguhpun bentuk prosesinya sedikit berbeda dengan
upacara maanta anak pisang baik untuk pengantin perempuan
maupun untuk pengantin laki-laki yang upacara iringannya

khusus

untuk kaum perempuan, sedangkan pada upacara maanta marapulai
khusus untuk kaum laki-laki kecuali pembawa juadah (makanan) dan
para pesumendan.
3. Upacara Adat Maanta Sirieh
Acara

puncak

dari

upacara

adat

maanta

sirieh

adalah

merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan oleh kedua pengantin
laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilaksanakan ketika sudah
selesainya kedua pengantin tersebut melaksanakan upacara akad
nikah di rumah pengantin perempuan, maka pada waktu itu juga
kedua pengantin tersebut diprosesikan.
Dalam pelaksanaan upacara ini seluruh para undangan yang
hadir pada waktu upacara pernikahan berlangsung baik kaum laki-laki
maupun

perempuan,

ikut

bersama

kedua

pengantin

tersebut

berprosesi dari rumah pengantin perempuan ke rumah penganten
laki-laki. Tujuan upacara ini adalah menandakan kedua belah pihak

14

sudah selesai menikah dan sudah dianggap resmi untuk hidup
berumah tangga, maka ketika itu juga pihak pengantin perempuan
bersama pengantin laki-laki mengunjugi rumah mertuanya. Upacara
ini disemarakkan dengan musik gamat sebagai musik prosesi.
4. Upacara Adat Maanta Anak Daro
Acara puncak dari upacara adat maanta anak daro adalah
merupakan upacara prosesi yang dilaksanakan untuk anak-anak dari
rumah bakonya kerumah bapak/ibunya. Tujuannya adalah untuk
mempererat hubungan silatuhrahimi antara pihak keluarga bako
dengan pihak keluarga anak menantu perempuan mereka serta anakanaknya. Dalam artian pelaksanaan upacara ini adalah merupakan
tanggung jawab bako, terhadap anak menantunya apabila mereka
sudah mempunyai anggota keluarga.
Pada upacara ini anak-anak tersebut dijemput oleh beberapa
orang anak gadis dari pihak bako. Dalam artian di rumah bako sudah
disediakan pakaian untuk anak-anak cucu mereka sekaligus dengan
tukang pasang pakaiannya. Bentuk pakaian yang dipakaikan adalah
sama dengan pakaian pengantin dewasa, tetapi ukurannya khusus
untuk anak-anak. Setelah anak-anak tersebut selesai berpakaian, di
dalam rumah sudah dihadiri dengan kaum kerabat bako dan
disediakan jamuan makanan, maka diadakan acara berdo’a untuk
anak cucu meraka agar menjadi orang yang berguna dan berbakti
kepada orang tua mereka ketika dewasa. Selanjutnya pihak bako juga
memberi berupa buah tangan mereka seperti, cincin emas, kain
panjang, dan pembawaan para undangan lannya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan upacara ini hampir sama saja
dengan upacara maanta anak pisang seperti telah diuraikan di atas,
hanya saja perbedaannya upacara ini khusus untuk anak-anak. Untuk
mengiringi upacara ini juga di semarakkan oleh musik gamat sebagai
musik prosesi.

15

B. Fungsi.
Bertitik

tolak

dari

musik

gamat

sebagai

musik

prosesi

digunakan untuk menyemarakkan upacara adat dalam budaya
masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, maka pertunjukan tersebut
mempunyai beberapa fungsi bagi masyarakatnya sebagai berikut.
1. Hiburan.
Berkaitan

dengan

fungsi

musik

sebagai

hiburan

dalam

masyarakat, Merriam menjelaskan sebagai berikut:
Music provides an entertainment function in all societies. It
needs only to be pointed out that a distinction must probably
be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a
particular feature of music in Western society, and
entertainment combined with other functions. The latter may
well be a more prevalent feature of nonliterate societies.22
Dari kutipan di atas, secara umum musik memberikan fungsi
hiburan pada semua masyarakat. Konsep demikian tepat melihat
fungsi yang terjadi dalam musik gamat sebagai musik prosesi dalam
budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan. Menurut pengamatan
penulis fungsi yang utama dalam pertunjukan musik gamat adalah
berfungsi

sebagai

hiburan

bagi

masyarakat

peserta

upacara

tersebut.. Hal ini dapat dirasakan melalui nilai-nilai estetik musikal
yang disajikan oleh kelompok musik gamat

sebagai musik prosesi

melalui musik instrumental dan vokal yang bernuansa riang dan
gembira bagi mereka lazim disebut joget.
Bentuk

komposisi

musik

merupakan gabungan antara
tidak

dapat

dipisahkan.

gamat

musik

Kedua

sebagai

instrumental

bentuk

musik

musik

prosesi

dan vokal yang
tersebut

adalah

merupakan satu jalinan terkait, seperti musik keroncong, pop dangdut
dan sebagainya. Oleh karena itu yang menarik pada musik tersebut,
disamping perjalanan melodinya yang khas, juga syair-syair atau
22

Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.

16

pantun-pantun

yang

dilagukan

berkaitan

dengan

kisah-kisah

kehidupan masyarakat. Kadang-kadang tak mengherankan kisah
yang dilagukan tersebut menyangkut kisah masyarakat setempat
atau kisah para penyaji itu sendiri, pertunjukan musik gamat sebagai
musik prosesi disajikan. Dalam artian terciptalah suasana haru, lucu,
dan sebagainya, sehingga fungsi musik gamat sebagai musik prosesi
dapat terlihat sebagai hiburan masyarakat dalam upacara prosesi
tersebut.
Namun, berkaitan dengan pertunjukan musik gamat sebagai
musik prosesi, dalam rangka menyemarakkan upacara-upacara adat,
maka

dapat

memberikan

hiburan

disamping

kepada

peserta

iringannya juga kepada orang-orang disekitarnya. Hal demikian juga
pemberi semangat kepada para peserta agar tidak merasa keletihan
dalam mengikuti upacara tersebut. Adapun peserta prosesi yang
dimaksud adalah para kerabat pihak penyelenggara perhelatan.
Terhibur

atau tidaknya seseorang oleh pertunjukan musik

tersebut hampir tidak terucapkan oleh mereka. Hal ini, secara umum
dapat terlihat dan tercermin dalam perilaku mereka yang penuh
semangat

dalam

mengikuti

upacara

prosesi

tersebut

dengan

suasana; gembira, ceria, dan penuh canda gurau tentunya yang
berkaitan dengan materi yang disajikan oleh musik tersebut. Dengan
demikian dapat dikatakan dengan hadirnya musik gamat sebagai
musik prosesi dalam upacara adat, disamping untuk menyemarakkan
upacara tersebut, juga untuk memberi semangat kepada kaum
kerabat pihak penyelenggara yang mengikutinya.
2. Pengintegrasian Masyarakat.
Berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana pengintegrasian
masyarakat Merriam menjelaskan sebagai berikut.
Music, then , provides a rallying point around which the
members of society gather to engage in activities which require
the cooperation and coordination of the group. Not all music is
thus performed, of course, but every society has occasions

17

signalled by music which draw its members together and
reminds them of their unity.23
Memahami kutipan di atas, terlihat bahwa fungsi musik adalah
sebagai wadah untuk berkumpul para anggota masyarakat dan
mengajak warga tersebut untuk turut serta beraktivitas, serta
mengingatkan akan pentingnya mereka sebagai satu kesatuan
kelompok. Namun tidak semua pertunjukan musik berfungsi sebagai
sarana intergrasi, tetapi setiap masyarakat mempunyai musik seperti
yang digambarkan di atas. Konsep yang dikemukakan di atas
digunakan untuk melihat fungsi musik gamat sebagai musik prosesi
untuk sarana pengintegrasian dalam masyarakat Kecamatan Koto XI
Tarusan.
Menurut pengamatan penulis hadirnya musik gamat sebagai
musik prosesi untuk menyemarakkan berbagai upacara adat dalam
budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan, dapat dijadikan
sebagai sarana untuk integrasi masyarakat diantaranya; antar sukusuku yang berbeda, sesuku, dan antar keluarga (seperut). Kehadiran
musik gamat

sebagai musik prosesi dalam upacara adat, adalah

pemberi semangat bagi para peserta prosesi dalam mengikutinya.
Walaupun para peserta resmi diundang oleh pihak penyelenggra
perhelatan, namun kehadiran musik tersebut berpengaruh dan sangat
penting terhadap upacara adat yang dilakukan. Dapat dikatakan
bahwa tidak hadirnya musik gamat sebagai musik prosesi pada
upacara adat, mungkin saja upacara prosesi tidak jadi dilakukan oleh
pihak penyelenggaranya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi pertunjukan
musik gamat sebagai musik prosesi dalam rangka menyemarakkan
upacara adat, bagi para peserta prosesi disamping untuk wadah

23

Ibid., p. 227.

18

integrasi

masyarakat

juga

dapat

dikatakan

sebagai

pemberi

semangat para peserta prosesi dalam mengikuti upacara tersebut.
3. Komunikasi
Berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana komunikasi
Merriam mengemuka-kan sebagai berikut.
Music is not a universal language, but rather is shaped in terms
of the culture of which it is a part. In the song texts it employs,
it communicates direct information to those who undestand the
language in which it is couched. It conveys emotion, or
something similar to emotion , to those who understand its
idiom. The fact that music is shared as a human activity by all
peoples may mean that it communicates a certain limited
understanding simply by its existence.24
Dari kutipan di atas, disamping musik itu sendiri jelas terlihat,
bahwa

teks

lagu

dapat

berfungsi

sebagai

salah

satu

sarana

komunikasi. Namun musik itu sendiri bukanlah suatu bahasa yang
universal yang dapat dimengerti oleh siapa saja ,karena setiap jenis
musik yang lahir dan tumbuh pada suatu masyarakat tertentu dengan
latar

belakang

kebudayaan

yang

berbeda.

Konsep

ini

dapat

digunakan untuk menggambarkan fungsi musik gamat sebagai musik
prosesi untuk sarana komunikasi dari berbagai upacara adat dalam
budaya masyarakat Kecamata Koto XI Tarusan.
Berfungsinya musik gamat sebagai musik prosesi salah satu
untuk sarana komunikasi dalam budaya masyarakatnya, disamping
melalui musik intrumental khusus untuk para pemain musik, juga
melalui

musik

vokal

untuk

pengikutnya..

Melalui

musik

vokal

berfungsi sebagai sarana komunikasi yang dapat diterapkan dalam
situasi dimana kritik atau keluhan terbuka sulit untuk disampaikan
pada masyarakat tersebut. Terwujudnya komunikasi dalam musik
vokal dapat dilakukan adalah lewat penciptaan pantun-pantun secara
spontanitas yang bertitik tolak dari keadaan sesaat. Pantun-pantun
yang disajikan melalui musik tersebut baik bersifat riang gembira
24

Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.

19

atau sentimental dapat ditafsirkan sebagai media komunikasi, untuk
menyampaikan pesan, kesan, dan kritik sosial lainnya. Adapun salah
satu contoh pantun yang bersifat pesan atau kritik yaitu diciptakan
oleh seorang penyayi musik gamat secara spontan ditujukan kepada
salah seorang perantau masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan yang
kebetulan mereka berada ditempat pertunjukan sebagai berikut.
Karawang tangah jalan ka Jawa
Kini Da Nujie manggaleh nasi
Jaan disangko sanan hiduit di Jawa
Kuranglah iman cilako diri25
(Kerawang tengah jalan ke Jawa
Kini kakak Nujie berjualan nasi
Jangan disangka senang hidup di Jawa
Kuranglah iman celaka diri).
Dari contoh pantun sebagai sarana komunikasi seperti di atas,
terlihat pesan atau kritik yang disampaikan kepada seseorang
perantau, bahwa kehidupan dikota tidak semudah dibayangkannya.
Oleh

karena

itu

sesuatu

yang

dikerjakan

harus

mempunyai

perencanaan yang matang dan percaya diri. Hal tersebut sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Ignas Kleden bahwa kritik seni
seperti itu akan dapat mengungkapkan persoalan secara artistik dan
menyadarkan

orang

untuk

menyelesaikannya,

atau

dia

menyembunyikan persoalan yang sama di balik selubung estetik dan
menggantikan penyelesaian sosial dengan kepuasan estetik. Pada
titik itu kesenian bukanlah ekspresi estetik kondisi masyarakatnya,
tetapi substitusi estetik untuk kondisi masyarakatnya.26
4. Ekspresi emosional
Selanjutnya berkaitan dengan fungsi musik sebagai sarana
ekspresi emosional
25

Syahrial adalah seseorang vokalis musik gamat di daerah Kecamatan Koto XI Tarusan.

26

Ignas Kleden, Kesenian dan Simbolisme Kebudayaan” Konggres Kesenian Indonesia I,
Kompas 17 Desember, Jakarta, 1955, p. 17.

20

Merriam berpendapat sebagai berikut.
There is considerable evidence to indicate that music function
widely and on number of level as a means of emotional
expression. In discussing song texts, we have had occasion to
point out that one of their outstanding feature is the fact that
they provide a vehicle for the expression of ideas and emotions
not vealed in ordinary discourse. On amore general level,
however, music seems clearly to involved with emotion and to
be a vehicle for its expression, wether such emotion be special
(obscenity, censure, etc).27

Memahami kutipan di atas terlihat bahwa musik mempunyai
daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa/emosi
para penyaji musik yang dapat menimbulkan rasa/emosi para
pendengarnya. Namun rasa yang diungkapkan sangat beraneka
ragam diantaranya: rasa sedih; rasa rindu; rasa birahi; rasa tenang
dan sebagainya. Konsep ini akan dipakai untuk menggambarkan
fungsi musik gamat sebagai musik prosesi untuk sarana ekspresi
emosi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan.
Menurut pengamatan penulis serta sejalan dengan konsep yang
telah dipaparkan di atas, berfungsinya musik gamat sebagai musik
prosesi untuk sarana ekspresi emosi disamping untuk para pemain
musik juga untuk masyarakat yang mengikuti upacara tersebut.
Adapun pantun-pantun yang disajikan oleh vokalis musik gamat
sebagai musik prosesi, tak luput dari keterkaitan antara musik
instrumental

dan

musik

vokal

dalam

mewujudkan

ekpersi

emosionalnya, yaitu melalui pantun-pantun yang berkaitan dengan
kihidupan sosial baik yang terjadi pada diri seorang penyanyi itu
sendiri maupun masyarakatnya.
Pada umumnya pantun-pantun yang diciptakan oleh penyanyi
atau para vokalis musik gamat di daerah Kecamatan Koto XI Tarusan,
adalah pantun-pantun yang menyangkut masalah sosial yang terjadi
27

Alan P. Merriam, op. cit., p. 219.

21

pada dirinya sendiri. Mereka juga ahli menciptakan pantun sesuai
dengan peristiwa sosial yang terjadi pada masyarakat sekitarnya.
Pantun tersebut diciptakan secara spontan dan langsung dinyanyikan
ketika pertunjukan berlangsung sebagai berikut.
Rami pasa balai Tarusan
Raminyo sampai patang hari
Kok dikana untuangnyo badan
Banyak nan tidak padonyo lai. 28
(Ramai pasar balai Tarusan
Ramainya sampai petang hari
Kalau diingat untungnya badan
Banyak yang tidak dari pada dipunyai).
Begitu juga pantun yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi
pada seseorang penyanyi musik tersebut, mungkin saja gagal dalam
berkasih sayang atau juga terjadi pada masyarakat sekitarnya,
seperti diungkapkannya sebagai berikut.
Dagu dagah pedati putieh
Patah sumbu di tangah jalan
Iyo bedo bamain kasih
Kalua tak jadi maggilo surang.29
(Dagu dagah pedati putih
Patah sumbu di tengah jalan
Jika benar bermain kasih
Kalau tak jadi menggila sendiri)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekspresi emosional
yang diungkapkan oleh para penyanyi melalui musik gamat sebagai
musik prosesi dalam budaya masyarakat kecamatan Koto XI Tarusan,
dalam

rangka

menyemarakkan

upacara

adat,

disamping

mengungkapkan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat, juga
tidak menutup kemungkinan mengungkapkan masalah sosial yang
terjadi pada para penyanyi musik itu sendiri.

28

Asril adalah seorang pemain gendang dan vokalis musik gamat

Tarusan.
29
Ibid.

di Kecamatan Koto XI

22

IV
Bentuk

komposisi

musik

gamat

sebagai

musik

prosesi

merupakan gabungan musik instrumental dengan musik vokal yang
bercorak joget, sedangkan bentuk pertunjukannya, para penyaji
musik bermain sambil berjalan kaki disepanjang jalan sesuai dengan
jarak tempuh yang diingini oleh penganten yang akan diprosesikan.
Adapun instrumen yang disajikan terdiri dari: biola, gendang ,
tambourin dan vokal. Namun tak kalah menariknya juga bentuk
garapan syair yang digunakan dalam teks lagu tersebut adalah
bersifat strophik (mengulangi melodi yang sama dengan garapan teks
yang berbeda), sehingga terwujudnya suasana yng cenderung tidak
membosankan bagi penikmatnya. Dalam artian tema apa saja
menurut kehendak para penyaji dapat

dinyanyikan asalkan sesuai

dengan alur melodi yang disajikan.
Pengertian fungsi yang dibagi ke dalam dua pengertian, yaitu
penggunaan dan Fungsi. Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
kecamatan Koto XI Tarusan musik gamat sebagai musik prosesi,
sering digunakan dalam upacara-upacara

adat seperti upacara

perkawinan yang terdiri dari berbagai macam bentuk upacara adat
diantaranya: (1) upacara adat maanta (mengantar) anak pisang; (2)
upacara adat maanta marapulai (mengantarkan mempelai laki-laki),
(3) upacara adat maanta sirieh (mengantarkan sirih) dan (4) upacara
adat maanta anak daro (mengantarkan anak dara). Musik gamat
sebagai musik prosesi berfungsi antara lain: (1) hiburan; (2)
pengintegrasian

masyarakat;

(3)

komunikasi;

dan

(4)

ekspresi

emosional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik tersebut
juga merupakan suatu indikasi yang eksistensinya berfungsi di
tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya merupakan nilai
tersendiri, yang sampai sekarang masih dapat dilestarikan.

23

CATATAN:
1. Pranjoto Setjoatmodjo, 1981/1982, “Seni Sebagai Media Komunikasi
Budaya”, dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta Tahun II Nomor 3, p. 81.
2. J.J Honigman, 1959, The World of Man, Harper & Brother, New York, pp.
11-12. Honigman menyatakan bahwa kebudayaan dapat berupa: (1) ideas, (2)
activities, (3) artifacs.
3. Koentjaraningrat, 1985, “Persepsi tentang Kebudayaan Nasional”, dalam
Persepsi tentang Kebudayaan, Alfian (ed.), Gramedia, Jakarta, p. 102.
4. Selo Soemardjan, 1980/1981, “Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan”,
dalam Analisis Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
Tahun I, Nomor 2, p. 19.
5. Edy Sedyawati, 1981, Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar
Harapan, p. 119.
6. Wouter Paap, Bagaimana Mengerti Dan Menikmati Musik, Saduran: J.A.
Dungga, PT. Aksara Kencana, Jakarta, 1986, p. 10.
7. John E. Kaemmer, 1993, Music in Human Life Anthropology Perspectives
on Music, University of Texas Press, Austin, pp. 142-143.
8. Upacara adat maanta anak pisang maksudnya adalah merupakan upacara
prosesi untuk pengantin laki-laki atau pengantin perempuan yang dilaksanakan oleh
bako (pihak keluarga bapak di Minangkabau). Untuk merayakan upacara tersebut
pengantin laki-laki atau pengantin perempuan diprosesikan dari rumah bako ke
rumah bapak atau ibu dari masing-masing kedua pengantn tersebut. Upacara ini
dilaksanakan sebelum upacara pernikahan ber-langsung.
9. Upacara adat maanta marapulai maksudnya adalah merupakan upacara
prosesi sebelum penganten laki-laki melaksanakan akad nikah di rumah penganten
perempuan. Upacara ini diprosesikan dari rumah penganten laki-laki ke rumah
penganten perempuan.
10. Upacara adat maanta sirieh maksudnya adalah merupakan upacara
prosesi yang dilaksanakan dari rumah penganten perempuan ke rumah penganten
laki-laki. Hal ini dilaksanakan setelah selesainya kedua penganten tersebut
melaksanakan upa-cara akad nikah di rumah penganten perempuan.
11. Upacara adat maanta anak daro maksudnya adalah merupakan upacara
prosesi yang dilaksanakan setelah pernikahan berlangsung selama dua tahun dan
biasanya sudah mempunyai anak. Dalam upacara ini si isteri diprosesikan bersama
anaknya dari rumah orang tua suaminya ke rumah orang tua si isteri atau ke rumah
mereka sendiri kalau sudah memilikinya.
12. Joget; sejenis tempo dalam musik gamat yang menggunakan syair
berirama cepat dan bersuasana riang dan gembira.
13. Durkheim dalam A.R. Radcliffe-Brown. 1952. Structure and Function in
Primitive Society.Terjemahan, Ab. Razak Yahya. 1980. dalam judul
Struktur dan
Fungsi dalam Masyarakat Primitif. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian dan
Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur. p. 159.
14. Bronislaw, Malinowski, 1944. A Scientific Theoryof Culture and other
Essays. The University of North Carolina Press, Chapel Hill. p. 159.
15. Budhisantosa, “Pendidikan Seni Dan Globalisasi Budaya Dalam Konteks
Sentral Dan Strategis”, Makalah seminar Nasional Pendidikan Seni Dan Globalisasi
Budaya, ISI Yogyaakarta, 12 Desember 1991.
16. Soedarsono, “Pendidikan Seni Dalam kaitannya dengan keparawisataan”.
Makalah Seminar Dalam Rangka Peringatan Hari Jadi Jurusan Pendidikan
Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebuari 1995.
17. Alan P. Merriam, The Anthropology of Music, Chicago: Northewestern
University Press, 1980, p.210.
18. Ibid.

24

19. A.A. Navis, 1984, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat Dan Kebudayaan
Minangkabau, Temprin, Jakarta. p 193.
20. Ibid., p. 197.
21. Dada Meuraxa, 1974, Sejarah Kebudayaan Jakarta, p. 467.
22. Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.
23. Ibid., p. 227.
24. Alan P. Merriam, op. cit., p. 223.
25. Syahrial adalah seseorang vokalis musik gamat di daerah Kecamatan
Koto XI Tarusan.
26. Ignas Kleden, Kesenian dan Simbolisme Kebudayaan” Konggres Kesenian
Indonesia I, Kompas 17 Desember, Jakarta, 1955, p. 17.
27. Alan P. Merriam, op. cit., p. 219.
28. Asril adalah seorang pemain gendang dan vokalis musik gamat di
Kecamatan Koto XI Tarusan.
29. Ibid.

25