Teori Neo Darwinisme Sejarah dan Perkemb

Nama

: Mufti Abrori

NIM

: 11620057

Jurusan

: Biologi-B

Tugas

: UTS Evolusi

Dosen

: Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd

Judul


: Teori Mengenai Neo-Darwinisme dan Hubungan Evolusi, Genetika, Lingkungan
beserta perananannya bagi kemaslahatan manusia.

!. Teori Neo-Darwinisme
A. Pengertian Neo-Darwinisme
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini
menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi.
Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik
makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme
seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi.
B. Tokoh dan Penganut Neo-Darwinisme
1. Hukum Hardy Weinberg
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe
dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi
ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu
kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi,
seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Penting untuk dimengerti
bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu,

kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik
adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan
genetik.
Syarat berlakunya hukum Hardy-Weinberg:
a. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama

b. Perkawinan terjadi secara acak
c. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi sama besar
d. Tidak terjadi migrasi
e. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi banyak
dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan menyebabkan perubahan
perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi sekarang dapat dikatakan sebagai:
”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal frekuensi alel atau genotipe populasi”. Dalam
perubahan dalam kumpulan gen ini (yang merupakan skala terkecil), spesifik dikenal sebagai
mikroevolusi. Akan dibahas 5 penyebab mikroevolusi:
a. Genetic Drift (Hanyutan Genetik)
Bayangkan anda melempar uang 10x dan mendapatkan hasil 3 angka,7 gambar. Anda masih
bisa menerimanya. Jika anda melempar 100.000x dan mendapatkan 30.000x gambar, anda
akan curiga dengan mata uang tersebut. Semakin kecil ukuran sampel, semakin besar

peluangnya untuk terjadi penyimpangan dari hasil ideal yang diharapkan. Misalkan, ada
populasi bunga liar yang anggaplah konstan terdiri dari 10 tumbuhan dengan AA=5, Aa=3,
aa=1. Pada generasi pertama, hanya 5 yang bereproduksi (1AA, 3Aa, dan 1aa). Selanjutnya,
akan terjadi 10 tumbuhan dengan AA=3, Aa=4, aa=3. Jika selenjutnya hanya 3 tumbuhan
yang menghasilkan keturunan (2AA dan 1Aa), pastilah alel a semakin tereduksi dalam
populasi tersebut. Inilah satu contoh mikroevolusi. Lainnya adalah Efek Leher Botol
(Bottleneck Effect), yakni faktor non seleksi alam (misalkan bencana alam) yang memilih
korban benar-korban secara acak). Contoh klasik dari efek leher botol adalah habisnya
variasi genetik anjing laut gajah utara yang nyaris punah pada 1890 ketika jumlahnya hanya
20 ekor. Ketika diuji pada 1970-an, 30.000 anjing laut gajah utara tidak memiliki variasi
genetik sama sekali yang dimungkinkan akibat pergeseran genetik. Perbandingan, variasi
genetik melimpah pada anjing laut gajah selatan yang hidup tentram. Hal ini mirip sekali
dengan apa yang dinamakan dengan Efek Pendiri (Founder Effect), misalkan hanya ada
beberapa biji-bijian yang terbawa oleh burung ke pulau kecil, jelas potensi untuk
menghasilkan populasi yang berbeda dengan populasi tetuanya amat besar.
b. Gene Flow (Aliran Genetik)

Adalah pelanggaran syarat Kesetimbangan Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa
populasi harus terisolasi dari populasi lain. Misalkan ada dua populasi bunga liar. Jika
serbuk sari aa dari populasi pertama tertiup ke populasi kedua, frekuensi alel aa akan

meningkat terus pada populasi kedua.
c.

Mutasi
Meskipun mutasi dalam lokus gen tertentu jarang terjadi, dampak kumulatifnya dapat
berakibat nyata. Hal ini disebabkan karena tiap individu punya ribuan gen dan banyak
populasi memiliki jutaan individu. Tentunya dalam jangka panjang, mutasi sangat penting
bagi evolusi karena posisinya sebagai sumber asli variasi genetik yang merupakan seleksi
alam.

d.

Perkawinan Tak Acak
Adalah pelanggaran syarat kesetimbangan Hardy-Weinberg yang mengharapkan perkawinan
acak. Nyatanya, individu akan lebih sering kawin dengan tetangganya (bahkan kawin
dengan dirinya sendiri/selfing yang amat umum pada tumbuhan). Hal ini akan mengurangi
jumlah heterozygote dan meningkatkan jumlah homozygote dominan dan resesif. Pun ada
jenis perkawinan berdasar pilihan (assortative mating), yakni individu (biasanya betina)
cenderung memilih jantan dengan ciri-ciri khusus. Bisa ditebak, ini menyebabkan
pergeseran dalam perbandingan alel tertentu.


e. Seleksi Alam
Intinya adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi. Seleksi alam menyebabkan
perbandingan alel yang diturunkan ke generasi berikutnya menjadi berubah dibandingkan
perbandingan alel di populasi awal. Di antara semua faktor mikroevolusi yang dibahas,
hanya seleksi alam yang mampu menyesuaikan populasi dengan lingkungannya. Seleksi
alam mengakumulasi dan mempertahankan genotipe yang menguntungkan dalam populasi.
Jika lingkungan berubah, seleksi alam akan “merespon” dengan mempertahankan genotipe
yang cocok dengan lingkungan yang baru. Akan tetapi, derajat adaptasi hanya dapat
diperluas dalam ruang lingkup keanekaragaman genetik populasi tersebut.
2. Teori Mendel
Johann Gregor Mendel adalah seorang ilmuwan yang mempelopori penelitian dalam
bidang genetika. Hasil penelitiannya mengenai hukum pewarisan sifat dinilai oleh sejumlah
ilmuwan sangat bertentangan dengan teori Darwin mengenai seleksi alam. Sebagai bahan seleksi

alam, Darwin menekankan sifat kuantitatif, yaitu sifat-sifat dalam suatu populasi yang terus
bervariasi, seperti panjang bulu mamalia atau kecepatan binatang berlari menghindar dari
pemangsa. Namun dengan penemuan Mendel dapat diketahui bahwa sifat kuantitatif dipengaruhi
oleh lokus gen ganda. Meskipun Mendel dan Darwin hidup pada masa yang sama namun
penemuannya tidak dihargai pada saat itu. Hingga pada suatu ketika sekitar tahun 1930-an teori

Mendel dan teori Darwin dipersatukan dan dasar geneik variasi dan seleksi alam dapat
dipertemukan.
Konsep Mendel belum dapat diterima oleh para ahli biologi pada waktu itu, hingga
muncul penemuan kromosom secara mikroskopik yang mendukung teori Mendel. Pada tahun
1900, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang Teori Mendel secara terpisah. Mereka
adalah Von Tscermak, de Vries, dan Corren. Hasilnya, para ahli Biologi mulai mengakui
kebenaran Teori Mendel bahwa terdapat faktor penentu sifat-sifat organisme yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi lainnya.
Teori pertama tentang sistem pewarisan yang dapat diterima kebenarannya dikemukakan
oleh Gregor Mendel pada tahun 1865. Teori ini diajukan berdasarkan penelitian persilangan
berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum). Dalam percobaannya Mendel memilih tanaman
yang memiliki sifat biologi yang mudah diamati. Berbagai alasan dan keuntungan menggunakan
tanaman kapri yaitu, (a) Tanaman kapri tidak hanya memiliki bunga yang menarik, tetapi juga
memiliki mahkota yang tersusun sehingga melindungi bunga kapri terhadap fertilisasi oleh
serbuk sari dari bunga yang lain. Hasilnya, tiap bunga menyerbuk sendiri secara alami; (b)
Penyerbukan silang dapat dilakukan secara akurat dan bebas, dapat dipilih mana tetua jantan dan
betina yang diinginkan; (c) Mendel dapat mengumpulkan benih dari tanaman yang disilangkan,
kemudian menumbuhkannya dan mengamati karakteristik (sifat) keturunannya. Mendel
mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri. Masing-masing sifat yang dipelajari
adalah: tinggi tanaman, warna bunga, bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan

resesif. Mula-mula Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan
istilah monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi antar sifat, dua sifat
(dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid). Hasil percobaannya ditulis dalam
makalah yang berjudul Experiment in Plant Hybridization.
Varietas-varietas yang disilangkan disebut tetua atau parental (P). Biji-biji hasil
persilangan antar parental disebut biji filial-1 (F1). Ciri-ciri F1 dicatat dan bijinya ditanam

kembali. Tanaman yang tumbuh dari bij F1 dibiarkan menyerbuk sendiri untuk menghasilkan biji
generasi berikutnya (F2). Dalam percobaannya Mendel mengamati sampai generasi F7, dan juga
melakukan persilangan antara F1 dengan salah satu tetuanya (test cross). Hasil percobaan
monohibrid menunjukkan bahwa pada seluruh tanaman F1 hanya ciri (sifat) dari salah satu tetua
yang muncul. Pada generasi F2, semua ciri yang dipunyai oleh tetua (P) yang disilangkan
muncul kembali. Ciri sifat tetua yang hilang pada F1 terjadi karena tertutup, kemudian disebut
ciri resesif, dan yang menutupi disebut dominan. Dari seluruh percobaan monohibrid untuk 7
sifat yang diamati, pada F2 terdapat perbandingan yang mendekati 3:1 antara jumlah individu
dengan ciri dominan:resesif.
Sebagai salah satu kesimpulan dari percobaan monohibridnya, Mendel menyatakan
bahwa setiap sifat organisme ditentukan oleh faktor, yang kemudian disebut gen. Faktor tersebut
kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam setiap tanaman terdapat
dua faktor (sepasang) untuk masing-masing sifat, yang kemudian dikenal dengan istilah 2 alel;

satu faktor berasal dari tetua jantan dan satu lagi berasal dari tetua betina. Dalam penggabungan
tersebut setiap faktor tetap utuh dan selalu mempertahankan identitasnya.
Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1) Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama
Mendel, dan
2) Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal
sebagai Hukum Kedua Mendel.
a. Hukum Segregasi

Gambar 1. Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s
(buntut panjang) pada generasi F2.
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin),
kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet
menerima satu gen dari induknya.
Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1) Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter
turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resesif (tidak selalu
nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w), dan alel dominan
(nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
2) Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww) dan

satu dari tetua betina (misalnya RR).
3) Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 1),
alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar).
Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada
gamet yang dibentuk pada turunannya.

b. Hukum asortasi bebas (hukum kedua Mendel)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan
sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi.
Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan misal, tinggi tanaman dengan warna bunga
suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 2, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara
fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna
merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk
jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR).
Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada
keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan
tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet
ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3

dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR ,
(berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara
fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.

Gambar 2.

Kalau contoh pada gambar 2 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan
(berupa warna), maka contoh pertama menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat
dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan
disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal
sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Pada gambar 1, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan
panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan
genotipe BB).
C. Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan Teori Neo-Darwinisme
1.

Sejarah
Charles Darwin berpendapat bahwa makhluk hidup selalu berubah. Perubahan ini


merupakan hasil dari seleksi alam. Konsepnya adalah keturunan dengan modifikasi yang
mengalami perubahan berkelanjutan. Distribusi geografis dan seleksi alam merupakan cara
evolusi yang diungkapkan oleh Darwin.
Kemudian, pada pergantian abad, ilmu pengetahuan genetik mulai muncul di dunia. Ilmu
genetika mengalami kemajuan yang pesat, dan hal ini terus berlanjut hingga akhir tahun 90-an.
Dengan memahami mengenai keajaiban DNA (deoxyribonucleic acid) dan fungsinya dalam
reproduksi seksual, manusia dapat mengungkapkan misteri kehidupan yang menakjubkan.
Para ahli genetika percaya bahwa seleksi alam memiliki peranan dalam evolusi, namun
tidak semua teori yang diungkapkan oleh Darwin diterima. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
perubahan dan variasi terjadi karena mutasi gen. Menurut mereka, mutasi gen yang terjadi pada
makhluk hidup, akan bergabung dengan teori evolusi Darwin melalui seleksi alam.
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini
menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi.
Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik
makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme
seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi.

Saat ini, sebagian besar buku-buku genetika maupun biologi umum, menggunakan ilmu
genetika untuk mendukung teori evolusi organik (evolusi biologi). Namun teori penciptaan
ilmiah ini dianggap sebagai teori yang tidak penting dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh hukum
hereditas bertentangan dengan fakta evolusi.
2. Perkembangan
Mutasi genetik memiliki peranan yang tidak sedikit dalam teori evolusi. Dr. Simpson,
dalam bukunya, Life: An Introduction to Biology, menuliskan: “Mutasi adalah sesuatu yang
luarbiasa dalam evolusi”. Selanjutnya, Dr. Simpson menegaskan, tanpa mutasi gen, tidak akan
terjadi evolusi. Dengan demikian, mutasi gen bertanggungjawab pada kemajuan teori evolusi.
Menurut kamus Webster, mutasi merupakan perubahan mendasar dan signifikan, atau
perubahan fundamental dalam sifat hereditas yang menghasilkan individu baru yang berbeda
dengan orangtuanya. Jadi, mutasi merupakan perubahan sifat keturunan yang disebabkan oleh
perubahan materi genetik. Perdebatan masih berlanjut, apakah perubahan yang bersifat merusak
atau membahayakan dapat disebut sebagai mutasi, atau apakah perubahan yang hanya bersifat
menguntungkan untuk organisme yang dapat menciptakan makhluk hidup.
Teori seleksi alam Darwin memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat menjelaskan asal-usul
tipe makhluk hidup. Ketika ahli botani Belanda, Hugo deVries, mengusulkan teori mutasi pada
pergantian abad, teori ini dianggap sebagai “lawan” dari teori evolusi Darwin dan akhirnya
ditolak. Dr. deVries menyangkal teori evolusi Darwin dengan mengatakan, “seleksi alam dapat
menjelaskan makhluk hidup yang dapat bertahan, namun tidak dapat menjelaskan asal-usul
makhluk hidup tersebut”.
Seiring berjalannya waktu, para ahli evolusi akhirnya menerima teori mutasi deVries dan
juga teori seleksi alam Darwin. Kedua teori ini menjadi penjelasan mekanisme evolusi. Selama
tahun 1920-an dan 1930-an, para peneliti mulai menyadari bahwa kombinasi ide dari Darwin dan
deVries tidak cukup untuk mendukung penjelasan mekanisme evolusi. Para peneliti akhirnya
menyerah untuk mengungkapkan bagaimana evolusi terjadi, namun mereka percaya akan
mampu memecahkan misteri tersebut suatu saat nanti. Sebuah pernyataan dari professor George
H. Parker dari Universitas Harvard mengilustrasikan perasaan para ahli pada tahun-tahun
tersebut, yaitu: “karena para ahli belum mengetahui bagaimana evolusi itu terjadi, bukan berarti
kita menentang evolusi itu sendiri”.

Pada akhirnya, para ahli evolusi tidak menemukan bukti lainnya, sehingga mereka
kembali menerima teori mutasi yang digabungkan dengan seleksi alam, menjadi suatu
mekanisme evolusi ganda. Pada saat ini, para ahli evolusi telah mempelajari mengenai evolusi,
sehingga menjadi jelas bahwa variasi biasa maupun rekombinasi karakteristik yang ada dapat
menghasilkan kemajuan evolusi alam.
Fenomena mutasi menjadi komponen paling penting dalam model evolusi. Masingmasing perubahan yang melalui proses seleksi alam harus memiliki kegunaan positif di dalam
lingkungan, sehingga berkontribusi terhadap proses evolusi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
penelitian lebih jauh mengenai mutasi gen.
3. Keruntuhan
Ada sebuah fakta ilmiah yang seketika meruntuhkan teori ini sepenuh-nya: Mutasi tidak
menyebabkan makhluk hidup berkembang; sebalik-nya, selalu merugikan mereka. Alasannya
sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks dan pengaruh acak hanya dapat
mengakibatkan kerusakan kepadanya.
Ahli genetika dari Amerika, B.G. Ranganathan menjelaskan sebagai berikut: “Mutasi
bersifat kecil, acak, dan merugikan. Mereka jarang sekali terjadi dan kemungkinan terbaik adalah
bahwa mereka tidak berpengaruh. Keempat ciri dari mutasi ini berimplikasi bahwa mutasi tidak
dapat membawa kepada perkembangan evolusioner. Suatu perubahan acak dalam sebuah
organisme yang sangat terspesialisasi akan tak berpengaruh, atau merugikan”.
Henry M. Morris, seorang ahli evolusi, juga menambahkan, “Tidak ada cara yang
mengontrol mutasi untuk menghasilkan karakteristik yang dibutuhkan”. Ini salah satu fakta yang
membuktikan bahwa mutasi bersifat acak. Professor Waddington mengatakan: “mutasi jarang
terjadi, mungkin hanya satu dari jutaan hewan, atau satu kali dalam kehidupan”. Francisco J.
Ayala menulis dalam Philosophy of Science bahwa: “kemungkinan terjadinya mutasi pada
organisme yaitu antara satu dari sepuluh ribu dan satu dari sejuta gen per generasi”. Para ahli
evolusi mengakui pada setiap penelitian biologi diketahui bahwa: mutasi jarang terjadi, dan
ketika benar terjadi, maka mutasi ini bersifat acak. Oleh sebab itu, para ahli selanjutnya berpusat
pada seberapa sering mutasi “baik” terjadi.
Tidak mengejutkan bahwa sejauh ini tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat. Semua
mutasi terbukti merugikan. Telah dipahami bahwa mutasi, yang ditampilkan sebagai sebuah
“mekanisme evolusioner”, sebenarnya merupakan peristiwa genetik yang merugikan makhluk

hidup, dan menjadikan mereka cacat (efek mutasi paling umum pada manusia adalah kanker).
Tak diragukan, sebuah mekanisme yang merusak tidak mungkin menjadi “mekanisme
evolusioner”.
Para ahli evolusi melakukan penelitian lebih jauh mengenai mutasi. Hermann J. Muller,
Nobel Laureate, dan beberapa ahli genetika lainnya menyatakan dalam American Scientist
bahwa: “mutasi bersifat acak, dan 99% dari mutasi tersebut membahayakan”. Henry M. Morris
meringkas efek buruk dari mutasi, sebagai berikut: “mutasi yang bermanfaat memiliki
karakteristik yang tersebunyi pada gen (materi genetiknya) namun tidak terekspresi, sehingga
para ahli ragu bahwa mutasi benar-benar terjadi”.
Ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan bukti yang mendukung
pernyataan evolusionis:
a. Efek langsung dari mutasi membahayakan
Mutasi terjadi secara acak, karenanya mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup
yang mengalaminya. Logika mengatakan bahwa intervensi secara tak sengaja pada sebuah
struktur sempurna dan kompleks tidak akan memperbaiki struktur tersebut, tetapi
merusaknya. Dan memang, tidak pernah ditemukan satu pun “mutasi yang bermanfaat”.
b. Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme
Partikel-partikel penyusun informasi genetika terenggut dari tempatnya, rusak atau
terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi makhluk hidup organ atau sifat baru.
Mutasi hanya meng-akibatkan ketidaknormalan seperti kaki yang muncul di punggung, atau
telinga yang tumbuh dari perut.
c. Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada sel-sel
reproduksi organisme tersebut
Perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan
kepada generasi selanjutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang berubah akibat efek radiasi
atau sebab lain, tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada teori evolusi, sebab
mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi genetis suatu
spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies menjadi spesies lain: bintang laut
menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak menjadi buaya, atau buaya menjadi burung. Seleksi
alam, di sisi lain, “tidak dapat melakukan apa pun dengan sendirinya”, sebagaimana juga diakui

oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan kepada kita bahwa tidak terdapat “mekanisme evolusioner”
di alam. Karena tidak ada mekanisme evolusioner, tidak mungkin pula proses khayalan yang
dinamakan evolusi pernah terjadi.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah ditemukan
di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan teori neo-Darwinis
sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies primitif ke spesies lebih maju.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George Gaylord Simpson dari Universitas Harvard pada
awal tahun 1944, yaitu: “…bentuk-bentuk transisi berkelanjutan tidak dapat dilihat secara nyata.
Oleh karena itu, hal ini tidak dapat menghubungkan suatu kejadian dari spesies tertentu, dan
dibutuhkan suatu penjelasan yang lebih khusus dari para ahli paleontologi”.
Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari evolusi bertahap,
tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Begitu pula perbandingan anatomi
menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki
ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang
dan keturunannya.

2. Hubungan Evolusi, Genetika, Lingkungan beserta perananannya bagi kemaslahatan
manusia
Genetika adalah ilmu yamg mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Penurunan sifat dan karakter itu
melalui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel. Bahan dasar inti sel (nukleus)
adalah protein khas yang disebut protein inti atau nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh
senyawa protein dan asam inti atau Asam Dioksiribo Nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat
(RNA).
Sedang lingkungan adalah unsur biologi, fisika, dan kimia yang selalu ada sekitar
makhluk hidup atau keseluruhan faktor biotik, iklim, tanah, cahaya, suhu, kelembaban udara
yang mengelilingi suatu makhluk hidup.
Berbeda dengan evolusi, yaitu evolusi merupakan kata umumyang menunjukkan suatu
perubahan atau pertumbuhan, secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama.

Perubahan tersebut dapat terjadi karena alam maupun rekayasa manusia. Evolusi mengacu
pada proses yang telah mengubah bentuk kehidupan di atas bumi sejak bentuknya yang paling
awal sampai membentuk keanekaragaman yang sangat luas seperti apa yang bisa ditemui saat
ini.
Hubungan genetika dan lingkungan dengan evolusi Secara umum evolusi menjelaskan
terjadinya perubahan pada mahluk hidup yang menyimpang dari struktur alam dalam jumlah
yang banyak serta beraneka ragam dan kemudian menyebabkan terjadinya dua kemungkinan
adalah mahkluk berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau disebut juga istilah
Evolusi Progresif, sedangkan kemungkinan yang kedua mahluk hidup berubah atau berevolusi
dan gagal bertahan hidup yang akhirnya punah atau disebut juga dengan Evolusi Regresif.