MAKALAH ini adalah KIMIA LINGKUNGAN TANAH

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN
TENTANG LINGKUNGAN TANAH

Disusun :
1. Fadillah Fikri

(0621 13 083)

2. Rahmawita Sugesti

(0621 13 084)

3. Rizky Nugraha

(0621 13 082)

4. Sania Rahmah Dinata

(0621 13 078)

5. Shendiane Rimandani


(0621 13 116)

PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.
Penyusun juga panjatkan kehadiran Allah SWT karena hanya dengan kerido’an – Nya, makalah
dengan judul “MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN TENTANG LINGKUNGAN TANAH” ini
dapat terselesaikan.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kimia Lingkungan di program studi
Kimia Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) pada Universitas Pakuan.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ani Iryani, M.Si. selaku dosen
mata kuliah Kimia Lingkungan dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan
serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam

penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, Desember 2014

Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... i
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
A.

LATAR BELAKANG ..................................................................................................................... 1

B.

RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................. 2


C.

TUJUAN PENULISAN ................................................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 3
A.

DEFINISI TANAH .......................................................................................................................... 3

B.

PROSES PEMBENTUKAN TANAH ............................................................................................. 4

C.

JENIS-JENIS TANAH..................................................................................................................... 8

D.


PROFIL TANAH ........................................................................................................................... 12

E.

SIFAT-SIFAT TANAH ................................................................................................................. 14

F.

KANDUNGAN KIMIA DALAM TANAH .................................................................................. 17

G.

MANFAAT TANAH ..................................................................................................................... 25

BAB III .......................................................................................................................................................... 26
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 26
A.

KESIMPULAN .............................................................................................................................. 26


B.

SARAN .......................................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 27

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya.

Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur dan mengandung
banyak unsur hara. Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah
Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak
jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Salah satu diantaranya,

penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan
berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan
telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu
diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan
berkurangnya luas tanah pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia
atau makhluk hidup lain. Sama halnya dengan kegiatan pertambangan yang menyebabkan
kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan
pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama
pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang
besar di permukaan bumi. Pada saat penambangan, untuk memperoleh bijih tambang, permukaan
tanah dikupas dan digali dengan menggunakan alat-alat berat. Para pengelola pertambangan
meninggalkan lahan bekas tambang begitu saja tanpa melakukan upaya rehabilitasi atau
reklamasi.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu mendapatkan
perhatian yang serius karena limbah industri yang mencemari lahan pertanian tersebut
mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa mencemari badan air dan merusak
tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup. Jika kita ingin
mengetahui tentang pencemaran tanah, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang

lingkungan tanah.
1

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah itu definisi tanah?
2. Bagaimana proses pembentukkan tanah?
3. Apa saja jenis-jenis tanah?
4. Bagaimana membuat profil tanah?
5. Apa sifat-sifat tanah?
6. Apa saja kandungan kimia dalam tanah?
7. Apa manfaat yang dihasilkan dari tanah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi tanah.
2. Untuk mengetahui proses pembentukkan tanah.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis tanah yang ada di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pembuatan profil tanah.
5. Untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tiap tanah,
6. Untuk mengetahui kandungan kimia dalam tanah.
7. Untuk mengetahui manfaat tanah bagi kehidupan makhluk hidup.


2

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TANAH
Tanah (soil) adalah lapisan yang menempati bagian atas kulit bumi yang terdiri dari benda
padat (bahan anorganik dan organik) serta air dan udara tanah. Tanah telah dikenal sejak awal
peradaban manusia terutama setelah manusia menggunakan tanah untuk bercocok tanam dalam
upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian tentang tanah mulai lebih jelas setelah para
ahli fisika-kimia dan geologi memberi batasan /definisi tentang tanah. Beberapa definisi tentang
tanah sebagai berikut.
1. BERZELIUS (1803), seorang ahli kimia Swedia mendefiniksikan tanah sebagai “
Laboratorium kimia alam dimana proses dekomposisi dan reaksi sintesis kimia
berlangsung secara terang.” Disini tampak jelas bahwa tanah belum lagi dianggap
sebagai alat produksi pertanian melainkan tempat berlangsungnya segala reaksi kimia
yang terjadi di alam.
2. JUSTUS VON LIEBIG (1840) dari Jerman menyebut tanah sebagai tabung reaksi
dimana seseorang dapat mengetahui jumlah dan jenis hara tanaman. Tanah merupakan
gudang persediaan mineral-mineral yang bersifat statis.

3. FALLUO (1871), ahli mineralogi Jerman memandang tanah tidak hanya sebagai batubatuan tetapi juga bagian dari petografi (petros = batuan) pertanian. Tanah adalah
produk hancuran iklim (weather ) yang bercampur dengan bahan organik.
4. DAVY (1913) dari Inggris mendefinisikan tanah sebagai “ Laboratorium yang
menyediakan unsur-unsur hara tanaman.”
5. WERNER (1918) berpendapat bahwa tanah adalah lapisan hitam tipis yang menutupi
bahan padat kering terdiri atas bahan bumi berupa partikel-partikel kecil yang mudah
remah, sisa vegetasi dan hewan.

3

6. JOFFE (1949), seorang pakar tanah Amerika Serikat mendefinisikan tanah sebagai
berikut “ Tanah adalah bangunan alam tersusun atas horizon-horizon yang terdiri atas
bahan mineral dan organik, biasanya tak-padu, mempunyai tebal yang berbeda-beda
dan yang berbeda pula dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal morfologi,
sifat dan susunan fisik, sifat dan susunan kimia, serta sifat-sifat biologi. ”
7. BREMMER (1958) memberikan definisi tanah sebagai berikut “ Tanah adalah bagian
permukaan kulit bumi yang terjadi oleh pelapukan kimia dan fisik serta kegiatan
berbagai tumbuhan dan hewan. ”
Selain ketujuh definisi diatas, definisi tanah yang lebih rinci diungkapkan ahli ilmu tanah
sebagai berikut: Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai

tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan
menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang
dan penyuplai hara atau nutrisi (baik berupa senyawa organik maupun anorganik sederhana dan
unsur-unsur esensial, seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologis
berfungsi sebagai habitat dari organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan
hara tersebut dan zat-zat aditif bagi tanaman; yang ketiganya (fisik, kimiawi, dan biologi) secara
integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik
tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman
perkebunan, dan tanaman kehutanan.
Faraksi padat dari jenis tanah produktif terdiri dari kurang lebih 5% bahan organik dan
95% bahan anorganik. Beberapa jenis tanah seperti tanah gambut dapat mengandung bahan
organik 95% dan beberapa tanah lainnya ada yang hanya mengandung 1% bahan organik.

B.

PROSES PEMBENTUKAN TANAH
Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan fisik maupun

pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan akan menjadi lunak dan berubah
komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk belum dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai

bahan tanah (regolith) karena masih menunjukkan struktur batuan induk. Proses pelapukan terus
berlangsung hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah. Oleh karena itu, proses
pelapukan ini menjadi awal terbentuknya tanah.

4

Pembentukan tanah di bagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Batuan yang tersingkap ke permukaan bumi akan berinteraksi secara langsung dengan
atmsosfer dan hidrosfer. Pada tahap ini lingkungan memberi pengaruh terhadap kondisi
fisik. Berinteraksinya batuan dengan atmosfer dan hidrosfer memicu terjadinya
pelapukan kimiawi.
2. Setelah mengalami pelapukan, bagian batuan yang lapuk akan menjadi lunak. Lalu air
masuk ke dalam batuan sehingga terjadi pelapukan lebih mendalam. Pada tahap ini di
lapisan permukaan batuan telah ditumbuhi calon makhluk hidup.
3. Pada tahap ke tiga ini batuan mulai ditumbuhi tumbuhan perintis. Akar tumbuhan
tersebut membentuk rekahan di lapisan batuan yang ditumbuhinya. Di sini terjadi
pelapukan biologis.
4. Di tahap yang terakhir tanah menjadi subur dan ditumbuhi tanaman yang relatif besar.
Ada beberapa faktor yang mendorong pelapukan juga berperan dalam pembentukan tanah.
Curah hujan dan sinar matahari berperan penting dalam proses pelapukan fisik, kedua faktor
tersebut merupakan komponen iklim. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor
pembentuk tanah adalah iklim. Ada beberapa faktor lain yang memengaruhi proses pembentukan
tanah, yaitu organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Faktor-faktor tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut.
T = f (i, o, b, t, w)
Keterangan:
T = tanah
f = faktor
i = iklim
o = organisme
b = bahan induk
t = topografi
w = waktu
5

1. Iklim
Unsur-unsur iklim yang memengaruhi proses pembentukan tanah terutama unsur suhu
dan curah hujan.
a. Suhu/Temperature
Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Apabila fluktuasi
suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan
tanah juga cepat.
b. Curah Hujan
Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah,
sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah
menjadi rendah).
2. Organisme (Vegetasi, Jasad Renik/Mikroorganisme)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal:
a. Membantu proses pelapukan baik pelapukan organik maupun pelapukan kimiawi.
Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh makhluk hidup (hewan
dan tumbuhan) sedangkan pelapukan kimiawi terjadi oleh proses kimia seperti batu
kapur yang larut oleh air.
b. Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menghasilkan dan
menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan tanah.
Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik/mikroorganisme
yang ada di dalam tanah.
c. Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi di daerah
beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi hutan dapat membentuk
tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah
berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organik yang berasal dari akarakar dan sisa-sisa rumput.
d. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap
sifat-sifat tanah. Contoh, jenis tanaman cemara akan memberi unsur-unsur kimia
seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara,
derajat keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.

6

3. Bahan Induk
Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan
batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan
mengalami pelapukan dan menjadi tanah. Tanah yang terdapat di permukaan bumi
sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya.
Bahan induk terkadang masih terlihat pada tanah baru, misalnya tanah bertekstur pasir
berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral
bahan induk akan memengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi di atasnya.
Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion
Ca yang banyak pula, akibatnya pencucian asam silikat dapat dihindari dan sebagian lagi
dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang
kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
4. Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi:
a. Tebal atau Tipisnya Lapisan Tanah
Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit, lapisan tanahnya lebih tipis
karena tererosi sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi
sedimentasi.
b. Sistem Drainase/Pengaliran
Daerah yang drainasenya tidak bagus seperti sering tergenang menyebabkan
tanahnya menjadi asam.
5. Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus-menerus berubah, akibat pelapukan dan
pencucian yang terus-menerus. Oleh karena itu, tanah akan menjadi semakin tua. Mineral
yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan, sehingga tinggal
mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah yang terus
berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan
tanah tua.

7

Tanah muda ditandai oleh masih tampaknya pencampuran antara bahan organik dan
bahan mineral atau masih tampaknya struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah
tanah aluvial, regosol, dan litosol. Tanah dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut
sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses
pembentukan horizon B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, dan grumusol.
Tanah tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses
perubahan-perubahan yang nyata pada perlapisan tanah. Contoh tanah pada tingkat tua
adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit).
Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah berbeda-beda. Bahan induk
vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik memerlukan waktu 100 tahun untuk
membentuk tanah muda dan 1.000–10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa. Dengan
melihat perbedaan sifat faktor-faktor pembentuk tanah tersebut, pada suatu tempat tentunya
akan menghasilkan ciri dan jenis tanah yang berbeda-beda pula. Sifat dan jenis tanah
sangat tergantung pada sifat-sifat faktor pembentukan tanah. Kepulauan Indonesia
mempunyai berbagai tipe kondisi alam yang menyebabkan adanya perbedaan sifat dan
jenis tanah di berbagai wilayah, akibatnya tingkat kesuburan tanah di Indonesia juga
berbeda-beda.

C.

JENIS-JENIS TANAH
Jenis tanah merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman karena

perbedaan jenis tanah mempengaruhi sifat-sifat dari tanah tersebut. Untuk memahami hubungan
antara jenis tanah, diperlukan pengetahuan yang mampu mngelompokkan tanah secara sistematik
sehingga dikenal banyak sekali sistem klasifikasi yang berkembang. Untuk mempelajari
hubungan antar jenis tanah maka sistem klasifikasi tanah dibagi menjadi sistem klasifikasi alami
dan sistem klasifikasi teknis (Sutanto, 2005).
Klasifikasi alami yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang dimiliki
tanpa menghubungkan sama sekali dengan tujuan penggunaannya. Klasifikasi ini memberikan
gambaran dasar terhadap sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah yang dimiliki masing-masing
kelas dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan bagi berbagai penggunaan
tanah.

8

Klasifikasi teknis yakni klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu. Misalnya, untuk menanam tanaman
semusim, tanah diklasifikasikan atas dasar sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman semusim seperti kelerengan, tekstur, pH dan lain-lain. Dalam praktiknya untuk
mempelajari jenis tanah maka sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi alami.
Pada awalnya jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan prinsip zonalitas, yaitu :




Tanah zonal, yakni tanah dengan faktor pembentuk tanah berupa iklim dan vegetasi,



terutama bahan induk dan relief,

Tanah intrazonal, yakni tanah dengan faktor pmbentuk tanah berupa faktor lokal

Tanah azonal, yakni tanah yang belum mennjukkan perkembangan profil dan dianggap
sebagai awal proses pembentukan tanah.

Kemudian dalam perkembangannya jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan sifat tanah
(taksonomi tanah). Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh USDA (United State
Departement of Agriculture) pada tahun 1960 yang dikenal dengan tujuh pendekatan dan sejak
tahun 1975 dikenal dengan nama taksonomi tanah. Sistem ini bersifat alami berdasarkan
karakteristik tanah yang teramati dan terukur yang dipengaruhi oleh proses genesis. Berdasarkan
ada tidaknya horizon penciri dan sifat penciri lainnya maka dalam taksonomi tanah dibedakan
atas enam kategori yakni ordo, subordo, greatgroup, subgroup, family dan seri. Pada edisi
Taksonomi tanah tahun 1998 terdapat 12 ordo jenis tanah. Keduabelas ordo tersebut adalah
Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols,
Spodosols, Ultisols dam Vertisols.
1. Alfisols. Tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horzon argilik dengan kejenuhan
basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanah tidak kering. Jenis tanah yang
ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah half-bog, podsolik merah kuning dan
planosols.
2. Andisols. Merupakan jenis tanah yang ketebalannya mencapai 60%, mempunyai sifat
andik. Tanah yang ekuivalen dengan tanah ini adalah tanah andosol.
3. Aridisol. Tanah yang berada pada regim kelengasan arida atau tanah yang rgim
kelengasan tanahnya kering. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah
coklat (kemerahan) dan tanah arida (merah).
9

4. Entisols. Tanah yang belum menunjukkan perkembangan horizon dan terjadi pada
bahan aluvian yang muda. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah
aluvial, regosol dn tanah glei humus rendah.
5. Gelisols. Merupakan jenis tanah yang memiliki bahan organik tanah. Jenis ini tidak
dijumpai di Indonesia.
6. Histosols. Tanah yang mengandung bahan organik dari permukaan tanah ke bawah,
paling tipis 40 cm dari permukaan. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah
tanah bog dan tanah gambut.
7. Inceptisols. Merupakan jenis tanah di wilayah humida yang mempunyai horizon
teralterasi, tetapi tidak menunjukkan adanya iluviasi, eluviasi dan pelapukan yang
eksterm. Jenis tanah ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brown forest, glei
humik dan glei humik rendah.
8. Mollisols. Tanah yang mempunyai warna kelam dengan horizon molik di wilyah stepa.
Jenis tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah tanah brunizem, tanah
rendzina.
9. Oxisols. Tanah yang memiliki horizon oksik pada kedalaman kurang dari 2 meter dari
permukaan tanah. Tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah jenis tanah
laterik.
10. Spodosols. Tanah yang memiliki horizon spodik dan memiliki horizon eluviasi. Jenis
tanah yang ekuivalen dengan jenis tanah ini adalah podsolik.
11. Ultisols. Tanah yang memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah ( 80%,
berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan
basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan
membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan
kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).
2.

Sifat fisika tanah
a. Warna tanah
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna
tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning,
hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna
yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching).
Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang
tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa.
Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen.
Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi
teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses
kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam
atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada
pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi. Tanah organik berwarna
16

hitam dan merupakan pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu
bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi karena mengandung beberapa
asam organik (substansi humik) hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok
tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil
dekomposisi jaringan makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki
sifat fisik gembur (sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena
memiliki keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil
terbatas dan di bawah capaian optimum.
b. Struktur tanah
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi
antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa
padatan, fasa cair, dan fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur
tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut
sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran
besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah
yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan
mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung
sehingga kekurangan makropori.

F.

KANDUNGAN KIMIA DALAM TANAH

1.

Kandungan Makro dalam Tanah
a. Kandungan organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan
bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah.
Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Bahan
organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam
ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan
bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2
persen. Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat
proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan
17

organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain
sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan
KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia,
fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah.
b. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot
tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).Menurut
Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan
organik halus dan bahan organik kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari nitrogen
udara, pupuk, dan air hujan.
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari
aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya
terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga
membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh
aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau
mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada
lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut
(Hardjowigeno 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan
tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino,
lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah
dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2,
N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun
bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk
NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami
mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut,
sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang
melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau
bertambah karena pengendapan.

18

c. Fosfor
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan
mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar 6-7 (Hardjowigeno 2003). Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan
merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P,
pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Menurut Leiwakabessy (1988) di
dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk
fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan
organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam
tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol)
umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman
tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P
(Hanafiah 2005). Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada
tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
d. Kalium
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap
oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu
menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau
unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan
Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung
penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari
kaliumnya sendiri. Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral
yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik
maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah
yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh
serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium
yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk
dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia
untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit kalium.

19

e. Kalsium
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,
diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai
endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari
kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan
batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu
aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).
f. Magnesium
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang
khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan
akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005).
g. Belerang
Belerang dari dalam tanah diasimilasi oleh tanaman sebagai ion sulfat SO4-. Di
suatu daerah terjadi pencemaran SO2 d iatmosfer, maka belerang dapat diadsorpsi oleh
daun daun tanaman sebagai sulfur oksida. Kandungan SO2 yangcukup tinggi di atmosfer
dapat mematikan tanaman.

2.

Kandungan Mikro dalam Tanah
Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil antara lain Besi (Fe),
Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B) dan Klor(Cl).
a. Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan unsure mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+)
ataupun fero (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan
organik). Mineral Fe antara lain olivin, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit
(Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat juga diserap dalam bentuk
khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan
adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang
terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap lebih
cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang
20

mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih
ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim,
dan berperanan dalam perkembangan kloroplas. Sitokrom merupakan enzim yang
mengandung Fe porfirin. Kerja katalase dan peroksidase digambarkan secara ringkas
sebagai berikut:




Catalase

: H2O + H2O

Peroksidase : AH2 + H2O

O2 + 2H2O
A + H2O

Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme.
Proses tersebut misalnya reduksi N2, reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan
Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga penyusunan
protein menjadi tidak sempurna. Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kadar asam
amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom secara drastik. Penurunan kadar
pigmen dan protein dapat disebabkan oleh kekurangan Fe dan juga akan mengakibatkan
pengurangan aktivitas semua enzim.
b. Mangan (Mn)
Mangan diserap dalam bentuk ion Mn2+ seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap
dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan
lewat daun. Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam
yang satu ke organ lain yang membutuhkan. Mangaan terdapat dalam tanah berbentuk
senyawa oksida, karbonat dan silikat dengan nama pirolusit (MnO2), manganit
(MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3) dan rhodoinit (MnSiO3). Mn umumnya terdapat
dalam batuan primer, terutama dalam bahan ferro magnesium. Mn dilepaskan dari
batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan batuan adalah mineral
sekunder terutama pyrolusit (MnO2) dan manganit (MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah
berkisar antara 300 smpai 2000 ppm.

21

c. Seng (Zn)
Zink diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah alkalis
mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)2. Di samping itu, Zn diserap dalam
bentuk kompleks khelat, misalnya Zn-EDTA. Seperti unsur mikro lain, Zn dapat diserap
lewat daun. Kadar Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm, sedangkan kadar Zn
dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain
sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3
dan ZnSiO4). Fungsi Zn antara lain : pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat
dekarboksilase, lesitimase, sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside
demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Juga
berperan

dalam

biosintesis

auxin,

pemanjangan

sel

dan

ruas

batang.

Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering
menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering
menunjukkan

adanya

gejala

defisiensi

Zn,

terytama

pada

tanah

berkapur.

Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek,
daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daun-daun muda dan
intermedier serta adanya nekrosis.
d. Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk
senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen diamine tetra acetate acid)
dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate acid). Dalam getah tanaman bik
dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan
asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks.
Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4 misalnya kalkosit
(Cu2S), kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), borinit (Cu5FeS4), luvigit (Cu3AsS4),
tetrahidrit [(Cu,Fe).12SO4S3)], kufirit (Cu2O), sinorit (CuO), malasit [Cu2(OH)2CO3],
adirit [(Cu3(OH)2(CO3)], brosanit [Cu4(OH)6SO4].
Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin.
Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masing-masing molekul
mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pafda klorofil, karotenoid,
plastokuinon dan plastosianin.
22

Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase,
askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme
protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan
terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin.Adapun gejala defisiensi /
kekurangan Cu antara lain : pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda
kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan
tangkai daun lemah.
e. Molibden (Mo)
Molibden diserap dalam bentuk ion MoO4-. Variasi antara titik kritik dengan
toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi tanaman juga
berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak berbeda dengan sifat hara mikro
yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo sering sekitar 1500 ppm. Umumnya tanah
mineral cukup mengandung Mo. Mineral lempung yang terdapat di dalam tanah antara
lain molibderit (MoS), powellit (CaMo)3.8H2O. Molibdenum (Mo) dalam larutan
sebagai kation ataupun anion. Pada tanah gambut atau tanah organik sering terlihat
adanya gejala defisiensi Mo. Walaupun demikian dengan senyawa organik Mo
membentuk senyawa khelat yang melindungi Mo dari pencucian air. Tanah yang
disawahkan menyebabkan kenaikan ketersediaan Mo dalam tanah. Hal ini disebabkan
karena dilepaskannya Mo dari ikatan Fe (III) oksida menjadi Fe (II) oksida hidrat.
Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat
reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir
menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman,
daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo
dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi
daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya
terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominan.

23

f. Boron (B)
Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar
antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Boron
yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5% dari kadar total boron dalam tanah.
Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa
dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga
banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan
Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin
(H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20 yang mengandung 3 - 4% boron. Mineral tersebut
terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis.
Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit
(Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat. Boron diikat kuat oleh
mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 + Fe2O3).
Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme asam
nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga berperan
dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan
perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara lain : pertumbuhan
terhambat pada jaringan meristematik (pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas
rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit.
g. Klor (Cl)
Klor merupakan unsure yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar tanaman dan
dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman, misalnya daun.
Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman kering. Kadar Cl yang
terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan dianggap masih dalam kisaran
hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat mobil dan
mudah tercuci oleh air draiinase. Sumber Cl sering berasal dari air hujan, oleh karena
itu, hara Cl kebanyakan bukan menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan
masalah keracunan tanaman. Klor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman,
meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan air yang tidak seimbang, memperbaiki
penyerapan ion lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit diang