Media Sosial dan Proses Perubahan Sistem

SIAPA MENGUBAH SIAPA ?
Arah Baru Masyarakat Modern Menjawab Teknologi
(Tema : Media Sosial Dan Proses Perubahan SKI)
Dosen Pembimbing Nurudin M, Si.

OLEH :

SALIS FITRIA
201310040311436

Sistem Komunikasi Indonesia Kelas A
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SIAPA MENGUBAH SIAPA ?
Arah Baru Masyarakat Modern Menjawab Teknologi
Oleh: Salis Fitria
Dalam ranah setiap kegiatan manusia, komunikasi menjadi hal penting yang terjadi
sejak beradab-abad lalu. Sejak munculnya manusia di muka bumi ini tak lepas dan luput
peran komunikasi yang sangat dominan dalam menjaga peradaban. Bagaimana manusia

mulai mengenal ilmu beradaptasi, ilmu sosial dan mengikuti ilmu-ilmu lainnya. Peran
penting itulah yang hingga saat ini ilmu komunikasi menjadi mata kuliah yang tetap memiliki
peminat dan eksistensinya mempunyai cara dan adaptasi yang sedemikian rupa dalam
kehidupan manusia yang telah memasuki era baru.
Lalu, mengapa disebut era baru ? manusia hari demi hari terus berkembang dan
bergerak maju. Kecanggihan alat hasil penemuan-penemuan para pencipta, pemodif dan
perancang dengan segala usahanya bertujuan demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Tentu
dalam hal ini, sisi negatif dan positif tak dapat dipungkiri melingkupi setiap kehidupan
manusia akibat adanya perubahan. Saat ini manusia ‘kekinian’ atau modern telah menyelami
masa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, yang mana kecanggilan
alat dalam membantu kegiatan sehari-hari manusia berlangsung cepat, instan dan berdampak.
Dalam teori Marshall Mc. Luhan, tercantum dalam bukunya yang berjudul
Understanding The Media (Mc. Luhan, 1964:7) “In a culture like ours, long accustomed to
splitting and dividing all things as a mean of control, it is sometimes a bit od shock to be
reminded that, in operational and practical fact, the medium is the message. Thus is merely
to say that the personal and sosial consequences of any medium, that is, of cale that is
introduced into our affairs by each extension of our selves, or by any new technology.”
Dalam perihal tersebut Mc. Luhan, tokoh yang telah mempengaruhi pemikiran deterministik
teknologi dan media baru telah memprediksikan akan hadir pada masa tertentu dimana
tercipta media baru sebagai akibat perubahan cara berpikir, berimajinasi dan bertingkah laku

manusia.
Apa yang telah dipaparkan oleh Mc. Luhan kini telah benar adanya. Media baru yang
disebut telah hadir dan berada di tengah masyarakat. Secara sadar atau tidak, keberadaan
internet atau biasa penulis sebut ‘The Changer’ telah mengisi hari-hari, ranah umum bahkan
ruang pribadi manusia dalam berkomunikasi. Mc. Luhan bak inspirator yang mengisi ruang
kreatif pada penemu mewujudkan seperti apa yang dicita-citakannya. Sejak kemunculan

internet 1962 hari demi hari hingga tahun demi tahun manusia terus bergerak dinamis secara
pesat mendalami makna keberadaan teknologi baru. Berbagai penawaran media baru terus di
sodorkan bahkan ‘disuapi’ secara paksa kepada manusia sebagai user untuk mengikuti dan
menikmati perubahan. Kini, masyarakat kita telah menikmati media baru tersebut sebagai
penawaran tertinggi, cara baru berkomunikasi dengan beragam cara, dan eksis secara virtual
di kehidupan maya disebut media sosial.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi
Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content
(Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) "Users of the world, unite! The challenges
and opportunities of Social Media." Business Horizons 53(1): 59–68). Pemeluk media sosial
tentu paham betul manfaat adanya media sosial, sarana baru manusia mengkomunkasikan
dirinya dengan pihak lain atau hanya sekedar eksis di dunia maya yang tentu pengaruhnya

akan terbawa pada kehidupan nyata.
Situs Facebook, Twitter, BlackBerry Messanger (BBM), Instagram, Path, Line,
Whatsapp, G+ dan lainnya merupakan serangkaian media baru yang hidup di masyakarakat
kita pada galaksi internet. Bahkan lebih jauh masyarakat kita sekarang merupakan makhluk
media sosial karena ketidakkuasaan manusia untuk lepas dari media sosial, masyarakat
Indonesia khususnya. Seperti yang dipaparkan oleh Dra. Sirikit Syah, MA. Pada seminar di
Aula Teater Dome Uni versitas Muhammadiyah Malang tentang ‘Melek Media Sosial
Membangun Masyarakat Cerdasdan Bijak Bermedia’ pada 8 April 2015, ia berargumen
bahwa, “Even though you don’t care about the internet (social media), but internet (sosial
media) care about you.” Kalimat tersebut menyiratkan bahwa, meskipun beberapa manusia
menghindari bahkan tidak mau berhadapan langsung dengan media sosial, disadari atau tidak
media sosial akan mendatangi mereka-mereka yang tidak peduli terhadap keberadaan media
sosial, bagaimanapun caranya, siapa saja bahkan dimanapun mereka tinggal.
Lalu, bagaimana sebenarnya keterkaitan antara media sosial yang marak dikalangan
masyarakat kita, bagaimana masyarakat modern menghadapi teknologi bahkan lebih jauh,
siapa yang sebenarnya yang diubah dan mengubah ? baik buruknya memang menurut
penafsiran tiap individu, namun akan lebih bijak jika manusia itu mencari banyak referensireferensi untuk memahami dan tidak terjebak dalam zona sebagai makhluk pasif yang mana
seharusnya manusia adalah agent of change.

Media Sosial Candu Bagi User, Peluang Tanpa Batas

Media sosial sebagai dunia baru berkomunikasi manusia satu dengan lain luas
cakupannya. Tidak mengenal batas ruang dan waktu, media sosial yang diciptakan oleh
manusia akan terus terjaga kelestariannya dan berupaya mengambil andil peran besar proses
berlangsungnya komunikasi. Data dalam www.id.techinasia.com diakses 23 Maret 2015
(00:43 WIB) menunjukkan 72 juta merupakan pengguna aktif media sosial dari total jumlah
penduduk di Indonesia 249,9 juta (2013). Sejak Januari 2014 hingga Januari 2015 pengguna
media sosial di Indonesia meningkat sebesar 16%. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial
telah berkembang pesat di Indonesia sejak internet memasuki Indonesia pada awal tahun
1990-an. Hal lain yang mengejutkan bahwa Indonesia telah menerima dua gelar besar, yaitu
peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India, juga sebagai
peringkat 5 pengguna Twitter terbesar di dunia dalam www.kominfo.go.id diakses 23 Maret
2015 (01.00 WIB).
Dari data yang diperoleh pula, beberapa hipotesis dapat dilakukan secara personal,
bahwa ada kecenderungan manusia untuk tidak bisa lepas dari sosial media. Mengapa
demikian ? media sosial telah berganti wujud seperti alat multifungsi yang keberadaannya
sangat dibutuhkan manusia saat ini yang mana manusia modern mulai memasuki dunia
individualisme, degradasinya nilai sosial di masyarakat tentang bagaimana interaksi anatara
dua orang atau lebih, dan perubahan masyarakat yang semakin menyukai hal simpel dan
instan. Meskipun tidak semua masyarakat meninggalakan media tradisional seperti media
televisi atau Koran, namun media sosial telah menjadi wadah baru penemuan-penemuan

informasi yang aktual, bahkan tidak sekedar itu, media sosial seperti halnya Facebook,
Twitter, Youtube, Blog, dan lainnya telah berwujud ekspresi diri (self expression), pencitraan
diri (personal branding), dan sekedar ajang curhat bahkan keluh-kesah dan sumpah-serapah.
Contohnya begini, ketika ada salah satu pemilik akun Facebook membuat status pada
malam

hari

bertuliskan,

”Emg.ny

kmu

msh

gg

nydar


apa??

Udh bnyak dusta yg kmu smpan.. Kta.ny kta sahabat?? Aplagie udh 3 tahun loh!! Tpie npha
bru jujur skarang sich?? Damn!! Maaf bray ksbran kta dah ckup sampai snie ajha.. Kita dah
cpek!! Memg kita shabat,, tpie sharus.ny kmu jga menghrgai prsaan kta.. Kita gg enk sndrie
ma dya.. Dya msih trlalu polos soal cnta!! Seterus.ny kta mhon. . . Bnget,, kmu hrus bsa
mnyelesaikan msalah inie sndri.. Kta gg mw ikut2 lge!! Remember it bray!!”. Media sosial
juga berperan sebagai diary yang awalnya bersifat pribadi menjadi konsumsi publik.
Bahkan, tidak sedikit pemilik akun media sosial setiap malam selalu mengicaukan
tweet-tweet yang sifatnya pemberitahuan aktivitas hari ini, seolah-olah seluruh orang di muka

bumi ini harus tau, betapa lelahnya ia bekerja pada hari Senin. Beberapa penelitian turut
mewarnai sepak terjang media sosial, beberapa fakta menunjukkan media sosial telah
menjadi candu yang dosisnya melebihi jam tayang manusia berinteraksi secara langsung
dengan manusia lainnya, sisanya menunjukkan bahwa media sosial menjadi kunci lahirnya
sebuah pola interaksi baru di masyarakat. Sudah tidak sing lagi ketika sekumpulan kawan
sedang duduk santai disebuah kafe atau warung kopi, mereka asyik dengan gadget masingmasing, entah sekedar membalas sms, BBM-an, bahkan chat-chit di media sosial.
Pemandangan seperti hal itu terlihat lumrah seperti air yang mengalir dan seperti tidak terjadi
apa-apa.
Selanjutnya, selain memberikan pengaruh yang signifikan pada arah negatif, media

sosial turut mewarnai sisi postif. Banyak peluang yang dapat di manfaatkan oleh remaja yang
jika di ukur secara kematangan masih terbilang labil dan belum dewasa. Bisnis on line
merupakan salah satu fenomena yang terjadi pada kalangan masyakat di seluruh belahan
bumi yang juga memanfaatkan media sosial sebagai pasar baginya berjualan tanpa harus
membuka lapak, toko atau mall. Setidaknya peluang tersebut memberikan manfaat yang lebih
berguna dapat membantu meringankan beban orang tua atau sekedar menyalurkan passion
berbisnis.
Disamping itu, ada beberapa persoalan yang masih kontradiksi. Berbagai kejahatan
media sosial sangat marak di sekitar kita ketika tangan telah bersentuhan dengan kumpulan
huruf-huruf. Kasus yang pernah sangat heboh di media sosial seperti kasus perseteruan antara
Ahmad Dhani dan Farhat Abbas hingga melibatkan ketiga putra Ahmad Dhani, akun twitter
Trio Macan, Karakter Jokowi Menggendong Megawati, Ariel-Luna, Florence yang
kesemuanya masuk ke ranah hukum karena di anggap melanggar undang-undang. Pengadilan
sering disibukkan dengan persoalan yang awalnya bersifat pribadi dan tidak terlalu penting
berganti menjadi persoalan umum yang harus di tangani dengan tuntas. Peluang demikian
juga begitu bebasnya dan tanpa batas, hingga setiap pengguna bisa menggunakan secara
bebas.
Terkait penjelasan di atas, penulis mengkategorikan user menjadi beberapa jenis.
Pertama, manusia yang abstrak, tidak mengerti dan mengawang-awang akan adanya sarana
media sosial, manusia yang satu ini akan menerima media sosial dengan tanpa pemikiran

yang

berat,

berpikir

positivistik

menerima

perubahan

dengan

tidak

terlalu

mempermasalahkan. Kedua, manusia yang mulai menyadari dampak dari akibat media sosial
dan berupaya mengetahui sejauh mana media sosial berpengaruh dalam kehidupan mereka.

Mereka membuka cakrawala tentang tantangan yang harus di hadapi Internet dan berupaya

semaksimal mungkin berlaku arif. Dan ketiga, para sekumpulan manusia yang menutup diri
dari media sosial apapun, bahkan mereka cenderung tidak mengindahkan adanya internet
dalam keseharian mereka. Hal ini tidak salah, setiap manusia memiliki pilihan arah mana
yang harus dipilih.
Seperti halnya seorang Ibu yang akan memperlakukan gadget terhadap anaknya.
Apakah si Ibu akan mengenalkan gadget, sehingga anak dapat mengenal aplikasi yang
terdapat di smartphone tersebut, termasuk media sosial yang sangat nge-trend dalam hiruk
pikuk kegiatan manusia ketika beraktivitas di sekolah, kantor, kuliner, dll. Bisa juga si Ibu
berpikir apatis atau tidak mudah percaya dan menjauhkan anak mereka dari bahaya aplikasi
media sosial. Media sosial memang menawarkan cerita baru bagi anak muda yang masih
dalam katergori labil dan menyukai hal yang yang baru. Sajian berupa update status, unggah
gambar, bahkan sekedar memberi tahu lokasi kita kita berada di suatu tempat yang indah dan
terkenal. Tentu anak muda sebagai target sasaran menerima perihal tersebut dengan penuh
kesenangan dan harga yang pantas.
Ada sebuah cerita menarik, bahwa ketika ada salah seorang mahasiswa di perguruna
tinggi, dimana kesibukan aktivitas dalam kegiatan perkuliahan menuntut mereka untuk
mendapatkan informasi sebesar-besarnya. Ditemui satu diantara mereka yang masih
menggunakan StupidPhone atau HP biasa akan tersisih dari segi pergaulan, mengapa

demikian ? karena intensitas mahasiswa berkomunikasi satu sama lain tidak hanya
berlangsung saat didalam kelas saja, melainkan telah menjalar di media sosial sebagai wadah
baru komunikasi yang dapat mempererat hubungan antar mahasiswa. Si mahasiswa yang
tidak terlalu update di media sosial akan tertinggal dari pembicaraan seru di grup-grup yang
ada di media sosial, bahkan tertinggal dari sesuatu yang menjadi trending topic di media
sosial. Jika dia meleburkan diri di lingkungan pertemenannya, dia tidak mengetahui apa yang
sedang diperbincangkan dan tersingkir dari info-info terkini.
Dari pengamatan yang ada, sifat media sosial yang masif dan publik, rentan fitnah dan
pencemaran nama baik, konflik, telah menjelaskan dan mengajarkan kepada masyarakat
secara personal bahwa sesuatu di dalam media sosial jika tidak di rawat dengan baik akan
buruk akibatnya. Apa yang telah di unggah tidak mudah untuk di ralat, terlebih ada tangantangan jahil yang berniat menjatuhkan hanya dengan sekali mengeklik tombok enter. Proteksi
diri sangat diperlukan, jika masyarakat sadar ranah publik harus didedikasihkan untuk publik.
Ini persoalan masyakarat kita yang terlalu terintervensi dengan media massa (pers) sebagai
pilar ke IV yang gagal sehingga mereka berlari pada pilar ke V yakni media sosial, atau

karena keterbukaan mereka terhadap hal baru, atau mungkin ketidakmampuan mereka untuk
melawan media sosial, hanya setiap pelaku yang mengtahuinya dengan pasti.

UU ITE Nomor 11 Tahun 2008
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah di resmikan

yaitu Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 di peruntukkan untuk melindungi
masyarakat dalam melakukan aktivitas berinternet, salah satunya juga media sosial. Jelas
terpapar bahwa segala bentuk kecurangan dan penyalahgunaan akan di seleseaikan secara
hukum untuk memberikan sanksi sebagai bentuk rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum
bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi. Manusia dapat menjadi produser
untuk dirinya lewat media sosial sehingga akan kesulitan untuk mengontrol tanpa ada batasan
yang jelas dan terukur, manusia juga sebagai konsumen media seharusnya berdaya, artinya
melek media, paham kinerja media, bersikap skeptis (tidak mudah percaya) dan tidak mudah
bereaksi, memproduksi informasi yang bermanfaat dan bersifat menginspirasi dan ada nilai
manfaat. Tidak sekedar ber-alay ria di media sosial.
Penggunaan media yang tidak menguras biaya mahal, user sebagai subjek dan
pengelola meenjadi batu loncatan bagi seseorang from no one to be someone.

Dalam

hitungan detik seseorang bisa menjadi terkenal atau justru sebaliknya. Bahkan cerita dari
negeri Mesir mengungkapkan bahwa, media sosial Twitter dan Facebook telah menjadi
people power bagi pemerintahan, termasuk juga di Indonesia ketika pemilihan presiden 2014.
Betapa hebatnya citizen dari pihak Jokowi begitu membombardir pihak lawan, sehingga
ketika ada satu orang yang membela atau menetralkan keduanya dengan mengangkat sisi
postif Prabowo akan langsung di hajar habis-habisan hanya lewat media sosial.
Ada 3 perkara dalam pasal yang tertera dalam Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun
2008 yang cukup menggangu manyarakat dalam bermedsos. Pertama, pasal 26 yang
berbunyi penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Kedua, pasal 27
yang menjelaskan bahwa Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan,
mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Dan ketiga, pasal 28 Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Keuntungan masyarakat dalam berselanjar di media sosial tetap berasaskan pada
batasan-batasan yang berlaku dalam hidup bermasyarakat, meskipun pada dasarnya bentuk
fikiran dan tingkah laku manusia akan sulit untuk terkontrol hanya dengan tulisan-tulisan
belaka, namun akan lebih sulit jika tidak ada aturan yang mengaturnya. Demikian pula

dengan sejuta kemungkinan persoalan-persoalan manusia dengan media sosialnya akan terus
terjadi hingga media sosial tidak berlaku lagi nilainya bagi manusia itu sendiri.
Manusia Virtual
Semestinya, manusia sebagai finder atau penemu dari internet dapat menyajikan
media sosial dengan cerdas, arif dan bijak. Haruslah dapat mengontrol hasil dari
penemuannya. Misalnya, berlaku adil antara dunia maya dan nyata, karena satu hal yang
harus manusia ingat, manusia adalah makhluk sosial dan membutuhkan interaksi untuk saling
berhubungan. Jika interaksi hanya berlangsung di media sosial yang bersifat maya, manusia
akan jatuh pada jurang yang digalinya sendiri. Tidak menutup kemungkinan, ketika ada
seorang mahasiswa sakit sedang tergeletak di indekos, teman-teman dan para sahabat hanya
sebatas akan membuat status di media sosial dan mengatakan Get Well Soon (GWS). Padahal
tidak seinstan itu, orang yang sakit, kenyataan lain bahwa ia merupakan seorang perantau
yang hidup sendiri di kota orang tanpa Ayah dan Ibu perlu ke dokter untuk memeriksakan
dirinya, untuk mengatahui gejala apa yang sedang dideritanya sehingga dapat minum obat
agar lekas sembuh. Sangat berbeda dengan beberapa waktu silam, ketika mengetahui salah
seorang sahabat sakit, mereka akan berbondong-bondong menjenguk untuk ikut berempati
merasakan kesakitan yang di derita temennya.
Kasus lain yang kerap terjadi, media sosial mempengaruhi cara berpikir manusia.
Manusia menyenangi keramaiannya ketika eksis di media sosial, namun sebenarnya Ia
sedang sendiri berada di pojok sudut ruangan yang gelap hanya bercahaya sinar HP dan
dengan tangan yang sibuk mengotak-ngatik deretan huruf. Dampak secara psikologis berupa
perasaan yang sepi ketika berada di keramaian terjadi akibat manusia terlalu asyik sendiri
dengan kenyamanan media sosial. Memang betul, penulis memahami dengan jelas apa yang
sedang terjadi. Bahkan waktu yang dihabiskan empat sampai lima jam berada di dunia media
sosial tidak berasa waktu berlalu begitu cepatnya, tidak sama ketika lima menit membaca
buku perkuliahan.
Semakin berjalannya jam, hari dan tahun, manusia semakin di tunjukkan bahwa
manusia menuju pada arah perubahan besar-besaran, tidak sekedar pengetahuan tentang
teknologi, namun merambat pada aspek-aspek lainnya. Lalu pantaskah dikatakan bahwa
media sosial telah mengubah si empunya media, mengubah manusia dalam hal berpikir lalu
bertarung dengan sarana yang diciptakannya sendiri. Sulit mengatakan dan mampu
menanggulanginya, sejauh ini belum ada metode khusus yang bisa mengembalikan kejayaan
hidup sosial secara langsung bertatap muka dan berdekatan, karena zamannya telah berubah.

Hal yang bisa dilakukan masyarakat adalah mengatur sistem agar sesuai dengan
kaidah-kaidah komunikasi dan tidak melupakan manusia sebagai user. Media sosial
seharusnya di peruntukkan untuk manusia untuk di ambil manfaat sebesar-besarnya dan
meminimalisir dampak negatif yang ada. Namun tetap tidak mengurangi esensi dari
kreativitas manusia untuk terus tumbuh dan berkembang beriringan dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Seperti dua gambar pada sebuah koin, untuk
mengetahui adanya suatu dampak positif atau negatif perlu di ransang oleh hal tertentu,
dalam hal ini media sosial menjadi ransangannya.
Manusia modern telah menjawab teknologi dengan sikap dan perilaku yang
ditimbulkan. Selain sebagai subjek acuan, manusia turut menjadi korban yang jika dibiarkan
akan merusak generasi suatu bangsa. Berbagai penemuan ketagihan bermain I Phone telah
terkuak, tidak pandang usia, tempat, wilayah, negara barat atau timur, dan lain sebagainya.
Berlaku pula pada sistem komunikasi di Indonesia. Media sosial menjadi cambuk dalam
kejenuhan manusia berlakon dalam kehidupan. Sistem-sistem bergeser dimana media sosial
menjadi tempat yang paling strategis dan tepat untuk membantu, menjadi teman curhat,
bahkan seperti alat yang memiliki raga namun tidak berjiwa.
Tidak khayal rupanya, ketika manusia modern beberapa tahun kedepan diprediksikan
akan begitu malas untuk sekedar keluar dari rumah, dan jasa-jasa yang ditawarkan lewat
media sosial akan laris di pasaran. Karena saat ini pun manusia telah menyelami kegiatan
tersebut. Akan jarang ditemui sebuh perkumpulan Ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga (PKK) bergosip tentang suatu hal, karena arahnya telah menjadi Ibu-ibu sosialita
yang bergosip lewat media sosial. Ini mungkin saja, media sosial juga menjadi alternatif baru
lahirnya degradasi moral yang mana norma kesopanan masih di pegang teguh di negeri ini.
Kebebasan berpendapat yang dianut bagi penduduk Indonesia akan mulai disalah artikan,
status yang dibuat seseorang siswi diyakini dan di rasakan oleh semua orang yang
membacanya,

menganggap

bahwa

si

pembuat

status

menyindirnya,

bahkan

mempermalukannya di depan umum dimensi maya. Timbul kekacauan-kekacauan mengenai
arti kepercayaan karena mereka akan lebih senang bergelut dengan media sosial di banding
manusianya langsung.
Kesimpulannya, mau tidak mau manusia telah berhadapan dengan manfaat
dahsyatnya media sosial, namun semua bisa teratasi dengan lebih baik, dengan tetap
menempatkan sesuatu pada porsinya dan tidak berlebihan, kerana agama pun sepakat
demikian. Pepatah mengatakan bahwa hidup itu tak berkesudahan, ambil sari-sari
keuntungannya, olah dengan baik agar produk dari buah pemikiran terus meningkat dan

peradaban terus berkembang kearah lebih baik, tidak hanya maju namun manusianya
berintegritas selayaknya manusia pemikir.
DAFTAR PUSTAKA
McLuhan

Marshall.

1964.

”Understanding

The

Media”

dalam

http://www.academia.edu/5106768/Marshall diakses 23 Maret 2015 (22:51 WIB)
http://smartpoeple.blogspot.com/2012/09/sejarah-kemunculan-internet-didunia.html#.VQ-vEvzF9ic diakses 23 Maret 2015 (23:15 WIB)
http://www.romelteamedia.com/2014/04/media-sosial-pengertian-karakteristik.html
diakses 23 Maret 2015 (23:31 WIB)
http://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia/
diakses 23 Maret 2015 (00:43 WIB)
http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+
%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VQ_CKfzF9ic
diakses 23 Maret 2015 (00:57 WIB)

TENTANG PENULIS
Salis Fitria, lahir di Pamekasan pulau Madura Jawa Timur, 12
Agustus 1994. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif di Jurusan
Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Selain aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Bestari UMM dan
komunitas Eskalator yang bergerak di bidang Public Relation, penulis
beberapa kali mengikuti produksi buku, antara lain : Mahasiswa
Androgini (Buku Litera, Yogyakarta 2014), Simple; Kumpulan Foto
Karya Mahasiswa (Aditya Media Publishing, Yogyakarta 2014) dan tulisan berita yang
dimuat di koran Bestari setiap bulannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat atas di SMA Nurul Jadid pondok pesantren
Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Salis menyadari arti penting dari menulis. Beberapa kegiatan
kepenulisan yang diadakan oleh Bestari kerap diikutinya dengan sungguh-sungguh, meskipun
saat ini masih sebatas menulis dalam bentuk kecil dan lingkup yang terbatas.
Salis sebagai anak ketiga dari empat bersaudara memiliki sosok inspirator, Aini
Uswatun dan Ibrahim Zain yang telah mengajarkannya arti ketekunan, kesabaran dan kerja
keras. Keduanya merupakan orang tua tunggal yang Insyallah masih menjadi alasan Salis
terus belajar dan menulis hingga akhir hayat. Semoga Allah SWT. melindungi keduanya,
Amien. Bagi siapa saja yang berkenan memberikan masukan dan saran lebih jauh bisa melalui
twitter: @salisphoenix dan E-mail: [email protected] Jazakumullah.