Negara Maju dan Berkembang dan

Indonesia Bisa
Oleh Silvia Rahmelia

Tahukah kalian apa yang menjadi berbeda antara negara berkembang dan
negara maju di dunia ini ?
Sesungguhnya, secara lebih dekat dapat sekali kita lihat bahwa tak banyak
yang dapat ditandai sebagai perbedaan signifikan dalam mengukur tingkat
kemajuan suatu negara. Faktor yang menjadi elemen dari suatu negara pun
sebenarnya tidak terlalu berpengaruh. Jika semisalnya satu negara memiliki lebih
dari cukup komponen pembangunan negaranya, maka negara yang tertinggal
sekalipun sebenarnya dapat mencapai titik itu.
Jika seperti itu kenyataannya, lalu apa yang menjadi tolok ukur keberhasilan
suatu negara ?
Cermatilah berbagai fakta ini. Pertama, usia negara terkadang tidak
berpengaruh terhadap kemajuan negara itu sendiri. Suatu negara yang berdiri lebih
lama, pada kenyataannya masih menghadapi berbagai permasalahan pelik dalam
proses pembangunannya. Kita sebut saja Mesir, yang sistem pemerintahannya
kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Kemudian bandingkanlah dengan
Singapore, yang sempat menyandang predikat negara paling banyak dikunjungi
wisatawan asing tiap tahunnya. Tentunya Singapore berpotensi untuk menjadikan
negaranya negara maju jika melihat berbagai faktor perbedaan yang ada. Padahal

Mesir lebih dulu berdiri sebagai negara dibanding Singapore yang masih
dikategorikan negara baru.
Kedua, tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat, dapat dilihat dari
banyaknya jumlah penduduk, hal ini ternyata sama sekali tidak mempengaruhi
keberhasilan negara itu sendiri dalam mencapai pembangunan yang sempurna.
China sebagai negara dengan angka penduduk 1,3 milyar terbukti belum berhasil
mengatasi kemajuan kualitas sumber daya manusianya. Negara raksasa dagang ini
kalah oleh Jepang yang notabene nya sebagai negara dengan angka penduduk
yang kecil. Dulu dan kini Jepang tetap sebagai negara dengan kualitas sumber
daya manusianya yang baik. Personality orang-orang Jepang yang taat dan
memegang teguh corak kebudayaan yang santun dan memukau di tengah
gempuran westernisasi membuktikan keberhasilan pembangunan SDM-nya.
Padahal eksistensi keduanya di dunia global tidak berbeda jauh.

Ketiga, sumber daya alam. Sedikit mengungkap lebih dalam, yang satu ini
memang sedikit menyentil ibu pertiwi. Bayangkan saja, sumber daya alam ini
dipandang sebagai harta alam yang tak ternilai. Bahkan jika dihitung jumlah
kekayaannya. Renewable dan unrenewable sebagai sifat dari sumber daya alam,
sewaktu-waktu bisa berubah menjadi bertambah atau berkurang. Hal inilah yang
tentunya patut menjadi tantangan dalam menyusun strategi pengembangan SDA

demi tercapainya pembangunan nasional. Indonesia sebagai pemilik sumber daya
alam yang terbilang besar dan melimpah di jagat raya ini ironisnya tidak mampu
memberdayakan serta mengembangkan kekayaan alamnya. Hal ini berakibat
habisnya sumber daya alam sejurus dengan berdirinya korporasi-korporasi asing
di Indonesia yang berakibat non-profit untuk rakyatnya sendiri.
Mari bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia. Jumlah penduduk yang
tidak terlalu banyak, wilayah yang terbatas, sumber daya alam yang sedikit atau
bahkan hampir tak ada, terbukti mampu menjadi negara yang makmur dibanding
Indonesia. Kini Malaysia dapat dikategorikan sebagai negara yang mulai maju.
Mencukupi kebutuhan rakyatnya, mempertahankan kekuatan industri Proton
(mobil) dan Petronas (bahan bakar) sebagai penopang perekonomian merupakan
beberapa keberhasilan Malaysia.
Terbukti bukan? Usia negara, jumlah penduduk, dan kekayaan alam yang
dimiliki suatu negara belum tentu menjadi tonggak keberhasilan negara itu untuk
meninggalkan ketidakmakmuran dan merampungkan pembangunan sebagai
predikat negara berkembang. Khusus untuk Indonesia, hal yang mesti
digarisbawahi adalah mentalitas pola pikir sebagai warga negara. Dari ketiga
faktor yang sudah diuraikan diatas, analisa keseluruhan bahwa usia Indonesia
sebagai negara merdeka memang masih muda, jumlah penduduk pun jika memang
sumber daya manusianya berkualitas, ditambah sumber daya alam yang

melimpah, Indonesia mampu menjadi negara maju dan mengejar ketertinggalan
global.
Pola pikir yang berkarakter nasionalis, bertanggung jawab, jujur, peduli dan
ke 18 karakter lainnya yang harus dipenuhi sebagai warga negara dapat menjadi
modal Indonesia untuk mulai merangkak naik mewujudkan cita-cita
pembangunan nasional dan beranjak dari predikat dunia berkembang. Menjadi
Indonesia BISA. Berkarakter, Intelektual, Sejahtera dan Adil.

Bandung, 8 Agustus 2012