Klasifikasi dan Pemanfaatan Batu Kapur.d

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Batu Kapur atau calcium carbonate (CaCO3) terbentuk lebih dari dari
30 sampai 500 Juta Tahun yang lalu, yang berasal dari kerang, karang, ikan
purba dan kalsium yang mengendap dari dasar laut membentuk lapisan dari
batuan kapur. Tekanan dan panas dari Bumi selama Jutaan Tahun dapat
memadatkan dan mengkristalkan hal diatas menjadi batuan kapur, dimana
tekanan yang lebih ekstrim akan membatuk marmer.
Batuan
kapur (Limestone) dapat berubah menjadi “kapur reaktif” apabila
mendapatkan pemanasan sampai 900ᵒC, yang apabila dicampur dengan air
membentuk reaksi kimia menjadi Calcium Hidrokside (Ca(OH)2) an apabila
mengering akan kembali ke bentuk batu aslinya.
Penggunaan kapur ini pertama kali ditemukan lebih dari 7.000 Tahun
yang lalu untuk membuat patung-patung dan selain itu digunakan untuk
memperhalus dinding bangunan mereka. Orang Mesir lebih dari 4.500
Tahun yang lalu menggunakan kapur mortar plester dinding dalam Piramida
dan juga gedung-gedung mereka. Bangsa Yunani dan Romawi
mengembangkan penggunaan kapur sebagai mortar pasangan bata serta
plester pada proses finishing dinding mereka. Kemajuan terbesar mereka

dalam konstruksi ketika mereka menemukan cara untuk membuat beton.
Mereka masih belum menemukan semen modern tapi dengan
menggabungkan kapur dan pasir pozzolanic dari gunung Vesuvius dan batu
marmer mereka mampu menciptakan “Beton Romawi” dan struktur yang
mereka buat bertahan lebih dari 2.200 Tahun.
“The great arches of the Aqueducts” sangat akurat dan kuat dengan
menggunakan “beton Romawi” dan kapur internal yang membawa air
dengan gravitasi ke Roma dan kota lain. The Pantheon di Roma dibangun
pada Tahun 126 dengan luas 43m. Telah selamat dari gempa bumi, cuaca
dan perang berkat sistem “Beton Romawi”. Struktur yang luar biasa bahkan
untuk jaman sekarang. Bangsa Romawi membangun jalan dan struktur
hebat lainnya seperti Coliseum yang masih ada saat ini menggunakan
“Beton Romawi”. Sayangnya budaya baik itu tidak dilanjutkan oleh
Pemerintah yang mengambil alih, setelah jatuhnya kekaisaran Romawi
karena tidak memiliki keterampilan teknik yang sama. Selama lebih dari
1.000 Tahun tidak ada perkembangan rekayasa dan bangunan yang
signifikan setelah zaman Romawi. Banyak budaya memiliki sejarah dalm
hal penggunaan kapur untuk pasangan bata dan plester, sepertiMezquita di
1


Spanyol, The great Wall of China, Katedral di Eropa, kuil-kuil Maya dan
banyak lagi.
Pada Tahun 1824 seorang tukang pasang bata dari Inggris, Joseph
Aspdin, mengembangkan Portland Cement, nama itu diambil karena
kesamaan warna yang mirip dengan batu dari Portland, Inggris. Hal ini
merupakan awal dari perkembangan modern era bangunan beton dan mortar
menggunakan semen menggantikan kapur sebagai pengikat utama. Semen
Portland membutuhkan panas lebih dari 1.500ᵒC. semen akan cepat keras
dan mejadi kuat dalam hitungan jam dibandingkan dengan kapur yang
membutuhkan waktu berminggu-minggu.
Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang
banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian,
antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan
raya, pengapuran untuk pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi
dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara
kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara
organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan
siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang.
Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat

bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral
karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah
aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun
waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang
umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam
jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan
magnesit (MgCO3). Kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian dan
kehalusan yang tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat,
farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan lain lain, baik sebagai bahan dasar
maupun bahan penolong.
Untuk kebutuhan itu, Indonesia masih mendatangkan CaCO 3 dari
luar negeri. Umumnya bahan itu dibuat secara kimia dari suspensi kapur
padam dan gas karbon dioksida. Di Indonesia banyak terdapat batu kapur
atau marmer yang berupa serpihan atau butir kecil yang dibuang sia sia. Di
samping itu, gas CO2 juga banyak yang belum dimanfaatkan. Pembuangan
kedua jenis bahan itu dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, kalau
serbuk limbah marmer disuspensikan dalam air dan direaksikan dengan
CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak tercampur zat pengotor.
Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi CaCO 3 murni. Pada
penelitan ini akan direaksikan suspensi batu kapur dan gas CO 2 seperti

pembentukan stalakmit dan stalaktit di alam Batu kapur (Gamping)
merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor
2

industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan
bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk
pertanian dll.
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu
secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu
kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari
pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau
ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur
dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam,
tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum
ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO 3), yang
merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat
berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan
berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil
adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3).
Kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian dan kehalusan yang

tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat, farmasi, kosmetik,
karet, kertas, dan lain lain, baik sebagai bahan dasar maupun bahan
penolong. Untuk kebutuhan itu, Indonesia masih mendatangkan
CaCO3 dari luar negeri. Umumnya bahan itu dibuat secara kimia dari
suspensi kapur padam dan gas karbon dioksid. Di Indonesia banyak terdapat
batu kapur atau marmer yang berupa serpihan atau butir kecil yang dibuang
sia sia. Di samping itu, gas CO2 juga banyak yang belum dimanfaatkan.
Pembuangan kedua jenis bahan itu dapat mencemari lingkungan. Oleh
karena itu, kalau serbuk limbah marmer disuspensikan dalam air dan
direaksikan dengan CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak
tercampur zat pengotor. Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi
CaCO3 murni. Pada penelitan ini akan direaksikan suspensi batu kapur dan
gas CO2 seperti pembentukan stalakmit dan stalaktit di alam
Pada Pembahasan ini, penulis ingin membahas mengenai “Klasifikasi
Batu Kapur Dan Manfaatnya Bagi Kehidupan”. Penulis berharap,
pembahasan ini dapat menjadi bahan informasi bagi pembaca.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin saya sampaikan sebagai berikut:
a.
Bagaimana mula jadi terbentuknya batu kapur?

b.
Bagaimana klasifikasi batu kapur dari berbagai acuan?
c.
Bagaimana manfaat batu kapur dalam kehidupan sehari-hari?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin saya sampaikan sebagi berikut:
3

d.
e.
f.

Mengetahui mula jadi terbentuknya batu kapur.
Mengetahui klasifikasi batu kapur dari berbagai acuan.
Mengetahui manfaat batu kapur dalam kehidupan sehari-hari.

1.4. Manfaat Penelitian

Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa untuk menambah wawasan
mengenai klasifikasi kapur dan manfaat yang sangat penting bagi
kehidupan sehari-hari.

Bagi Tenaga Pengajar
Sebagai salah satu referensi tambahan bagi tenaga pengajar untuk
memberikan bahan ajar bagi peserta didik agar memilki pengetahuan
mengenai klasifikasi kapur dan manfaatnya bagi kehidupan.

Bagi Penulis
Sebagai tambahan informasi mengenai kapur sebelum melaksanakan
kerja praktek, sebagai syarat kurikulum mata kuliah yang sedang
dilaksanakan.
1.5. Batasan Masalah
a.
Karya tulis ini berdasarkan hasil rangkuman penulis dari berbagi
sumber refensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4

2.1. Mula Jadi
Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh
mineral kalsium karbonat (CaCo3). Bahan tambang ini biasa digunakan
untuk bahan baku terutamadalam pembuatan semen abu/portland (biasa
digunakan sebagai perekat untuk memplester),industri keramik, obat-obatan,
dll. Batugamping (limestone) merupakan batuan sedimenorganik klastik.
Secara umum batugamping dikelompokkan berdasarkan mineral utama
pembentuk batugamping yaitu kalsit (calcite (CaCO3)) atau dolomite
(MgCa(CO3)2).Batu gamping juga dikelompokkan berdasarkan kandungan
senyawa karbonat dalam batuan misalnya batugamping murni, batugamping
napalan, batugamping tufan. Pengelompokkan batugamping berdasarkan
grade atau kandungan karbonatnya banyak digunakan dalam kajian
pedology dan edaphology
Dikenal batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang
laut antara lain Coelenterata, Molusca, Protozoa, Foraminifera. Batu
gamping Koral merupakan pertumbuhan/perkembangan koloni Koral. Batu
gamping klastik,merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non klasik
melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi,sedimentasi. Oleh

karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral lain yang merupakan
pengotor dan memberi warna pada batu gamping yang brsangkutan. Akibat
adanya proses sortasi secara alamiah akan terbentuk pengelompokan ukuran
butir. Dikenla jenis kalsidurit apabila batu gamping tersebut fragmental,
kalkarenit apabila batu gamping terebut berukuran pasir, dan kalsilutit
apabila batu gamping tersebut berukuran lempung. Tingkat
pengotoran/kontaminasi oleh mineral asing berkaitan erat dengan ukuran
butirnya. Pada umumnya jenis batu gamping ini dilapangan menunjukkan
berlapis. Adanya perlapisan dan struktur sedimen yang lain serta adanya
kontaminasi mineral tertentu yang akan memberi warna dalam beberapa hal
memberikan nilai tambah setelah batu gamping tersebut terkena sentuhan
teknologi.
Selain itu mata air mineral dapat pula mengendapkan batu gamping
yang disebut sebagai endapan sinter kapur. Batu gamping jenis ini terjadi
karena proses kimia di alam, peredaran air panas alam maka melarutlah batu
gamping di bawah permukaan yang kemudian diendapkan kembali
dipermukaan bumi.
Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO 3). Di alam
tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium . Kadar magnesium
yang tinggi mengubah batu gamping menjadi batu gamping dolomitan

dengan komposisi kimia CaCO3MgCO3. Hasil penyelidikan hingga kini
meyebutkan bahwa kadar Calsium Oksida batu gamping di Jawa umumnya
5

tinggi (CaO>50%). Selain magnesium batu gamping kerapkali tercampur
dengan lempung, pasir, bahkan jenis mineral lain.
Pada umumnya batu gamping yang padat gamping yang padat dan
keras mempunyai berat jenis. Selain yang pejal (masif) dijumpai pula batu
gamping yang sarang (porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi
dari putih susu, abu -abu tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya
disebabkan karena jumlah dan jenis pengotor yang ada. Warna kemerahan
disebabkan oleh mangan, oksida besi sedang kehitaman karena zat organik.
Batu gamping yang mengalami metamorfose berubah menjadi marmer.
Dibeberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya didapatkan
gua atau sungai bawah tanah yang terjadinya berkaitan erat dengan kerjanya
air tanah. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 hasil
pembusukan zat organik dipermukaan setelah meresap kedalam tanah dapat
melarutkan batu gamping yang dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi kimia
yang berlangsung adalah :
CaCO3 + 2CO2 + H2O ↔ Ca(HCO3 )2 + CO2

Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadi rongga dalam
bentuk gua atau sungai bawah tanah.
Seperti dijelaskan dimuka, secara geologi batu ganoping mungkin
berubah menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomit (MgO >
19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan unsur
magnesium dari laut kedalam batu gamping tersebut. Disamping itu dolomit
juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan batu gamping.
Ada hubungan yang erat antara batu gamping dan dolomit seperti yang
dikemukan oleh Pettijohn (1949).
2.2. Proses Pembentukan Batu Kapur
Batu gamping adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh
kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk mineral kalsit. Di Indonesia, batu
gamping sering disebut juga dengan istilah batu kapur, sedangkan istilah
luarnya biasa disebut "limestone". Batu gamping paling sering terbentuk di
perairan laut dangkal. Batu gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan
batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi cangkang, karang,
alga, dan pecahan-pecahan sisa organisme. Batu gamping juga dapat
menjadi batuan sedimen kimia yang terbentuk oleh pengendapan kalsium
karbonat dari air danau ataupun air laut.
Berdasarkan lokasi pembentukannya, batu kapur dibedakan menjadi 2
proses, yaitu:
1. Pembentukan batu kapur pada lingkungan laut
Kebanyakan batugamping terbentuk di laut dangkal, tenang, dan
pada perairan yang hangat. Lingkungan ini merupakan lingkungan
ideal di mana organisme mampu membentuk cangkang kalsium
karbonat dan skeleton sebagai sumber bahan pembentuk
6

batugamping. Ketika organisme tersebut mati, cangkang dan
skeleton mereka akan menumpuk membentuk sedimen yang
selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batugamping.
Produk sisa organisme tersebut juga dapat berkontribusi untuk
pembentukan sebuah massa sedimen. Batugamping yang terbentuk
dari sedimen sisa organisme dikelompokan sebagai batuan sedimen
biologis. Asal biologis mereka sering terlihat oleh kehadiran fosil.
Beberapa batugamping dapat terbentuk oleh pengendapan langsung
kalsium karbonat dari air laut. Batugamping yang terbentuk dengan
cara ini dikelompokan sebagai batuan sedimen kimia. Batugamping
yang terbentuk seperti ini dianggap kurang melimpah dibandingkan
batugamping biologis.
Gambar 1. Terbentuknya Kapur di Laut

2. Pembentukan batu kapur dilokasi gua (proses evaporasi)

7

Batugamping juga dapat terbentuk melalui penguapan. Stalaktit,
stalakmit dan formasi gua lainnya (sering disebut "speleothems")

adalah contoh dari batugamping yang terbentuk melalui penguapan.
Di sebuah gua, tetesan air akan merembes dari atas memasuki gua
melalui rekahan ataupun ruang pori di langit-langit gua, kemudian
akan menguap sebelum jatuh ke lantai gua. Ketika air menguap,
setiap kalsium karbonat yang dilarutkan dalam air akan tersimpan di
langit-langit gua. Seiring waktu, proses penguapan ini dapat
mengakibatkan akumulasi seperti es kalsium karbonat di langitlangit gua, deposit ini dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke
lantai dan menguap serta tumbuh/berkembang ke atas (dari lantai
gua) depositnya disebut dengan stalakmit. Batu gamping yang
membentuk formasi gua ini dikenal sebagai "travertine" dan masuk
dalam kelompok batuan sedimen kimia.
Gambar 2. Proses Terbentuknya Kapur di Gua

2.3. Klasifikasi Batu Kapur
a. Klasifikasi Batu Kapur Menurut Dunham (1962)
Batu gamping termasuk batuan sedimen.Batu gamping ini dapat
diklasifikasikansalah satunya adalah klasifikasi dunham yang membahas
tentang pembagian batugamping. Klasifikasi Dunham (1962) ini dilihat
secara megaskopis yang mana diamengamati indikasi adanya
pengendapan batugamping yang ditunjukkan oleh tekstur hasil
pengendapan yaitu limemud (nikrit) semakin sedikit nikrit semakin
besar energi yang mempengaruhi pengendapannya.
Menurut Dunham, batu gamping terbagi atas:
1. Mud Stone
Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan
warna segar putih abu-abu dan warna lapuknya adalah putih
kecoklatan. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi
kimia karbonat dan strukturnya pun tidak berlapis. Salah satu
contoh dari batuan karbonat adalah kalsilutit ( Grabau ) atau
Munstone ( Dunham ) , Batuan ini mempunyai nama yang berbeda,
karena dari klasifikasi yang digunakan dengan interprestasi yang
8

berbeda, batuan ini dinamakan kalsilutit, karena batuan ini
merupakan batuan karbonatdan menurut klasifikasi dunham nama
dari batuan ini adalah mudstone, karena batuan inimempunyai kesan
butiran kurang dari 10 % dan pada batuan ini tidak ditemukan
adanya fosil.Tekstur dari batuan ini adalah non kristalin, karena
mineralnya penyusunnya tidak
berbentuk kristal, dengan
memperhatikan tekstur batuan ini dapat disimpulkan bahwa
batuanini terbentuk dari adanya pelarutan batuan asal yang
merupakan material–material penyuplai terbentuknya batuan ini
adapun batuan asal dari batuan ini adalah seperti pelarutan terumbu
karang.
Selain itu, proses keterbentukan batuan ini adalah pengerusan
gamping yang telah adamisalnya penghancuran terumbu karang,
oleh gelombang, atau dari pengendapan langsungsecara kimia air
laut yang ke lewat jenuh akan CaCO 3. Proses litifikasi dari batuan
inimelibatkan pelarutan mineral- mineral karbonat yang stabil
maupun yang tidak stabil, dalam pengertian luas diagnesa meliputi
perubahan mineralogi, tekstur kemas dan geokimia sedimendan
temperature serta tekanan yang rendah. Litifikasi sedimen karbonat
dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun yang masih
berada didalam laut, proses terbentuknya batuan in berlangsung
perlahan dan bertingkat, dimana batas antara tingkatan tidak jelas ,
bahkan dapat saling melingkup, tingkatan tersebut adalah
penyemenan, pelarutan pengendapan, perubahanmineralogy butirbutir dan rekristalisasi. Keterdapatan batuan ini biasanya dapat
ditemukandisekitar pinggiran pantai, adapun asosiasi dari batuan ini
adalah batupasir karbonatan dan packtone. Adapun kegunaan dari
batuan ini adalah sebagai reservoir dalam pencarian minyak bumi.
Gambar 3. Mudstone

2. Wackestone
Gambar 4. Wackestone

Wackestone adalah matriks yang didukung batuan karbonat yang
mengandung lebih dari10%allochemsdalam matriks lumpur
9

karbonat. Ini adalah bagian dariklasifikasiDunham batuan karbonat.
Dalam klasifikasi banyak digunakan lain karenaFolk ,deskripsi yang
setara akan, misalnya, oopelmicrite, dimana allochems yang
dimaksud adala hooids dan peloids. Wackstone merupakan lumpur
didukung batu kapur yangmengandung butiran karbonat lebih dari
10% (lebih besar dari 20 mikron) "mengambang" dalam matriks
lumpur halus-halus kapur.
3. Boundstone
Bounstone merupakan hubungan antar komponen tertutup yang
berhubungan dengan rapat (oolite).Karbonat batuan menunjukkan
tanda-tanda terikat selama pengendapan (Dunham,1962). Embry
dan Klovan (1972) lebih diperluas klasifikasi boundstone atas dasar
kaindari boundstone tersebut.
Gambar 5. Boundstone

Boundstone merupakan batu kapur yang terikat olehganggang,
karang, atau organisme uniseluler lainnya ketika dia terbentuk.
Boundstone ditemukan didaerah sekitar terumbu karang, dan daerah
yang terumbu karang 2,5-3 jutatahun lalu, tapi mungkin dikelilingi
lahan kering. Tergantung pada cara bahan organik telah diatur dalam
sedimen ketika batu itu terbentuk dan jenis bahan organik itu,
boundstone dapat diklasifikasikan sebagai framestone, bindstone,
atau bafflestone.
Mereka memiliki tiga subdivisi:
o Framestone
Organisme dari organik fosil, biasanya dalam karang laut, yang
terjadi berdekatan dengan spons ini terikat oleh kerak mikroba
dan pasir yangmengeras. Dan ruang antara bertahap diisi
dengan pasir , sedimen, dan kristalkalsit.Dalam waktu yang
lama, air surut dan struktur itu terus menerus terkenaudara, dan
10

penyemenan alami dari padat sedimen diawetkan sisa-sisa
bahanorganik sebagai fosil.
o Bindstone:
hasil organisme yang mengikat sedimen sehingga lepas
bersama-sama, ditandai dengan adanya dispersi. Yang mengikat
di bindstone padaumumnya adalah ganggang, yang bersamasama dengan lapisan lumpur dan kalsit dengan besar pori-pori
yang
disebabkan
oleh
gelembung
gas
yang
menjaditerperangkap dalam sedimen selama pembentukan.
Stromatolit, berupa gundukan fosil alga berlapis dan sedimen,
yang bentuk paling umum dari bindstone. Bindstone
kebanyakan berorientasi secara vertikal. Bindstone merupakan
jenisyang paling banyak ditemukan dari boundstone.
o Bafflestone:
terikat oleh sedimen berdinding tebal berupa karang berbentuk
paralel sehingga hanya sedimen halus yang melewatinya.
Akibatnya, komposisi bafflestone, selain karang fosil, sebagian
besar pasir alami-semen dan lumpur. Pasir ini terdiri dari kalsit
homogen dan lumpur terdiri dari campuran residu tertinggal
setelah lumpur karbonat yang disaring. Struktur unik dari
bafflestoneyaitu terbentuk pada dan di sekitar koloni-vertikal
tumbuh karang, dan karena ituterbatas pada individu kecil.
4. Grainstone
Merupakan hubungan antar komponen-komponen tanpa lumpur
sehingga sering disebut batuan karbonat bebas lumpur, yang
didukung butir. Dunham(1962) , batuan ini berasal :
(1) Grainstone terbentuk pada kondisi energ iyang tinggi, butiran
produktif lingkungan di mana lumpur tidak dapat terakumulasi,
(2) terdapat pada arus yang putus butir dan melewati lumpur pada
lingkungan. Grainstones mempunyai tekstur berpori dan dikenal
sebagai karbonat yang terdapat pada sekitar pantai.

11

Gambar 6. Grainstone

5. Packstone
Packtone merupakan lumpur, tetapi yang banyak adalah
betolit. Butir-bitirnyadidukung batuan karbonat berlumpur
(Dunham, 1962). Lucia (1999) dibagi packstones ke dalam lumpur
yang didominasi (ruang pori total dipenuhi umpur) dan yang
didominasi (beberapa ruang pori antar butir bebas darilumpur)
packstones. Divisi ini adalah penting dalam memahami
kualitasreservoir karena lumpur plugs ruang partikel pori.
Packstones menunjukkan berbagai sifat pengendapan. Lumpur
menunjukkan proses energi yang lebihrendah , sedangkan
kelimpahan butir menunjukkan proses energi yang lebihtinggi .
menurut Dunham (1962) asal packstones: (1) packstone berasal
dariwackestones dipadatkan,
(2) berasal dari proses akibat dari infiltrasi lumpur awal atau akhir
dari sebelumnya disimpan lumpur bebas sedimen,
(3) terbentuk dalam air yang tenang, atau
(4) hasil pencampuran dari berbagai lapisan sedimen. Di mana
butirnya yang sangat besar, Embry dan Klovan(1971) contohnya
karbonat rudstones.
Gambar 7. Sayatan Packstone

b. Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)
12

Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi
ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding
dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun
batuannya, yaitu :
 Allochem
Analog hasil presipitasi kimia atau biokimia dengan pasir atau gravel
pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai
yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet.
 Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada lempung atau matrik lempung pada
batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran
berukuran 1- 4 pm.
 Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit
karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi
rongga antar pori.

13

Gambar 8. Klasifikasi Folk

c. Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)
Klasifikasi Embry & Klovan (1971) sebenarnya lebih cocok digunakan
pada saat pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan lup.
Berikut adalah penjelasan penggunaan klasifikasinya :
 Merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962).
 Seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas
didalam ukuran butir, yaitu ukuran grain >= 0,03-2 mm dan ukuran
lumpur karbonat < 0,03 mm.
14





Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batu
gamping menjadi 2 kelompok :
1. Batugamping allochthon : jika komponen atau material
terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi
(mudstone, wackestone)
2. Batugamping autochthon : material-material yang terikat
secara organis selama proses deposisi (bafflestone, bindstone,
dan framestone).
Sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi
pengendapan

Menurut Embry dan Klovan (1971), batu gamping diklasifikasikan
menjadi:
1. Allochthonus
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat
secara organis tidak selama proses deposisi. Dan pada batuan
mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm
sebanyak lebih dari 10%, batuan yang bersifat allochtonus oleh
Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
– Matrix supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang
berukuran lebih dari 2 mm namun masih bersifat matrix
supported atau antar butiran fragmen tidak saling
bersinggungan.
Selanjutnya,
nama
batuannya
adalah Mudstone (Floatsone)
– Component supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang
berukuran lebih dari 2 mm lebih dari 10% dan
bersifat somponent
supported atau
antar
butiran
fragmennya saling bersinggungan. Selanjutnya, nama
batuannya adalah Wackedstone (Rudstone)

Gambar 9. Sayatan floatstone

2. Autochtonus
15

Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan materialmaterial yang terikat secara organis selama proses deposisi. Hal
ini lebih dikarenakan adanya aktivitas organisme pada saat
proses deposisi sedimen yang mengakibatkan material-material
terikat dan terkompaksi menjadi batuan. Berdasarkan sifat
pengikat batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi 3
macam antara lain :
– By organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan (1971), batuan ini merupakan
batuan yang material-materialnya terikat selama proses
deposisi oleh perilaku organisme yang berperan
sebagai baffle atau bersifat seperti dinding yang mengikat
komponen-komponen batuan yang lain. Nama batuannya
adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan
karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara
hidupnya menadah sedimen yang jatuh pada organisme
tersebut. Tekstur ini dijumpai pada daerah dengan energi
sedang, batuan ini biasanya terdiri dari kerangka koral yang
sedang dalam posisi tumbuh (branching and growth
position of coral) dan diselimuti oleh lumpur karbonat.
– By organism that encrust and bind
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya
terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang
terjebak dan terjepit selama proses deposisi. Nama
batuannya adalah Bindstone.Bindstone adalah organisme
yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya
mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme
tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan
berkembang di daerah berenergi sedang – tinggi. Batuan ini
umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan
kerangka organik seperti koral, bryozoa, dll; tetapi telah
diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan gamping
(encrustion) yang dikeluarkan oleh ganggang merah.
– By organisms that build a rigid framework
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya
terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang
membentuk kerangka keras atau rigid framework. Oleh
Embry & Klovan (1971), nama batuan ini
adalahFramestone. Batuan ini tersusun atas organismeorganisme yang hidup pada daerah dengan energi tinggi
sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun
16

batuan ini adalah koral, bryozoa, dan ganggang dalam
matriks yang kurang dari 10% atau bahkan tanpa matriks.
d. Klasifikasi Batu Gamping Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya
sedimen campuran memiliki empat komponen :
1. Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
2. Mud campuran silt dan clay,
3. Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan
intraldas yang berukuran >20 μm, dan lumpur karbonat atau mikrit
(berukuran 20 μm).
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki
pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-nama
tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun komponen
antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang mengandung
material silisiklastik >50% berukuran pasir dengan sedikit allochem
maka disebut allochemical sandstone.
Bagan 1. Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-

karbonat (Mount,1985)

e. Klasifikasi Batu Gamping Plumley et al (1962)
Klasifikasi batuan karbonat menurut Plumley et al (1962) adalah
klasifikasi batuan karbonat yang berdasarkan indeks energi. Indeks
energi ini merupakan salah satu parameter penting di dalam menentukan
lingkungan pengendapan batuan karbonat. Pembagian indeks energi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Indeks Energi I
Batuan karbonat yang diendapakan pada kondisi air laut yang
tenang (quite water), dicirikan oleh kandungan lumpur karbonatnya
yang dapat mencapai 50%, keadaan fosil-fosilnya masih dalam
keadaan yang utuh, walaupun jarang fosil dijumpai.
2. Indeks Energi II
17

Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang sedikit
bergelombang (intermittently agitated), dicirikan oleh kandungan
lumpurnya yang kurang dari 25%, fosil-fosil yang dijumpai masih
dalam jumlah yang sedikit. Dan keadaan fosilnya masih dalam
keadaan yang relatif baik
3. Indeks Energi III
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut
bergelombang lemah (slightly agitated), dicirikan oleh kandungan
butirannya yang dapat mencapai 50%, dan kandungan fosilnya telah
menunjukkan adanya gejala abrasi.
4. Indeks Energi IV
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang
bergelombang sedang (moderately agitated), dicirikan oleh
kandungan butirnya yang mencapai lebih dari 50%, dan keadaan
fosilnya pada umumnya telah pecah-pecah.
5. Indeks Energi V
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang
bergelombang kuat (strongly agitated), dicirikan oleh oleh
kandungan lumpurnya yang kurang dari 5%, keadaan fosilnya yaitu
sebagian besar telah pecah-pecah, dapat pula batuan karbonat ini
tersusun oleh organisme yang tumbuh dan berkembang di tempat
tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stomatoporoid, dan lainlain.
2.4. Jenis-Jenis Batu Kapur
Ada banyak nama berbeda digunakan untuk batugamping. Namanama ini didasarkan pada bagaimana batugamping terbentuk,
penampilannya (tekstur), komposisi mineral penyusunnya, dan beberapa
faktor lainnya. Berikut beberapa jenis-jenis kapur berdasarkan hasil
produknya:
a. Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya:
1. Chalk : merupakan sebuah batugamping lembut dengan tekstur
yang sangat halus, biasanya berwarna putih atau abu-abu. Batuan
ini terbentuk terutama dari cangkang berkapur organisme laut
mikroskopis seperti foraminifera atau dari berbagai jenis ganggang
laut. Batuan ini biasa digunakan sebagai bahan campuran (fluks),
dibidang pertanian, Chalk digunakan untuk meningkatkan pH di
tanah dengan keasaman tinggi dan sebagai antasida dalam dosis
yang kecil. Selain itu, partikel-partikel yang kecil membuat zat ini
sangat ideal sebagai pembersihan (contoh: pasta gigi) dengan
abrasif ringan dan sebagai polishing logam. Pada pengunaan era
sebelumnya, chalk digunakan sebagai bubuk sidik jari dan bahan
18

2.

3.

4.

5.

6.

alat tulis papan tulis. Pada bidang kontruksi, sebagai bahan mortir
penghalus bangunan.
Coquina: merupakan
sebuah
batugamping
kasar
yang
tersemenkan, yang tersusun oleh sisa-sisa cangkang organisme.
Batuan ini sering terbentuk pada daerah pantai dimana terjadi
pemisahaan fragmen cangkang dengan ukuran yang sama oleh
gelombang laut. Pada era 400 tahun lalu, coquina dipakai sebagai
bahan yang baik untuk membuat benteng, dikarenakan sifatnya
yang lembut mengakibatkan bola meriam tenggelam didalamnya.
Material ini juga digunakan sebagai paving material menjadi
komponen shell atau karang fragmen, terkadang digunakan
sebagai hiasan lanscape. Coquina yang mengandung fosfat dapat
digunakan sebagai pupuk tanaman.
Fossiliferous Limestone: merupakan sebuah batugamping yang
mengandung banyak fosil. Batuan ini dominan tersusun atas
cangkang dan skeleton fosil suatu organisme. Pada umumnya,
material ini sebagai bahan referensi dan pentunjuk geologi untuk
menentukan geologi pengendapan, formasi batuan atau pun jenis
kegiatan biologis saat itu.
Lithographic Limestone: merupakan sebuah batugamping padat
dengan ukuran butir sangat halus dan sangat seragam, yang terjadi
di dalam sebuah lapisan tipis membentuk permukaan sangat halus.
Batuan ini merupakan asal muasal hadirnya teknik menulis
litografi, yang menggunakan batu litografi sebagai medium
artistiknya.
Oolitic Limestone: merupakan sebuah batugamping yang terutama
tersusun oleh kalsium karbonat "oolites", berbentuk bulatan kecil
yang terbentuk oleh hasil presipitasi konsentris kalsium karbonat
pada butir pasir atau cangkang fragmen. Material ini sangat jarang
digunakan, namun beberapa bagian dapat dipoles sebagai ubin
atau alas bangunan dan trotoar. Batuan ini juga dapat digunakan
sebagai batu hias dalam pembuatan perhiasan.
Travertine: merupakan sebuah batugamping yang terbentuk oleh
presipitasi evaporasi, sering terbentuk di dalam gua, yang
menghasilkan deposit seperti stalaktit, stalakmit dan flowstone.
Travetine sering digunakan sebagai bahan bangunan. Bangsa
Romawi menggunakan travetine sebagai bangunan candi, saluran
air, monumen, kompleks mandi, amphiteater dan colosseum,
bangunan terkenal di Italia juga sebagian besar dibangun dari
travetine. Travetine adalah salah satu dari batu alam yang
digunakan sebagai paving teras dan tanaman jalan, dan yang
paling umum sebagai ukiran ubin untuk instalasi lantai.
19

7. Tufa: Sebuah batu kapur yang dihasilkan oleh pengendapan air
kalsium sarat dengan air panas, danau atau lokasi lainnya. Proses
geotermal air panas terkadang menghasilkan sejenis (kurang
berpori) deposit karbonat travetine atau disebut sebagai meteogene
travetine. Tufa saat ini dibentuk sebagai wadah tanaman.
Konsitensi berpori yang membuat tufa ideal untuk perkebunan
alpine. Endapan modern dan fosil tufa yang berlimpah dengan
tanaman lahan basah ditandai dengan komponen macrobiological
besar dan berpori dapat berguna sebagai pembentukan saluran
fluvial dan pengaturan endapan fluvial
b. Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Mineral Pembentuknya:
1. Batu Kapur Kalsium (CaCO3), mempunyai unsur kemurnian yang
tinggi apabila unsur bahan kimia yang lain kurang dari 15 %
2. Batu Kapur Magnesium(CaCO3MgCO3), apabila mengandung
unsur magnesium karbonat diantara 5-20%.
3. Batu Kapur Dolomite, mengandung unsur magnesium karbonat
lebih dari 30% dan kurang dari 44%.
4. Batu Kapur Hidrolis, mengandung senyawa lain lebih dari 5 %
yang terdiri dari alumunium,besi dan silika.
5. Batu Kapur Mergel, merupakan batu kapur campuran dengan
tanah liat.
6. Batu Kapur padar dan marmer, merupakan batu kapur yang
mengandung beberapa unsur senyawa yang mengalami metamorf.

c. Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Hasil Produk:
1. Kapur kalsit (CaCO3)
Terdiri dari batu kapur kalsit. Proses pembentukannya yaitu batu
kapur kalsit ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu.
2. Kapur dolomite [CaMg(CO3)2]
Terdiri dari batu kapur dolomite. Proses pembentukannya yaitu
batu kapur dolomite ditumbuk (digiling) sampai kehalusan
tertentu.
3. Kapur bakar, quick lime (CaO)
Merupakan batu kapur yang dibakar sehingga terbentuk CaO.
CaCO3 + panas CaO + CO2
4. Kapur hidrat, slaked lime [Ca(OH)2]
CaO + H2O Ca (OH)2 + panas
(di beri air) kapur hidrat
20

d. Jenis-Jenis Batu Kapur Sebagai Bahan Bangunan
Sifat-sifat kapur yaitu plastis, dapat mengeras dengan cepat sehingga
memberi kekuatan pengikat, mudah dikerjakan tanpa melalui proses
pabrik, menghasilkan rekatan yang bagus inilah menjadi salah satu
alasan pemanfaatannya sebagai bahan bangunan.
Pemanfaatan batu kapur sebagai bahan bangunan dibedakan menjadi:
1. Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang
komposisinya sebagian besar merupakan kalsium karbonat
(CaCO3) pada temperature diatas 900 derajat Celsius terjadi proses
calsinasi dengan pelepasan gas CO2 hingga tersisa padatan CaO
atau bisa juga disebut quick lime.
CaCO3 (batu kapur) —> CaO (kapur tohor) + CO2
2. Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan
membentuk hidrat.
CaO + Air ( H2O ) —–> Ca (OH)2(kapur padam) + panas
3. Kapur udara adalah.kapur padam yang diaduk dengan air setelah
beberapa waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena
pengikatan karbon dioksida.
Ca (OH)2 +CO2

——-> Ca CO3 + H2O

4. Kapur hidrolis adalah kapur padam yang diaduk dengan air
setelah beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air
maupun didalam udara.

2.5. Manfaat Kapur
Kapur merupakan bahan galian startegis untuk dikembangkan, sebagai
bahan pertimbangannya ialah
1. Keterdapatan karst kapur di Indonesia yang cukup berlimpah dan
keanekaragaman prototipe karst batuan karbonat yang berbeda dari
setiap sebaran. Hal ini menambah nilai tambah bagi setiap daerah
mengembangkan produk bahan galian semaksimal mungkin.
2. Kapur memiliki peran penting dalam hampir seluruh sektor industri dan
rumah tangga, sehingga menjadikan kapur sebagai bahan vital yang
harus dikembangkan pemanfaatannya. Agar nantinya, kapur bukannya
hanya sebagai bahan tambahan atapun sampingan tetapi bahan strategis
untuk diolah.
3. Kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor bahan mentah ke luar
negeri, menjadikan bahan olahan kapur yang lebih maksimal agar
nantinya banyak hasil barang jadi siap pakai untuk diekspor ke luar
negeri.
21

Beberapa manfaat kapur dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai bahan bangunan: Kapur sering dipotong menjadi blok dan
lempengan dimensi tertentu untuk digunakan dalam konstruksi dan
arsitektur. Hal ini digunakan untuk pemolesan batu, ubin lantai,
tapak tangga, kusen jendela, dan sebagainya. Sebagai bahan lapisan
atap agar tahan akan cuaca dan tahan panas. Sebagai batu hancur
untuk dasar jalan dan kereta api pemberat. Hal ini digunakan sebagai
agregat dalam beton. Sebagai bahan baku proses dalam kiln dengan
shale hancur untuk membuat semen.
2. Dalam bidang pertanian: Kapur memiliki peran sebagai AgLime
berfungsi sebagai penetralisis unsur tanah yang mengandung asam.
Apabila kalsium karbonat (CaC03) dipanaskan dengan suhu tinggi
dalam kiln, produk akan menjadi pelepasan gas karbon dioksida
(CO2) dan kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida adalah agen asam
netralisasi kuat. Hal ini banyak digunakan sebagai agen pengobatan
tanah (lebih cepat bertindak daripada aglime) di bidang pertanian
dan sebagai agen asam-netralisasi oleh industri kimia.
3. Dalam bidang peternakan : Ayam membutuhkan kalsium karbonat
untuk menghasilkan kulit telur yang kuat, sehingga kalsium karbonat
sering ditawarkan kepada mereka sebagai suplemen makanan dalam
bentuk "bubur jagung ayam." Hal ini juga ditambahkan ke pakan
dari beberapa sapi perah yang harus mengganti sejumlah besar
kalsium hilang saat hewan tersebut diperah. Kapur juga digunakan
untuk menghilangkan bau dan bakteri pada kandang ternak,
4. Mine Safety: Juga dikenal sebagai "debu batu." Tumbuk kapur
adalah bubuk putih yang bisa disemprotkan ke permukaan batubara
terbuka di tambang bawah tanah. Lapisan ini meningkatkan
pencahayaan dan mengurangi jumlah debu batubara rilis ke udara.
Hal ini dapat meningkatkan udara pada pernafasan, dan juga
mengurangi bahaya ledakan yang dihasilkan oleh partikel debu
batubara yang mudah terbakar di udara.
5. Dalam bidang lingkungan: 1.Penetral limbah hasil industri. 2.Alat
APAR 3.Melancarkan dan pembersih saluran pipa produk rumah
tangga 4. Membantu menghilangkan karat dan kotoran pada besi. 5.
Digunakan untuk remineralisasi dan meningkatkan alkalinitas air
dimurnikan untuk mencegah korosi pipa dan mengembalikan tingkat
nutrisi penting.
6. Sebagai bahan energi alternatif : 1.Sebagai bahan baku alternatif
energi dengan mengandalkan energi eksoterm hasil reaksi dengan
air ataupun HCl. 2.Kapur dapat dijadikan bahan bakar transportasi
maupun pembangkit listrik tenaga uap. Dalam hal ini perlu adanya
pengembangan kembali.
22

7. Dalam berbagai bidang industri, seperti:






Bahan untuk menurunkan kadar sulfur
Bahan pembuat soda api
Industri pupuk
Pengkristal gula tepung dan gula pasir
Ekstraksi peleburan besi sebagai fluks kapur hancur digunakan
dalam peleburan dan proses pemurnian logam lainnya. Dalam
panas peleburan, kapur menggabungkan dengan kotoran dan
sisa logam lainnya dari proses sebagai terak.



Separator
(pemisah) logam
mulia
Bahan baku semen
Bahan baku gelas
pewarna
Pemutih
kertas
pakaian
Penyamak kulit
Campuran
minuman soda
Farmasi
Bahan pembuat cat
Bahan keramik
Bahan dempul



















Bahan lem
Bahan kardus
Lumpur
Pengeboran
Bahan pembuatan
kaca
kristal,
plastik, piler ban,
kertas dan kabel
Sebagai penjernih
kelapa sawit
Sebagai
bahan
pembuatan
kerajinan
karya
seni.



23

 BAB III
 PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral
industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan
pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil
jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat
terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau
secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara
organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan
siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral/kerang. Prose pembentukan batu kapur berdasarkan letek
pembentukan dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pembentukann batu kapur
dilingkungan laut akibat proses sedimentasi binatang laut. 2. Pembentukan
batu kapur di gua akibat proses evaporasi karbonat.
 Klasifikasi batu kapur memiliki 5 pendapat ahli mengenai batu
kapur antara lain:
1. Klasifikasi Batu Gamping Menurut Dunham (1962)
2. Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)
3. Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)
4. Klasifikasi Batu Gamping Mount (1985)
5. Klasifikasi Batu Gamping Plumley et al (1962)
 Jenis-jenis batu kapur memilliki beberapa nama menurut beberapa
faktor seperti:
1. Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya
2. Jenis-jenis batu kapur berdasarkan mineral pembentuknya
3. Jenis-jenis batu kapur berdasarkan hasil produk
4. Jenis-jenis batu kapur sebagai bahan bangunan
 Kapur memiliki beberapa manfaat yang vital diberbagai bidang
industri, hal ini menjadi langkah strategis untuk mengembangkan kapur
secara maksimal agar penggunaannya nanti tidak hanya menjual barang
mentah tetapi barang siap pakai.

3.2. Saran
 Penulis sangat menyarankan untuk memaksimalkan bahan galian
kapur sebagai bahan galian vital yang patut dikembangkan, mengingat
banyak faktor manfaat kapur dapat menjadi pertimbangan.


DAFTAR PUSTAKA




 http://geology.com/sedimentaryrock/limestone//
 diakses pada tanggal 09 Agustus 2016 pukul 08.00 WIB
 http://dokumen.tips/documents/pembentukan-batu-gamping.html//
 diakses pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB
 http://batukapurlimestone.blogspot.co.id//
 diakses pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 13.00 WIB
 http://infosiana.net/batu-kapur-dan-manfaatnya/
 diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB
 htttp://wiipedia.com/limestone//
 diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pukul 18.00 WIB