Adaptasi bentuk dan fungsi secara pragma

ADAPTASI BENTUK DAN FUNGSI SECARA PRAGMATIS
PADA HUNIAN KAMPUNG
Dewi Parliana
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Itenas
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana adaptasi bentuk bangunan yang terjadi pada koridor jalan
arteri yang diakibatkan oleh pembangunan jalan arteri itu sendiri, yang berbentuk lengkung dan miring.
Kawasan di sepanjang koridor lingkar dalam (Lingkar Selatan) umumnya berasal dari sawah dan kebun
yang dimatangkan, kemudian di pecah-pecah menjadi kapling-kapling kecil yang bentuk dan ukurannya
beraneka ragam. Pembangunan Jalan Lingkar Selatan membelah kawasan hunian yang sudah
terbangun, yaitu kampung. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh
pembangunan jalan lingkar dalam (Lingkar Selatan), yang tidak mengikuti pola kawasan terbangun
yang sudah ada terhadap bentukan arsitektur tersebut sangatlah besar. Pada koridor jalan tersebut,
kapling-kapling dan bangunan terpotong miring berubah menjadi bentuk-bentuk iregular, dan orientasi
kapling terhadap jalan menjadi tidak tegak lurus. Konsolidasi lahan pasca pembangunan jalan tidak
dilakukan oleh Pemerintah, sehingga dengan bentuk-bentuk iregular kapling, masyarakat membangun
rumah mereka tanpa kaidah-kaidah arsitektur yang baik. Dengan kapling dan bangunan yang terpotong
pembangunan jalan tersebut, adaptasi bentuk bangunan yang dilakukan oleh masyarakat
memperlihatkan kecenderungan pragmatis, dan selain itu juga terjadi penetrasi dari hunian ke non
hunian.
Kata kunci : pembangunan jalan, kapling, adaptasi bangunan.


1

Jalan
lingkar
selatan
dibangun
pada
pertengah
an tahun
’80,
sebagai
inner
ringroad
yang
melayani
transporta
si
kota
Bandung

bagian
selatan.
Transport
asi
kendaraan
dari
Bandung
timur
menuju
Bandung
barat
dapat
dicapai
tanpa
melalui
jalan
arteri
primer
asia afrika
dimana

pusat kota
berada.
Jalan
Lingkar
Selatan
dibangun
membelah
kawasan
terbangun
yang
merupaka
n
kawasan
hunian
kampung.
Dampakn
ya adalah
struktur

fisik

kampung
mengalam
i
perubahan
.
Aksesibili
tas pada
fasilitas
kampung
menjadi
sulit,
kehidupan
sosial
penghuni
kampung
berubah
drastis,
sanak
saudara
terpisahpisah, dan

dampakny
a
bagi
arsitektur
kota
menyisak
an koridor
yang
kumuh.
Setel
ah
terpotong
oleh jalan
Lingkar
Selatan,
hasil
bentukan
tata
bangunan
kampung

menjadi
semakin
tidak
teratur.
Dengan
atap yang
terlihat
tumpang
tindih,
material
non
permanen
,

menghasil
kan
pemandan
gan yang
kumuh.
Adaptasi

bangunan
yang
dilakukan
masyarak
at
dilakukan
secara
pragmatis,
tanpa
memperti
mbangkan
nilasi
estetis.
Pasc
a
pembangu
nan jalan
baru pada
kawasan
kosong di

Indonesia
tidak
diikuti
dengan
land
readjustm
ent.
Masyarak
at
membang
un pada
kaplingkapling
berbentuk
iregular,
yang tidak
tegak
lurus
jalan, dan
dengan
ukuran

kapling
yang
beraneka
ragam.
Dam
paknya
adalah,

penataan
bangunan
secara
arsitektur
mengalam
i kesulitan
dalam
menghasil
kan tata
bangunan
yang baik.
Jalan

lingkar
merupaka
n
jalan
alternatif
dalam
memecah
kan
masalah
perkemba
ngan kota,
dan
berbentuk
melingkar
secara
radiacent
ric sejajar
dengan
pusat
kota,

sehingga
bila
dibangun
lingkar
selatan,
seharusny
a
juga
dibangun
jalan
lingkar
utara.
Jalan
lingkar
utara
yang
direncana
kan pada
kenyataan
nya
mengalam
i kesulitan
disebabka
n
oleh

topografi
kota
Bandung
yang
berbukitbukit,
sehingga
pembangu
nan jalan
lingkar
utara
sampai
saat
ini
tidak
dapat
dilaksana
kan
Gam
bar
dibawah
ini adalah
Peta
Keluran
Samoja
dan
Kelurahan
Cibangko
ng
Kecamata
n
Batunung
gal,
sebelum
terkena
intervensi
pembangu
nan jalan
Lingkar
selatan
(laswi),
yaitu
tahun
1987.
Kampung
yang
sangat
padat ini
diapit
oleh jalan
Gatot
Soebroto
dan jalan
Ahmad
Yani.

Gambar
7.13 Peta
Kampun
g
Batunun
ggal
sebelum
terbelah
jalan
Laswi
Pada
kelurahan
Samoja,
terdapat
lima RW
yang
terkena
pembangu
nan jalan
baru,
yaitu RW
04, RW,
05, RW
06, RW
07,
dan
RW
11
sedangka
n
pada
kelurahan
Cibangko
ng, hanya
satu RW
yang
terkena
pembangu
nan jalan
baru.

Gambar
7.14 Peta
garis dan
foto
udara
Kampun
g
Batunun
ggal
setelah
terpotong
jalan
Laswi
Pem
bangunan
jalan
Laswi
dilaksana
kan pada
tahun
1987,
dimana
sebelumn
ya telah di
bangun
jalan Peta,
Pelajar
Pejuang
dan BKR.
Status
kepemilik
an tanah
yang

terkena
pembangu
nan jalan
terdiri
dari
3
status,
yaitu
tanah
sewa
yang
disewa
dari KAI,
yaitu
berlokasi
disisi
sebelah
utara dan
selatan rel
kereta api,
tanah
milik
Pemkot
yang
ditempati
dengan
sistem
sewa
juga, dan
tanah
milik adat
yang
berlokasi
sebelah
selatan
sungai
Cibunut.
Kapli
ngkapling
yang
berstatus
sewa
setelah
terkena
pembangu
nan jalan,
pada
umumnya
tidak
bermasala
h, tidak
ada
konflik
yang

melibatka
n panitia
pembebas
an tanah
dan
penduduk,
hal
ini
disebabka
n
oleh
karena
status
tanah
milik
KAI, pada
umumnya
terjadi
pergantia
n
penghuni
atau
dipindah
sewakan,
sehingga
terjadi
pergantia
n
penghuni
terus
menerus.
Deng
an
terbelahn
ya
kampung
oleh jalan
laswi,
akses ke
lokasi
fasos dan
fasum
menjadi
terputus,
misalnya
untuk
pendidika
n, sekolah
dasar
terdapat 3
lokasi
,
satu
berada di
sebeleh
timur,
sedangka

1

n 2 buah
lokasi
berada di
sebelah
barat di
RW 10,
sehingga
untuk
mencapai
nya harus
menyeber
ang jalan
laswi
yang
begitu
padat
volume
kendaraan
nya, dan
berkecepa
tan tinggi.
Kemudian
sumber
air bersih
juga
menjadi
sulit
dicapai,
berada di
sebelah
barat
yaitu di
RW 11,
demikian
halnya
juga
dengan
mesjid,
dan ruang
olah raga
semuanya
berlokasi
di sebelah
barat.
Seba
gai
contoh
yang
dialami
oleh RW
06,
dengan
adanya
pembangu

nan jalan
laswi, RW
tersebut
menjadi
terbelah
dua , dan
bergabun
g dengan
kelurahan
Cibangko
ng. Tetapi
statusnya
secara
administrt
if
ia
masih
tetap
merupaka
n bagian
dari
kelurahan
Samoja,
KTP yang
dimiliki
penduduk
nya pun
masih
berstatus
kelurahan
Samoja.
Kehi
dupan
sosial
mereka
telah
berubah,
dan untuk
mencapai
sekolah
dasar, dan
memperol
eh
air
bersih,
warga
harus
menyeber
angi jalan
raya yang
volume
kendaraan
nya padat,
dan
kecepatan
kendaraan

nya
tinggi,
sedangka
n sarana
untuk
menyeber
ang tidak
disediaka
n.
Dari
warga
setempat
diperoleh
keteranga
n, sudah
sering
terjadi
warga
yang
menyeber
angi jalan
tertabrak
kendaraan
dan
meningga
l dunia.
Bent
uk-bentuk
kapling
yang
terpotong
jalan,
menjadi
tidak
beraturan,
dan
beberapa
mengalam
i
penggabu
ngan dan
pembelah
an,
sebagian
lagi
mengalam
i
konsolida
si lahan.
Pola,
sirkulasi
jalan dan
gang
mengalam
i

perubahan
jalur, dan
orientasi
muka
bangunan
cenderung
menghada
p ke jalan
baru, dan
cenderung
berubah
jadi
komersil.
7.2.1
Bentukan
arsitektu
r
pada
koridor
jalan
kampung
yang
terbelah
Kori
dor Laswi
adalah
koridor
yang
bentuknya
paling
melengku
ng
(bentuk
S),
diantara
koridor
lainnya di
Jalan
Lingkar
Selatan.
Dengan
bentuk
lengkung,
jalan
Laswi
memoton
g hunian
kampung
yang
padat,
dengan
ukuran
kapling
yang

kecilkecil.
Kapling
yang
berfungsi
tetap
sebagai
hunian,
dan
berbentuk
segitiga
dan
segiempat
ireguler,
adalah
terbanyak
terjadi di
jalan
Laswi ini.
Dengan
status
lahan
pada
umumnya
sewa
kepada
PT. KAI
dan
Pemkot,
mengakib
atkan
setiap
kapling
diadaptasi
secara
pragmatis
dengan
bentuk
bangunan
mengikuti
bentuk
kapling
yang
tersisa,
tata
bangunan
yang
dihasilkan
pada
koridor
menjadi
tidak
teratur
dan

tumpang
tindih.

G
ambar
7.15 Foto
udara
tiga
dimensi
koridor
jalan
Laswi
Kori
dor Laswi
membent
uk koridor
yang tidak
tertata
dengan
baik,
bangunan
bangunan
miring
terbentuk
pada
kaplingkapling
kecil
berbentuk
iregular
berfungsi
sebagai
hunian.
Kepadata
n sangat
tinggi,
dan
bangunan

diadaptasi
pada
kapling
kecil
tanpa sisa
ruang.

Gambar
7.16
Bentukan
tiga
dimensi
massa
banguna
n koridor
jalan
Laswi

7.2.2
Transfor
masi dan
adaptasi
fungsi
dan
bentuk
banguna
n
Adap
tasi
bangunan
terjadi
pada
bangunan
bangunan
yang
mengalam
i
transform
asi
tapak/kapl
ing.
Tingkat
adaptasi
dari
beberapa
kasus

menunjuk
an
perbedaan
perbedaan
, hal ini
disebabka
n
oleh
variabel
yang
menentuk
annya,
diantaran
ya adalah
status
tanah,
tingkat
transform
asi bentuk
kapling,
tingkat
ekonomi
penghuni,
dan
tingkat
dan skala
perubahan
fungsi.
Pada
jalan
Laswi ini
terdapat 3
status
kepemilik
an tanah,
yaitu:
tanah hak
milik
KAI,
tanah hak
milik
Pemkot,
tanah hak
milik
pribadi
(tanah
adat).
Melalui
ketiga
status
tanah
tersebut
kemudian
dilihat

bagaiman
a adaptasi
yang
dilakukan
penghuni
pada fisik
bangunan
yang
dipengaru
hi
oleh
transform
asi bentuk
tapak,
kemudian
adaptasi
yang
dilakukan
karena
perubahan
fungsi
(penamba
han dan
penguran
gan), dan
adaptasi
yang
dilakukan
secara
pragmatik
karena
keterbatas
an
ekonomi.
Ting
kat
adaptasi
terdiri
dari
4
tingkat
yaitu:
rekonstru
ksi,
stabilisasi,
konsolida
si,
pemelihar
aan. Dan
lapisanlapisan
yang di
intervensi
yaitu:
kapling,
struktur,

2

kulit,
utilitas,
interior,
dan
penghuni
sebagai
jiwanya.
Mela
lui
pengamat
an kasuskasus
dibawah
ini dicoba
untuk
dilihat
bagaiman
a
perbedaan
adaptasi
bangunan
pada
status
tanah
yang
berbeda,
dengan
tingkat
ekonomi
yang
hampir
sama.

Gambar
7.17
Kelompo
k
kepemili
kan
tanah
Seg
men jalan
Laswi
dibagi 2
yaitu

segmen
utara
yang pada
umumnya
status
tanahnya
milik
KAI, dan
segmen
selatan
yang
status
tanahnya
campur
yaitu hak
milik, dan
milik
Pemkot.
Pada
segmen
selatan,
kerusakan
yang
terjadi
akibat
dari
intervensi
pembangu
nan jalan
sangat
besar, hal
ini
disebabka
n
oleh
bentuk
jalan yang
membent
uk
lengkunga
n,
sehingga
membelah
dan
memoton
g kaplingkapling
yang ada
menjadi
bentukben
tuk yang
iregular.
Pada
segmen
utara

kerusakan
akibat
intervensi
pembangu
nan jalan
tidak
terlalu
berat,
bentuk
jalan yang
relatif
lurus
membelah
dan
memoton
g kaplingkapling
menjadi
bentukbentuk
segiempat
lagi.

Gambar
7.18
lokasi
kasuskasus
adaptasi
a.
Banguna
n Rumah
Tinggal,
warung
dan salon
(d)
Pemi
lik
bangunan
adalah
ibu Iyah
yang

merupaka
n
penghuni
lama
sejak
tahun
1960,
status
tanah
adalah
hak milik,
bangunan
yang
lama
telah
habis
terkena
dampak
intervensi
pembang
unan
jalan.
Bangunan
ini adalah
bangunan
baru yang
selesai
dibangun
tahun
1990,
sampai
tahun
2006
telah
berhasil
menyeles
aikan
seluruh
pembang
unan
dengan
proses
modifikas
i
yang
terus
menerus.
Sejak
dibangun
kembali
pada
tahun
1990,
sudah
mengala

mi
penamba
han
fungsi
beberapa
kali,
diantaran
ya adalah
warung,
salon.

Ga
mbar
7.19
Kasus
adaptasi
1
Orie
ntasi
muka
bangunan
pada
awalnya
adalah
menghad
ap
ke
timur,
setelah
dibangun
jalan
Laswi
kemudian
menghad
ap
ke
Barat.
Perubaha
n bentuk
kapling
tidak
drastis,
karena

kapling
hanya
terpotong
lurus
pada
bagian
belakang
nya.
Penyelesa
ian tata
bangunan
pada
kapling
cukup
baik, dan
tidak
melangga
r
GSB
yang
telah
ditentuka
n. Luas
kapling
awal
adalah
120 m2,
kemudian
menjadi
60
m2,
KDB
melebihi
ketentuan
yaitu
sekitar
80%,
sedangka
n
ketinggia
n
bangunan
1 lantai.

b.
Banguna
n Rumah
Tinggal
dan
warung
nasi.
Pemi
lik
bangunan
adalah
bapak
Misran
yang
merupaka
n
penghuni

lama
sejak
tahun
1968,
status
tanah
milik
Pemkot.
Panjang
kapling
pada awal
adalah 20
meter,
kemudian
akibat
dampak
intervensi
pembang
unan
jalan
menjadi 3
meter
dengan
lebar
kapling 7
meter.
Dengan
sisa
kapling
yang
berbentuk
jajaran
genjang,
bapak
Misran
membang
un kearah
vertikal
menjadi 2
lantai,
dimana
lantai 1
untuk
fungsi
ruang
tamu dan
dapur,
dan lantai
2
berfungsi
sebagai
ruang
tidur.

Untu
k
memperta
hankan
fungsi
awalnnya
yaitu
rumah
tinggal
dan
warung
nasi,
kemudian
dibangun
warung
nasi non
permanen
pada
ruang
setback
bangunan
dipinggir
jalan
Laswi ini.
Penyelele
saian
yang
pragmatik
adalah
solusi
yang
tidak
dapat
dihindari,
karena
keterbatas
an dana
dan
lahan.

3

Gambar
7.20
Kasus
adaptasi 2

c.
Banguna
n Rumah
Tinggal
dan
warung
Sate (e)
Bent
uk awal
kapling
adalah
segiempat
, setelah
terpotong
dari
samping,
bentukny
a menjadi
segiempat

panjang
terpancun
g. Rumah
milik
bapak
Komarudi
n
ini
sudah
ditempati
sejak
tahun
1967,
tadinya
merupaka
n
bangunan
dari kayu,
yang
berfungsi
sebagai
rumah
tinggal
dan
warung
sate, dan
setelah
ada
intervensi
pembang
unan
jalan
Lingkar
Selatan,
tetap
menjadi
rumah
tinggal
dan
warung
sate.
Gant
i
rugi
yang
diperoleh
dari
pemerinta
h
pada
waktu itu
(tahun
1985)
adalah
sebesar
16.000
rupiah per

meter
persegi.
Orientasi
muka
bangunan
pada
awalnya
ke arah
timur
laut, dan
kemudian
ke arah
tenggara
menghad
ap jalan
Lawi.
Ada
ptasi
bangunan
yang
telah
dilakukan
oleh
penghuni
meliputi,
struktur,
kulit
bangunan
, utilitas,
interior.
Bahan
bangunan
mengala
mi
perubaha
n,
dari
dinding
kayu
menjadi
dinding
bata,
dengan
atap dari
genteng.
Dengan
bentuk
berubah
menjadi
miring,
penyelesa
ian atap
mendapat
kesulitan,
diselesaik

an dengan
cara yang
unik
seperti
terlihat
pada foto
dibawah
ini.

Gambar
7.21
Kasus
adaptasi 3
dan 4

d.
Bangunan
Rumah
Tinggal
dan Toko
Pigura(f)

Bent
uk
awal
kapling
rumah
bapak
Kundang
ini adalah
segiempat,
dan setelah
terpotong,
menjadi
berbentuk
segiempat
terpancung
.
Status
tanah
adalah hak
milik, dan
merupakan
penghuni
pertama
sejak tahun
1945.
Bangunan
lama
berbentuk
segiempat
berfungsi
sebagai
rumah
tinggal,
dan tidak
mengalami
pemotonga
n, bentuk
bangunan
sekarang
berbentuk
L, dengan
fungsi
tambahan
yaitu toko
pigura,
depot
minyak

tanah, dan
satu
ruangan
disewakan
sebagai
bengkel
AC. Satu
massa
bangunan
berfungsi
sebagai
hunian,
dengan
lantai
1
berfungsi
sebagai
dapur dan
kamar
mandi, dan
lantai
2
berfungsi
sebagai
ruang
tidur.
Dengan
bentuk
bangunan
L,
maka
masih
tersedia
ruang
halaman
depan
dibagian
muka
bangunan,
yang
berfungsi
sebagai
tempat
dudukduduk
konsumen
toko
pigura, dan
konsumen
bengkel
AC mobil.

e.
Bangunan
Rumah
Tinggal
dan
Studio
Foto (g)
Hasi
l
wawancara
dari para
warga
mengataka
n bahwa
kaplingkapling
segitiga
seperti ini
sebetulnya
milik
Pemkot
yang tidak
dialihkan
kepada
pihak
manapun,
artinya
bahwa
pemiliknya
adalah
Pemkot.
Bahwa
pada saat
pembebasa
n
lahan,
kaplingkapling ini
berstatus
sisa
dan
sudah
diberi
ganti rugi
(dibeli).

Dengan
bentuk
segitiga
seperti ini
Pemkot
membiarka
nnya
menjadi
ruang
terbuka,
dan tidak
dianjurkan
untuk
dibangun.

Gambar
7.22 Kasus
adaptasi 5
Teta
pi selang
beberapa
waktu
lamanya,
tiba-tiba
ada pihak
yang
mengaku
pemilik
tanah
tersebut,
dan
kemudian
membangu
n
bangunan
segitiga
ini. Tahap
pertama
dibangun
satu lantai,
kemudian
2
lantai,

4

dan
kemudian
sekarang
menjadi 3
lantai.
Lantai
pertama
adalah
counter
foto, WC
dan studio
yang
berbeda
ketinggian,
lantai
2
adalah
ruang
tidur, dan
lantai ke 3
adalah
dapur dan
kamar
mandi.
Bangunan
ini
letaknya
sangat
strategis,
dalam
artian
ia
berada
pada
kelokan
jalan,
sehingga
dari arah
berlawana
n sangat
terlihat
jelas,
sehingga
mengunda
ng
pertanyaan
monumen
apakah
ini?

f.
Bangunan
Rumah
Tinggal

dan jual
beli mobil
(h)
Bent
uk
awal
kapling
rumah
bapak
Amir ini
adalah L,
dan
kemudian
setelah
terpotong
tetap
berbentuk
L
yang
terpancung
.
Merupakan
penghuni
pertama
sejak tahun
1972,
dengan
status
tanah hak
milik.
Orientasi
muka
bangunan
ini
tetap
menuju
arah
selatan.
Kapl
ing
ini
telah
mengalami
4
kali
intervensi,
yang
mengakiba
tkan makin
berkurangn
ya
luas
kapling,
yaitu
pertama
dengan
dibangunn
ya
jalan
gang
dimuka

bangunan,
sebagai
prakarsa
dari
masyaraka
t
RW
tersebut,
yang
kedua
dengan
adanya
program
prokasih
pada
sungai
dibagian
belakang
kapling,
kemudian
ketiga
dengan
adanya
intervensi
pembangu
nan jalan
Lingkar
Selatan
yang
memotong
sebanyak 5
meter
bagian
muka
kapling
secara
miring,
yang
keempat
adalah
dengan
adanya
pelebaran
gang
sebagai
proyek
KIP
dengan
dibangunn
ya drainase
dan
pengaspala
n
gang
dimuka
rumah.

Ada
ptasi
bangunan
yang telah
dilakukan
adalah
antara lain
struktur
keseluruha
n,
yang
disebabkan
oleh
kenaikan
permukaan
jalan
1
meter,
sehingga
menyebab
kan
bangunan
ini
tenggelam,
dan
akibatnya
harus
meningkat
kan
permukaan
lantai dan
merubah
keseluruha
n
strukturny
a. Lantai
lama
berada di
bagian
belakang
bangunan,
dengan
halaman
belakang
berada 1
meter
dibawah
permukaan
jalan.
Jumlah
lantai awal
adalah 1
lantai,
kemudian
mengalami
ekspansi

vertikal
menjadi 2
lantai.
Fungsi
awal
bangunan
adalah
rumah
tinggal,
fungsi
sekarang
adalah
rumah
tinggal
yang
ditempatka
n di lantai
2,
dan
tempat jual
beli mobil,
serta agen
voucher di
lantai1.
Loka
si
yang
berada di
kelokan
jalan
ini
cukup
menguntun
gkan untuk
mencapai
kapling,
tetapi
tempat ini
merupakan
kelokan
tajam yang
berjarak
cukup
dekat
dengan
simpang
jalan Gatot
Soebroto,
dimana
kendaraan
sedang
memicu
kendaraan
dengan
kecepatan
tinggi.
Sehingga

sering
terjadi
kecelakaan
yang sudah
menewask
an orang
kurang
lebih
20
orang.

Dipe
roleh
keterangan
bahwa, ijin
bangunan/I
MB dari
pihak
Pemkot
tidak
pernah
diterbitkan
pada
bangunanbangunan
di
sepanjang
jalan
Laswi ini,
walaupun
status
tanah
sudah hak
milik. Bila
penghuni
akan
melakukan
ekspansi,
maka
harus
dilakukan
kearah
vertikal,
tanpa
persetujua
n

Gambar
7.23
Kasus
adaptasi 6

atau
pengawasa
n
dari
Pemkot.
Sepertinya
ada

kelonggara
n
dan
dispensasi
bagi warga
kawasan
ini, yang
selama ini
telah
mengalami
kerugian.
Kerugian
berupa
materil,
yaitu
tanah, dan
moril yaitu
memory
masa kecil
bermukim
di
kampung,
yang jauh
dari
bisingnya
kendaraan,
dan juga
hilangnya
sahabat
dan
kerabat
karena
tergusur.

g.

Ba
nguna
n
Ruma
h
Tingg
al (i)
Bent
uk
awal
kapling
adalah
segiempat
(jajaran
genjang),
kemudian
setelah
terpotong
menjadi
berbentuk
segitiga.
Fungsi

5

awal
adalah
rumah
tinggal,
fungsi
kemudian
tetap
rumah
tinggal
ditambah
dengan
kantor
konsultan
hukum.
Jumlah
lantai awal
satu lantai,
jumlah
lantai
kemudian
menjadi 2
lantai.
Adaptasi
bangunan
yang
dilakukan
oleh
pemilik ke
4
ini
meliputi
struktur,
kulit,
utilitas,
interior.
Perubahan
layout
denah
tidak
terlalu
banyak,
karena
pemilik
sekarang
membeli
rumah
tersebut
dalam
kondisi
seperti ini.

bahan
genteng.

Gambar
7.24 Kasus
adaptasi 7

Penyelesai
an disain
bangunan
ini
sekarang,
sesuai
dengan
konteks
bentuk
lahan, ada
trap yang
didisain
dibagian
muka
bangunan
untuk
menghinda
ri bentuk
segiriga,
material
yang
dipilih
juga
berkualitas
baik, serta
warna
tanah
sesuai
dengan

h.
Bangunan
Jual beli
mobil (j)
Bent
uk
awal
kapling
adalah
segiempat,
setelah
terpotong
tetap
segiempat,
luasnya
berkurang
60% dari
luas awal.
Fungsi
awal
adalah
rumah
tinggal,
sekarang
menjadi
tempat jual
beli mobil.
Layout
denah
tidak
berubah
sama
sekali,
hanya
dindingdinding
pemisah
dihilangka
n
untuk
mendapatk
an ruang
yang lebih
leluasa
untuk
menyimpa
n mobil.
Selain itu
halaman
belakang
ditutup
dengan
atap fiber,

dan
digabungk
an dengan
bangunan
depan
sehingga
tidak
terdapat
halaman
belakang.

Gambar
7.25
Kasus
adaptasi 8
i.
Bangun
an
Rumah
Tinggal
dan
Optik
(a)
Pem
ilik
bangunan
ini adalah
Ibu
Sri
yang
merupaka
n
penghuni
lama sejak
tahun
1970,
bangunan
ini
diwariska
n
oleh
orangtuan
ya secara
turun
temurun,
dengan
status
tanah
milik
KAI.
Orientasi
muka
bangunan
tidak
mengalam
i
perubahan

,
dan
menamba
h fungsi
dengan
fungsi
komersial
yaitu
optik dan
showroom
mobil.
Akibat
intervensi
pembangu
nan jalan,
telah
kehilanga
n halaman
muka,
ruang
tamu, dan
ruang
tidur
1
buah.

Gambar
7.26 Kasus
adaptasi 9
D
engan
luas

lahan 7
X
9
meter,
bangun
an baru
ini
dibuat 2
bagian
yaitu,
bagian
optik
dan
bagian
showro
om
mobil
(disewa
kan).
Ekspans
i
dilakuk
an
kearah
vertikal
untuk
memper
oleh
ruang
tidur (3
buah)
dan
ruang
tamu.
Pada
segmen
utara
jalan
Laswi
ini,
pemban
gunan
jalan
Laswi
memoto
ng
kaplingkapling
dan
bangun
an
dengan
relatif
lurus,
sehingg

a sisa
bangun
an dan
kapling
masih
tetap
berbent
uk
regular
(segiem
pat).
Pada
sisi
timur
segmen
utara
ini,
terlihat
kecende
rungan
pelangg
aran
GSB
pada
bangun
anbangun
annya,
muka
bangun
an
terlihat
dibangu
n
hampir
berimpi
t
dengan
jalan,
ekspans
i pada
umumn
ya
dilakuk
an
kearah
vertikal
yaitu
maksim
um
2
lantai

6

pada jalan
Laswi ini
yang sama
sekali
tidak
terkena
dampak
intervensi
pembangu
nan jalan,
baik luas
dan
bentuk
kapling,
maupun
bentuk
bangunan
dan
fungsinya.
Salah
satunya
adalah
rumah ibu
Gambar
Rarah
7.27 Kasus yang
adaptasi 10 fungsinya
tidak
berubah,
yaitu tetap
fungsi
hunian.
Dengan
bentuk
dan fasade
bangunan
tetap, juga
tidak
mengalam
i ekspansi
sama
sekali.
Berada
diantara 2
bangunan
yang
sudah
berubah
baik
fungsi,
j.
Bangunan
maupun
Rumah Tinggal
fisiknya,
(c)
Terd keluarga
apat
2 ini
merupaka
bangunan

n
penghuni
lama sejak
tahun
1982.

Gambar
7.28 Kasus
adaptasi 11
Dengan
status
tanah hak
milik,
penghuni
tidak ada
keinginan
untuk
menamba
h fungsi
seiring
dengan
lokasinya
yang
berada di
jalan
besar.

7