Akuntansi dan Ideologi dalam Perkembanga

AKUNTANSI DAN IDEOLOGI DALAM PERKEMBANGAN
Oleh :
Sulton Arfiansyah

Abstraksi
Artikel ini membahas perkembangan akuntansi dalam hal ideologi, dimulai dengan sejarah
perkembangan, kemudian akuntansi dikaitkan dengan konsep entitas perusahaan, ideologi
pancasila, akuntansi syariah dan yang terakhir adalah berfokus pada sektor publik, terkait
isu terkini yakni peran akuntansi dalam swastanisasi sektor publik, serta reformasi akuntansi
sektor publik. Dengan mengetahui dan memahami berbagai ideologi dalam akuntansi, maka
seyogyanya kita menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan.
PENDAHULUAN
Akuntansi yang dibawa ke Italia oleh pedagang muslim. Kegiatan muslim dalam akuntansi
ditangkap oleh Luca Pacioli, yang kini lebih dikenal sebagai bapak akuntansi, (bagi beberapa
pihak dengan paradigma kritis, ini merupakan salah satu kepentingan orientalis sesat),
dalam bukunya Summa de Arithmetica. In The Name of God masih ditulis dalam pembukuan
Pacioli, yang waktu itu dengan menggunakan pembukuan double entry, menunjukkan
dengan adanya keterlibatan faktor spiritual dalam laporan akuntansi. Hal tersebut yang
tidak kita jumpai sekarang, bahwa sebuah pertanggungjawaban kepada Tuhan tidak
disertakan dalam sebuah laporan akuntansi, baik dari entitas perusahaan ataupun sektor
publik. Hal ini yang kemudian mempengaruhi dan membentuk sebuah realitas baru (Hines,

1988), mengesampingkan nilai agama dalam setiap aktivitas kehidupan, kemudian dengan
sebagai dampak yang berkesinambungan, merubah konsep, norma, bahasa, perilaku dan
sebagainya.
Sebuah pandangan, persepsi masyarakat yang telah menjadi realitas umum, menjadi sangat
susah untuk dapat dirubah, dikarenakan orang cenderung untuk menolak pandangan baru
dan sebaliknya mempertahankan sebuah pandangan yang sudah mengakar dan
membudaya pada masyarakat tersebut. Akuntansi yang sekarang juga membentuk sebuah
masyarakat yang materialistis, rasionalistis, sebagai efek dari pemikiran modern yang
bertahan selama ini, bagi mereka yang berparadigma kritis, ini adalah sebuah bentuk
hegemoni dari pihak yang berkuasa, terutama mereka yang menguasai dunia dalam hal
ekonomi khususnya. Dan pada realitasnya, 90% perekonomian dunia dikuasai oleh tidak
lebih dari 10% penduduk dunia, sebuah fenomena yang banyak diusung oleh banyak ahli
ekonomi.

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

Sebuah mindset yang terbangun dari value yang mendesain pengetahuan, ilmu dari individu
ataupun kelompok masyarakatlah yang menentukan sebuah landasan teori, budaya, sampai
pada praktik sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga sebuah ideologi
menjadi sangat penting dalam melandasi setiap apa yang akan dilakukan atau keputusan

apa yang nantinya dapat menentukan perubahan di masa depan. Sebuah value, ideologi,
kemudian paradigma dalam akuntansi juga menjadi dasar dari seluruh nilai kepercayaan,
teori, budaya, sampai pada produk yang dihasilkan, baik berupa informasi akuntansi, yang
tentunya didasari oleh sebuah teori akuntansi yang dikembangkan oleh konteks budaya
pada organisasi tertentu ataupun pengguna akuntansi itu sendiri. Sebuah budaya dalam hal
akuntansi seperti akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, akuntansi keperilakuan,
sampai auditing, merupakan pola-pola yang menjadi dasar tradisi bagaimana aktivitas
sebuah entitas organisasi tersebut dijalankan. Kemudian sebuah budaya dalam akuntansi
tersebut menghasilkan sebuah produk atau karya yang konkrit dan mencerminkan
kemajuan suatu organisasi tersebut. Dalam hal ini, pada akuntansi terbentuklah sebuah
laporan keuangan.
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui berbagai ideologi atau beberapa dasar pemikiran
yang berpengaruh dalam hal akuntansi, sehingga kita dapat menjadi lebih bijak apabila
mengetahui suatu hal dari berbagai sudut pandang, berbagai paradigma, hingga ketika
memutuskan sesuatu atau menghasilkan sebuah produk, maka diharapkan hal itu adalah
yang terbaik.

PEMBAHASAN
Akuntansi dan Ideologi. Ideologi merupakan sebuah konsep yang kaya dan terpenting
dalam sejarah dan perkembangan sosiologi. Konsep ideologi juga menjadi bahan untuk

pengembangan dan penelitian yang digunakan oleh banyak penulis dengan masing-masing
tujuan mereka (Roslender, 1992). Sebagai contoh adalah tentang the bottom line atau
sebuah ideologi yang berbeda-beda dari berbagai pihak dengan masing-masing latar
belakang mereka, masing-masing value, budaya dan sebagainya, tentunya juga mempunyai
ideologi yang berbeda pula terhadap laba.
Ideologi dalam kaitannya dengan ekonomi, pada abad 18 terdapat berbagai macam.
Ideologi kaum borjuis yang berusaha mempertahankan dominasi mereka dalam kekuasaan,
juga idelologi kaum pekerja yakni bagaimana mereka dapat mempertahankan hidup.
Tentunya pada waktu itu adalah belum terciptanya sebuah tatanan kehidupan yang
beradab (Roslender, 1992).
Untuk saat ini, ideologi dalam akuntansi tentunya juga tercermin dalam sebuah entitas.
Bagaimana sebuah mekanisme agency theory bekerja. Seorang agen yang dapat dikatakan
pekerja dari mereka para pemodal, harus melaksanakan kegiatan sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh principle dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apa yang
dilakukannya. Sehingga terkadang mereka yang berada di pihak agen melakukan segala

halaman 1

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah


cara untuk memenuhi keinginan para pemegang saham, tentunya demi keberlangsungan
perusahaannya, secara pribadi adalah untuk mempertahankan pekerjaannya dengan tetap
berada diperusahaan tersebut. Pihak principle juga sudah tentu akan berusaha untuk
bagaimana tetap mempertahankan kekuasaan mereka dengan mengeluarkan keputusan
atau kebijakan yang terkadang mengesampingkan para pekerjanya.
Saat ini berbagai usaha untuk bagaimana dapat mempertahankan hegemoni para pemodal
besar tersebut begitu terlihat, melalui campur tangan regulasi, penerapan standar
internasional pada pelaporan keuangan, sampai kepada swastanisasi sektor publik. Apabila
ditelaah kembali, penerapan hal tersebut diatas, sebuah keuntungan yang lebih besar
didapatkan oleh perusahaan multi nasional yang notabene dimiliki oleh mereka para
pemodal besar, investor, dan sebagai principle.
Akuntansi dan Konsep Laba. Dalam operasional sebuah perusahaan, sudah barang tentu
yang paling utama sebagai acuan penting, indikator keberhasilan dan keberlangsungan
perusahaan adalah dilihat dari tolok ukur besaran laba yang dihasilkan. Sehingga akrab
disebut sebagai the bottom line. Organisasi sosial dan kemasyarakatan semoga tetap pada
posisi dan ideologinya. Sedangkan untuk sektor publik pun sekarang seperti sudah
kehilangan ruhnya dengan penerapan swastanisasi (Kamayanti, 2011) seharusnya sebagai
dominan logic atau archetype nya adalah untuk kesejahteraan masyarakat, namun sekarang
juga mempertimbangkan faktor laba.
Begitu pentingnya arti dari laba bagi perusahaan, tentunya membawa dampak yang berarti

terutama pada era globalisasi saat ini. Triyuwono (2010) menjelaskan bahwa bisnis
modern semakin terjajah oleh semangat kapitalisme yang hanya mementingkan uang dan
materi belaka. Laba memang seringkali menjadi pembicaraan publik karena dianggap salah
satu alat yang paling sering digunakan untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan. Estes
(2005) juga menjelaskan bahwa orientasi kepada laba dan pemegang saham semata
mengakibatkan perusahaan hanya mengutamakan stockholder dan mengesampingkan
sumber daya lain yang dimiliki perusahaan, mengabaikan lingkungan sosial dan
membahayakan lingkungan hidup. Pemahaman oleh manajemen yang hanya terkait materi
ini tidak terlepas dari tekanan dari pihak investor sebagai pemilik modal yang menjadi ruh
atas berjalan atau tidaknya suatu perusahaan dari segi materi. Manajemen juga berposisi
sebagai sandra dari kepentingan investor.
Dilain pihak, akuntansi pada saat ini telah telah terobsesi dan terhegemoni terhadap aspek
materi dan mengesampingkan aspek non materi (Triyuwono 2012) apalagi dalam hal
religiusitas, yang apabila terdapat nilai tersebut dimasukkan dalam akun atau dalam
laporan keuangan, maka dianggap tidak bebas nilai dan tidak obyektif.
Dari berbagai penjelasan diatas, terusik juga hati penulis untuk kemudian ikut mengkritisi
terkait laba atau bottom line tersebut dan agar lebih dapat menyentuh hati pembaca, dan

halaman 2


Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

mewakili kejujuran hati yang paling dalam, saya memilih untuk menuliskannya dalam
bentuk sebuah puisi, sebagai berikut :
Hanya karena laba, benarkah ?
Waktu itu...
Kami bangga mempunyai kamu
Kami bangga menjadi masyarakat disekitar gedungmu
Kami lebih bangga lagi ketika salah satu kakak kami menjadi pegawaimu
Lalu....
Kami membela apapun yg menjadi program mu
Kami selalu mendukung apapun yg kau katakan sebagai program sosialmu
Kami berusaha sekuat tenaga melayani kebutuhan salah satu direksimu
Setelah itu
Engkau mengabaikan sungai yang memerah dan membiru untuk meminimalkan ongkos
produksi mu
Engkau mengabaikan hutan yang gundul terbakar hanya untuk mempertahankan nilai laba
mu
Engkau mengabaikan anak-anak kurang gizi di sekitarmu sampai membisu demi kestabilan
omzetmu

Engkau hanya terdiam saat danau yg dulunya asri sekarang menjadi terowongan pasir
Engkau hanya terdiam saat penduduk disekitarmu mandi dengan air comberan karena
limbah mu
Engkau juga enggan ketika salah satu dari kami memohon pertolongan pengobatan dan
bertanya dimana tanggung jawab moral mu
Seakan engkau mengira semua itu dapat kau beli
Seakan engkau mengira semua itu perkara mudah diatasi
Dulu anak-anak biasa bermain disekitar mata air
Dulu mereka juga bebas terjun ke dalam jernihnya sungai
Dulu banyak lahan yang bebas kami gunakan untuk tempat bermain
Namun itu hanya dulu
Sampai kami tahu
Engkau hanya mempedulikan apa yg menjadi target ekspansi pasarmu
Engkau hanya mempedulikan bagaimana cara melipat gandakan laba mu
Kau lupa dibelakang pegawai mu ada banyak nyawa
Kau lupa dibelakang buruh mu ada banyak anggota keluarga

halaman 3

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah


Kau lupa dibelakang manajer mu masih ada seorang adik yg menunggu uang kiriman
pelunasan sebagai syarat ia ikut ujian kuliah.
Lalu kenapa kau memeras mereka ?
Sampai tetesan keringatpun habis menguap.
Sampai memejamkan mata pun tak jenak
Sampai bercengkrama dg anak istri pun tak sempat.
Pemerintah pun kau beli untuk ambisimu
Perangkat rendahan pun kau jadikan bidak caturmu
Penegak hukum pun rela menjadi makelar kasus mu
Bahkan media pun bertekuk lutut meliput apa kehendakmu
Kemudian...
Hanya dengan beberapa kalimat pesan moral di fasilitas umum kau anggap masalah selesai?
Hanya dengan memberikan doorprize di acara jalan santai kau anggap semua itu selesai?
Hanya dengan beasiswa beberapa anak yg kau dengung kan keras di media menjadikannya
impas?
Hanya dengan engkau menjadi sponsor klub sepak bola daerah kau anggap semua tanggung
jawab telah lepas?
Sampai kapan kau akan tetap seperti itu.
Puisi diatas ditulis setelah melihat fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar perusahaan

besar beserta hal-hal yang terkait di dalamnya. Kegelisahan serta kekhawatiran akan efek
bottom line tersebut tentunya juga dirasakan oleh banyak kalangan. Namun semoga lambat
laun akan terjadi perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik.
Akuntansi dan Ideologi Pancasila. Di Indonesia, peran akuntansi dan akuntan tentunya
sangat penting pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Saat sekarang dalam kabinet
pemerintahan Presiden Joko Widodo juga terdapat beberapa menteri yang berlatar
belakang sebagai akuntan. Hal ini tentunya sejalan dalam agenda peningkatan akuntabilitas
pemerintahan yang baru. Seorang akuntan memiliki image yang bersih, jujur, transparan,
terutama dalam tatalaksana penganggaran, yang notabene menjadi hal paling dominan
dalam sektor pemerintah.
Sosok akuntan yang mempunyai image positif di masyarakat tentunya dihasilkan dari
sebuah sikap, kode etik yang menjadi dasar dalam profesionalitas mereka. Dalam hal ini ada
beberapa pihak yang mengajukan sebuah konsep yakni, konsep Etika Profesi Pancasila.
Seperti yang diungkapkan oleh Ludigdo (2012), dia menawarkan konsep etika yang dapat
menjadi alternatif maraknya pengikisan moral dan etika di Indonesia, tak terkecuali bagi
akuntan Indonesia adalah konsep etika berdasar nilai-nilai luhur Pancasila.

halaman 4

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah


Dalam praktiknya, untuk dapat mengaitkan Pancasila dengan etika profesi akuntan, yang
diadopsi ke dalam kode etik, merupakan keputusan yang tidak populer ditengah arus
ideologi besar yang ada di dunia ini (Ludigdo 2012). Ideologi yang mainstrem, sebagai
hegemoni dari kaum kapitalis, bahwa semua elemen di dunia ini diarahkan kepada
materialistis, mengesampingkan nilai-nilai lokal sekarang sudah begitu mendarah daging
dan menjadi sangat diterima dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai warga negara Indonesia haruslah kita mendasarkan segala apa yang kita lakukan
dengan ideologi bangsa ini, Pancasila, tak terkecuali dalam hal pekerjaan, bisnis,
profesionalisme. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila haruslah kita akomodasi
dalam setiap regulasi yang ada. Dengan begitu ciri khas sebuah budaya bangsa akan tetap
terlestarikan, tetap menjadi kultur yang menjadi budaya. Hal ini yang sangat penting
diperlukan dalam sebuah negara.
Biar bagaimanapun, kehidupan profesional akuntan berada dalam spektrum kebangsaan
meski mereka juga dapat bekerja dalam lingkungan global (Ludigdo 2012). Profesi akuntan
juga merupakan salah satu bagian dari elemen masyarakat yang menjadi warga sebuah
negara, dimana suatu bangsa mempunyai nilai luhur, nilai budaya yang melekat dan
menjadi ciri khas sebuah bangsa. Hal ini juga sudah barang tentu dapat dijadikan identitas
dan nilai plus apabila disandingkan secara global dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini juga
dapat diterapkan dalam profesi akuntan, yang mengamini penerapan nilai-nilai luhur

pancasila dalam kode etik profesinya.
Beberapa pihak ada yang berpendapat bahwa tidak diperlukan adanya sebuah etika khusus
dalam hal ini dicontohkan adalah Pancasila, selama pelabelan tidak disebutkan, namun
apabila sudah menjadi aturan etika yang universal, maka sudah dianggap sama saja. Di sisi
lain kajian etika akuntan berbasis Pancasila telah dilakukan oleh Ludigdo dan Kamayanti
(2012), dengan menempatkan Pancasila sebagai pembebas etika akuntan dari hegemoni
nilai-nilai barat, tentunya juga sebagai pelestari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Ludigdo (2012) mengungkapkan bahwa cara pandang yang seharusnya digunakan dalam
etika profesi di Indonesia, tak terkecuali akuntan dengan berdasar Pancasila tentunya dapat
teraplikasi dari ke-lima sila dalam pancasila. Pertama adalah : cara pandang Ketuhanan.
Dengan nilai-nilai ketuhanan yang dijadikan sumber etika dan spiritualitas bangsa
Indonesia, menjadikan bangsa Indonesia memiliki etika yang lebih tinggi dari bangsa lain
yang mendasarkan etika nya berdasar dari teori etika yang lain. Misal utilitarian, ontologi.
Dengan menjadikan cara pandang ketuhanan yang utama, maka dapat dipastikan segala
sikap dan tingkah laku yang profesional dalam profesi akuntan sangat santun dan taat nilainilai agama, sehingga tidak ada kemungkinan sampai terjadi pelanggaran hukum.
Selanjutnya yang kedua adalah cara pandang Kemanusiaan. Kode etik akuntan telah
menguraikan dimensi ini dengan baik, yakni dengan mengutamakan kepentingan publik.
Dalam hal tanggung jawab, akuntan juga tidak semata-mata memenuhi kebutuhan individu
klien atau lembaga yang menjadi kolega nya. Namun melebihi dari hal tersebut,
pertanggung jawaban harus didasarkan dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga
keputusan yang dilakukan dapat dipastikan tidak tendensius dan bersifat netral.

halaman 5

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

Cara pandang yang ketiga adalah cara pandang kebangsaan, hal ini yang seharusnya
sekarang lebih diperhatikan. Dikarenakan atas nama cara pandang global akuntan, maka
cara pandang kebangsaan ini seperti terabaikan begitu saja. Apalagi kondisi bangsa
Indonesia yang plural, banyak agama, banyak suku bangsa, kondisi geografis yang
menjadikannya negara kepulauan dan sebagainya. Visi kebangsaan yang kokoh harus
tercermin dalam konsep etika akuntan.
Keempat adalah cara pandang kedaulatan dan musyawarah. Hal ini juga menjadi tamparan
untuk organisasi akuntan yakni Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang mana dalam
pembuatan kode etik telah dilakukan adopsi dari aturan organisasi profesi internasional
(IFAC) –adopsi ini juga dilakukan oleh IAI terhadap pembentukan standar akuntansi di
Indonesia. Maka diharapkan dengan adanya cara pandang kedaulatan dan musyawarah ini
dapat menjadi solusi dari ketidaktepatan penerapan kode etik terkait kedaulatan bangsa
Indonesia serta pengaplikasian nilai permusyawaratan yang sudah mendarah daging bagi
bangsa Indonesia.
Cara pandang kelima adalah cara pandang keadilan sosial. Dengan semangat keadilan sosial
tentunya dapat menjadi benteng dan filter bagi profesi akuntan terhadap ke-dominasian
konsep yang dibawa oleh kaum kapitalis yang telah menghegemoni sebagian besar dalam
seluruh aspek kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, tak terkecuali akuntansi dan
profesi akuntan. Konsep inilah yang seharusnya juga dijunjung tinggi dalam kode etik
akuntan Indonesia.
Dari berbagai cara pandang berdasar sila dalam Pancasila tersebut, apabila diterapkan
dalam sebuah kode etik akuntan Indonesia, maka hal tersebut diharapkan dapat menjadi
pedoman aplikatif dalam profesionalitas profesi akuntan. Tentunya dimungkinkan dengan
profesi lain. Namun pada intinya adalah bagaimana ideologi Pancasila ini dapat selalu
menjadi pedoman dan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk seluruh
warga Indonesia.
Akuntansi dan Syariah. Label syariah nampaknya menjadi sangat strategis, dan booming
dalam beberapa dekade ini. Mulai dari perbankan, bisnis, produk, asuransi, swalayan,
bahkan sampai pada ranah lembaga pendidikan ikut serta dalam memakai label syariah.
Tentunya tak terkecuali pada sektor akuntansi.
Berdasar konsep akuntansi modern, akuntansi adalah netral, bebas dari nilai dan bebas dari
kepentingan apapun (value free). Begitu pula yang didengung-dengungkan pada proses
pendidikan dengan background akuntansi. Namun pada kenyataannya apakah akuntansi
benaar-benar bebas nilai, apakah benar-benar netral? Tentunya apabila hal ini kita
renungkan kembali, kita akan menemukan ketidaksesuaian. Yakni, akuntansi tidak
mungkin bebas nilai, karena dalam proses pembuatannya melibatkan individu manusia
yang memiliki berbagai kepribadian, dan sarat akan kepentingan (Triyuwono, 2006).
Akuntansi syariah hadir untuk mendekonstruksi akuntansi dengan ideologi modern
(Triyuwono, 2006). Melalui epistimologi berpasangan, akuntansi syariah berusaha
berkontribusi terhadap akuntansi sebagai instrumen dalam kegiatan bisnis, sekaligus
sebagai media dalam menemukan hakikat tujuan hidup manusia. Dengan manusia dapat
mengetahui hakikat tujuan hidupnya, maka sudah barang tentu terlaksanalah semua

halaman 6

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

harapan, aturan dan sudah barang tentu menjadi pribadi yang taat hukum. Karena sikapnya
sudah berada lebih baik atau diatas dari segala aturan yang ada. Dalam arti lain, orang yang
sudah taat beragama maka dipastikan sudah taat hukum dan aturan lain yang dibuat
manusia.
Selanjutnya akuntansi syariah menghasilkan sebuah formulasi terkait tujuan dasar laporan
keuangan (Triyuwono, 2006) yakni : pertama untuk memberikan informasi, baik yang
berupa keuangan maupun non keuangan. Informasi keuangan dalam hal ini adalah
informasi yang dihasilkan dari transaksi keuangan, sedangkan informasi non keuangan
adalah informasi yang tidak dapat dikuantifikasi atau tidak berkaitan dengan keuangan.
Dapat berupa mental assets seperti akhlaq dari pegawai, juga spiritual assets yakni tingkat
ketaqwaan dari jajaran manajemen dan seluruh karyawan yang ada. Tentunya kedua hal ini
belum tersentuh dalam laporan yang disajikan oleh akuntansi modern.
Tujuan dasar laporan keuangan akuntansi syariah yang kedua adalah terkait akuntabilitas.
Dalam hal ini akuntabilitas yang dimaksud adalah bersifat horizontal dan vertikal. Dimana
yang horizontal adalah bentuk pertanggungjawaban kepada sesama manusia, yakni
internal perusahaan ataupun pihak eksternal. Sedangkan akuntabilitas yang bersifat
vertikal adalah bagaimana laporan keuangan tersebut juga dapat dipertanggugjawabkan
dihadapan Tuhan. Tentunya dengan hal ini dapat mereduksi berbagai kepentingan, bahkan
penyelewengan yang berpotensi terjadi. Informasi akuntansi yang seperti inilah yang
tentunya sangat diperlukan oleh entitas manapun. Sehingga diharapkan nantinya semakin
banyak kajian-kajian terkait akuntansi syariah, diikuti dengan banyaknya pengaplikasian
yang ada.
Akuntansi dan Sektor Publik. Isu yang menjadi hangat saat ini, khususnya di Indonesia
adalah terkait tuntutan masyarakat terhadap peningkatan akuntabilitas sektor publik.
Yakni masyarakat menginginkan peningkatan pelayanan, transparansi pengelolaan
anggaran, dan penyediaan informasi keuangan, efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan
keuangan negara dan sebagainya. Swastanisasi sektor publik menjadi hal yang mendesak
dan menjadi agenda di hampir setiap sektor publik di Indonesia saat ini, baik di pusat
maupun di daerah.
Agenda swastanisasi pada sektor publik pada beberapa waktu terakhir ini menjadi sangat
intens didengungkan dan begitu massive diberitakan oleh banyak media masa, media
televisi baik yang mainstream atau media-media yang masih mempertahankan idealisme
mereka dengan segala resiko yang ditanggung akibat pemberitaan yang telah dikeluarkan.
Tentunya peran media dalam hal ini sangatlah besar, sehingga mampu menggiring opini
masyarakat, terutama terhadap kinerja pemerintahan yang baru, dengan harapan opini
yang positif tersebut mampu meningkatkan legitimasi masyarakat terhadap konsep
pembaruan terutama konsep swastanisasi, reformasi birokrasi, good governance, dan clean
government.
Selanjutnya reformasi akuntansi pada sektor publik menjadi agenda yang harus
dilaksanakan demi terciptanya good governance. Reformasi ini yang kemudian diistilahkan
dengan accountingization atau akuntansi-isasi. Akuntansiasi merupakan proses dalam
akuntansi itu sendiri yang mengindikasikan semakin banyaknya pengklasifikasian biayabiaya dari yang sebelumnya tidak terklasifikasi atau terdefinisikan (Kamayanti, 2011).

halaman 7

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

Proses tersebut merupakan cerminan adanya ketidakpercayaan masyarakat, terhadap
aktivitas birokrat/pegawai negeri dalam pemerintahan. Maka hal ini menjadi sangat perlu
dilakukan.
Reformasi pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan dikeluarkannya tiga paket
undang undang di bidang keuangan, dimulai dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara yang kesemuanya menjadi wujud sebuah produk aturan
terkait reformasi akuntansi di sektor publik.
Paket reformasi akuntansi pada sektor publik tersebut, terutama Undang Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, berdampak juga pada penggunaan akuntansi di
sektor publik dari yang semula menggunakan basis kas (cash basis) menjadi basis akrual
(acrual basis). Selanjutnya diluncurkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintah dengan basis cash toward accrual yang dirubah
menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjadi berbasis accrual yang
mengharuskan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyertakan informasi Laporan
Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, Catatan atas Laporan Keuangan, Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas.
Perubahan sistem akuntansi dari akuntansi berbasis kas menjadi akuntansi berbasis akrual
diperlukan karena sistem akuntansi berbasis kas dianggap saat ini tidak lagi memuaskan,
terutama karena kekurangannya dalam menyajikan gambaran keuangan yang akurat dan
dalam memberikan informasi manajemen yang berguna dan memadai untuk memfasilitasi
perencanaan dan proses kinerja (Cohen, et al, 2007).
Akuntansi dengan accrual basis merupakan metode akuntansi yang telah diterapkan di
hampir semua negara, dan mereka yang “menganut” IFRS. Hal ini juga menjadi agenda
sektor privat khususnya perusahaan multinasional yang menjadi sangat diuntungkan
dengan penerapan laporan keuangan berbasis akrual ini. Untuk sektor publik, beberapa ahli
berpendapat bahwa sebenarnya perubahan bentuk pelaporan keuangan, khususnya di
Indonesia, menjadi tidak begitu signifikan, namun yang paling penting dilakukan adalah
action dari pemerintah terhadap agenda pembangunan negara baik Sumber Daya Manusia
yang sekarang didengungkan dengan adanya revolusi mental, ataupun pembangunan
infrastruktur, dan apapun yang menjadi program pembangunan dan kemajuan negara ini,
daripada hanya lebih fokus mencurahkan tenaga dan fikiran terhadap perubahan aturanaturan yang tentunya memerlukan waktu lagi untuk penerapannya.
Secara konseptual, akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi yang
lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi
berbasis akrual dianggap mampu mendukung terlaksanakannya perhitungan berbagai
macam biaya pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dengan wajar. Pencatatan
dan perhitungan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar
dalam basis akrual membuat akuntansi berbasis akrual secara konseptual dapat
menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan
kewajiban di masa mendatang. Sedangkan apabila dilihat dalam rangka pengukuran kinerja,
informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber

halaman 8

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan
salah satu sarana pendukung yang saat ini diperlukan oleh pemerintah dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Dengan beberapa pembahasan diatas membawa kita untuk dapat lebih optimis terhadap
reformasi akuntansi sektor publik. Dengan konsep dan peraturan yang sudah sangat bagus
mengharuskan untuk disandingkan dengan pelaksanaan dan penerapannya secara bagus
pula. Target penerapan accrual basis di tahun 2015 ini sedapatnya menjadi agenda nasional
dengan prioritas utama, disamping prioritas-prioritas lain yang juga harus berjalan
sehingga impian untuk kemajuan negara melalui good governance dan clean government
sudah berada di depan mata.
Selain itu, walaupun penetapan PP Nomor 71 tahun 2010 dinilai sebagai kebijakan
pemerintah yang “tergesa-gesa” dan hanya adopsi “asal comot” dengan perencanaan yang
kurang matang, sebagai bentuk tuntutan dari globalisasi, dan dalam pelaksanaannya akan
terhambat dengan rendahnya SDM khususnya tenaga akuntansi dan pelaporan keuangan.
Akan tetapi, pemerintah Indonesia harus mencontoh kesuksesan Selandia Baru dan
Hongkong dalam penerapan akuntansi berbasis akrual yang mempunyai komitmen,
kemauan untuk berubah, dan kesadaran dari profesi akuntan untuk mengadopsi dan
menerapkan konsep New Public Management yang berbasis sektor privat ke sektor publik.
Penerapan sistem akuntansi berbasis akrual merupakan proses yang berkesinambungan
dan terpadu. Dampak yang dihasilkan dari penerapan sistem ini tidak dapat dilihat dalam
waktu yang singkat. Dengan berkaca pada pengalaman keberhasilan penerapan akuntansi
akrual di Selandia Baru, Australia, dan Inggris serta kegagalan penerapan akuntansi akrual
di Nepal, maka semangat optimisme terhadap keberhasilan penerapan Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 2010 harus dimiliki sebagai salah satu bentuk komitmen dan
dukungan dalam mewujudkan good governance dan clean government dalam rangkaian
agenda reformasi sektor publik.

KESIMPULAN
Dengan berbagai ideologi dalam akuntansi pada era saat ini, dengan masing-masing
kelebihan dan kekurangannya. Diikuti dengan dampak yang ditimbulkan terhadap
masyarakat dari setiap penerapan yang dijalankan, maka diharapkan dapat menjadikan kita
untuk lebih bijak nantinya khususnya dalam pengambilan keputusan, baik yang bersifat
individu lebih-lebih keputusan yang berdampak bagi organisasi dan masyarakat luas. Pada
sektor manapun posisi kita saat ini, apakah di sektor swasta, sektor publik atau sektor
pemerintah, hendaknya keputusan yang nantinya kita ambil adalah merupakan keputusan
yang terbaik dan yang paling membawa manfaat bagi banyak pihak, yakni masyarakat luas.
Sehingga menjadikan kita sebagai individu yang dapat berperan dalam memperbaiki dan
memajukan kondisi yang ada saat ini.

halaman 9

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

DAFTAR RUJUKAN
Christiaens, J. and Vanhee, C., 2001, Innovations in governmental accounting systems: the
concept of a ‘mega general ledger’ in Belgian provinces, Research working paper
Ugent, nr. 01/113, 27.
Christiaens, J. and Vanpeteghem, V., 2003, Governmental Accounting Reform: Evolution of the
Implementation in Flemish Municipalities, Financial Accountability & Management,
23, 4, pp. 375-399.
Cohen, S., Kaimenaki E. and Zorgios, Y., 2007, Assessing IT as a Key Success Factor for Accrual
Accounting Implementation in Greek Municipalities, Financial Accountability and
Management, 23, 1, pp. 91-111.
Djamhuri, Ali. 2011, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Berbagai Paradigma dalam Kajian
Akuntansi, Universitas Brawijaya, Malang
Estes, Ralph. 2005. Tiranny of The Bottom Line. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hines, Ruth D. 1988, Financial Accounting : In Communicating Reality, We Construct Reality.
Accounting, Organizations and Society, Vol.13 No.3 pp.251-261, Pergamon Press plc,
Great Britain
Irianto, G. 2006. Dilema Laba dan Rerangka Teori Political Economy of Accounting (PEA).
TEMA, Vol.7, No.2 hal 141 – 153
Kamayanti, A. 2011. Akuntansiasi atau Akuntansiana?; Memaknai Reformasi Akuntansi
Sektor Publik di Indonesia. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 2, Nomor 3,
Desember 2011 Hal. 531-540
Ludigdo, U and Kamayanti, A. 2012. Pancasila as Accountant Ethics Imperialism Liberator.
World Journal of Social Sciences. Vol.2 No.6 September 2012 Issue. Pp. 159-168
Ludigdo, U. 2012. Memaknai Etika Profesi Akuntan Indonesia dengan Pancasila. Inaguration
Speech of Professor in Business and Profession Ethics. University of Brawijaya.
Malang.
Marques, P.A., dan Pereira, J.A. (2009), Ethical Ideology and Ethical Judgments in The
Portuguese Accounting Profession, Journal of Business Ethics 86:227–242
Roslender, Robin. (1992), Sosiological Perspective on Modern Accountancy, Routledge,
Chapman and Hall, Inc., USA
Sirajudin. 2013. Interpretasi Pancasila dan Islam untuk Etika Profesi Akuntan Indonesia.
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 4, No.3, Desember 2013, hal.456-466
Triyuwono, I. dan D. Purnamasari, 2010. Tafsir Hermeneutika Intensionalisme atas “Laba”
Yayasan Pendidikan. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 1 No. 3 Desember 2010
Triyuwono, I. 2006. Akuntansi Syari’ah : Menuju Puncak Kesadaran Ketuhanan
Manunggaling Kawulo-Gusti. Pidato Pengukuhan Guru Besar Akuntansi Syari’ah
Universitas Brawijaya. Malang.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Jakarta: Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Jakarta: Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia. 2003. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Jakarta: Negara Republik Indonesia

halaman 10

Akuntansi dan Ideologi | Sulton Arfiansyah

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual. Jakarta: Negara Republik Indonesia

Malang Jawa Timur, 27 April 2015

halaman 11