Hak Kebebasan Berkeyakinan dan Diskrimin

Nama : Shirley Tiurina
NPM : 1406542325
Hak Kebebasan Berkeyakinan dan Diskriminasi : Analisis Kasus Pembakaran Gereja
di Aceh, Singkil

Kebebasan berkeyakinan adalah sebuah hak yang dimiliki setiap orang dalam
berkeyakinan dan beragama terhadap Tuhan atau hal lain yang dia akui. Hak bebas
berkeyakinan terdapat dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat (1) yang menegaskan bahwa
“setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Hak kebebasan
beragama juga dijamin dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dua ayat ini menunjukkan
bahwa memiliki agama atau keyakinan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh seluruh
warga negara Indonesia.
Diskriminasi adalah sebuah tindakan dimana golongan mayoritas memarginalkan
kaum minoritas karena adanya hate crime yang muncul di dalam kelompok tersebut.
Diskriminasi berasal dari adanya sifat stereotype dan prasangka. Prasangka adalah sebuah
tindakan antipati yang didasarkan atas kurangnya sifat menggeneralisasikan yang fleksibel
terhadap suatu golongan di dalam masyarakat1. Diskriminasi dapat berupa pengucilan,
maupun pengusiran terhadap golongan tertentu. Hal ini jika diberlanjutkan, dapat
mengurangi toleransi antara masyarakat. Ketika masyarakat rasis terhadap sesuatu yang

mengabaikan diskriminasi, maka akan menghasilkan dikap prasangka terhadap golongan
lain2
Kasus pembakaran gereja di Singkil, Aceh, merupakan contoh salah satu minimnya
hak bebas berkeyakinan dan tingginya diskriminasi di kalangan masyarakat. Kasus
pembakaran gereja HKI (Huria Kristen Indonesia) dimulai pada 13 Oktober 2015, terjadi
setelah munculnya protes dari warga bahwa gereja tersebut tidak memiliki izin mendirikan
bangunan (IMB). Warga yang tidak sabar akhirnya beramai-ramai ke gererja pada pukul
11.00. Hal ini menimbulkan dua korban tewas dan empat orang luka-luka. Hal ini
melanggar kebebasan berkeyakinan, terlihat dari ketidaksukaan warga atas didirikannya
rumah peribadatan tersebut.
Di sini juga terlihat bahwa tingkat tolneransi beragama antar masyarakat juga masih
kurang, dalam survey opini Publik mengenai Toleransi beragama yang dilakukan oleh LSI
1

Roy F. Baumeister dkk,2010, Pyschology : The State of the Science,Oxford University
Press,hal. 342
2
Susan T. FIske, 2000, Stereotyping, prejudice, and discrimination at the seam
between the centuries: evolution, culture, mind, and brain, European Journal of Social
Psycholo`y Eur[ J[ Soc[ Psychol[ 29\ 188Ð211 "1999#, hal.300


1|Shirley TiurinaTobing, 2015

pada tahun 2006, mereka tidak keberatan apabila ada kaum minoritas tinggal di sekitar
mereka, tetapi tidak setuju apabila dibangun rumah peribadatan kaum minoritas di sekitar
mereka. Sangat sedikit yang memiliki pandanganyang benar-benar positif atau percaya
terhadap orang lain. Rendahnya Social Trust ini merupakan hal yang sangat buruk dalam
kerjasama antar warga dan menumbuhkan solidaritas sosial.3
Selain itu, negara secara tidak langsung juga melanggar hak berkeyakinan yang
dimiliki oleh warga Kristen di Singkil. Karena pada Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945
menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu”. Namun kenyataannya masih saja ada kericuhan seperti ini. Dari merdeka.com
disebutkan bahwa gereja dibakar karena tidak memiliki izin, dan warga yang tidak sabar
akhirnya memutuskan untuk menghakimi dengan cara mereka sendiri. 4 Di sisi lain,
pemerintah menyatakan bahwa bukan hanya gereja saja yang tidak memiliki izin, tetapi
masjid, vihara, klenteng dan tempat peribadatan lainnya juga banyak yang tidak memiliki
IMB dalam pendiriannya.5 Apa perbedaannya? Perbedaannya terletak pada rumah ibadat itu
sendiri. Ketika Masjid didirikan, meskipun ilegal karena tidak mempunyai IMB, namun
karena masyarakat tidak bereaksi, maka hal itu akan dibiarkan. Sedangkan ketika gereja

atau rumah ibadat lain dibangun tanpa adanya IMB, karena masyarakat merasa tidak setuju,
maka akan timbul rasa ingin menggusur rumah peribadatan tersebut.
Melihat hal ini, pemerintah dan aparat penegak hukum harus tegas dalam
menggalakan IMB. Jika memang tidak memiliki IMB, ada baiknya harus digusur. Tapi ini
harus berlaku untuk semua rumah peribadatan dan fasilitas umum lainnya, bukan
mengistimewakan satu golongan karena mereka mayoritas. Polisi dan pemerintah harus
tegas dalam hal ini, dan masyarkat juga harus sadar dan memiliki moral bahwa semua
golongan memiliki hak ibadat yang sama, dan bahwa semua masalah dapat dilakukan
secara konsensus. Artinya, tidak boleh ada sekelompok masyarakat di luar polisi yang
bertindak sewenang-wenang kepada warga negara lain. Karena kekerasan atas nama agama
di Indonesia tidak akan pernah berhenti selama polisi tidak pernah tegas.

3

Lembaga Survei Indonesia,2006, Survei Opini Publik : Toleransi Sosial Masyarakat
Indonesia, http://www.lsi.or.id/fle_download/20,Hal.12, diakses pada 24 Oktober 2015
jam 13:12
4
Aryo Putrapto Saptohutomo, 2015,‘Kericuhan Aceh Singkil dipicu Desakan
Pembongkaran Gereja’, http://www.merdeka.com/peristiwa/kerusuhan-di-aceh-singkildipicu-desakan-pembongkaran-gereja.html, diakses pada 24 Oktober 2015, jam 15:01

5
Tri Wahyuni,2015, ‘Ahok : Banyak Rumah Ibadah di Jakarta tidak punya IMB’,
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150724101312-20-67939/ahok-banyakrumah-ibadah-di-jakarta-tak-punya-imb/, diakses pada 24 Oktober 2015, jam 15:05

2|Shirley TiurinaTobing, 2015

Sumber :
Baumeister, Roy F., dkk,2010, Pyschology : The State of the Science,Oxford University
Press,
Fiske, Susan T., 2000, Stereotyping, prejudice, and discrimination at the seam between the
centuries:evolution, culture, mind, and brain, European Journal of Social
Psycholo`y Eur[ J[ Soc[ Psychol[ 29\ 188Ð211"1999#, hal.300
Lembaga Survei Indonesia,2006, Survei Opini Publik : Toleransi Sosial Masyarakat
Indonesia,
http://www.lsi.or.id/file_download/20

3|Shirley TiurinaTobing, 2015

Lampiran Kasus :
Kronologi pembakaran gereja di Aceh

Singkil
Oleh : Muhammad Nur Rochmi @drs_rohmen
05:56 WIB - Rabu , 14 Oktober 2015

Seorang pria berdiri di depan gereja yang dibakar di Gunung Meriah, Aceh Singkil, Aceh, Selasa
(13/10/2015). Menurut laporan terakhir satu orang tewas dan empat lainnya luka-luka. © STR
/EPA

Sebuah gereja dibakar di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Selasa (13/10/2015). Dilansir
CNN Indonesia, Kepala Polri, Badrodin Haiti, kejadian bermula pada Senin (12/10). Hari
itu terjalin kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat soal penertiban 21
gereja yang tidak berizin.
Pemda akan menertibkan. Atas desakan masyarakat akan dilakukan pembongkaran.
Malamnya, ada pembicaraan lanjutan yang menyepakati pembongkaran gereja akan
dilakukan pada 19 Oktober 2015. Namun, perwakilan masyarakat yang hadir di
pembicaraan itu tidak diakui oleh kelompok perusuh.
4|Shirley TiurinaTobing, 2015

Selasa (13/10) pagi, sekitar pukul 8.00 WIB, warga berkumpul di Kecamatan Simpang
Kanan. Dua jam kemudian, kelompok tersebut bergerak ke Tugu Simpang Kanan.

"Kemudian dihadang, ada pasukan TNI dan Polri, sehingga mereka menuju ke rumah
ibadah GHKI Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah," kata Badrodin dikutip dari
CNN Indonesia.
Polri, kata Badrodin, telah mengamankan 21 gereja yang dipermasalahkan. Namun, karena
lokasi yang tersebar, tiap gereja hanya dijaga 20 orang.
Massa yang datang mencapai 500 orang. Karena itu, pembakaran rumah ibadah pun tak
terhindarkan setelah massa bergerak pada 11.00 WIB.
"Setelah membakar gereja massa bergerak ke desa tadi (Sukamakmur). Di situ terjadi
bentrok massa yang telah membakar dengan yang menjaga. Dari situ terjadi korban," ujar
Badrodin.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyayangkan kekerasan ini. Pasalnya,
sebelum kejadian sudah ada kesepakatan antara Bupati Aceh Singkil, Muspida, Ulama dan
sejumlah kelompok tentang pembongkaran gereja.
"PGI sangat menyesalkan dan prihatin keras tindakan intoleransi ini," ujar Ketua Umum
PGI, Henriette Hutabarat Lebang dalam jumpa pers yang dikutip Merdeka.com.
Dalam penilaian Henriette, kejadian itu juga tak tak lepas dari sulitnya mendapat izin
mendirikan bangunan (IMB) di tempat tersebut. Terhitung, sejak tahun 1979, 2012 hingga
sekarang, pihak gereja selalu ditolak mendirikan bangunan.
"Perlu ditegaskan, tidak ada maksud untuk tidak mengurus izin gereja. Tetapi realitasnya,
pengurusan izin mendirikan rumah ibadah sangat sulit dan bahkan sering tidak

diperolehkan walau sudah diupayakan maksimal," ungkap dia dalam siaran pers PGI
(13/10).
Bupati Aceh Singkil, Safriadi, menyatakan sebenarnya warga sudah sepakat damai. "Ada
perjanjian damai antara umat Kristen dan Islam pada 1979 yang dikuatkan lagi di
musyawarah tahun 2001," kata dia kepada CNN Indonesia.
Berdasarkan kesepakatan damai itu, ujar Safriadi, di Aceh Singkil disetujui berdiri satu
gereja dan empat undung-undung. Tapi kini ternyata jumlah rumah ibadah telah lebih dari
yang disepakati. Menjamur menjadi 23 undung-undung. "Ini menyebabkan gejolak," ujar
Safriadi.
Hal ini pula yang menjadi dasar unjuk rasa Pemuda Peduli Islam (PPI) pada 6 Oktober di
Kantor Bupati Aceh Singkil, di Kecamatan Singkil. Menurut pengunjuk rasa, keberadaan

5|Shirley TiurinaTobing, 2015

gereja yang makin marak di Aceh Singkil merupakan bentuk pelanggaran perjanjian pada
1979 dan 2001.
Saat itulah mereka mengancam akan membongkar sendiri gereja yang dinilali tak berizin
sepekan setelah aksi, atau pada 13 Oktober. Ancaman itu terbukti dengan insiden yang
telah terjadi.


Kerusuhan di Aceh Singkil dipicu desakan
pembongkaran gereja
Reporter : Aryo Putranto Saptohutomo | Selasa, 13 Oktober
2015 16:13

Ilustrasi Bentrokan. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Pertikaian massa pecah di Kabupaten Aceh Singkil, Selasa (13/10).
Kabarnya, penyebab kerusuhan lantaran sebagian masyarakat menuntut supaya beberapa
gereja di daerah itu dibongkar, lantaran dianggap menyalahi aturan.
"Pertikaian antara umat Islam dan Nasrani itu pemicunya pada 1979, ada perjanjian dari
kawan kawan Nasrani hanya membangun satu gereja dan empat undung-undung.
Belakangan berkembang masyarakat minta Pemkab menertibkan gereja yang tidak berizin,"
kata Kabag Humas Pemkab Aceh Singkil, Kaldum, saat dihubungi merdeka.com.
Menurut Kaldum, desakan massa itu menguat sejak sepekan lalu. Lantaran langkah Pemkab
dianggap lamban, maka masyarakat yang tidak sabar langsung turun ke jalan.
"Karena langkah Pemkab dianggap lambat. Awalnya mereka mau membongkar, tapi
enggak direspon. Makanya pecah pertikaian hari ini," ujar Kaldum.

6|Shirley TiurinaTobing, 2015


Buntut kerusuhan itu, sebuah gereja di Kecamatan Gunung Meriah dibakar massa. Bahkan,
jatuh dua korban tewas dan empat luka-luka.

Ahok: Banyak Rumah Ibadah di Jakarta
Tak Punya IMB
Tri Wahyuni, CNN Indonesia
Jumat, 24/07/2015 13:09 WIB

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat menghadiri acara buka puasa bersama di Kantor
Kelurahan Duren Sawit, Jakarta, Jumat (26/6). (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)

Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
mengatakan sebenarnya jumlah rumah ibadah yang tidak memiliki Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) di Jakarta jumlahnya cukup banyak. Mulai dari
masjid, gereja, hingga kelenteng dan vihara.
"Banyak sekali masjid tidak ada izin kok. Banyak vihara, kelenteng juga tidak
punya izin. Kamu bisa temukan ratusan masjid yang tidak punya IMB," kata
Basuki saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/7). Kecuali masjid,
bangunan lainnya yang tidak memiliki IMB dikarenakan tidak diperolehnya izin

lingkungan dari masyarakat sekitar. Basuki mengatakan, hal inilah yang
membuat Pemprov DKI Jakarta harus menertibkan banyak rumah ibadah di DKI
karena tidak memiliki izin yang sah.
Padahal, sebenarnya pihak Pemprov DKI sudah memberikan tenggat waktu
untuk pemilik bangunan mengurus izinnya. Namun, karena tak kunjung
memperoleh izin lingkungan, sehingga tidak bisa mendapatkan IMB, maka
bangunan tersebut harus ditertibkan.
"Kami kasih dia (pemilik bangunan) kesempatan mengurus, dia tidak bisa
karena tetangga tidak mau kasih (izin lingkungan)," ujar gubernur yang akrab
disapa Ahok.
Menurut Ahok kondisi ini akan sangat menyulitkan bagi bangunan rumah

7|Shirley TiurinaTobing, 2015

ibadah baru karena pasti sulit untuk mendapatkan izin. (Baca: Pembongkaran
Gereja di Jatinegara karena Soal Ketiadaan IMB)
Sementara itu, sebenarnya untuk bangunan lama yang sudah memiliki IMB
namun berubah peruntukkannya menjadi rumah ibadah, Ahok pribadi
mengizinkan.


Ketua GP Ansor : Banyak Masjid Tidak
Memiliki IMB, Termasuk Masjid Di
Kampus Saya di Kudus
Son GokuJuly 21st, 2015, 9:01 pm6 comments 178524 views

ISLAMTOLERAN.COM- Kekerasan atas nama agama di Indonesia tidak akan pernah
berhenti selama polisi tidak pernah tegas.
"Jadi intinya polisi sebagai satu-satunya state aparatus yang berhak membubarkan atau
melarang sesuatu bertindak tegas," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Nusron
Wahid.
Di sisi lain, kata Nusron, dalam acaratalkshow di salah satu televisi swasta Metro TV Senin
malam ini (7/5), warga negara pun tidak boleh "memusyrikan" polisi. Artinya, tidak boleh
ada sekelompok masyarakat di luar polisi yang bertindak sewenang-wenang kepada warga
negara lain.
Dalam hal membubarkan satu acara, seperti dalam kasus diskusi Irsyad Manji di Salihara,
ungkap Nusron, polisi juga tidak boleh melakukannya atas desakan dari kelompok lain.
Polisi baru boleh membubarkan satu acara kalau nyata-nyata acara tersebut menggangu
keamanan negara maupun mengancan disintegrasi bangsa.
Terkait dengan kasus tempat ibadah yang dibangun dan tanpa memiliki Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Nusron menegaskan bahwa aturan soal IMB itu terkait dengan tata

8|Shirley TiurinaTobing, 2015

administratif negara yang bersifat normatif. Dan faktanya, banyak sekali tempat ibadah
yang memang tidak memiliki IMB.
"Saya umat Islam. Dan terus terang, banyak masjid tidak memiliki IMB, termasuk masjid
di kampus saya di Kudus," demikian Nusron
sumber: RMOL

9|Shirley TiurinaTobing, 2015