Makalah K3 Keamanan Kesehatan dan Kesala (1)

Makalah K3 (Keamanan Kesehatan dan
Kesalamatan Kerja)

Nama

:Rosihan Umar

NIM

:2015-11-146

Kelas

:B

SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN
JAKARTA BARAT
2018

I.Pendahuluan
Keselamatan dan kesehatan kerja ialah suatu pemikiran dan usaha untuk

menanggung keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani ataupun rohani. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja maka beberapa pihak diinginkan dapat
melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan disebutkan aman
bila apa pun yang dilakukan oleh pekerja itu, kemungkinan yang mungkin
nampak dapat dijauhi. Pekerjaan disebutkan nyaman bila beberapa pekerja yang
berkaitan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan kerasan,
hingga tidak mudah lelah.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu segi perlindungan
tenaga kerja yang ditata dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan
mengaplikasikan tehnologi ingindalian keselamatan dan kesehatan kerja,
diinginkan tenaga kerja akan meraih ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat
kesehatan yang tinggi. Selain itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diinginkan untuk membuat kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Jadi, unsur yang ada pada kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada aspek fisik, namun juga mental, emosional dan psikologi.
Keselamatan kerja merupakan aspek yang terkait dengan keselamatan dan
kesejahteraan pekerja pada institusi yang bertujuan untuk meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko tinggi
terhadap pekerjaan adalah yang berhubungan dengan listrik. Di Indonesia, tiap
tahunnya banyak pekerja listrik (elektris) cidera dan meninggal akibat tidak

mematuhi aturan keselamatan kerja. mengambil jalan pintas agar pekerjaan
cepat selesai tanpa mematuhi prosedur keselamatan yang dapat berakibat fatal,
seperti hilangnya nyawa, cidera, dan dapat dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Walau ketetapan tentang kesehatan dan keselamatan kerja sudah ditata
sedemikian rupa, namun dalam praktiknya tidak seperti yang diinginkan.
Demikian banyak aspek di lapangan yang memengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja seperti aspek manusia, lingkungan dan psikologis. Ada
banyak perusahaan yg tidak penuhi standard keselamatan dan kesehatan kerja.
Demikian banyak berita kecelakaan kerja yang bisa kita saksikan. Dalam
pemeparan ini lalu akan dibicarakan tentang persoalan kesehatan dan
keselamatan kerja dan bagaimana mewujudkannya dalam kondisi yang real.

II.K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Menurut America Society of safety and
Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan
untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan
dan situasi kerja. Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu

dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara
melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset
perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan
kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam
kerja yang manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang
penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui
peningkatan

kesehatan,

pencegahan

Penyakit

Akibat

Kerja


meliputi

pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan minum bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya
dalam hal sistem dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya,
pencegahan kelelahan guna tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya
dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja.
Dan juga terdapat penjalasan K3 dari beberapa ahli yaitu:
1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja yaitu
suatu pemikiran dan usaha untuk menanggung keutuhan dan

kesempurnaan baik jasmaniah ataupun rohaniah tenaga kerja pada
terutama, dan manusia biasanya, hasil karya dan budaya untuk
menuju orang-orang adil dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (1981 : 2), keselamatan kerja adalah rangkaian
usaha untuk membuat suasana kerja yang aman dan tentram untuk
beberapa karyawan yang bekerja di perusahaan yang berkaitan.

3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja yaitu keadaan
keselamatan yang bebas dari kemungkinan kecelakaan dan
rusaknya di mana kita bekerja yang meliputi mengenai keadaan
bangunan, keadaan mesin, perlengkapan keselamatan, dan keadaan
pekerja.
4. Mathis dan Jackson, menyebutkan kalau keselamatan yaitu
mengacu pada perlindungan pada kesejahteraan fisik seorang pada
cidera yang berkaitan dengan pekerjaan. Kesehatan yaitu mengacu
pada keadaan umum fisik, mental dan kestabilan emosi pada
umumnya.
5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan
keselamatan kerja yaitu suatu keadaan dalam pekerjaan yang sehat
dan aman baik itu untuk pekerjaannya, perusahaan ataupun untuk
orang-orang dan sekitar lingkungan pabrik atau tempat kerja itu.
6. Jackson, menerangkan kalau kesehatan dan keselamatan kerja
tunjukkan pada beberapa keadaan fisiologis-fisikal dan psikologis
tenaga kerja yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang disiapkan
oleh perusahaan.
7. Menurut Ramlan Dj, 2006, proses keselamatan kerja yaitu terkait
dengan usaha mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

yang dikarenakan oleh beragam aspek bahaya, baik datang dari
pemakaian mesin-mesin produksi ataupun lingkungan kerja dan
aksi pekerja sendiri.

8. Dilihat dari pojok keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja yaitu
ilmu dan pengetahuan dan aplikasinya dalam usaha menghindar
peluang terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja ditempat
kerja. (Lalu Husni, 2003 : 138).
Setelah lihat beragam pengertian diatas, pada dasarnya dapat ditarik
kesimpulan kalau kesehatan dan keselamatan kerja yaitu suatu usaha dan usaha
untuk membuat perindungan dan keamanan dari kemungkinan kecelakaan dan
bahaya baik fisik, mental ataupun emosional pada pekerja, perusahaan, orangorang dan lingkungan. Jadi bicara tentang kesehatan dan keselamatan kerja
tidak terus-terusan mengulas permasalahan keamanan fisik dari beberapa
pekerja, namun menyangkut beragam unsur dan pihak.
Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam
lingkungan kerja meliputi beberapa hal sebagai berikut :
HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat
menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan
pekerja yang ada


DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi
bahaya sudah ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.
RISK, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu
INCIDENT, Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak
diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang
melebihi ambang batas badan/struktur
ACCIDENT, Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau
kerugian (manusia/benda)
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :

Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja
Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja
Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Sasaran dari K3 adalah :
Menjamin keselamatan operator dan orang lain
Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
menjamin proses produksi aman dan lancar
Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3
dalam dunia pekerja, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Dari sisi masyarakat pekerja

Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan
kesehatan/kesejahtraan)
K3 belum menjadi tuntutan pekerja
Dari sisi pengusaha

Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan
meningkatkan efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. dan
K3 dipandang sebagai beban dalam hal biaya operasional tambahan
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar
dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi
yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi,
bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep
ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan,
melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang
memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu


kesehatan/kedokteran

beserta

prakteknya

yang

bertujuan,

agar

pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif

dan

kuratif,


terhadap

penyakit-penyakit/gangguan

–gangguan

kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.Keselamatan kerja sama dengan Hygiene
Perusahaan.
Secara garis besar, Kecelakaan Kerja disebabkan oleh dua faktor.
Faktor tersebut dikelompokan berdasarkan cara perlakuannya. Kedua faktor
tersebut yaitu:
1.

Unsafe Condition (Kondisi Tidak Aman)
Dengan kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan

kerja. Biasanya penyebab kondisi tidak aman ini dapat berasal dari keadaan
mesin, perlatan, dan/atau bahan baku yang tidak sesuai semestinya, lingkungan

kerja yang tidak diperhatikan oleh pekerja, proses kerja yang tidak sesuai
dengan aturan, dan/atau sifat kerja yang tidak bertanggung jawab dan disiplin.
2.

Unsafe Action (Perlakuan yang Tidak Aman)
Kecelakaan kerja juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak aman

oleh para pekerja dan orang lain disekitar lingkungan kerja. Perlakuan tidak
aman ini biasanya bersumber dari kurangnya pengetahuan dan keterampilan
dari para pekerja dalam melakukan pekerjaannya, karakteristik fisik dari para
pekerja yang kurang sesuai, karakteristik mental dan psikologis dari para
pekerja, sikap dan/atau tingkah laku yang kurang sesuai dan tidak aman.

Banyak sekali teori-teori yang membicarakan tentang penyebab
kecelakaan kerja ini. Diambil beberapa teori penyebab kecelakaan kerja yang
tertulis dibawah ini:
1.

Teori Heinrich
Teori Heinrich ini lebih sering dikenal dengan teori Domino karena

menurut Heinrich kecelakaan dapat terjadi dari suatu rangkaian kejadian yang
saling terikat atau saling berhubungan. Menurut Ridley (1986) ada lima faktor
yang terkait dan ada dalam rangkaian kejadian tersebut, faktor-faktor tersebut
yaitu: lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman,
kecelakaan, dan cedera atau kerugian.
2.

Teori Multiple Causation
Teori Multiple Causation ini berdasarkan kenyataan yang berupa

penyebab dari kecelakaan tidak hanya satu sebab, melainkan beberapa sebab.
Penyebab-penyebab tersebut bisa dikatakan mewakili perbuatan yang tidak
aman dari para pekerja, kondisi dan/atau situasi yang tidak aman. Dalam teori
ini penyebab-penyebab kecelakaan kerja yang mungkin tersebut masih bisa dan
layak untuk diteliti lebih lanjut lagi.
3.

Teori Gordon
Gordon (1949), pencetus dari teori ini mengemukakan bahwa

kecelakaan merupakan akibat dari korban kecelakaan, perantara terjadinya
kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang dimana tiap faktor tersebut
tidak dapat diertimbangkan secara individu atau hanya satu saja, melainkan
ketiga faktor tersebut harus dipertimbangkan. Untuk mengetahui penyebab dari
kecelakaan kerja, diperlukan informasi yang detail mengenai karakteristik
korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan karakteristik
lingkungan yang mendukung harus diketahui dalam melakukan pertimbangan
dengan ketiga faktor tadi.

4.

Teori Domino Baru
Teori Domino terdahulu, Teori Henrich, kemudian dikembangkan

ulang oleh Widnerdan Bird dan

Loftus agar

teori

Domino dapat

memperlihatkkan pengaruh dari manajemen dalam mengakibatkan masalah atau
kecelakaan kerja. Mulai dari tahun 1969, berkembanglah teori baru yang
mengatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh kesetimpangan
atai kekurang sesuainya manajemen yang berlaku. Teori tersebutlah yang
merupakan pengembangan oleh Widnerdan dan Loftus hingga dikenal dengan
teori Domino Baru.
5.

Teori Reason
Menurut Reason (1995, 1997), kecelakaan kerja terjadi karena adanya

“lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan yang dimaksdukan disini
dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur, atau peraturan yang membicarakan
keselamatan kerja. “Lubang” tersebut bisa dikarenakan oleh para pekerja yang
tidak memperhatikan atau bahkan tidak mengikuti pelatihan, prosedur, atau
peraturan tersebut.
6.

Teori Frank E. Bird Petersen
Teori ini menelusuri lebih dalam tentang penyebab kecelakaan. Frank

E. Bird Petersen memodifikasi teori Domino Henrich dengan menggunakan
teori manajemen. M Sulaksmono (1997) menerangkan inti dari teori Frank E.
Bird Petersen ini menjadi beberapa poin, yaitu:
1.

Kurangnya kontrol manajemen dalam melaksanakan pekerjaan

2.

Sumber penyebab utama kecelakaan

3.

Gejala penyebab kecelakaan secara langsung (praktik dibawah

standar)
4.

Kontak peristiwa kecelakaan (kondisi dibawah standar)

5.

Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)
Dengan penjabaran pengertian kecelakaan kerja diatas, dapat

disimpulkan ulang bahwa kecelakaan akibat kerja yaitu kejadian yang tidak
terduga dan tidak dikehendaki, yang disebabkan oleh berbagai hal, dan
menimbulkan berbagai kerusakan atau kerugian yang dapat berupa luka, cacat,
korban jiwa, kerusakan alat, dan/atau bahkan pencemaran lingkungan.
Penyebab dari kecelakaan itu sendiri pun dapat bersumber dari diri para pekerja
sendiri atau kondisi lingkungan tempat para pekerja melakukan kegiatan
bekerjanya.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
Sasarannya adalah manusia
Bersifat medis.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati,
merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat
faktor yakni :

Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik /
anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan
sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi, dan
genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Demikian

pula

status

kesehatan

pekerja

sangat

mempengaruhi

produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil
kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu
kesehatannya”. Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan
spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya
baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap
penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja
dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor
industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua
orang dalam melakukan pekerjaannya.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Faktor Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja
Dilihat dari kenyataan yang ada, faktor utama penyebab kecelakaan
kerja hanyalah terbagi menjadi dua, yaitu faktor manusia dan faktor fisik.

Kedua faktor tersebut ada dalam masalah pokok dari kecelakaan kerja itu
sendiri. Permasalahan pokok tersebut yaitu:
1.

Kecelakaan kerja yang merupakan akibat langsung dari pekerjaan

(PAK)
2.

Kecelakaan kerja yang terjadi pada saat pekerjaan tersebut

berlangsung (PAHK)
Kedua ruang lingkup permasalahan pokok diatas dapat diperluas lagi,
perluasan tersebut berupa cakupan kecelakaan-kecelakaan yang terjadi ketika
perjalanan dari atau ke tempat kerja. Jadi, ketika dalam perjalanan tersebut
pekerja mengalami kecelakaan lalu lintas misalnya, kecelakaan tersebut juga
digolongkan sebagai kecelakaan kerja.
Secara detail, faktor-faktor penyebab kecelakaan akibat kerja
dijelaskan dibawah ini. Faktor tersebut berupa sistem manajemen, faktor
manusia, faktor lingkungan, faktor pemerintah, faktor teknologi, faktor sosial,
dan faktor ekonomi.
1.

Sistem Manajemen
Sudah seharusnnya sistem manajemen sebelum, saat, dan setelah

pekerjaan dilakukan itu sangat diperhatikan. Kesalahan atau penyimpangan dari
sistem manajemen bisa juga menyebabkan kecelakaan akibat kerja. Contoh
penyimpangan sistem manajemen yaitu sikap atau tindakan yang tidak
memperhatikan manajemen K3, organisasi atau struktur pengurus yang lemah,
koordinasi sistem pendidik yang kurang diperhatikan, ketidak jelasan prosedur
kerja atau SOP, kurangnya sistem pengawasan dan pemeliharaan, sistem
penerangan yang kurang diperhatikan, tidak dilaporkannya kelainan atau
kecelakaan kerja yang terjadi, tidak adanya standar dalam melakukan pekerjaan,
tidak

dilakukannya

dokumentasi

dan penanggulangan

semestinya, dan tidak diperhatikannya ergonomi.

bahaya

dengan

Ketika penyimpangan-penyimpangan diatas dilakukan salah satunya
(atau bahkan semuanya), hal ini dapat memancing potensi bahaya yang pada
akhirnya akan menyebabkan kecelakaan akibat kerja. Sehingga sistem
manajemen harus sangat diperhatikan.
2.

Faktor Manusia
Faktor kedua yang menyebabkan kecelakaan kerja bisa terjadi yaitu

faktor manusia. Manusia dianggap sering sekali melakukan hal-hal tertentu atau
memiliki tingkah laku yang dapat menyebabkan bahaya bagi dirinya sendiri
atau lingkungan sekitar. Tingkah laku yang dimaksud dapat berupa tingkah laku
yang ceroboh, tidak teliti, lengah, acuh terhadap lingkungan, melakukan
penyimpangan tindakan, dan lain sebagainya. Tindakan-tindakan tersebut
biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut:
1.

Ketidakserasian atau ketidakcocokan manusia dengan lingkungan

kerja, biasanya dengan mesin yang ia hadapi.
2.

Kurangnya pengetahuan atau keterampilan, biasanya tidak

memperhatikan ketika penyuluhan berlangsung.
3.

Fisik dan mental yang kurang sesuai dengan keadaan pekerjaan.

4.

Kurangnya motivasi dan/atau kesadaran dalam bekerja.
Pelaku dibalik faktor manusia tidak hanya dari sisi pekerjanya saja,

pelaku faktor manusia ini juga bisa dari sisi perencana atau arsitektur, sisi
pelaksana atau kontraktor, sisi pengadaan atau supplier, sisi teknisi atau ahli
mesin, dan sisi dokter atau medikal.
3.

Faktor Lingkungan
Faktor penyebab kecelakaan berikutnya yaitu faktor lingkungan.

Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya tentu dapat
memicu kecelakaan kerja. Ketidaksesuaian kondisi yang bersifat mikro maupun

makro, keduanya dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh, kondisi
yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja adalah seperti berikut:
1.

Tata ruang yang tidak ergonomi

2.

Keadaan bising yang ada dan/atau timbul di lingkungan kerja

3.

Alur kerja yang tidak sesuai dengan SOP

4.

Penempatan bahan yang tidak sesuai tempatnya, berlaku juga untuk

penempatan limbah sisa pekerjaan
5.

Alat kerja yang tidak dalam kondisi siap pakai atau prima

6.

Instalasi listrik yang terkadang terabaikan

7.

Tidak diperhatikannya tekanan dari alat

8.

Menggunakan bahan kimia yang tidak seharusnya

9.

Penyulutan api yang tidak pada tempat dan waktu yang sesuai; dan

lain-lain.
4.

Pemerintah
Kenapa pemerintah juga dimasukkan ke dalam faktor penyebab

kecelakaan akibat kerja? Yang dimaksud pemerintah disini bukan tindak
langsung dari para personil pemerintah melainkan kebijakan atau peraturan
yang dibuat oleh pemerintah yang meliputi berbagai bidang. Contohnya:


Di bidang pendidikan, apakah K3 mendapat perhatian khusus?

Misalnya dimasukkannya dan diwajibkannya materi K3 ke dalam kurikulum,
sehingga para lulusan ketika mulai memasuki dunia kerja sudah tahu dan paham
pentingnya K3.



Di bidang politik, bagaimana peran organisasi perburuhan? Sejauh

mana tindakan mereka dalam memperjuangkan perlindungan bagi para pekerja
dan pegawai.


Di bidang hukum, bagaimana peraturan perundang-undangan

mengenai K3? Sudahkah dilakukan dan diterapkan dengan baik dan benar.
Sebagaimana ketiga contoh diatas, peran pemerintah juga
mempengaruhi terjadi tidaknya kecelakaan akibat kerja. Misalkan ketiga contoh
diatas sangat diperhatikan oleh pemerintah, maka kecelakaan akibat kerja bisa
diminimalisir atau bahkan bisa saja menghilang dan tentu akan menjadi sebuah
prestasi tersendiri bagi perusahaan dan pemerintah jika sebuah pekerjaan
memiliki nilai nol kecelakaan akibat kerja.
5.

Teknologi
Teknologi juga bisa menjadi penyebab dari kecelakaan akibat kerja.

Ketika muncul inovasi teknologi baru dimana hal tersebut masih terlalu awam
bagi para pekerja, sosialisasi tentang teknologi baru itu harus diperhatikan
sekali atau kecelakaan kerja bisa terjadi. Sehingga dalam menyikapi faktor
teknologi, harus ada pengkajian dan penelitian lanjut tentang perkembangan
tekonologi yang makin pesat belakangan ini guna menekan angka kecelakaan
kerja.
6.

Sosial
Lembaga-lembaga sosial dalam sektor ketenagakerjaan, seperti

misalnya agen asuransi harus sembari memberikan penjelasan pentingnya K3
dalam bekerja. Mereka berperan menjaga atau melindungi konsumen mereka
beserta bahan baku dan/atau barang hasil produksi mereka.
7.

Ekonomi

Kondisi ekonomi yang terkadang terasa berat di berbagai sisi
memaksa para pekerja bekerja di lingkungan yang serba tertekan sehingga
perasaan tertekan tersebut menyebabkan lingkungan kerja yang tidak kondusif
dan aman.
Dari berbagai faktor penyebab kecelakaan akibat kerja yang ada, tidak
boleh hanya satu atau dua faktor saja yang diperhatikan. Untuk menghindari
kecelakaan akibat kerja, semua faktor harus seraya diperhatikan dan
dilaksanakan demi tercapainya tujuan dari K3.
III.SNI DAN KETENTUANNYA

Ketika kita menjalankan sebuah bisnis ataupun usaha produksi, maka
sudah tentu kita akan dihadapkan pada sejumlah peraturan dan juga undangundang yang berlaku. Terkait dengan sejumlah ketentuan pemerintah tersebut,
hal ini dilakukan untuk menjaga dan juga menerapkan sejumlah kewajiban dan
juga hak-hak kita sebagai seorang pelaku bisnis. Bukan tanpa alasan pemerintah
menerapkan sejumlah peraturan yang tidak jelas, semua itu tentu telah melalui
berbagai pertimbangan dan juga perhitungan yang tepat demi kemajuan
perekonomian di Indonesia.
Beberapa waktu lalu publik mungkin begitu terkejut dengan adanya
penggerebekan di kediaman Pak Kusrin, seorang perakit televisi yang
menjalankan bisnisnya tanpa adanya sertifikat Standar Nasional Indonesia
(SNI). Ada kekecewaan dan juga kemarahan yang disampaikan oleh khalayak
ramai akibat adanya tindakan tersebut, tentu ini sangat wajar, mengingat Pak
Kusrin jelas menjalankan usahanya tanpa mengganggu dan merugikan siapapun
juga, bukan?
Namun, pemerintah memiliki sejumlah peraturan yang ketat mengenai
kegiatan produksi massal yang dilakukan di Indonesia, terutama jika hasil

produksi tersebut memang telah tercantum dan masuk dalam kategori yang
diwajibkan mengikuti SNI. Jika SNI telah diurus dan dimiliki oleh si pelaku
bisnis tersebut, tentu semua kegiatan dan juga pemasaran bisnisnya bisa
dijalankan dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku.
SNI merupakan standar yang ditetapkan oleh pemerintah untuk berbagai
hasil produksi yang dibuat oleh masyarakat Indonesia, baik itu yang diproduksi
secara perseorangan maupun yang diproduksi oleh sebuah badan atau
perusahaan. Hal ini ini telah diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan
No.72/M-DAG/PER/9/2015 yang mewajibkan barang-barang dalam kategori
tertentu harus diproduksi sesuai dengan SNI. Terkait dengan daftar barang yang
masuk dalam kategori tersebut, bisa dilihat di situs Kementerian Perdagangan.
SNI diberikan dalam bentuk stempel pada setiap barang yang telah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Stempel inilah yang
kemudian menjamin standar kualitas dan juga kelayakan barang tersebut
memang telah lulus dan sesuai dengan standar yang diberlakukan oleh
pemerintah. Hal ini akan menjamin hak dan juga keamanan para konsumen
yang menggunakan barang-barang tersebut. Bukan hanya konsumen saja, SNI
juga akan melindungi hak-hak dan juga kewajiban seorang pelaku bisnis yang
telah melakukan proses produksi atau pemasaran suatu barang.
Penerapan SNI pada produk, akan membuat konsumen menjadi lebih
mudah dan nyaman dalam menemukan produk-produk yang mereka butuhkan.
Hal ini menjadi sebuah nilai lebih juga bagi para produsen, sebab mereka akan
memiliki jaminan kualitas pada barang-barang yang mereka produksi dan
pasarkan, sehingga kemungkinan mereka untuk menembus pasar menjadi lebih
mudah. Untuk itu, sangat dianjurkan bagi para pelaku bisnis agar menggunakan
SNI pada setiap produk yang mereka hasilkan.
Cara mendaftarkan SNI

Kebanyakan dari kita mungkin merasa malas ketika akan mengurus
sejumlah administrasi ataupun pendaftaran lainnya, ribet dan berbagai
persyaratan yang sulit seringkali menjadi alasan hal tersebut. Namun sebagai
seorang pebisnis, kita tentu tidak ingin mengalami sejumlah kendala dan juga
gangguan dalam menjalan bisnis kita di masa yang akan datang, bukan?
Mendaftarkan SNI menjadi sebuah hal yang sangat penting, dan ini akan
menjadi salah satu jalan mudah bagi kita untuk bisa menembus pasar dan
mendapatkan angka penjualan dengan cepat. Pendaftaran SNI bisa dilakukan di
Kementerian Perindustrian melalui Lembaga Sertifikasi Produk Pusat
Standarisasi (LSPro-Pustan). Lakukan beberapa tahap di bawah ini untuk
mendaftarkan SNI:
1.

Isi Formulir Permohonan SPPT SNI

Biasanya proses ini akan membutuhkan waktu 1 hari. Formulir Sertifikat
Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI ini akan membutuhkan beberapa
dokumen sebagai lampiran, antara lain:


Fotokopi sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang

dilegalisasi. Sertifikat ini bisa didapatkan di Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu
(LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).


Sertifikat dari LSSM negeri asal produk yang sudah punya

perjanjian saling pengakuan dengan KAN, ini jika produk tersebut adalah
produk impor yang berasal dari luar negeri.

2.

Verifikasi Permohonan

Setelah proses pengisian dan juga perlengkapan dokumen tersebut, maka
LSPro-Pustan akan melakukan verifikasi terhadap beberapa hal, antara lain:
jangkauan lokasi audit, dan kemampuan memahami bahasa setempat. Proses ini

biasanya akan memakan waktu 1 hari, dan setelah verifikasi selesai kita akan
diberi invoice berisi rincian biaya yang harus kita bayarkan.

3.

Audit Sistem Manajemen Mutu Produsen

Dalam Audit sistem ini, akan dilakukan pengecekan kesesuaian
penerapan sistem manajemen mutu yang kita lakukan di dalam bisnis yang kita
jalankan tersebut. Hal ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 5 hari, di mana
akan meliputi dua hal, yakni: kesesuaian dan kecukupan.
Dalam audit kecukupan, tim akan melakukan peninjauan terhadap
dokumen Sistem Manajemen Mutu yang kita miliki. Jika ditemukan
ketidaksesuaian dalam hal ini, maka koreksi harus dilakukan dalam waktu
maksimal 2 bulan.
4.

Pengujian dan Penilaian Sampel Produk

Untuk melakukan proses ini, Tim LSPro-Pustan akan datang ke tempat
produksi dan mengambil sampel produk untuk diuji. Proses ini pada umumnya
akan membutuhkan waktu sekitar 20 hari. Setelah proses dilakukan, maka akan
dilihat apakah hasil uji telah sesuai dengan SNI. Jika ternyata belum sesuai,
maka kita akan diminta untuk menguji sendiri produk tersebut sampai sesuai
dan kemudian layak untuk dicek kembali oleh tim LSPro-Pustan.
5.

Keputusan Sertifikasi

Setelah semua proses di atas, maka tim akan merapatkan hasil audit dan
pengujian yang telah dilakukan. Penyiapan bahan rapat biasanya makan waktu 7
hari, sedangkan rapat panel itu sendiri akan berlangsung selama 1 hari.
6.

Pemberian SPPT-SNI

Tim LSPro-Pustan akan mengklarifikasi usaha kita setelah rapat panel
selesai, maka produk bisa mendapat sertifikat SNI. Semua proses pengurusan
ini biasanya akan memakan waktu sekitar sebulan dan sertifikat yang diberikan
tersebut akan berlaku selama 3 tahun ke depan.
Terkait dengan masalah biaya pengurusan SNI, memang terbilang cukup
tinggi. Hal ini telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2007
dengan perkiraan biaya sekitar Rp10-40 juta.

IV.Sejarah Singkat PUIL
Peraturan instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman
beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene
Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties) yang diterbitkan sebagai
Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian
AVE N 2004 ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada
tahun 1964 sebagai Norma Indonesia NI6 yang kemudian dikenal sebagai
Peraturan Umum Instalasi Listrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan
penerbitan pertama dan PUIL 1977 dan PUIL 1987 adalah penerbitan PUIL
yang kedua dan ketiga yang merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari
PUIL sebelumnya, maka PUIL 2000 ini merupakan terbitan ke 4.
Jika dalam penerbitan PUIL 1964, 1977 dan 1987 nama buku ini adalah
Peraturan Umum Instalasi Listrik, maka pada penerbitan sekarang tahun 2000,
namanya

menjadi

Persyaratan

Umum

Instalasi

Listrik

dengan

tetap

mempertahankan singkatannya yang sama yaitu PUIL.
Penggantian dari kata “Peraturan” menjadi “Persyaratan” dianggap lebih
tepat karena pada perkataan “peraturan” terkait pengertian adanya kewajiban
untuk mematuhi ketentuannya dan sangsinya. Sebagaimana diketahui sejak
AVE sampai dengan PUIL 1987 pengertian kewajiban mematuhi ketentuan dan

sangsinya tidak diberlakukan sebab isinya selain mengandung hal-hal yang
dapat dijadikan peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan
atau persyaratan teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pekerjaan-instalasi-listrik.
Sejak dilakukannya penyempurnaan PUIL 1964, publikasi atau terbitan
standar IEC (International Electrotechnical Commission) khususnya IEC 60364
menjadi salah satu acuan utama disamping standar internasional lainnya. Juga
dalam terbitan PUIL 2000, usaha untuk lebih mengacu IEC ke dalam PUIL
terus dilakukan, walaupun demikian dari segi kemanfaatan atau kesesuaian
dengan keadaan di Indonesia beberapa ketentuan mengacu pada standar dari
NEC (National Electric Code), VDE (Verband Deutscher Elektrotechniker) dan
SAA (Standards Association Australia).
PUIL 2000 merupakan hasil revisi dari PUIL 1987, yang dilaksanakan
oleh Panitia Revisi PUIL 1987 yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan
Energi dalam Surat Keputusan Menteri No:24-12/40/600.3/1999, tertanggal 30
April 1999 dan No:51-12/40/600.3/1999, tertanggal 20 Agustus 1999. Anggota
Panitia Revisi PUIL tersebut terdiri dari wakil dari berbagai Departemen seperti
DEPTAMBEN, DEPKES, DEPNAKER, DEPERINDAG, BSN, PT PLN, PT
Pertamina, YUPTL, APPI, AKLI, INKINDO, APKABEL, APITINDO, MKI,
HAEI, Perguruan Tinggi ITB, ITI, ISTN, UNTAG, STTY-PLN, PT Schneider
Indonesia dan pihak pihak lain yang terkait.
Bagian 1 dan Bagian 2 tentang Pendahuluan dan Persyaratan dasar
merupakan padanan dari IEC 364-1 Part 1 dan Part 2 tentang Scope, Object
Fundamental Principles.

Bagian 3 tentang Proteksi untuk keselamatan banyak mengacu pada IEC
60364 Part 4 tentang Protection for safety. Bahkan istilah yang berkaitan

dengan tindakan proteksi seperti SELV yang bahasa Indonesianya adalah
tegangan extra rendah pengaman digunakan sebagai istilah baku, demikian pula
istilah PELV dan FELV. PELV adalah istilah SELV yang dibumikan sedangkan
FELV adalah sama dengan tegangan extra rendah fungsional. Sistem kode
untuk menunjukan tingkat proteksi yang diberikan oleh selungkup dari sentuh
langsung ke bagian yang berbahaya, seluruhnya diambil dari IEC dengan kode
IP (International Protection). Demikian pula halnya dengan pengkodean jenis
sistem pembumian. Kode TN mengganti kode PNP dalam PUIL 1987, demikian
juga kode TT untuk kode PP dan kode IT untuk kode HP.
Bagian 4 tentang Perancangan instalasi listrik, dalam IEC 60364 Part 3
yaitu Assessment of General Characteristics, tetapi isinya banyak mengutip dari
SAA Wiring Rules dalam section General Arrangement tentang perhitungan
kebutuhan maksimum dan penentuan jumlah titik sambung pada sirkit akhir.
Bagian 5 tentang Perlengkapan Listrik mengacu pada IEC 60364 Part 5:
Selection and erection of electrical equipment dan standar NEC.
Bagian 6 tentang Perlengkapan hubung bagi dan kendali (PHB) serta
komponennya merupakan pengembangan Bab 6 PUIL 1987 dengan ditambah
unsure-unsurPUIL.
Bagian 7 tentang Penghantar dan pemasangannya tidak banyak berubah
dari Bab 7 PUIL 1987. Perubahan yang ada mengacu pada IEC misalnya cara
penulisan kelas tegangan dari penghantar. Ketentuan dalam Bagian 7 ini banyak
mengutip dari standar VDE. Dan hal hal yang berkaitan dengan tegangan tinggi
dihapus.
Bagian 8 tentang Ketentuan untuk berbagai ruang dan instalasi khusus
merupakan pengembangan dari Bab 8 PUIL 1987. Dalam PUIL 2000
dimasukkan pula klarifikasi zona yang diambil dari IEC, yang berpengaruh
pada pemilihan dari perlengkapan listrik dan cara pemasangannya di berbagai

ruang khusus. Ketentuan dalam Bagian 8 ini merupakan bagian dari IEC 60364
Part 7, Requirements for special installations or locations.
Bagian

9

meliputi

Pengusahaan

instalasi

listrik.

Pengusahaan

dimaksudkan sebagai perancangan, pembangunan, pemasangan, pelayanan,
pemeliharaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik serta proteksinya. Di
IEC 60364, pemeriksaan dan pengujian awal instalasi listrik dibahas dalam Part
6: Verification. PUIL 2000 berlaku untuk instalasi listrik dalam bangunan dan
sekitarnya untuk tegangan rendah sampai 1000 V a.b dan 1500 V a.s, dan gardu
transformator distribusi tegangan menengah sampai dengan 35 kV. Ketentuan
tentang transformator distribusi tegangan menengah mengacu dari NEC 1999.
Pembagian dalam sembilan bagian dengan judulnya pada dasarnya sama
dengan bagian yang sama pada PUIL 1987. PUIL 2000 tidak menyebut
pembagiannya dalam Pasal, Subpasal, Ayat atau Subayat. Pembedaan
tingkatnya dapat dilihat dari sistim penomorannya dengan digit. Contohnya
Bagian 4, dibagi dalam 4.1; 4.2; dan seterusnya, sedangkan 4.2 dibagi dalam
4.2.1 sampai dengan 4.2.9 dibagi lagi dalam 4.2.9.1 sampai dengan 4.2.9.4. Jadi
untuk menunjuk kepada suatu ketentuan, cukup dengan menuliskan nomor
dengan jumlah digitnya.
Seperti halnya pada PUIL 1987, PUIL 2000 dilengkapi pula dengan
indeks dan lampiran lampiran lainnya pada akhir buku. Lampiran mengenai
pertolongan pertama pada korban kejut listrik yang dilakukan dengan
pemberian pernapasan bantuan, diambilkan dari standar SAA, berbeda dengan
PUIL 1987.
Untuk menampung perkembangan di bidang instalasi listrik misalnya
karena adanya ketentuan baru dalam IEC yang dipandang penting untuk
dimasukkan dalam PUIL, atau karena adanya saran, tanggapan dari masyarakat
pengguna PUIL, maka dikandung maksud bila dipandang perlu akan

menerbitkan amandemen pada PUIL 2000. Untuk menangani hal hal tersebut
telah dibentuk Panitia Tetap PUIL. Panitia Tetap PUIL dapat diminta
pendapatnya jika terdapat ketidakjelasan dalam memahami dan menerapkan
ketentuan PUIL 2000. Untuk itu permintaan penjelasan dapat ditujukan kepada
PanitiaPUIL.
PUIL 2000 ini diharapkan dapat memenuhi keperluan pada ahli dan
teknisi dalam melaksanakan tugasnya sebagai perancang, pelaksana, pemilik
instalasi listrik dan para inspektor instalasi listrik. Meskipun telah diusahakan
sebaik-baiknya, panitia revisi merasa bahwa dalam persyaratan ini mungkin
masih terdapat kekurangannya. Tanggapan dan saran untuk perbaikan
persyaratan ini.
PUIL 2000 ini tidak mungkin terwujud tanpa kerja keras dari seluruh
anggota Panitia Revisi PUIL 1987, dan pihak pihak terkait lainnya yang telah
memberikan berbagai macam bantuan baik dalam bentuk tenaga, pikiran, sarana
maupaun dana sehingga PUIL 2000 dapat diterbitkan dalam bentuknya yang
sekarang. Atas segala bantuan tersebut Panitia Revisi PUIL mengucapkan
terima kasih sebesar besarnya.
Ada banyak standar tentang instalasi listrik yang bisa diterapkan dalam
dunia industri baik yang berskala internasional, regional, maupun nasional.
Tentunya yang terbaik adalah yang mampu menerapkan standar yang paling
ketat dari standar-standar yang ada.
Contoh standar-standar tersebut adalah IEC 60364 dengan seri terbarunya
versi 2009, standar ini berlaku internasional, karena dikeluarkan oleh
International Electrotechnical Commission (IEC), yakni sebuah lembaga nirlaba
yang bergerak di bidang standarisasi kelistrikan, yang terdiri dari lembaga
standar beberapa Negara, diantaranya adalah Negara kita yang berstatus sebagai

full member. IEC 60364 mengatur tentang system kelistrikan gedung yang
terdiri dari 7 pasal, yang masing-masing pasal terdapat beberapa section.
Sedangkan di benua Eropa, inggris telah mengeluarkan standar yang
berjudul BS 7671 dengan versi terbarunya tahun 2015. Standar ini selain
dipakai didalam negeri Inggris sendiri, juga diterapkan oleh beberapa Negara
yang merupakan persemakmuran dari Inggris. Sementara itu di Negara kita
tercinta ini, Badan Standar Nasional (BSN) bekerjasama dengan beberapa
instansi pemerintah, seperti Deptamben, Depnaker, Depkes, kemudian juga
dengan PLN, serta beberapa perguruan tinggi nasional, mengeluarkan sebuah
standar yang berjudul PUIL versi tahun 2000. PUIL merupakan kepanjangan
dari Persyaratan Umum Instalasi Listrik, yang banyak mengacu kepada standar
IEC 60634.Kemudian pemerintah, melalui Kementerian Tenaga Kerja, pada
tanggal 25 April 2002 mengeluarkan Kepmenaker no. 75 tahun 2002 tentang
pemberlakuan standar nasional indonesia (sni) nomor : sni-04-0225-2000
mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (puil 2000) di tempat kerja.
Sehingga dengan diberlakukannya Kepmenaker ini, semua tempat kerja
yang ada di wilayah NKRI, dalam Perencanaan, pemasangan, penggunaan,
pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)
No. SNI 04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi listrik 2000
(PUIL 2000) di Tempat Kerja, sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1,
Permenaker tersebut.
Kemudian standar PUIL ini telah direvisi untuk menyesuaikan dengan
IEC 60634 yang dirilis versi terbarunya pada tahun 2009. PUIL ini sekarang
telah diterbitkan dengan versi paling baru tahun 2011. BSN merilisnya dengan
judul SNI 0225:2011 tentang PUIL 2011. Kemudian sudah dilakukan lagi
amandemen 1 pada tahun 2013, sehingga judulnya sudah berubah menjadi SNI
0225:2011/Amd 1:2013.

Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM),
telah mengeluarkan Permen ESDM no. 36 tahun 2014 tentang pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia 0225:2011 mengenai persyatan umum instalasi
listrik 2011 (PUIL 2011) dan standar nasional Indonesia 0225:2011/Amd:2013
mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2011 (PUIL 2011) amandemen 1
sebagai standar wajib. Peraturan ini ditandatangani oleh menteri Sudirman Said,
pada tanggal 24 Desember 2014. Kemudian melalui siaran persnya no.
02/SJI/2015 pada tanggal 23 Januari 2015 yang ditandatangani oleh Bpk. Saleh
Abdurrahman, selaku kepala pusat komunikasi publik, menyiarkan bahwa SNI
PUIL 2011 telah diberlakukan secara wajib, berikut bunyi lengkap siaran pers
tersebut :
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral pada hari Jumat (23/1) meluncurkan secara resmi Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) dan Standar Nasional Indonesia
0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011
(PUIL 2011) Amandemen 1 sebagai standar wajib.
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) adalah dokumen SNI yang
digunakan sebagai standar acuan dalam pemasangan instalasi tenaga listrik
tegangan rendah untuk rumah tangga, gedung perkantoran, gedung publik dan
bangunan lainnya. PUIL 2011 merupakan revisi dari PUIL 2000 yang selama
ini digunakan oleh instalatur sebagai standar wajib dalam pemasangan instalasi
listrik, serta digunakan oleh lembaga inspeksi teknik tegangan rendah dalam
pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik sebelum diterbitkan Sertifikat Laik
Operasi (SLO).
PUIL 2011 memuat ketentuan-ketentuan pemasangan instalasi listrik
serta pemilihan peralatan dan perlengkapan instalasi listrik tegangan rendah.

Dalam PUIL 2011 juga diperkenalkan penggunaan peralatan dan perlengkapan
instalasi dengan teknologi yang lebih maju yang bertujuan meningkatkan
keamanan instalasi.
Dengan pemberlakuan PUIL 2011, diharapkan keamanan instalasi listrik
dapat ditingkatkan guna mengurangi atau mencegah resiko kecelakaan listrik
bagi manusia dan lingkungan atau resiko kebakaran yang diakibatkan oleh
listrik. Selain itu, dengan pemasangan instalasi yang mengikuti ketentuan PUIL,
diharapkan instalasi listrik akan lebih handal serta efisiensinya meningkat
dengan berkurangnya kerugian (losses) arus bocor, sehingga energi listrik dapat
optimal pemanfaatannya.

V.BAHAYA LISTRIK
A.TEGANGAN SENTUH LANGSUNG
Tegangan sentuh langsung adalah tegangan sentuh langsung pada bagian
aktif perlengkapan atau instalasi.
Bahaya sentuh langsung dapat diatasi/ditanggulangi dengan cara:
1.Semua bagian perlengkapan yang aktif dan instalasi diberi isolasi.
2.Bagian aktif instalasi yang tidak dapat diberi isolasi, diberi selungkup,
sekat atau yang sejenisnya.
Menghindari bahaya sentuh langsung yaitu dapat dilakukan :
1.Lantai ruang kerja dilapisi isolasi pengaman.
2.Operator menggunakan sepatu berisolasi.
3.Menggunakan perkakas berisolasi.

B.TEGANGAN SENTUH TAK LANGSUNG
Sentuh tak langsung adalah tegangan sentuh pada bagian (BKT)
perlengkapan/instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat adanya
kegagalan isolasi.
Kegagalan instalasi tersebut dapat diatasi dengan cara :
1.perlengkapan listrik harus dirancang dan dibuat dengan baik.
2.Bagian aktif harus diisolasi dengan bahan yang tepat.
3.Instalasi harus dipasang dengan baik.
Seringkali kita mendengar adanya kebakaran yang dipicu oleh listrik.
Banyak orang kehilangan nyawa akibat kena sengatan listrik. Masalah utama
dalam mempelajari kelistrikan adalah tidak terlihat dan tidak bisa diraba,
bahkan kita tidak mau merabanya. Kita tahu ada listrik setelah melihat
akibatnya, misal lampu menyala, kipas berputar, dan radio bersuara.Ada tiga
bahaya yang diakibatkan oleh listrik, yaitu kesetrum (sengatan listrik), panas
atau kebakaran, dan ledakan. Kesetrum atau sengatan listrik akan dirasakan jika
arus listrik melalui tubuh kita. Biasanya arus akan mulai dirasakan jika arus
yang mengalir lebih dari 5 mA. Pada arus yang kecil, aliran arus hanya akan
mengakibatkan kesemutan atau kehilangan kemampuan untuk mengendalikan
tangan. Pada arus yang besar, arus listrik bisa membakar kulit dan daging kita.
Yang paling bahaya adalah jika arus tersebut mengalir melalui jantung atau
otak. Perlu dicatat bahwa yang membahayakan adalah aliran arus listrik, bukan
tegangan listrik. Walaupun tegangannya tinggi, bisa saja tidak membahayakan
asalkan arusnya sangat kecil.
Bahaya kedua adalah panas atau kebakaran. Panas muncul karena adanya
aliran arus melalui suatu resistansi. Besarnya panas sebanding dengan kwadrat
arus, besarnya resistansi, dan waktu. Jika kita menggunakan kabel yang terlalu

kecil maka resistansinya besar sehingga kawat bisa mengalami pemanasan.
Kawat yang panas bisa menyebabkan terbakarnya isolasi kabel sehingga
mengakibatkan terjadinya hubungsingkat. Kontak atau sambungan tak
sempurna juga bisa menyebabkan timbulnya panas yang membakar isolasi
kabel. Menutup lampu, menutup kipas angin, menutup layar komputer dengan
bahan yang mudah terbakar juga membahayakan.
Bahaya ketiga adalah ledakan. Saat terjadi hubungsingkat, arus listrik
yang mengalir akan sangat besar. Arus yang sangat besar bisa menyebabkan
kenaikan temperatur yang sangat cepat sehingga menyebabkan naiknya tekanan
udara secara cepat. Untuk instalasi perumahan, bahaya ini mungkin tidak terlalu
besar karena arus hubungsingkat yang mungkin terjadi tidak terlalu besar.
Instalasi dan Barang Standar
Untuk mengurangi bahaya akibat penggunaan listrik, di Indonesia telah
ada Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL). Di dalam PUIL, telah diatur
bagaimana mengurangi risiko muculnya tegangan sentuh yang membahayakan
orang. Menurut peraturan, seharusnya semua instalasi listrik harus mendapatkan
sertifikat laik operasi (SLO) yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
Sayangnya, banyak sekali instalasi listrik tidak memiliki SLO. Kalaupun
memiliki SLO, seringkali kita melakukan perubahan instalasi tanpa melapor
kepada pihak yang berwenang. Tak jarang malah instalasi listrik diubah oleh
orang yang bukan ahlinya.
Cara pertama untuk mengamankan instalasi listrik adalah dengan
memasang pentanahan yang baik. Pentanahan biasanya dilakukan dengan
menanam batang tembaga sedalam tiga meter ke tanah. Diusahakan tahanan
pentanahan yang didapat kurang dari 25 Ohm. Jika penanaman sedalam tiga
meter masih menghasilkan tahanan yang tinggi, kita harus menanam lagi batang
tembaga lain dan menyambungkannya ke batang tembaga yang pertama. Jika

tersedia, batang pentanahan ini harus disambung dengan batang pentanahan
penangkal petir. Setelah itu, kawat netral yang datang dari PLN harus
disambung ke batang atau elektroda pentanahan yang telah dibuat. Setelah itu,
semua bagian logam dari peralatan (yang pada keadaan normal tidak dialiri
arus) harus disambung ke elektroda pentanahan tersebut.
Tujuan utama dari pentanahan ini ada tiga. Pertama, menjamin bahwa
tegangan titik netral relatif terhadap tanah sama dengan atau mendekati nol.
Kedua, menjamin bahwa semua bagian logam peralatan tegangannya selalu
mendekati nol sehingga aman jika tersentuh oleh tubuh kita. Ketiga, jika terjadi
hubung singkat antara kawat dengan bagian logam peralatan, arus listrik bisa
mengalir cukup besar sehingga bisa terdeteksi oleh pengaman sehingga bisa
segera diputus. Dengan pemutusan yang segera, pemanasan bisa dihindari
sehingga mencegah terjadinya kebakaran.
Selain harus dipasang oleh ahlinya, demi keamanan kita harus
menggunakan peralatan listrik yang sesuai standar. Ukuran kabel harus sesuai
dengan kebutuhannya. Bahan isolasi yang dipakai harus sesuai dengan
peruntukannya. Kabel yang terlalu kecil bisa menyebabkan kabel mengalami
pemanasan lebih yang bisa menimbulkan kebakaran. Isolasi yang tidak sesuai
akan mudah sobek dan mudah terbakar jika kawat di dalam kabel mengalami
pemanasan.
Pengaman atau MCB juga harus sesuai ukurannya dan benar
pemasangannya. Gunakan stop kontak yang sesuai dengan standar. Jangan
melakukan pencabangan terlalu banyak di suatu titik. Kontak yang tidak
sempurna bisa menyebabkan terjadinya pemanasan dan membakar bahan
isolasi. Jangan pernah mencabut kontak tusuk (colokan) peralatan listrik dengan
menarik kabelnya. Idealnya, semua peralatan listrik yang beredar di Indonesia
harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam praktek, banyak

sekali beredar peralatan yang tidak sesuai standar. Banyak konsumen memilih
peralatan hanya berdasarkan harga.
1.

Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja

Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh
pekerjaan. Oleh karena itu perlu melihat penyebab dan dampak yang
ditimbulkannya.
Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden
yang berakibat pada kerugian.
Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya
dan peluang terjadinya kejadian tersebut.
Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang ada. Beberapa hal yang
tampak jelas berbahaya, seperti bekerja dengan menggunakan tangga yang tidak
stabil atau penanganan bahan kimia bersifat asam. Namun demikian, banyak
kecelakaan terjadi akibat dari situasi sehari-hari misalnya tersandung tikar
di lantai kantor. Ini tidak berarti bahwa tikar pada umumnya berbahaya!
Namun demikian, hal ini bisa terjadi, tikar tersebut dalam posisi terlipat atau
tidak seharusnya dan menjadi potensi bahaya dalam kasus ini.
Seperti diketahui, potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat
berupa berbagai bentuk. Terlebih lagi, masing-masing risiko bisa menjadi tinggi
atau rendah, tergantung pada tingkat peluang bahaya yang ada.
2.

Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko jangka panjang

pada kesehatan
Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan
sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika terjadi

pajanan (“exposure”) yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan
penyakit yang disebabkan oleh pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja.
Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari
lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor
ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas
secara rinci lebih