PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Afif Khalid

Abstrak

Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini dinyatakan secara tegas di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasca amandemen. Sebagai negara hukum maka hukum harus dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri beberapa elemen, salah satu elemen peradilan. Dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, seorang Hakim haruslah menggunakan hukum tertulis sebagai dasar putusannya. Akan tetapi apabila dalam hukum tertulis tidak ditemukan atau dirasa tidak cukup, maka Hakim dapat melakukan penafsiran hukum.

Secara yuridis maupun filosofis, hakim Indonesia mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penafsiran hukum atau penemuan hukum agar putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Penafsiran hukum oleh hakim dalam proses peradilan haruslah dilakukan atas prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu.yang menjadi dasar sekaligus rambu-rambu bagi hakim dalam menerapkan kebebasannya dalam menemukan dan menciptakan hukum. Dalam upaya penafsiran hukum, maka seorang hakim mengetahui prinsip-prinsip peradilan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan dunia peradilan, dalam hal ini Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman .

Kata Kunci: Penafsiran Hukum, Hakim, Sistem Peradikan di Indonesia

PENDAHULUAN

(law administration ) dan kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law

Negara Indonesia adalah negara adjudicating ) atau yang biasa disebut hukum. Hal ini dinyatakan secara tegas di dengan penegakan hukum dalam arti dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

sempit (law enforcement) 1 . Dasar Negara Republik Indonesia 1945

pasca amandemen. Sebagai negara hukum Indonesia sebagai negara hukum maka hukum harus dipahami sebagai satu

modern (welfare state) dalam rangka kesatuan sistem yang terdiri dari elemen-

tujuan negara yakni elemen

mewujudkan

kesejahteraan bagi kaedah aturan (instrumental) dan perilaku

masyarakatnya dan melindungi hak-hak para subyek hukum (elemen subyektif dan

warga negaranya , harus menganut prinsip cultural ). Ketiga elemen sistem hukum

utama atau asas pokok yang terdiri atas tersebut mencakup; kegiatan pembuatan

asas legalitas , asas pengakuan dan hukum

1 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan

pelaksanaan hukum atau penerapan hukum

Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer , Penerbit The Biography Institute, Jakarta, 2007, hlm. 131.

perlindungan hak asasi manusia , asas Dalam praktik penyelenggaraan negara pembagian kekuasaan negara , asas

atau pemerintahan sering terjadi hal-hal peradilan yang bebas dan tidak memihak ,

yang tidak normal dalam menata asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi

kehidupan kenegaraan, di mana sistem dan asas konstitusional 2 . hukum yang biasa digunakan tidak mampu

mengakomodasi kepentingan negara atau Makna atau nilai dari asas negara

sehingga memerlukan hukum tersebut adalah bahwa hukum pengaturan tersendiri untuk menggerakan merupakan sumber tertinggi (supremasi) fungsi-fungsi negara agar dapat berjalan dalam

guna menjamin mekanisme hubungan hukum antara penghormatan kepada negara

secara

efektif

dan negara dan masyarakat, maupun antara pemenuhan hak-hak dasar warga negara. anggota atau kelompok masyarakat yang Dengan demikian maka penggunaan satu dengan yang lainnya dalam perangkat hukum biasa sejak semula mewujudkan tujuannya.

mengantisipasi berbagai Pemerintah (bestuur) selaku pelaksana

haruslah

kemungkinan keadaan yang bersifat tidak kebijakan politik negara mempunyai

normal agar negara dapat menjamin wewenang sebagaimana diberikan oleh

kelangsungan hidup berbangsa dan peraturan

berlaku atau berdasarkan pada asas

PENAFSIRAN

HUKUM DALAM

legalitas untuk

mengendalikan

TEORI HUKUM TATA NEGARA

pemerintahan, memimpin atau mengatur warga negaranya, memberi petunjuk,

Penafsiran hukum (interpretasi) menggerakan potensi, memberi arah,

adalah sebuah pendekatan pada penemuan mengkoordinasikan kegiatan, mengawasi,

hukum dalam hal peraturannya ada tetapi mendorong dan melindungi masyarakat 3 .

tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturannya yang

2 Imran Juhaefah, Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa Sebagai Landasan Pembentukan

khusus. Di sini hakim menghadapi

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Disertas i, Pascasarjana

Universitas

Muslim

Indonesia, Makassar, 2011, hlm. 2.

undang-undang yang harus diisi atau

Muin Fahmal, Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan

dilengkapi, sebab hakim tidak boleh

Pemerintahan Yang Bersih , Penerbit Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 100.

menolak memeriksa dan mengadili perkara menolak memeriksa dan mengadili perkara

metode penafsiran, dan 3 (tiga) macam menemukan hukum itu untuk mengisi

hukumnya.

Hakim

metode konstruksi. Dalam hal ini, metode kekosongan hukum tersebut.

konstruksi dianggap tidak termasuk ke dalam pengertian penafsiran. Tetapi, ada

Penafsiran merupakan kegiatan pula sarjana yang menganggap metode yang sangat penting dalam hukum. konstruksi itu tiada lain merupakan varian Penafsiran merupakan metode untuk saja atau termasuk bentuk lain dari metode memahami makna yang terkandung dalam penafsiran juga, sehingga macam dan jenis teks-teks hukum untuk dipakai dalam metode penafsiran itupun dikelompokkan menyelesaikan

kasus-kasus

atau

secara berbeda dari sarjana lainnya 5 . mengambil keputusan atas hal-hal yang

hukum telah itu, dalam bidang hukum tata negara,

dihadapi secara konkrit. Di samping hal

Para

pakar

menguraikan adanya 9 (sembilan) teori penafsiran dalam hal ini judicial

yang berbeda interpretation (penafsiran oleh hakim),

penafsiran

dari apa yang juga dapat berfungsi sebagai metode

penggambarannya

dikemukakan oleh Arief Sidharta. perubahan

Kesembilan teori penafsiran tersebut menambah, 6 mengurangi, atau adalah:

memperbaiki makna yang terdapat dalam

1. Teori penafsiran letterlijk atau suatu teks Undang-Undang Dasar. Seperti harfiah (what does the word dikemukakan oleh K.C. Wheare, Undang-

mean ?)

Undang Dasar dapat diubah melalui (i) formal

Penafsiran yang menekankan pada interpretation , dan (iii) constitutional

arti atau makna kata-kata yang usage and conventions 4 . tertulis. Misalnya, kata servants

Dikarenakan pentingnya

hal

5 Jimly Asshidiqie, Teori & Aliran

tersebut diatas, maka dalam setiap buku

Penafsiran Hukum Tata Negara , cet. I, (Jakarta: Ind. Hill Co.,1997), hlm. 17-18.

teks ilmu hukum lazim diuraikan adanya

6 Lihat dan bandingkan pendapat sarjana

berbagai metode penafsiran. yang memasukkan metode interpretasi (penafsiran) Banyak

sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum

sarjana hukum yang membagi metode

yang dilakukan dengan cara Interpretasi Gramatikal (kebahasaan). Sistematis (logis), Historis, dan Teleologis (sosiologis). Lihat, misalnya, Bambang

Hastuti, Aspek-Aspek judul asli Rechtsvinding , diterjemahkan oleh B.

4 Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum,

Kekuasaan Kehakiman di Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum

Perkembangan

Indonesia , (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. FH Univ Parahyangan, 2001), hlm.25.

131-134.

dalam Konstitusi Jepang Art. 15 pemakaian bahasa sehari-hari atau (2), “All public officials are

makna teknis-yuridis yang lazim servants of the whole community 7 atau dianggap sudah baku.

and not of any group there of ”. Menurut Vissert’t Hoft di negara- Contoh lain mengenai kata a

negara yang menganut tertib natural association dalam Art. 29

hukum kodifikasi, maka teks ayat (1) dan kata the moral dalam

harfiah undang-undang sangat ayat (2) konstitusi Italia yang

Namun, penafsiran menyatakan :

penting.

gramatikal saja dianggap tidak mencukupi, apalagi jika mengenai

“(1) The Republic recognizes the rights of the family as a natural

norma yang hendak ditafsirkan itu association founded on marriage;

sudah menjadi perdebatan 8 . (2) Marriage is based on the moral

within the limits laid down by law Teori penafsiran historis (what is

and legal equality of the spouses,

to safeguard the unity of the historical background of the family ”.

formulation of a text ) Contoh berikutnya lagi, misalnya

Penafsiran historis mencakup dua terlihat pada kata inconsistent

pengertian : (1) penafsiran sejarah dalam ayat (1) Article 13

perumusan undang-undang; dan (ii) Konstitusi India, yaitu :

sejarah hukum. “All always in force in the territory

penafsiran

yang pertama , of India immediately before the

Penafsiran

memfokuskan diri pada latar Constitution, in so far as they are

sejarah perumusan inconsistent with the provisions of

belakang

this part, shall, to the extent of such inconsistency, be void ”.

7 Ph. Visser;t Hoft, Penemuan Hukum,

2. Teori penafsiran gramatikal atau judul asli Rechtsvinding, diterjemahkan oleh B.

Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum

interpretasi bahasa (what does it

FH Univ. Parahiayangan, 2001), hlm.25. 8 Ibid, hlm. 26. Misalnya, basis sistem

linguistically mean ?)

ekonomi sosialis Cina, seperti dalam Art. 6 ayat (1) Konstitusi Cina: (1) “The basis of the socialist economic system of the People’s Republic of China

Penafsiran yang menekankan pada

is socialist public ownership of the means of

makna teks yang di dalamnya production, namely, ownership by the whole people

and collective ownership by the working people”.

kaidah hukum

dinyatakan.

Dan makna dari sistem kepemilikan public, seperti dalam Art 6 ayat (2 ) “The system of socialist public

Penafsiran dengan cara demikian

ownership supersedes the system of exploitation of man by man; it applies the principle of from each

bertolak dari makna menurut

according to his ability, to each according to his work”.

naskah. Bagaimana perdebatan

untuk menafsirkan yang terjadi ketika naskah itu

perhatian

yang bersangkutan. hendak dirumuskan. Oleh karena

naskah

Peristiwa yang terjadi dalam itu yang dibutuhkan adalah kajian

acapkali mendalam tentang notulen-notulen

masyarakat

mempengaruhi legislator ketika rapat,

naskah hukum itu dirumuskan. peserta

catatan-catatan

pribadi

Misalnya pada kalimat “dipilih peserta rapat yang tersedia baik

rapat,

tulisan-tulisan

secara demokratis ” dalam Pasal 18 dalam bentuk tulisan ilmiah

ayat (4) Undang-Undang Dasar maupun komentar tertulis yang

yang menyatakan, pernah dibuat, otobiografi yang

“Gubernur, Bupati, dan Walikota bersangkutan, hasil wawancara

masing-masing sebagai kepala yang dibuat oleh wartawan dengan

daerah provinsi, yang

pemerintah

kabupaten, dan kota dipilih secara wawancara khusus yang sengaja

5. Teori penafsiran sosio-historis menelaah

peristiwa

yang

(asbabunnuzul dan asbabulwurud, bersangkutan. Penasiran kedua, what does the social context behind mencari makna yang dikaitkan the formulation of the text ) dengan konteks kemasyarakatan

masa lampau. Dalam pencarian

dengan penafsiran makna tersebut juga kita merujuk

Berbeda

sosiologis, penafsiran sosio-historis pendapat-pendapat pakar dari masa

memfokuskan pada konteks sejarah lampau, termasuk pula merujuk

masyarakat yang mempengaruhi kepada norma-norma hukum masa

rumusan naskah hukum. Misalnya, lalu yang masih relevan 9 .

ide persamaan dalam konteks konstitusi Republik V Perancis, 10

4. Teori penafsiran sosiologis (what ide ekonomi kekeluargaan dalam does social context of the event to

be legally judged ) Konteks sosial ketika suatu naskah

10 Constitution of The Fifth French

Republic, 1958, Article 2, “France is an indivisible, secular, democratic

and Sosial Republic. It shall insure equality before the law for all citizens without distinction of origin, race, or

9 Ibid, hlm.29. religion. It shall respect all beliefs.. ”

Pasal 33 UUD 1945, dan ide

7. Teori penafsiran teleologis (what Negara Kekaisaran Jepang. 11 does the articles would like to

achieve by the formulated text )

6. Teori penafsiran filosofis (what is philosophical thought behind the

Penafsiran ini difokuskan pada ideas formulated in the text )

penguraian atau formulasi kaidah- kaidah hukum menurut tujuan dan

Penafsiran dengan fokus perhatian jangkauannya. Tekanan tafsiran pada aspek filosofis. Misalnya, ide pada fakta bahwa pada kaidah Negara hukum dalam Kostitusi hukum terkandung tujuan atau asas Republik Perancis Article 66 : “No sebagai landasan dan bahwa tujuan person

may

be detained

asas tersebut arbitrarily ”. Ide Negara hukum mempengaruhi interpretasi. Dalam dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-

dan

atau

demikian juga Undang Dasar Republik Indonesia diperhitungkan konteks kenyataan Tahun 1945 yang menyatakan

penafsiran

kemasyarakatan yang aktual 13 . bahwa Negara Indonesia adalah

negara hukum. Contoh lain lagi

8. Teori penafsiran holistik. adalah rumusan ide demokrasi

Penafsiran ini mengaitkan suatu terpusat (centralized democrazy)

12 naskah hukum dengan konteks dalam Konstitusi Cina .

keseluruhan jiwa dari naskah tersebut. Misalnya, The individual

11 Art. 1 (Symbol of State) : “The Emperor 14 economy dalam Article 11 ayat

shall be the symbol of the State and of the unity of the people, deriving his position from the will of the

(1) Konstitusi Cina :

people with whom resides sovereign power ”. Article 2 (Dysnatic Throne) : “The Imperial Throne shall be dysnatic and succeeded to in accordance

“The individual economy of

with the Imperial House Law Passed by The Diet ”.

urban and rural working

12 Konstitusi Cina, Article 3 (Democratic Centralism) : “(1) The state organs of the People”s

under the unified leadership of the central Republic of China apply the principle of

authorities .”

democratic centralism . (2) The National People’s 13 Visser’t Hoft, Op. cit,hlm. 30. Congress and the Local people’s congresses at

14 Istilah the individual economy dalam different levels are instituted through democratic

konteks Negara sosialis yang dianut Cina menjadi election. They are responsible to the people and

jiwa dari sistem sosialis, seperti yang dinyatakan subject to their supervison . (3) All administrative,

dalam konstitusi Cina, Article (1) “The People’s judicial and procuratorial organs of the state are

Republic of China is a socialist state under the created by the people’scongress to which they are

people’s democratic dictatorship led by the responsible and under whose supervision they

working class and based on the alliance of workers operate . (4) The division of functions and powers

and peasants”; (2) “The socialist system is the between the central and local state organs is

basic system of The People’s of China. Sabotage of guided by the principle of giving full play to the

the socialist system by any organization or initiative and enthusiasm of the local authorities

individual is prohibited”.

people, operated within the Assembly shall convene on the limits prescribed by law, is a

second Thursday following the complement to the socialist

elections of at least two thirds of public economy. The state

the total number of Deputies. Until protects the lawful rights and

the election of the total number of interest of the individual

Deputies. Until the election of the economy”, (2) “The state

President of National Assembly, its guides, helps, and supervises

meetings shall be chaired by the the individual economy by

Deputy who is most senior in age .” exercising

administrative

control”, (3) “The state “The regular sessions of the permits the private sector of

National Assembly shall convene the economy to exist and

twice per year from the second develop within the limits

Monday of September to the second prescribed by law. The private

Wednesday of December and from sector of the economy is a

the first Monday of February to the complement to the socialist

second Wednesday of June. The public economy. The state

sittings of the National Assembly protects the lawful rights and

shall be open to the public. Closed interest of the private sector of

door sittings may be convened by a the economy, and exercises

resolution of the National guidance, supervision and

Assembly.”

control over the private sector

itu, dalam of the economy .” perkembangan pemikiran dan

Disamping

9. Teori penafsiran holistik tematis- praktik penafsiran hukum di dunia sistematis (what is the theme of the akhir-akhir ini, telah berkembang articles formulated, or how to pula berbagai corak dan tipe baru understand

the

articles

dalam penafsiran hukum dan systematically according to the konstitusi di berbagai negara. Oleh grouping of the formulation ). karena itu, pendapat-pendapat yang

Dalam hal ini, misalnya, regular biasa kita diskusikan di berbagai election dalam Article 68 dan 69

fakultas hukum di tanah air juga Kontitusi Amerika Serikat :

perlu memperhatikan dinamika perkembangan di dunia ilmu

“Regular elections to the National Assembly shall be held within sixty

hukum pada umumnya. Oleh sebab days prior to the expiration of the

itu, berbagai pandangan para term of the current Assembly.

Procedures for elections to the sarjana mengenai ragam metode National Assembly Assembly shall

penafsiran itu, perlu kita himpun

be prescribed by law. The date of

dan kita sarikan sebagaimana Presidential decree. The first

elections shall be fixed by

mestinya.

session of a newly elected National

Selain ke-9 teori penafsiran tersebut sejarah penetapan. Kalau penafsiran diatas, dapat pula dikemukakan adanya

menurut sejarah penetapan dilakukan pendapat Utrecht mengenai penafsiran

dengan cara mencermati laporan-laporan undang-undang :

perdebatan dalam perumusannya, surat- surat yang dikirim berkaitan dengan

1. Penafsiran menurut arti kata atau kegiatan perumusan, dan lain-lain, istilah (taalkundige interpretasi) sedangkan penafsiran menurut sejarah

Hakim wajib mencari arti kata hukum dilakukan menyelidiki asal naskah dalam undang-undang dengan cara

dari sistem hukum yang pernah membuka kamus bahasa atau meminta

diberlakukan, termasuk pula meneliti asal keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum

naskah dari sistem hukum lain yang masih cukup, hakim harus mempelajari kata 17 diberlakukan di negara lain .

tersebut dalam susunan kata-kata kalimat Bagi hakim, menurut Scolthen, atau hubungannya dengan peraturan- makna penafsiran historis berdasarkan peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, kebutuhan praktik. Pada umumnya yang menurut Utrecht, yang pertama ditempuh

15 penting bagi hakim ialah mengetahui atau usaha permulaan untuk menafsirkan .

maksud pembuat naskah hukum yang

2. Penafsiran

ditetapkan. Hukum bersifat dinamis dan interpretatie )

Historis

(historis

hukum mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh karena

perkembangan

Cara penafsiran historis ini,

16 itu, makna yang dapat diberikan kepada menurut Utrecht, dilakukan dengan (i)

suatu kata dalam naskah hukum positif menafsirkan menurut sejarah hukum sekarang berbeda dengan maknanya pada (rechtshistorische interpretatie), dan; (ii)

waktu ditetapkan. Oleh sebab itu pula, menafsirkan menurut sejarah penetapan

penafsiran menurut searah hakikatnya suatu

ketentuan

(wetshistorische

hanya merupakan pedoman saja 18 . Akan interpretatie ). Penafsiran menurut sejarah,

tetapi, penafsiran historis tidak hanya menurut Utrecht, merupakan penafsiran

menelaah risalah sebagai story perumusan luas atau mencakup penafsiran menurut

naskah, tetapi juga menelaah sejarah

15 Utrecht, Pengantar Dalam Hukum

sosial, politik, ekonomi, dan social event

Indonesia , disadur dan direvisi oleh Moh. Saleh Djindang, cet. XI, PT. (Jakarta : Ichtiar Baru, 1983), hlm. 208.

16 Pendapat Utrecht ini sangant mirip dengan pendapat Visser”t Hoft yang pada nantinya 17 Utrecht, Op. cit, hlm.209

akan diuraikan secara tersendiri. 18 Ibid., hlm. 210-211.

lainnya ketika rumusan naskah tersebut merupakan jaminan kesungguhan hakim dibahas.

dalam membuat keputusan, oleh karena keputusannya dapat mewujudkan hukum

3. Penafsiran sistematis dalam suasana yang senyatanya dalam

Penafsiran sistematis merupakan 20 masyarakat . penafsiran menurut sistem yang ada dalam

5. Penafsiran otentik atau resmi rumusan hukum itu sendiri (systematische

atau officiele interpretative ). Penafsiran sistematis juga

(authentieke

interpretatie )

dapat terjadi jika naskah hukum yang satu dan naskah hukum yang lain, di mana

Penafsiran otentik ini sesuai keduanya mengatur hal yang sama,

dengan tafsir yang dinyatakan oleh dihubungkan dan dibandingkan satu sama

undang-undang (legislator) lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu 21 dalam undang-undang itu sendiri.

pembuat

adalah pasal dari suatu undang-undang, Misalnya, arti kata yang dijelaskan dalam maka ketentuan-ketentuan yang sama,

pasal atau dalam penjelasannya. Jikalau apalagi satu asas dalam peraturan lainnya,

ingin mengetahui apa yang dimaksud harus dijadikan acuan 19 .

dalam suatu pasal, maka langkah pertama adalah lihat penjelasan pasal itu. Oleh

4. Penafsiran sosiologis sebab itu, penjelasan undang-undang

Menurut Utrecht, setiap penafsiran selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam undang-undang harus diakhiri dengan

Tambahan Lembaran Negara, sedangkan penafsiran sosiologis agar keputusan

naskah undang-undang diterbitkan dalam hakim dibuat secara sungguh-sungguh

Lembaran Negara.

sesuai dengan keadaan yang ada dalam

Visser’t Hoft masyarakat. Utecht mengatakan bahwa

Sementara

itu,

mengemukakan 7 (tujuh) model penafsiran hukum merupakan gejala sosial, maka

hukum, yaitu : 22

setiap peraturan memiliki tugas sosial yaitu kepastian hukum dalam masyarakat.

Gramatikal atau Tujuan sosial suatu peraturan tidak

1. Penafsiran

Interpretasi Bahasa senantiasa dapat dipahami dari kata-kata

Dalam model ini, penafsiran yang dirumuskan. Oleh karena itu, hakim grmatikal yang dimaksud mempunyai harus mencarinya. Penafsiran sosiologis

20 Ibid., hlm. 216. 21 Ibid., hlm. 217

19 Ibid., hlm. 212-213. 22 Ph. Visser’t Hoft, Loc. cit.

pengertian yang sama sebagaimana telah

dengan pembahasan dikemukakan sebelumnya.

berhubungan

termasuk

menyurat yang berhubungan dengan penyusunan suatu

surat

2. Penafsiran Sistematis

undang-undang.

Makna formulasi sebuah kaidah

4. Penafsiran Sejarah Hukum hukum atau makna dari sebuah istilah

dengan cara jauh dengan mengacu pada hukum sebagai

yang ada di dalamnya ditetapkan lebih

Penafsiran

menentukan arti suatu rumusan norma sistem. Langkah yang dilakukan yaitu

hukum dapat memperhitungkan sejarah isi dengan mencari makna kata-kata yang

norma atau pengertian hukum dengan cara terdapat di dalam suatu peraturan yang ada

mencari keterkaitan dengan pendapat kaitannya dan melihat pula kaidah-kaidah

atau konteks lainnya. Menurut Visser’t Hoft, dalam

penulis-penulis,

kemasyarakatn masa lalu. sebuah

5. Penafsiran Teleologis menitikberatkan pada kodifikasi, maka

merujuk pada pada sistem undang-undang Maksudnya yaitu menafsirkan atau kitab undang-undang merupakan hal

dengan cara mengacu kepada formulasi yang biasa. Perundang-undangan adalah

norma hukum menurut tujuan dan sebuah sistem. Ketentuan-ketentuan yang

jangkauannya. Fokus perhatian dalam ada didalamnya saling berhubungan dan

menafsirkan adalah fakta bahwa pada sekaligus keterhubungan tersebut dapat

norma hukum mengandung tujuan atau menentukan suatu makna. Akan tetapi,

asas yang menjadi dasar sekaligus dalam tatanan hukum yang tidak

mempengaruhi interpretasi. terkodifikasi, merujuk pada sistem

6. Penafsiran Antisipatif dimungkinkan

sepanjang

karakter

sistematis dapat diasumsikan atau Menurut Visser’t Hoft. Metode diandaikan.

penafsiran ini dilakukan dengan cara merujuk RUU yang sudah disiapkan untuk

dibahas atau sedang dibahas dalam Undang

parlemen. Dengan cara ini sebenarnya Penafsiran dengan cara merujuk

hakim melihat ke masa yang akan datang pada sejarah penyusunannya, membaca

(forward looking). Dengan perkataan lain, risalah, catatan pembahasan oleh komisi-

hakim dapat saja berpendirian bahwa komisi dan naskah-naskah lain yang

penafsiran terhadap norma hukum yang penafsiran terhadap norma hukum yang

undangan.

4. Interpretasi

Sosiologis atau

7. Penafsiran Evolutif-Dinamis Teleologis , makna undang-undang

berdasarkan tujuan perubahan pandangan masyarakat dan

Penafsiran ini dilakukan karena ada

dilihat

kemasyarakatannya, sehingga situasi kemasyarakatan. Makna yang

dapat mengurangi diberikan kepada suatu norma bersifat

penafsiran

kesenjangan antara sifat positif mendobrak

hukum dengan kenyataan hukum. diberlakukannya hukum tertentu. Salah

perkembangan

setelah

Komparatif , satu cirri penting penafsiran ini ialah

5. Interpretasi

dengan cara pengabaian maksud pembentuk undang-

menafsirkan

membandingkan dengan berbagai undang. Makna obyektif atau aktual

sistem hukum.

maupun subyektif dari suatu norma sama

6. Interpretasi Fituristik, menafsirkan sekali tidak berperan lagi.

undang-undang dengan cara melihat pula RUU yang sedang

Jazim Hamidi, dengan mengutip dalam proses pembahasan.

pendapat Sudikno Mertokusumo, A. Pitio,

7. Interpretasi Restriktif, membatasi Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, mencatat

penafsiran berdasarkan kata yang

11 (sebelas) macam metode penafsiran

maknanya sudah tertentu. hukum, yaitu :

8. Interpretasi Ekstensif, menafsirkan

1. Interpretasi

dengan melebihi batas hasil menafsirkan

Gramatikal ,

penafsiran gramatikal. undang-undang sesuai

kata-kata

dalam

9. Interpretasi Otentik, penafsiran bahasa dan kaidah hukum tata

kaidah

yang hanya boleh dilakukan bahasa.

berdasarkan makna yang sudah

jelas dalam undang-undang. penafsiran sejarah undang-undang

Interdisipliner, dan sejarah hukum.

10. Interpretasi

menggunakan logika penafsiran

3. Interpretasi

lebih dari satu cabang ilmu hukum. menafsirkan

Sistematis ,

Multidisipliner, sebagai sebagai bagian dari

undang-undang

11. Interpretasi

menafsirkan dengan menggunakan

tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.

Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, cet. I, (Yogyakarta : UII Press 2005), hlm. 53-57.

i. Substansive reasons. penafsiran, dapat dikembangkan pula

Dalam hubungannya

dengan

j. The argument from intention. pendapat

William Eskrige dalam bukunya mengembangkan meta-teori rasionalistik mengembangkan teori dinamika penafsiran dan relativistik mengenai penafsiran dan undang-undang (dynamic theory of implementasi

undang-undang

(legal

interpretation ) dengan statutes ), yaitu teori tentang interpretasi

statutory

that statutory atau teori tentang ideologi-ideologi

menyatakan,

24 interpretation changes in response to new penafsiran undang-undang .

political aligments, new interpreters, and Dalam penafsiran dikenal pula adanya

new ideologies ”. Sementara Aulis Aarnio tipe-tipe

mengatakan, tugas dogmatik hukum digunakan, (McCormick and Summers,

menginterpretasikan dan 1991 25 ), yaitu : mensistematisasi norma-norma hukum

(The tasks of legal dogmatic are

a. The argument from ordinary interpretation and systematization of legal

meaning , atau

menggunakan

norms ). Dua kebutuhan pokok dalam argument makna umum yang penafsiran hukum menurutnya, adalah berlaku dalam masyarakat.

b. The argument from technical

bermaksud melakukan meaning ,

reformulasi norma-norma hukum dalam argument teknis yang dipakai pengungkapan abstrak dalam hubungannya dalam istilah teknis. terhadap konsep-konsep dasar.

c. The argument from contextual- harmonization .

Sistematisasi adalah pembawa

d. The argument from precedent. tradisi hukum. Dikatakan oleh Aulis

e. The argument from analogy. Aarnio, interpretasi adalah aktivitas

f. The argument from relevant hermenutik yang menjustifikasi dalam principles of law .

hubungannya terhadap audien hukum,

g. The argument from history. yang dikarakterisasikan sebagai esensia

h. The argument from purpose. secara relativistik dalam pengertian

mengakui

kemungkinan perselisihan

Jerzy Wroblewsky, dalam Alexander Peczenik,

“Kinds of

tentang evaluasi. Dworkin mengatakan :

Argumentation ”,

http://www.

Ivr2003/Peczenik_Argumentation.htm,

diakses

pada tanggal 5 mei 2015 25 Alexander Peczenik, loc. cit.

“The adjudicative principle of adalah simbol-simbol atau tanda-tanda integrity instructs judges to identify legal

yang disusun sedemikian rupa dalam rights and duties, so far as possible, on the

assumption that they were all created by a bentuk pasal yang dituangkan dalam single author – the community personified

– expressing a coherent conception of rumusan Undang-Undang Dasar, undang- justice and fairness. (…) According to law

undang, atau peraturan-peraturan tertulis as integrity, propositions of law are true if

lainnya.

they figure in or follow from the principles of justice, fairness, and procedural due process that provide the best constructive

Hukum yang tertulis dalam batas- interpretation of the community’s legal

batas tertentu dapat ditelusuri maksudnya, practice”.

meskipun adakalanya ketika harus Selanjutnya Dworkin mengatakan

diterapkan pada suatu kasus dalam banyak pula :

situasi dan kondisi sosial ternyata tidak “Law as integrity (…) holds that

mudah. Korupsi, misalnya, adalah kata people have as legal rights whatever rights

yang memerlukan kecermatan dalam are sponsored by the principles that

provide the best justification of legal penerapannya meskipun sudah jelas practice as a whole. Dworkin claim’s …

rumusannya. Demikian pula kata “jasa” that the true theory of legal practice is the theory that’s puts legal practice in its best

dalam konteks hukum, apakah orang yang light. By “best lights” Dworkin means a

menerima imbalan atas jasanya membantu measure of desirability or goodness : the

true theory of legal practice, says memperkenalkan kepada panitera kepala Dworkin, potrays the practiceat its most

pengadilan dapat dianggap terlibat dalam desirable. Now why would that be the case? What’s between the desirability of a

ternyata orang theory and its truth?”.

kejahatan,

jikalau

diperkenalkan itu kemudian menyuap Terlepas dari segala macam

panitera tersebut.

metode atau teori penafsiran di atas, suatu Dalam penerapan hukum selain hal yang perlu menjadi perhatian serius penafsiran, seperti telah diuraikan adalah bahwa hukum, baik yang tertulis sebelumnya, dikenal pula kegiatan maupun tidak tertulis, adalah konsep yang penemuan hukum atau metode konstruksi. berasal dari kata-kata yang dahulunya Metode ini digunakan ketika juris (hakim, diucapkan oleh satu, dua, atau lebih penuntut umum, dan pakar hukum) banyak orang yang kemudian disusun menghadapi ketiadaan dan kekosongan dalam kalimat. Tiap-tiap perkataan itu di aturan untuk menyelesaikan persoalan dalamnya mengandung beberapa atau konkrit. Penemuan hukum secara lebih bahkan banyak makna, sehingga hukum umum pada prinsipnya adalah reaksi dalam konteks norma sesungguhnya terhadap situasi-situasi problematikal yang metode atau teori penafsiran di atas, suatu Dalam penerapan hukum selain hal yang perlu menjadi perhatian serius penafsiran, seperti telah diuraikan adalah bahwa hukum, baik yang tertulis sebelumnya, dikenal pula kegiatan maupun tidak tertulis, adalah konsep yang penemuan hukum atau metode konstruksi. berasal dari kata-kata yang dahulunya Metode ini digunakan ketika juris (hakim, diucapkan oleh satu, dua, atau lebih penuntut umum, dan pakar hukum) banyak orang yang kemudian disusun menghadapi ketiadaan dan kekosongan dalam kalimat. Tiap-tiap perkataan itu di aturan untuk menyelesaikan persoalan dalamnya mengandung beberapa atau konkrit. Penemuan hukum secara lebih bahkan banyak makna, sehingga hukum umum pada prinsipnya adalah reaksi dalam konteks norma sesungguhnya terhadap situasi-situasi problematikal yang

sebaliknya.

terhadap persoalan-persoalan dan mencari

26 3. Metode Penyempitan Hukum. penyelesaian sengketa konkret. Tentang Misalnya, “perbuatan melawan

penemuan hukum ini sebagian pakar hukum ” dapat dipersempit artinya memisahkannya dari penafsiran hukum, untuk peristiwa tertentu yang sebagian lagi menganggapnya termasuk termasuk perbuatan

melawan metode penafsiran hukum. hukum, sehingga terdapat peristiwa

Konstruksi hukum menurut teori dan yang dapat dikatagorikan perbuatan praktek dapat dilakukan dengan 4 (empat)

melawan hukum. metode, yaitu :

4. Fiksi Hukum. Menafsirkan atau menginterpretasi,

1. Analogi atau Metode argumentum menurut Arief Sidharta, intinya adalah per analogium .

kegiatan mengerti atau memahami 27 . Cara kerjanya, metode ini diawali

Hakikat memahami sesuatu adalah yang dengan pencarian esensi umum suatu

disebut filsafat hermeneutika atau metode peristiwa hukum yang ada dalam undang-

memahami atau metode interpretasi undang. Esensi yang diperoleh kemudian

dilakukan terhadap teks secara holistik dicoba terhadap peristiwa yang dihadapi.

dalam bingkai keterkaitan antara teks, Apakah peristiwa itu memiliki kesamaan 28 konteks, dan kontekstualisasi .

sesuatu adalah esensi umum tadi. Umpamanya apakah

prinsip dengan prinsip yang terdapat dalam

Memahami

sesuatu agar seseorang yang “memancing belut” dapat

menginterpretasi

memahaminya. Dalam hubungan ini diberi sanksi, sementara larangan yang

Gadamer mengatakan, seperti dikutip oleh tertera di sudut kolam berbunyi “dilarang 29 Arief Sidharta, Ilmu Hukum adalah

memancing ikan ”. sebuah eksamplar Hermeneutika in optima forma , yang diaplikasikan pada aspek

2. Metode Argumentum a Contrario. kehidupan bermasyarakat. Sebab, dalam

Hukum ketika undang-undang yang mengatur hal tertentu

Ini digunakan jika ada ketentuan

menerapkan

Ilmu

menghadapi kasus hukum, maka kegiatan untuk peristiwa tertentu, sehingga untuk

27 B. Arief Sidharta, dalam kata pengantar, Jazim Hamidi, Op. cit., hlm. XI-XV

28 Hamidi, Op. cit., hlm. 45.

26 J.A. Pointer, Loc. cit.

29 Ibid., hlm. Xiii.

interpretasi tidak hanya dilakukan terhadap dalam kerangka hermeneutika pada teks 32 yuridis, tetapi juga terhadap umumnya .

kenyataan yang menyebabkan munculnya

hubungan dengan masalah hukum itu sendiri.

Dalam

penafsiran atau interpretasi, Alexander Dalam melakukan interpretasi tentu

Peezenick menyatakan, “…statements are saja antara penafsir dan teks yang hendak

partly a result of the author’s ditafsirkan terdapat perbedaan waktu

philosophical background, partly a useful bertahun-tahun 33 bahkan puluhan atau tool for political debate ”. Pandangan

ratusan tahun. Oleh karena itu, ketika konvensional dalam penafsiran undang- melakukan interpretasi acapkali muncul

undang menganggap bahwa pengadilan dua sudut pandang yang berbeda antara

harus berupaya menemukan tujuan atau teks yang hendak ditafsirkan dengan

maksud dari pembuat undang-undang (the pandangan penafsir sendiri. Kedua

farmer’s intent). Penafsiran demikian pandangan itu kemudian diramu dengan

sejalan dengan pandangan bahwa proses berbagai aspek yang dipedomani oleh

pembentukan undang-undang didominasi penafsir, yaitu keadilan, kepastian hukum,

oleh kesepakatan nilai-nilai di antara prediktabilitas, dan kemanfaatan.

berbagai kelompok kepentingan. Bagi Titik tolak hermeneutika adalah

32 Ibid., hlm. 45.

kehidupan manusiawi dan

produk

33 Posner, Op. cit, hlm. 576-577. The conventional view of statutory interpretation is that

budayanya, termasuk teks-teks hukum

the court endeavors (mengusahakan) to discover

30 yang dihasilkan olehnya (menemukan) and effect to the intentions of the . Gregory Leyh

enacting legislature. This is consisten with viewing

mengatakan, hermeneutika hukum adalah

the legislative process as one dominated by deals (kesepakatan) among intrest groups; in this view

merekonstruksikan kembali dari seluruh

legislative enactment is a bargained sale and the same methods used in the interpretation of

problema hermeneutika dan kemudian

ordinary private contracts are appropriate (tepat). The process od discovering legislative intent,

membentuk kembali

kesatuan

however, is more difficult than that of discovering

hermeneutika secara utuh, di mana ahli the intent behind an ordinary contract because of

the plural nature of enacting body. The statements

hukum dan teologi bertemu dengan para

of individual legislators, even of legislative committees, cannot automatically be assumed to

ahli humaniora 31 . Tujuan hermeneutika

express the views of the “silent majority” that necessary for enactment. Furthermore, the

hukum itu adalah untuk menempatkan

proponents (pendukung) of interest groups legislation may conceal the true objective of the

perdebatan kontemporer

tentang

true objective of the legislation in order to increase

penafsiran atau interpretasi hukum di the informant cost of opponents.yet to some extent

at least, this reticense is self-defeating. What is concealed from the public is likely to be concealed from the judges, leading the construct a public interest rationale that may blunt the redistributive

30 Ibid., hlm. 39. thrust of the legislation (but sometimes exaggerate 31 Ibid., hlm. 42.

it-when?) .

pembentuk undang-undang, kesepakatan mengungkapkan makna essensi hukum adalah produk tawar menawar (political

sebagai suatu pendirian atau sikap. Hukum bargain ).

konstitusi tertulis juga tunduk pada Metode serupa juga digunakan

perubahan, dan Mahkamah Konstitusi dalam penafsiran perjanjian-perjanjian

disebut pada tahap tertentu berperan dalam perdata. Proses penemuan maksud

perubahan-perubahannya melalui pembentuk

pelaksanaan fungsi-fungsi yudisialnya bagaimanapun, lebih sulit ketimbang

melatarbelakangi kontrak-kontrak perdata, sebab badan pembuat undang-undang

Kekuasaan Kehakiman dengan memiliki ciri kemajemukan. Pernyataan-

para hakimnya diatur dalam BAB IX UUD pernyataan pribadi anggota badan

1945 Pasal 24 dan 25. Dalam penjelasan pembentuk undang-undang tidak bisa

UUD 1945 dicantumkan, bahwa negara secara otomatis dianggap pengungkapan

Republik Indonesia adalah negara hukum pandangan mayoritas

dan konsekuensi dari padanya ialah mempengaruhi suatu undang-undang.

yang paling

menurut UUD ditentukan adanya suatu Pendukung

kekuasaan kehakiman yang merdeka kepentingan boleh jadi menyembunyikan

kelompok-kelompok

artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan tujuan yang sebenarnya dari legislasi.

pemerintah dan berhubung dengan itu Penafsiran konstitusi, di Jerman

harus diadakan jaminan dalam Undang- misalnya, menurut Leibholz, Mahkamah

Undang tentang kedudukan para hakim. Konstitusi Jerman adalah mahkamah yang

Adanya suatu kekuasaan kehakiman bebas, membantu dengan memberikan

(Badan Yudikatif) yang merdeka mandiri jaminan kebebasan bagi pengadilan dan

melaksanakan tugasnya menjalankan fungsi administrasi hukum

dalam

menandakan bahwa negara Republik dalam pengertian materiel. Putusan-

Indonesia adalah suatu negara hukum. putusan Mahkamah Konstitusi Jerman

Fungsi kekuasaan kehakiman diatur dalam disebut hukum yang sesungguhnya (real

Pasal 1 (satu) Undang-Undang Nomor 48 law ). Keputusan-keputusannya merupakan

T ahun 2009 yang berbunyi “Kekuasaan putusan yang murni bersifat hukum, di

kehakiman adalah kekuasaan negara yang mana hakim-hakim tidak melakukan

menyelenggarakan penemuan-penemuan di luar batas

merdeka

untuk

peradilan guna menegakkan hukum dan substansi hukum dasar, melainkan

keadilan berdasarkan Pancasila, demi keadilan berdasarkan Pancasila, demi

Undang-Undang melalui cara/metoda penafsiran yang

Dalam Pasal 10 Undang-Undang lazim berlaku dalam ilmu Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009

hukum.

disebutkan “ Pengadilan dilarang menolak

c. Dalam kasus yang belum ada untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Undang-Undang/hukum suatu perkara yang diajukan dengan dalih tertulis yang mengaturnya, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, maka hakim harus menemukan melainkan wajib untuk memeriksa dan

hukumnya dengan menggali mengadilinya ” .

mengikuti nilai-nilai Selanjutnya dalam pasal 5 ayat (1)

dan

hukum yang hidup dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009

masyarakat. menyebutkan:

Pada akhirnya hakim harus “Hakim dan Hakim konstitusi

memutuskah perkara yang diadilinya wajib menggali, mengikuti dan memahami

berdasarkan hukum, nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

semata-mata

kebenaran dan keadilan dengan tiada hidup dalam masyarakat 36 ” .

membeda-bedakan orang dengan pelbagai resiko yang dihadapinya. Agar supaya

Berpijak dari

Undang-Undang

putusan hakim diambil secara adil dan tersebut diatas maka dalam mengadili

obyektif berdasarkan hukum, kebenaran perkara-perkara yang dihadapinya maka

dan keadilan, maka selain pemeriksaan hakim akan bertindak sebagai berikut : harus dilakukan dalam sidang yang

a. Dalam kasus yang hukumnya terbuka untuk umum (kecuali Undang- atau

Undang menentukan lain ), juga hakim sudah

Undang-Undangnya

pertimbangan- menerapkan saja hukumnya.

pertimbangan hukum yang dipergunakan

untuk memutus perkaranya. hukumnya tidak atau belum

b. Dalam

kasus

dimana

Demi mencegah subyektivitas jelas maka hakim akan seorang hakim, maka Pasal 5 Undang-

34 Undang-Undang RI, Nomor 48 Tahun

Undang Nomor 48 Tahun 2009

2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1, Jakarta 2009.

menentukan bahwa hakim wajib menggali,

35 Ibid, Pasal 10. 36 Ibid, Pasal 5.

mengikuti dan memahami nilai-nilai mengikuti dan memahami nilai-nilai

nilai hukum yang baik dalam masyarakat menemukan nilai-nilai hukum yang baik

untuk kemudian disaringnya menurut rasa dan benar yang sesuai dengan Pancasila

keadilan dan kesadaran hukumnya sendiri, dan “According to the law of civilizied

maka hakim berarti telah memutus perkara Nations 37 ” .

berdasarkan hukum dan rasa keadilan dalam kasus yang dihadapinya.

berdasarkan hukum/undang-undang Seandainya dalam menemukan nasional, maka ia tinggal menerapkan isi

hukumnya, hakim berpendapat bahwa bila hukum/undang-undang tersebut, tanpa

nilai-nilai hukum yang hidup dalam harus menggali nilai-nilai hukum dalam

masyarakat tidak sesuai dengan Pancasila, masyarakat, karena hukum/undang-undang

UUD 1945 atau perundang-undangan nasional adalah ikatan pembuat Undang-

lainnya, maka hakim tidak wajib Undang (DPR bersama Pemerintah) atas

mengikutinya karena hakimlah yang oleh nama rakyat Indonesia. Akan tetapi bila

kewenangan untuk hukum/undang-undang tersebut adalah

negara

diberi

menentukan hukumnya bukan masyarakat. produk kolonial atau produk zaman orde

Bukankah putusan hakim yang lama, maka hakim dapat menafsirkan agar baik harus dapat memenuhi dua dapat diterapkan yang sesuai dengan persyaratan, yakni memenuhi kebutuhan situasi dan kondisi masa kini. Dalam hal

praktis. Yang ini hakim harus menggali nilai-nilai dimaksudkan kebutuhan teoritis disini hukum yang hidup dalam masyarakat. ialah bahwa menitikberatkan kepada fakta Demikian pula dalam hal hukum/undang- hukum beserta pertimbangannya maka undangnya kurang jelas atau belum

teoritis

maupun

harus dapat mengaturnya dan khususnya dalam hal

putusan

tersebut

dipertanggungjawabkan dari segi ilmu berlakunya hukum adat atau hukum tidak hukum bahkan tidak jarang dengan tertulis, maka hakim perlu menggali nilai-

yang membentuk nilai hukum dalam masyarakat, hakim yurispundensi yang dapat menentukan harus menemukan hukum yang sesuai hukum baru (merupakan sumber hukum). dengan kebutuhan zaman. Sedangkan yang dimaksud dengan

putusannya

kebutuhan praktis ialah bahwa dengan putusannya diharapkan hakim dapat

37 Mahkamah Agung RI, (Bina Yustitia: Jakarta, 1994), hlm.12.

menyelesaikan persoalan/sengketa hukum menyelesaikan persoalan/sengketa hukum

hukum, dalam era reformasi dan bersengketa, maupun masyarakat pada

transformasi sekarang ini ? Untuk itulah umumnya karena dirasakan adil, benar dan

hakim harus melengkapi diri dengan ilmu berdasarkan hukum 38 .

hukum, teori hukum, filsafat hukum dan sosiologi hukum. Hakim tidak boleh

Karena itulah tugas hakim menjadi membaca hukum itu hanya secara normatif lebih berat karena ia akan menentukan isi (yang terlihat) saja. Dia dituntut untuk dan wajah hukum serta keadilan dalam dapat melihat hukum itu secara lebih masyarakat

dalam, lebih luas dan lebih jauh kedepan. penyambung rasa dan penyambung lidah, Dia harus mampu melihat hal-hal yang penggali nilai-nilai hukum dan rasa melatarbelakangi suatu ketentuan tertulis, keadilan bagi masyarakat, ia pula yang pemikiran apa yang ada disana dan diharapkan oleh masyarakat menjadi bagaimana rasa keadilan dan kebenaran benteng terakhir dalam menegakkan masyarakat akan hal itu. hukum dan keadilan dalam negara.

penemuan hukum Pada kenyataannya hakim dalam diperlukan? Hakim dalam pemeriksaan memeriksa dan memutus perkara sering dan memutus perkara ternyata seringkali menghadapi suatu keadaan, bahwa hukum menghadapi suatu kenyataan bahwa tertulis tersebut ternyata tidak selalu dapat hukum yang sudah ada tidak dapat secara menyelesaikan masalah yang dihadapi. pas untuk menjawab dan menyelesaikan Bahkan

sengketa yang dihadapi. Hakim harus menemukan sendiri hukum itu dan/atau

kelengkapannya dengan menciptakan untuk melengkapi hukum

mencari

menemukan sendiri hukum itu 39 . yang sudah ada, dalam memutus suatu

perkara hakim harus mempunyai inisiatif Menurut Sudikno Mertokusumo, sendiri dalam menemukan hukum, karena

kegiatan kehidupan manusia itu sangat hakim tidak boleh menolak perkara dengan

luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya, alasan hukum tidak ada, tidak lengkap atau

sehingga tidak mungkin tercakup dalam hukum samar-samar.

suatu peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Maka wajarlah

Masalahnya sekarang, bagaimana membuat putusan yang baik agar dapat

39 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo ;

Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Jakarta, PT.

38 Ibid, hlm.17. Citra Aditya Bhakti, 1993), hlm.10.

kalau tidak ada peraturan perundang- (rechtstoepassing) ? Untuk menjawab undangan yang dapat mencakup akan

pertanyaan tersebut haruslah dicari dalam keseluruhan kehidupan manusia, sehingga

perundang-undangan yang tidak ada peraturan perundang-undangan

aturan

berkaitan dengan dunia peradilan atau yang selengkap-lengkapnya dan yang

yang mengatur kekuasaan kehakiman sejelasjelasnya. Oleh karena hukumnya

yakni Undang-Undang Dasar NRI Tahun tidak jelas maka harus dicari dan

1945, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 ditemukan 40 .

tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk

Dalam hal menemukan hukum menerapkan hukum sesuai dengan

untuk memutuskan suatu perkara dimana peraturan

seorang hakim wajib mengadili, mengikuti mencakup dua aspek hukum : pertama

perundang-undang

yang

dan memahami nilai-nilai hukum dan

hakim harus menggunakan hukum

keadilan yang hidup dalam masyarakat.

tertulis terlebih dahulu, akan tetapi

Selanjutnya dapat dipahami bahwa

apabila hukum tertulis tersebut ternyata

“Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan

tidak cukup atau tidak pas, maka

hakim sesuai dengan hukum dan rasa

keduanya barulah hakim mencari dan

keadilan

yang

hidup didalam

menemukan sendiri hukum itu dari

masyarakat.”

Dokumen yang terkait

PENETAPAN HARGA OLEH NEGARA DALAM PERSPEKTIF FIKIH Parman Komarudin dan Muhammad Rifqi Hidayat Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah | Fakultas Studi Islam Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin Indonesia | Parmankomarudinfsi79gmail.com dan rifq

0 1 24

PREMANISME DAN PEMBANGUNAN POLITIK DI INDONESIA

1 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN Mahesa Jati Kusuma Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN ITE DI BIDANG PERBANKAN

0 2 24

POSISI AGAMA DALAM RANAH POLITIK DI INDONESIA Yati Nurhayati Abstrak - POSISI AGAMA DALAM RANAH POLITIK DI INDONESIA

0 0 8

TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista Abstrak - TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN

0 0 13

PERKEMBANGAN SISTEM LELANG DI INDONESIA Adwin Tista Abstrak - PERKEMBANGAN SISTEM LELANG DI INDONESIA

0 3 25

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HUTAN DI KALIMANTAN SELATAN Akhmad Munawar Abstrak - PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HUTAN DI KALIMANTAN SELATAN

0 3 18

PERDEBATAN ANTARA METODE NORMATIF DENGAN METODE EMPIRIK DALAM PENELITIAN ILMU HUKUM DITINJAU DARI KARAKTER, FUNGSI, DAN TUJUAN ILMU HUKUM Yati Nurhayati ABSTRAK - PERDEBATAN ANTARA METODE NORMATIF DENGAN METODE EMPIRIK DALAM PENELITIAN ILMU HUKUM DITINJAU

0 0 10

PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH HUNIAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA

0 0 6

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 23 8