STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD (Studi Perbandingan Fiqh dengan Hukum Islam Positif) - Test Repository

STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD

  

(Studi Perbandingan Fiqh dengan Hukum Islam Positif)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

CHOERUL UMAM

  

NIM 21110004

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

  

SALATIGA

2015

  

MOTTO

Key to the success of a person in search of knowledge is the knowledge that he gained when beneficial to the people, and being good to everyone. “Kunci kesuksesan seseorang dalam mencari ilmu adalah ketika ilmu yang ia dapatkan bermanfaat bagi orang banyak, dan baik bagi semua orang.” Cle de la reusitte personne a la connaissance est la connaissance qu’il a gagne quand benefique pour le peuple, et etre bon a tous.

  

PERSEMBAHAN

  Persembahan penulis daripada terselesaikannya skripsi ini adalah ditujukan kepada:

  1. Untuk Orang tua penulis yang paling penulis sayangi, ibu Sumianah dan bapak Mulyadi. yang tak pernah henti memberikan dorongan baik materi maupun non-materi serta tak pernah lelah dan berhenti memberikan semangat agar terselesaikannya skripsi ini.

  2. Untuk kakak dan adik-adik penulis Nur Arifin dan pertama Arul Mahmudah serta adik kedua Oka Lukman Toro yang selalu memberikan semangat kepada penulis, terima kasih.

  3. Untuk yang mahasiswi IAIN Walisongo Ika Devi Ratnasari “Nana” yang telah membantu saya mengantarkan meminjan buku di Perpustakaan IAIN Walisongo terima kasih untuk semuanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  4. Untuk Paman dan Tante penulis Ahmad Sobirin S.T dan Sri Janji S.Pd yang selalu mendukung serta memberi motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

  5. Untuk Teman-teman Nana Mahasiswa-Mahasiswi IAIN Walisongo dan Teman sekelas penulis Kartini, Arwani, dan Ulya yang telah meminjamkan bukunya guna menyelesaikan skripsi ini.

  6. Untuk Hardhono Arya Irawan yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

  7. Untuk sahabat-sahabat se-angkatan AS 2010 (Alfin, Danang, Lyna “Nha”, Ietha, SoelQ, Khusen, Ari “Mbil”, Arya, Rita, Riezak, Budi “Wah Ono”, Fariul, Hasan, Yusuf “Ucup”, Umam “Sembir”, Hanif, Zend “Brow”, Andika, Ulya, Via “Nopy”, Leny, mb‟Alfy, mb‟Irma, Pak Mujahidin, Pak Ibnu Hajar), terima kasih atas kebersamaan kita selama ini dan jaga selalu tali silaturahmi diantara kita.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telam memberikan kekuatan, kesabaran dan ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD (Studi

  

Perbandingan Fiqh Dengan Hukum Islam Positif) . Skripsi ini disusun untuk

  

  memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-

  1 Syari‟ah dan Ekonomi Islam. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk berharga demi terselesaikannya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Kepada Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Ketua STAIN

  Salatiga; 2. Kepada Bapak Benny Ridwan, M.Hum., selaku Ketua Jurusan

  Syari‟ah dan Ekonomi Islam STAIN Salatiga; 3. Kepada Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Program Studi

  Ahwal al-Syakhshiyyah; 4. Kepada Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini; 5. Kepada seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama beberapa semester telah membagi ilmunya yang sangat bermanfaat;

  6. Kepada Bapak Ibu penulis, Mulyadi, Sumianah dan kakak serta adik-adik penulis Nur Arifin serta Arul Mahmudah, Oka Lukman Toro yang telah memberi dukungan baik materi maupun non-materi; 7. Kepada Ika Devi Ratnasari yang Mengantar dan meminjamkan buku di Perpustakaan UIN Walisongo serta selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;

  

ABSTRAK

STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD Umam, Choerul. 2015.

  (Studi Perbandingan Fiqh Dengan Hukum Islam Positif) . Skripsi. Jurusan Syari‟ah dan Ekonomi Islam. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah.

  Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H.

  Kata Kunci : Pernikahan, Murtad, Batal Pernikahan.

  Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menjelaskan tentang status

pernikahan yang murtad dilakukan oleh suami atau istri dalam Fiqh dengan Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang kemudian dibandingkan

atau dikomparasikan. Berdasarkan paparan latar belakang dan batasan masalah tersebut,

maka penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan 1. Bagaimana status pernikahan

apabila salah satu pasangan murtad berdasarkan fiqh? 2. Bagaimana status pernikahan

apabila salah satu pasangan murtad berdasarkan Undang-undang Perkawinan No 1 tahun

1974? 3. Bagaimana upaya penyelesaian pernikahan karena salah satu pasangan murtad

dalam fiqh dan Undang-undang perkawinan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini menggunakan

pendekatan Yuridis Normatif, yaitu dengan menganalisis tentang perbandingan Hukum

Islam dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Sehubungan dengan jenis penelitian

yang digunakan adalah yuridis normatif, maka pendekatan penulisan yang digunakan

dalam skripsi ini adalah Statute Approach (pendekatan perundang-undangan) dengan

metode Conceptual Approach (pendekatan konseptual). Instrumen Penelitian

menggunakan sumber data yang dipakai oleh penelitian ini adalah bahan hukum

primer,sekunder dan tersier yaitu Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan di

Indonesia. Dalam penelusuran bahan hukum ini melakukan langkah inventarisasi,

pemahaman, penafsiran, dan pengklasifikasian tentang murtad menjadikan fasakh

(pembatalan) dalam pernikahan. Dalam metode analisis ini yang digunakan adalah

metode deskriptif analitis. Metode deskriptif dalam penelitian ini, terdapat pada bab II

mengenai gambaran secara global fasakhnya suatu perkawinan karena murtad, kemudian

dilanjutkan pada bab III yang dideskripsikan dalam pandangan hukum Islam (fiqh)

dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, dalam bab IV

sebagai analisis dari bab III. Penulis melakukan analisis dan menuangkan dalam naskah

ini. Dalam melakukan analisis bahan hukum, penulis menggunakan teknik berfikir

induktif, deduktif, dan komparatif.

  Hasil dari teori penelitian ini menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan

diatas, yaitu status pernikahan karena murtad yang kurang jelas dalam Undang-undang

No 1 Tahun 1974 yang mengatur pembatalan perkawinan karena perbuatan murtad yang

dilakukan pihak suami atau istri. Sehingga tidak sejalan dengan Hukum Islam yang

mengatur secara tegas tentang perbuatan murtad yang dilakukan oleh suami istri dalam

pembatalan perkawinannya.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .............................................................................. .................i PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ................ii NOTA PEMBIMBING .......................................................................... ...............iii SURAT UJIAN MUNAQOSAH ........................................................... ................v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................. ...............vi MOTTO .................................................................................................. ..............vii PERSEMBAHAN .................................................................................. .............viii KATA PENGANTAR ........................................................................... ................x ABSTRAK ............................................................................................. ..............xi DAFTAR ISI .......................................................................................... ............ xii

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................................7 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................8 D. Telaah Pustaka...........................................................................................9 E. Penegasan Istilah......................................................................................11

  F.

  Metode Penelitian....................................................................................12 G.

  Sistematika Pembahasan..........................................................................15

  BAB II STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD PERSPEKTIF FIQH MAZHAB A. Landasan Sumber Humum Fiqh.................................................................17 B. Biografi Imam-Imam Mazhab....................................................................19 1. Mazhab Hanafi....................................................................................19 2. Mazhab Maliki....................................................................................22 3. Mazhab Syafi‟i....................................................................................25 4. Mazhab Hanbali..................................................................................28 C. Fatwa Tentang Status Perkawinan Karena Murtad....................................31 1. Mazhab Hanafi....................................................................................36 2. Mazhab Maliki....................................................................................42 3. Mazhab Syafi‟i....................................................................................46 4. Mazhab Hanbali..................................................................................49 BAB III STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD DALAM PERSPEKTIF UU No. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM A. Sejarah UU No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam...................56 1. Masa Kerajaan di Indonesia................................................................56 2. Masa Penjajahan di Indonesia.............................................................58 3. Masa Setelah Kemerdekaan................................................................73 4. Masa Lahirnya Kompilasi Hukum Islam............................................80

  B.

  Landasan Sumber Hukum Perkawinan di Indonesia.................................83 1.

  Dasar Hukum Pembatalan Perkawinan Dalam UU No. 1/1974..........84 2. Dasar Hukum Pembatalan Perkawinan Dalam KHI...........................86 C. Status Perkawinan Karena Murtad Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 Dan

  Kompilasi Hukum Islam............................................................................87 1.

  Tata Cara Pembatalan Perkawinan......................................................87 2. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan.............................................90 3. Alasan dan Putusnya Perkawinan.......................................................91 4. Pernikahan Yang Dilarang Untuk Dapat Diajukan Pembatalan.........94 5. Pihak Yang Berhak Melakukan Pembatalan Perkawinan...................95

  BAB IV ANALISIS HUKUM FIQH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Kitab-kitab Fiqh Mazhab Dengan UU No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam............................................................................98 1. Kitab-Kitab Fiqh Mazhab....................................................................99 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974..................................................104 3. Kompilasi Hukum Islam...................................................................107 B. Komparasi Kitab-Kitab Fiqh Mazhab Dengan UU No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam..........................................................................111 1. Perbandingan Status Perkawinan Karena Murtad.............................115 2. Perbandingan Keputusan Murtad Dalam Perkawinan......................116 3. Perbandingan Waktu Batalnya Perbuatan Murtad............................117 BAB V PENUTUP

  A.

  Kesimpulan..............................................................................................123 B. Saran-Saran..............................................................................................126

  DAFTAR PUSTAKA............................................................................129 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya pernikahan adalah perbuatan yang menyatukan pertalian

  sah “bertujuan untuk suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan antara laki-laki dan wanita serta membatasi hak-hak serta kewajiban masing- masing mereka” (Azzam dan Hawwas, 2009:37). Tujuan hidup berumah tangga sebagai suami isteri yang sah dengan memenuhi syarat dan rukunnya yang telah ditentukan oleh syariah. Sebab menurut Summa (2004:82) Perkawinan akan semakin menjadi jelas dan sangat penting eksistensinya ketika dilihat dari aspek hukum, termasuk di dalam hukum Islam.

  Pandangan agama Islam terhadap perkawinan sangat diperhatikan dan dianjurkan guna menghindarkan liang perzinaan bagi mereka yang mampu secara lahir maupun batin. Sebagaimana firman Allah :

                        

  Artimya:

  “Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina”. (QS. An-Nisa‟ (4):24). Sangat jelas ayat tersebut menggambarkan bahwa bahwa pernikahan adalah perbuatan yang mulia. Namun bagaimana pernikahan tersebut dalam perjalanan rumah tangganya yang menikah sah secara Islam, lalu salah satu pasangan suami istri (pasutri) telah murtad dari agama Islam. Menurut “Ulama

  Hanafiyah membedakan antara akad batil dan fasakh (rusak). Batil adalah suatu yang tidak disyariatkan pokok dan sifatnya seperti menikahkan wanita yang haram. Sedangkan fasakh adalah sesuatu yang disyariatkan pokoknya, tidak sifatnya, yaitu sesuatu yang kehilangan satu dari beberapa syarat seperti akad tanpa saksi, sehingga haram terhadap yang lain (mahram). Jadi, jika cacat terjadi pada rukun akad maka disebut batil dan jika terjadi diluar rukun akad, disebut

  

fasakh (rusak), seperti mempersyaratkan sesuatu syarat yang tidak diperlukan

  dalam akad nika h” (Azzam dan Hawwas, 2009:37).

  Demikian pula jika pasangan suami istri yang mukmin menikah secara Islam, lalu dalam perjalanan rumah tangganya salah satu keluar dari agama Islam, maka perkawinannya menjadi batal” (Saifullah, Arifin, dan Izzuddin, 2005:148).

  Sedangkan menurut Summa (2004:102- 103) “fasakh adakalanya terjadi disebabkan bencana di atas akad yang menghilangkan perkawinan itu sendiri, dan adakalanya yang mengiringi akad itu sendiri tidak menghendaki daya ikat sejak asalnya. Contoh fasakh karena sebab bencana i alah murtadnya seoarang istri”.

  Keadaan tersebut akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana status pernikahan seseorang ketika salah satu pihak suami atau istri murtad, secara teoritis hal ini sudah tidak sah menurut fiqh, hal tersebut telah dijelaskan oleh 4 mazhab dalam kitab-kitab fiqh mazhab. Namun di dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan dalam pasal bahwa perbuatan

  

murtad seorang suami atau istri dapat memutuskan perkawinan yang sudah

  berjalan, berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebutkan kata “murtad” dalam suatu kalimatnya.

  Ironis memang bila hal ini secara agama sudah tidak sah lagi perkawinan tersebut, namun hukum perkawinan di Indonesia sendiri tidak mengaturnya secara jelas mengenai status perkawinan karena murtad. Maka akibat dari murtadnya seseorang dapat memutuskan pernikahan, hal ini kemudian dalam Al Qur‟an juga menjelaskan bahwa Allah telah berfirman:

                                

              Artinya:

  “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu

perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)

mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah

mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu

kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka

  

tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka” (QS. Al Mumtahanah 60:10).

  Ayat ini secara jelas memberikan gambaran bahwa seorang wanita yang telah beriman maka tidak diperbolehkan kembali pada suaminya yang kafir, sebab orang kafir tidak boleh berhubungan suami istri dengan orang mukmin dan orang mukmin tidak boleh berhubungan suami istri dengan orang kafir.

  Perkawinan seseorang yang murtad dalam status perkawinnya menurut fiqh mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali seketika perkawinan tersebut menjadi batal atau sudah tidak sah lagi perkawinan semacam ini, karena selain perbuatan murtad sendiri dikategorikan sebagai dosa besar maka apabila meninggal dunia pun masuk neraka tanpa hisab. Sejatinya dalam teori ini bahwa sesungguhnya perbuatan murtad seorang suami atau istri secara tegas dalam fiqh mengatakan batal, jadi status perkawinan tersebut tidak sah lagi menurut agama Islam. Hal ini sangat penting karena perkawinan dalam sebuah pemelukan agama dapat membawa seseorang setelah meninggal, sebab perkawinan dalam agama Islam adalah sebuah ibadah yang mendatangkan banyak sekali pahala.

  Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengenai murtad tidak menyinggung hal tersebut, hanya saja dalam bahasa yang digunakan fasakh adalah pembatalan, dan lebih jelasnya pembatalan perkawinan ini diatur pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974.

  Pasal 22 “Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan” (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:10). Bila dilihat berdasarkan pasal 22 tidak bisa sepenuhnya dijadikan suatu pedoman bagi umat Islam di Indonesia, karena kejelasan hukum mengenai perbuatan murtad dalam statusnya tidak diatur bahkan tidak disinggung sama sekali. Hanya saja dalam pasal tersebut menjelaskan perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan tidak dapat dilangsungkan. Sehingga hal tersebut jika pada awal mula menikah dengan syarat keduanya harus beragama Islam tapi setelah menikah menjadi tidak Islam lagi (murtad), maka akan timbul permasalahan yang serius.

  Agaknya berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam yang mengatur perbuatan murtad, dalam KHI ini menyebutkan murtad dalam pasal 75 dan 116.

  Berikut ini isi dari pasal 75 dan 116, yaitu:

  Pasal 75 Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap; a.

  “Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami istri murtad; b.

  Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang tetap” (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:254). Dalam pasal 75 ayat (a) menyebutkan pembatalan perkawinan tersebut menyangkut tentang seorang pasangan suami istri yang bercerai karena murtad, tetapi mereka tetap memiliki tanggung jawab terhadap anak yang mereka lahirkan dari hasil perkawinannya tersebut.

  Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b.

  Salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d.

  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; e.

  Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri; f.

  Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga; g. Suami menlanggar taklik talak; c. Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga (Undang-Undang Republik Indonesia No. 1

  Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, 2011:268- 269). Putusnya perkawinan karena alasan-alasan dalam pasal 116 ayat (h) tersebut menjelaskan tentang perkawinan karena murtad yang menjadikan perkawinannya tidak rukun, tetapi bagaimana jika hal tersebut menjadi seabliknya. Maka hal ini menjadi suatu hal peraturan yang dilematis bagi kaum muslim di Indonesia.

  Miris memang jika perbuatan murtad dalam status perkawinan mereka batal dalam fiqh tetapi dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara jelas dan tegas. Wajar saja kalau tidak banyak kasus semacam ini dilaporkan di Pengadilan, sebab peraturan yang digunakan sebagai rujukan tidak jelas dan terinci.

  Dalam hal ini pembatalan perkawinan di Indonesia harus dilakukan di Pengadilan sesuai pasal 38 Undang-Undang Perkawinan diterangkan bahwa perkawinan dapat diputuskan karena: a. Kematian, b. Perceraian, c. Atas putusan pengadilan (Sosroatmodjo dan Aulawi, 1975:59). Kalimat ini menjelaskan bagaimana putusnya perkawinan harus diputuskan di Pengadilan Agama.

  Untuk itu dalam penulisan ini perlu adanya suatu analisis yang mendalam, kemudian daripada itu dapat terlihat perbandingan hukum antara fiqh dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilai Hukum Islam. Sebab penting sekali dalam teori ini untuk mengetahui perbuatan murtad dalam perkawinan dilihat dari segi-segi analisis sebagai berikut: 1.

  Analisis kitab-kitab fiqh mazhab.

  2. Analisis Undang-undang No. 1 Tahun 1974.

  3. Analisis Kompilasi Hukum.

  Setelah analisis diatas dalam penulisan ini perlu adanya suatu perbandingan hukum supaya adanya suatu penimbangan teori ini bila dilihat dari segi perbandingan seperti dibawah ini: 1.

  Perbandingan status perkawinan karena murtad.

  2. Perbandingan keputusan murtad dalam perkawinan.

  3. Perbandingan waktu batalnya perkawinan karena murtad.

  Dari beberapa uraian secara singkat diatas maka penulis ingin menambah pembendaharaan pemikiran dengan mengangkat salah satu pemikiran besar yang dihasilkan melalui Fiqh dan Hukum Islam Postif mengenai murtad yang menjadikan fasakh (batal) dalam perjalanan dan kelangsungan perkawinannya, penelitian ini berjudul: STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD (Studi Perbandingan Fiqh dengan Hukum Islam Postif).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa permasalahan yang penting untuk diangkat dalam penelitian ini:

  1. Bagaiman status pernikahan apabila salah satu pasangan murtad berdasarkan Fiqh? 2. Bagaimana status pernikahan apabila salah satu pasangan murtad dalam

  Hukum Islam Positif? 3. Bagaimana upaya penyelesaian pernikahan karena salah satu pasangan

  murtad berdasarkan fiqh dan Hukum Islam Positif? C.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui status pernikahan karena murtad dalam pandangan Fiqh.

  2. Untuk mengetahui status pernikahan karena murtad dalam pandangan Hukum Islam Positif.

  3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian pernikahan karena salah satu pasangan murtad dalam pandangan Fiqh dengan Hukum Islam Positif.

  Hasil penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

  Pertama secara teoritis. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi

  mengenai STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD (Studi

  Perbandingan Fiqh dengan Hukum Islam Positif) sebagai alasan,

  pernikahannya sudah tidak sah lagi atau fasakh. Ini selanjutnya untuk lebih yang belum terjangkau dalam penelitian ini.

  Kedua, secara praktis. Hasil penelitain ini dapat dijadikan bahan informasi bagi

  intansi-intansi yang berkaitan dengan pernikahan yang menjadikan seorang sadar akan hukum Islam dan Undang-undang Indonesia.

D. Telaah Pustaka

  Perkawinan yang batal karena murtad bukanlah sutu hal yang baru, hanya saja dalam penelitiannya memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Seperti halnya skripsi yang disusun oleh Skripsi Auwendi Fauzi yang berjudul

  Perkawinan Campuran Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisi Terhadap Pen dapat Imam Syafi‟i Tentang Perkawinan Campuran) menjelaskan dua pokok

  hal pendapat Imam Syafi‟i tentang perkawinan campuran. Pertama, perkawinan antara perempuan muslin dengan laki-laki bukan muslim adalah haram hukumnya. Kedua, laki-laki muslim diharamkan mengawini perempuan bukan muslim. Pertimbangan ini lebih didasarkan pada pertimbangan menolak mafsadat demi menjaga keutuhan agama Islam.

  Skripsi oleh Maftuhul Fuadi yang berjudul Nikah Beda Agama Perspektif

  Ulil Abshar Abdalla. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana

  pandangan Ulil Abshar Abdalla tentang nikah beda agama. Menurut Fuadi, dalam beragama, Ulil Abshar tidak lagi memandang bentuk, tetapi isi. Keyakinan dan praktek keislaman yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai umat Islam hanyalah

  “baju” dan formal, menurut yang pokok adalah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Setiap agama menunjukkan nilai keadilan, oleh karena itu agama sama. Maka setiap agama sama maka halalkan nikah beda agama.

  Mustagfiroh, Cacat Biologis sebagai Salah Satu Alasan Peceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2001), dengan fokus penelitian bagaimana pengaruh cacat boilogis yang diderita salah satu pihak baik suami maupun istri dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, bagaiaman jenis cacat biologis yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian menurut hukum Islam dan bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam menyelesaikan proses perkara perceraian dengan alasan cacat badan. Hasil penelitian ini yaitu cacat biologis dalam suatu pernikahan dapat mengakibatkan ketegangan suami istri dalam rumah tangga sehingga dapat menimbulkan ketidakrukunan, dalam Islam cacat biologi bagi istri dapat menyebabkan dibolehkannya suami beristri lebih dari seorang, sikap hakim kemungkinan besar gugatannya tidak dikabulkan jika gugatannya kurang kuat. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

  Siti Nakiyah, Kekerasan Terhadap Istri dalam Rumah Tangga sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2001), dengan fokus penelitian bagaimana bentuk kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga yang dapat dijadikan sebagai alasan perceraian, bagaimana motif tindakan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2001 dan bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam penyelesaian proses perkara perceraian dengan alasan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya yaitu: bentuk kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik dan psikis, motifnya dikarenakan masalah ekonomi, nilai budaya dan pemahaman agama yang kurang dan sikap hakim sangat bijaksana dan memberi keadilan kepada kedua belah pihak.

  Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

  Mutabi‟in, Perceraian Akibat Salah Satu Pihak Pergi Keluar Negeri (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ambarawa tahun 2002), dengan fokus penelitian bagaimana perceraian menurut pandangan islam, bagaimana penanganan kasus perceraian di Pengadilan Agama Ambarawa dengan alasan pergi keluar negeri dan bagaimana analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Ambarawa. Hasil penelitian ini yaitu perceraian menurut hukum Islam halal, akan tetapi merupakan perbuatan yang dibenci Allah, hakim sangat bijaksana dalam menangani dan memutus perkara tersebut mulai dari tahap pemeriksaan, persidangan, perdamaian sampai dengan putusan hakim dan anlisa putusan ini sudah tepat dari tahapan pemanggilan, persidangan dan putusan, akan tetapi dalam hal alasan kurang sempurna. Penelitian ini jelas berbeda dengan penelitian penulis baik dari judul, fokus penelitian dan hasil penelitiannya.

E. Penegasan Istilah

  Supaya mudah tidak terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul, antara penulis dan pembaca, maka penulis perlu menjelaskan istilah yang terdapat pada judul: STATUS PERNIKAHAN KARENA MURTAD (Studi Perbandingan Fiqh dengan Hukum Islam Positif).

1. Pernikahan

  Ta‟rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram (Rasjid, 2010:374).

  2. Fasakh Kata fasakh berarti merusak atau membatalkan. Jadi, fasakh menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan karena merusak atau membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung, (Basyir, 2000:85).

  3. Murtad

  Riddah secara harfiah berarti kembali. Riddah dalam pembahasan ini adalah

  kembalinya seseorang muslim yang berakal dan baligh untuk memilih keyakinan agama lain atas dasar pilihannya bukan atas paksaan, (Ali, 2007:78) F.

   Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis

  Normatif, yaitu dengan menganalisis tentang perbandingan Fiqh dengan

  Hukum Islam Positif. Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, maka pendekatan penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah Statute Approach (pendekatan perundang-undangan) dengan metode Conceptual Approach (pendekatan konseptual).

  2. Sumber Data Dalam penelitian ini diperlukan bahan hukum sebagai bahan analisis.

  Bahan hukum yang diperlukan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Selanjutnya tentang jenis-jenis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut: a.

  Bahan hukum primer : 1) Fiqh. 2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. 3) Kompilasi Hukum Islam.

  b.

  Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai Fiqh dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, serta hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum dan para ahli.

  c.

  Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia dan wikipedia.

  3. Metode Pengumpulan Data Teknik penelusuran dalam penelitian ini menggunakan cara studi kepustakaan penelusuran bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, kemudian bahan hukum primer, sekunder, dan tersier diperoleh melalui bahan pustaka, media cetak, media elektronik, dan cyberspace (internet).

  4. Instrumen Penelitian Dalam penelusuran bahan hukum ini melakukan langkah inventarisasi, pemahaman, penafsiran, dan pengklasifikasian tentang murtad menjadikan

  fasakh (pembatalan) dalam pernikahan. Untuk itu, dalam penelusuran bahan hukum ini penulis menyalin dalam buku, catatan penelitian, memfotokopi, mengakses dari internet dan menyimpan dalam media harddisc atau flashdisc.

  Bahan-bahan hukum yang sudah diperoleh tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan dalam penelitian ini.

  Setelah bahan-bahan hukum tersebut diperoleh, baik bahan hukum primer, sekunder dan tersier, maka dihubungkan sedemikian rupa, dan selanjutnya dianalisa menggunakan metode preskriptif dengan menggunakan teknik penafsiran hukum gramatikal yang berkaitan dengan ketentuan pembatalan perkawinan yang diatur pasal 22 dalam ketentuan perundang-undangan yang ada.

  Adapun teknik interpretasi gramatikal yang akan digunakan yaitu dengan cara penafsiran dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Selain teknik interpretasi gramatikal, teknik interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan teknik interpretasi sistematis, yaitu teknik interpretasi dengan cara menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang lain.

5. Analisis Data

  Dalam metode analisis ini yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif dalam penelitian ini, terdapat pada bab II mengenai gambaran secara global fasakhnya suatu perkawinan karena

  murtad, kemudian dilanjutkan pada bab III yang dideskripsikan dalam

  pandangan Fiqh dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dengan Kompilasi Hukum Islam, dalam bab IV sebagai analisis dari bab II dan III. Penulis melakukan analisis dan menuangkan dalam naskah ini. Dalam melakukan analisis bahan hukum, penulis menggunakan teknik berfikir induktif, deduktif, dan komparatif.

  Sedangkan analitis induktif atau berpikir induktif merupakan kebalikan dari analitis deduktif, yakni pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum. Kemudian teknik komparatif adalah membandingkan persamaan dan yang ada dalam substansinya.

G. Sistematika Pembahasan

  Demi mempermudah dalam memahami isi dari skripsi ini, penulis berusaha untuk menguraikan pembahasan. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:

  Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, Penegasan Istilah, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

  Bab II: Kajian Pustaka bab ini berisi tentang status perkawinan karena

  murtad dalam perspektif fiqh. Kemudian dijelaskan perbuatan murtad dari pihak suami atau istri dalam perkawinannya dalam pandangan kitab-kitab fiqh mazhab.

  Bab III: Kajian Pustaka bab ini berisi tentang status perkawinan karena

  murtad dalam perspektif Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi

  Hukum Islam. Kemudian dijelaskan perbuatan murtad dari pihak suami atau istri dalam perkawinannya dalam pandangan hukum perkawinan di Indonesia diatas.

  Bab IV: Pembahasan mengenai analisis status perkawinan karena murtad dalam pandangan kitab-kitab fiqh mazhab dengan Undang-undang No. 1 Tahun dan Kompilasi Hukum Islam. Setelah itu dianalisis peraturan tersebut mengenai perbuatan murtad dalam status pekawinannya. Sehingga terlihat perbedaan hukum dalam mengatur hal tersebut.

  Bab V: Penutup merupakan akhir dari kajian ini yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD DALAM PERSPEKTIF FIQH A. Landasan Sumber Hukum Fiqh Segala sesuatu harus didasarkan dengan landasan dan sumber yang jelas,

  yang dimaksud dengan sumber adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar pengembangan sebuah ajaran, gagasan, faham atau manivestasi lainnya dalam kehidupan manusia. Jika terminologi “Sumber” dikaitkan dengan Islam, maka dalam penulisan ini memiliki pengertian sebagai segala sesuatu yang dijadikan dasar pengembangan ajaran Islam itu sendiri baik itu menyangkut hubungan vertikal atau hubungan horizontal.

  Dasar-dasar atau sumber ajaran agama Islam dalam teori penulian ini berasal dari wahyu Allah yang berupa al- Qur‟an dan perilaku Nabi Muhammad sebagai aplikasi dan contoh konkret pelaksanaan al-

  Qur‟an yang kemudian disebut dengan Hadits Nabi. Secara dogmatis sumber ajaran Agama Islam hanya ada dua yaitu al-

  Qur‟an dan al-Hadits selanjutnya untuk memudahkan pemahaman, keduanya dikenal dengan “sumber pokok”. Sedangkan yang lainnya merupakan pengembangan ajaran berdasarkan sumber pokok melalui proses pemikiran dan penentuan hukum (ijtihad) selanjutnya dikenal dengan hukum atau ajaran Istinbath.

  Perkembangan metode penentuan hukum sebagaimana disebutkan tidak menyebabkan kurangnya kesempurnaan al- Qur‟an dan al-Hadits, tetapi justru menunjukkan kelebihan dan fleksibiltas ajaran Islam. Secara umum penjelasan tentang penyebab munculnya tradisi Ijtihad dalam hukum Islam adalah :

  1. Masyarakat Islam berkembang dengan pesat baik secara politik, sosial maupun ekonomi yang membawa berbagai permasalahan hukum baru.

  2. Ketika Rasulullah masih hidup, permasalahan hukum tersebut dapat dikonsultasikan dan dapat diputuskan oleh Rasulullah. Setelah Rasulullah meninggal, hukum suatu masalah diputuskan berdasarkan proses Ijtihad dengan dasar al-

  Qur‟an al-Hadits.

  3. Hukum-hukum Al-Qur‟an dan Al-Hadits sebagian besar bersifat global dan bahkan hanya Isyarat atau simbolitas saja (Kontekstual).

  4. Untuk mengantisipasi perkembangan dunia dengan meletakan kaidah-kaidah fiqhiyah.

  Tata urutan sumber hukum Islam terlepas dari peristiwa tersebut, dalam kajian yurisprudensi Islam telah terjadi perbedaan pemikiran tentang sumber- sumber hukum Islam yang layak dan diakui sebagai landasan penetapan hukum Islam.

  Menurut penyelidikan dapat dipastikan, bahwa dalil- dalil syar‟iyah yang diambil daripadanya, hukum-hukum amaliyah berpangkal pada empat pokok, yaitu:

  1. Al-Qur‟an 2.

  As-Sunnah 3. Al-Ijma, dan 4. Al-Qiyas.

  Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur (mayoritas tokoh) umat Islam sebagai dalil (Khallaf, 1991:18).

B. Biografi Imam-imam Mazhab 1.

  Mazhab Hanafi a.

  Biografi Imam Abu Hanafi Mazhab Hanafi merupakan merupakan mazhab yang paling tua diantara keempat mazhab

  Ahlu Sunnah wal Jama‟ah yang populer.

  Mazhab ini dinishabkan kepada imam besar Abu Hanifah An- Nu‟man bin Tsabit bin Zutha At-Tamimi, dilahirkan di kota Kuffah tahun 80 H dan wafat di Baghdad (Khalil, 2009:172).

  Imam abu hanifah adalah seorang pedagang, selain itu juga Imam Abu Hanifah mengutarakan bahwa ada juga orang yang taat beragama, ketika itu ia pernah bertemu dengan ali bin Abi Thalib, lalu sang khalifah mendoakan untuk keturunananya agar kebaikan dan keberkahan. Kedudukannya dalam bermasyarakat ia mendapatkat posisi tertinggi karena mampu menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya, Imam Abu Hanafi di juluki Imam A‟zham (pemimpin terbesar), ia juga dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-

  Ra‟y (Imam Aliran Rasional).

  b.

  Guru Imam Abu Hanafi Imam Abu Hanifah mempunyai empat sahabat, diantara mereka penulis menyebutkan: Anas bin Malik, Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin

  Sa‟ad dan Abu Thufail, mereka adalah sahabat-sahabat yang paling akhir wafat, namun abu Hanifah tidak berguru kepada mereka.

  Gur u Abu Hanafi antara lain „Atha bin Abi Rabah, Hisyam bin Urwah, Nafi‟ Maula ibn Umar, tetapi guru yang paling banyak diambil ilmunya adalah Hammad bin Sulaiman al-

  Asy‟ari (w. 120 H) yng berguru pada Ibrahim an- Nakha‟i dan Amir bin Syura bil al-Sya‟bin (Zuhri, 1997:95).

  Hammad bin sulaiman adalah seorang yang kaya raya namun ilmunya juga kaya raya. Ketika itu dia pernah berkata kepada Hanafi “ ilmuku sudah kau ambil semua Abu Hanafi, sehingga aku sudah lega”.

  Hammad bin Sulaiman meyatukan fiqh An-

  Nakha‟i dengan fiqh Asy Sya‟bi dan memberikan fiqh yang sudah disatukan itu kepada murid-

  muridnya, diantara Abu Hanafi yang kemudian menggantikan gurunya itu, sebagai pemegang kendali madrasahnya (Shiddieqy, 1974:136).

  c.

  Murid-murid Imam Abu Hanafi Adapun murid-murid Abu Hanafi yang bekerja sama di Madrasah

  Kufah dan membukukan fatwa-fatwanya sehingga dikenal di dunia Islam, adalah:

  1) Abu Yusuf Ya‟qub ibn Ibrahim al-Anshari (113-182 H). 2) Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibani (132-189 H). 3) Zufar ibn Hudzail ibn Qais al-Kufi (110-145). 4) Al-Hasan ibn Ziyad al-Lu‟lu‟i (204 H) (Yanggo,1997:101). d.

  Sumber Hukum Imam Abu Hanafi Menerangkan bahwa dasar (sumber-sumber) hukum Abu Hanifah dalam menegakkan fiqh adalah memegangi riwayat orang yang terpercaya dan menjauhkan diri dari keburukan serta memperhatikan muamalat manusia.

  Maka dengan kita memperhatikan jalan-jalan yang ditempuh Abu Hanafi untuk beristinbath, nyatalah bahwa dasar-dasar hukum fiqh dalam mazhabnya, ialah:

  1) Al-Qur‟an. 2) As-Sunnah. 3)

  Al-Ijma 4) Al-Qiyas. 5) Al-Istihsan (Shiddieqie, 1974:137).