Laporan Pendahuluan B20 di ruang melati RSUD balung jember

  LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV DI RUANG RAWAT INAP MELATI RUMAH SAKIT DAERAH BALUNG Oleh

Dyan Ayu Pusparini

NIM 152310101258

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018

  

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................iii

  BAB 1 KONSEP TEORI TENTANG PENYAKIT .................................1

  

1.1 Anatomi Fisiologi .........................................................................1

  

1.2 Definisi Penyakit .........................................................................4

  

1.3 Epidemiologi..................................................................................4

  

1.4 Etiologi ..........................................................................................4

  

1.5 Klasifikasi......................................................................................5

  

1.6 Patofisiologis..................................................................................6

  

1.7 Manifestasi klinis .........................................................................8

  

1.8 Pemeriksan Penunjang ................................................................9

  

1.9 Penatalaksanaan ..........................................................................10

  BAB 2 Clinical Pathway..............................................................................12 BAB 3 PROSES KEPERAWATAN .........................................................13

  

3.1 Pengkajian ...................................................................................13

  

3.2 Rencana Keperawatan ................................................................16

  

3.3. Intervensi Keperawatan .............................................................16

  

3.4 Evaluasi Keperawatan .................................................................19

  BAB 4 DISCHARGE PLANNING.............................................................20 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................21

  

LEMBAR PENGESAHAN

  Laporan Pendahuluan yang dibuat oleh: Nama : Dyan Ayu Pusparini NIM :152310101258 Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan

  HIV di Ruang Rawat Inap Melati Rumah Sakit Daerah Balung Telah diperiksa dan disahkn oleh pembimbing pada: Hari : Tanggal :

  Jember, Januari 2018 TIM PEMBIMBING

  Pembimbing klinik Mahasiswa ____________________ ___________________ NIP……………………… NIM…………………… Pembimbing Akademik Kepala Ruangan, ___________________ __________________ NIP…………………… NIP……………………

BAB 1 KONSEP TEORI

  1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Imunitas

  1.1.1 Definisi Sistem Kekebalan Tubuh/Sistem Imunitas Sistem kekebalan tubuh adalah sistem pertahanan yang ada pada benda yang dianggap asing bagi tubuh manusia. Imunologi mengacu pada semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi tubuh untuk memerangi ancaman infasi asing. Pada sistem imun dikenal istilah Imunitas. Imunitas adalah sistem ketahanan tubuh atau resistensi tubuh terhadap suatu penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh mempunyai imunitas terhadap berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh.

  1.1.2 Fungsi Sistem Imunitas

  a. Mempertahankan daya tahan tubuh dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh (Baratawidjaya, 2002).

  b. Homeostasi tubuh

  c. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan pathogen yang berbahaya d. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

  1.1.3 Klasifikasi Sistem Imunitas Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan (Sherwood, 2001; Katzung, 2004). 1) Sistem Imun Non-Spesifik/Innate/Non-Adaptif

  Sistem imun non-spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan cara yang sama kepada semua jenis penyakit. Sistem imun ini tidak membeda-bedakan responnya kepada setiap jenis penyakit, oleh karena itu disebut non-spesifik. Sistem imun ini bekerja dengan cepat dan selalu siap jika tubuh di datangkan suatu penyakit. Sistem imun non-spesifik mempunyai 4 jenis pertahanan, yaitu:

  a. Pertahanan Fisik/Mekanis Pertahanan fisik ini terdapat pada kulit, lapisan mukosa / lendir, silia atau rambut pada saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin.

  Pertahanan fisik ini umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang pelindung pertama pada tubuh kita.

  b. Pertahanan Biokimia Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik.

  Pertahanan ini dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva.

  c. Pertahanan Humoral Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN), Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen.

  d. Pertahanan Selular Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-sel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan. Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK.

  2) Sistem Imun Spesifik/Adaptif Sistem Imun Spesifik adalah sistem imun yang membutuhkan pajanan atau bisa disebut harus mengenal dahulu jenis mikroba yang akan ditangani. Sistem imun ini bekerja secara spesifik karena respon terhadap setiap jenis mikroba berbeda. Karena membutuhkan pajanan, sistem imun ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk menimbulkan respon. Namun jika sistem imun ini sudah terpajan oleh suatu mikroba atau penyakit, maka perlindungan yang diberikan dapat bertahan lama karena sistem imun ini mempunyai memory terhadap pajanan yang didapat. Sistem imun ini dibagi menjadi 2, yaitu:

  Paling berperan pada sistem imun spesifik humoral ini ada Sel B atau Limfosit B. Sel B ini berasal dari sumsum tulang dan akan menghasilkan sel Plasma lalu menghasilkan Antibodi. Antibodi inilah yang akan melindungi tubuh kita dari infeksi ekstraselular, virus dan bakteri, serta menetralkan toksinnya.

  b. Sistem Imun Spesifik Selular Pada sistem imun ini, sel T atau Limfosit T yang paling berperan. Sel ini juga berasal dari sumsum tulang, namun dimatangkan di Timus. Fungsi umum sistem imun ini adalah melawan bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor. Sel T nantinya akan menghasilkan berbagai macam sel, yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+, dan Ts (Th3).

  1.1.4 Mekanisme Respon Imunitas Ketika mikroba masuk ke dalam tubuh manusia, mikroba tersebut akan melewati 3 lapis pertahanan sistem imun. Pertahanan lapis pertama berisi sistem imun non-spesifik terutama fisik/mekanis, biokimia, dan humoral. Pertahanan ini akan mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam tubuh. Pertahanan lapis kedua berisi sistem imun non-spesifik khususnya yang selular. Pertahanan selular ini nantinya akan mencegah mikroba yang berhasil masuk ke dalam tubuh dengan menghancurkannya. Pertahanan ketiga adalah sistem imun spesifik yang telah dibahas di atas. Ini akan menangani mikroba yang masih belum ditangani oleh sistem imun non- spesifik.

  1.2 Definisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel-

  sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi dengan virus mengakibatkan kemunduran kekebalan tubuh dianggap kurang bila tidak dapat lagi memenuhi perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan imunodefisiensi berat dikenal sebagai "infeksi oportunistik", karena mereka memanfaatkan sistem kekebalan yang lemah.’ Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.

  Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah merupakan tahap paling lanjut dari infeksi HIV.

  1.3 Epidemiologi

  Menurut Global Health Observatory (GHO), sejak awal epidemi, lebih dari 70 juta orang terinfeksi virus HIV dan sekitar 35 juta orang meninggal karena HIV. Secara global, 36,7 juta [30,8-42,9 juta] orang hidup dengan HIV pada akhir 2016. Diperkirakan 0,8% [0,7-0,9%] orang dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup dengan HIV, walaupun beban epidemi terus bervariasi antara negara dan wilayah. Afrika Sub-Sahara tetap terkena dampak paling parah, dengan hampir 1 dari setiap 25 orang dewasa (4,2%) hidup dengan HIV dan mencakup hampir dua pertiga orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia. Laporan kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan Desember 2016, yang diterima dari Ditjen PP & PL, berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL, dr. H.M. Subuh, MPPM tertanggal 18 Mei 2016.

  1.4 Etiologi

  HIV adalah retrovirus yang menginfeksi dan mereplikasi terutama pada sel T dan sel CD4 manusia. HIV dapat ditularkan melalui darah, produk darah, cairan seksual, cairan lain yang mengandung darah, dan air susu ibu. Sebagian besar individu terinfeksi HIV melalui kontak seksual, sebelum kelahiran atau saat melahirkan, saat menyusui, atau saat berbagi jarum suntik dan alat suntik yang terkontaminasi (pengguna narkoba suntikan).

  Hubungan seksual adalah cara penularan HIV yang paling umum. Risiko untuk transmisi heteroseksual, namun ini sangat bervariasi dan meningkat bersamaan dengan PMS, viral load HIV yang tinggi di rumah sakit, dan kurangnya terapi antiretroviral.

1.5 Klasifikasi

  Klasifikasi klinis HIV/AIDS menurut WHO adalah sebagai berikut:

  a. Gambaran klinis stadium I, ditandai dengan: 1) Asimptomatik 2) Limfadenopati generalisata 3) Skala aktivitas asimptomatik, aktivitas normal

  b. Gambaran klinis stadium II, ditandai dengan: 1) Berat badan menurun kurang dari 10% 2) Kelainan kulit dan mukosa yang ringan, misalnya: dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, khleilitis angularis 3) Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir 4) Infeksi saluran nafas atas. misalnya: sinusitis bakterialis 5) Skala aktivitas symptomatik, aktivitas normal

  c. Gambaran klinis stadium III, ditandai dengan: 1) Berat badan menurun lebih dari 10% 2) Diare kronis lebih dari satu bulan 3) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan 4) Kandidisiasis orofaringeal 5) Oral hairy leukoplakia 6) TB paru dalam tahun terakhir 7) Infeksi bacterial yang berat, seperti : pneumonia, piomiositis

  8) Skala aktivitas pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50%

  d. Gambaran klinis stadium IV, ditandai dengan: 1) HIV wasting syndrome, yaitu berat badan turun lebih dari 10% ditambah tidak disebabkan oleh penyakit lain.

  2) Pneumonia pneumocytis carinii 3) Toksoplasmosis otak 4) Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan 5) Kriptokokosis ekstrapulmonal 6) Retinitis virus sitomegalo 7) Herpes simpleks mukokutan lebih dari satu bulan 8) Leukoensefalopati multifocal progresif 9) Mikosis diseminata seperti histoplasmosis 10) Kandidiasis di esofagus, trakea, bronkus, dan paru

  11) Mikobakteriosis atipikal diseminata 12) Septisemia salmonelosis non tifoid 13) Tuberkulosis di luar paru 14) Limfoma 15) Sarkoma Kaposi 16) Ensefalopati HIV, yaitu gangguan kognitif dan atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai oleh penyakit-penyakit lain selain HIV.

17) Skala aktivitas pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%.

1.6. Patofisiologi

  Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. CD4 berperan dalam menjaga kekebalan tubuh/komando dalam mengatur pertahanan tubuh.

  Secara morfologi HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alcohol, yodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.

  Di dalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang seperti retrovirus dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Virus HIV yang telah masuk ke dalam limfosit T akan melumpuhkan CD4 dan memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan replika/produksi virus. Ketika proses replikasi selesai, maka sel virus HIV baru akan meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Hal ini menyebabkan CD4 rusak dan mati sehingga kekebalan tubuh manusia secara perlahan-lahan semakin melemah untuk dapat melawan bibit penyakit yang masuk menyerang tubuh.

  Virus HIV masuk kedalam tubuh dan tidak dikenali oleh sel makrofag kegagalan killet T sel merespon serangan HIV, maka virus dapat dikontrol, namun hal ini akan berlangsung beberapa waktu saja; karena helper sel yang diinveksi oleh HIV juga akan dibunuh oleh killer T sel, dan yang menyedihkan pemeliharaan respon dari killer T sel tergantung pada helper sel, jika sel helper yang juga diserang oleh virus HIV ini juga harus dibunuh oleh killer sel, maka suatu saat kerja sistem pembasmian immune menjadi terganggu.

1.7 Manifestasi Klinis

  1) Tahap awal HIV minggu setelah infeksi HIV. Orang lain tidak merasa sakit sama sekali selama tahap ini, yang juga dikenal sebagai infeksi HIV akut. Infeksi awal didefinisikan sebagai infeksi HIV dalam enam bulan terakhir (baru-baru ini) dan termasuk infeksi akut (sangat baru-baru ini). Gejala mirip flu bisa meliputi: a. Demam

  b. Panas dingin

  c. Ruam

  d. Berkeringat di malam hari

  e. Sakit otot

  f. Sakit tenggorokan

  g. Kelelahan

  h. Pembengkakan kelenjar getah bening i. Bisul mulut

  2) Tahap Latensi Klinis Setelah tahap awal infeksi HIV, penyakit ini bergerak ke tahap yang disebut tahap latensi klinis (juga disebut "infeksi HIV kronis"). Selama tahap ini, HIV masih aktif namun bereproduksi pada tingkat yang sangat rendah. Orang dengan infeksi HIV kronis mungkin tidak memiliki gejala terkait HIV atau hanya gejala ringan. 3) Tahap AIDS

  Gejala bisa meliputi:

  a. Penurunan berat badan yang cepat

  b. Demam berulang atau berkeringat di malam hari

  c. Kelelahan yang ekstrem dan tak dapat dijelaskan d. Pembengkakan kelenjar getah bening yang berkepanjangan di ketiak, selangkangan, atau leher e. Diare yang berlangsung lebih dari seminggu

  f. Luka di mulut, anus, atau alat kelamin

  g. Pneumonia kulit atau di dalam mulut, hidung, atau kelopak mata i. Kehilangan memori, depresi, dan gangguan neurologis lainnya

1.8 Pemeriksaan Penunjang

  Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV, yaitu:

  Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan

  yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut.

  a. Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan Rapid tes untuk melakukan uji tapis. Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.

  b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien terinfeksi. Karena hasil positif palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif diulang dan apabila keduanya positif maka dilakukan uji yang lebih spesifik yaitu Western Blot. c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif.

  d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas. (Nursalam, 2007).

1.9 Penatalaksanaan

  a. Penatalaksanaan Medis

  1. Penyakit AIDS belum ditemukan cara penyembuhannya, yang perlu dilakukan adalah pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan:

  2. Melakukan hubungan kelamin/seks dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

  3. Melakukan pemeriksaan 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

  4. Menggunakan alat kontrasepsi atau pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status HIV-nya.

  5. Tidak melakukan pertukaran jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.

  6. Melakukan pencegahan infeksi ke bayi baru lahir atau janin. Jika terinfeksi HIV, maka pengendaliannya, yaitu:

  a. Terapi Infeksi Opurtunistik Terapi ini bertujuan menghilangkan, pemulihan pengendalian infeksi, nasokomial, sepsis atau opurtunistik. b. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.

  Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus/memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah: Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD4 dapat larut.

  d. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan- makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang yang mengganggu fungsi imun.

BAB 2 CLINICAL PATHWAY HIV Virus HIV Reaksi

  positif antigen antibodi

  Resiko Merusak seluler Menyerang limfosit T, penulara

  Reaksi sel saraf, makrofag, n infeksi inflamasi monosit limfosit B

  HIV Inovasi kuman pathogen

  Hiperter mi Ber(-) jumlah sel T+CD4 Manife Organ target dan tangunggan fungsi stasi sel T hepar oral muskuloskele Imunosupresi tal (depresi)

  Lesi Kerusakan Risiko infeksi

  Kerusaka jaringan n

  Nyeri kronis membran

  Gastrointesti e nal Ketidakmamp Diare terus uan menerus mengunyah

  Ketidakseimbangan Resiko kekurangan nutrisi kurang dari volume cairan kebutuhan tubuh

BAB 3 PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

  a. Identitas Klien Nama klien, umur (semua umur bisa terserang penyakit HIV karena bersifat menular, tetapi dalam kasusnya lebih banyak pada usia produktif 20-45 tahun), jenis kelamin (kasus lebih banyak pada laki-laki), alamat, suku, agama, pekerjaan, No. Registrasi, MRS.

  b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama

  Keluhan utama yang dirasakan demam, merasa capek, tidak nafsu makan, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing, diare, dll. 2) Riwayat Penyakit Sekarang

  Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang disertai/ tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/ tidak nyaman pada bagian oral.

  3) Riwayat Kesehatan Keluarga (perlu pengkajian lebih lanjut)

  Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/ AIDS, keluarga pengguna obat- obatan terlarang.

  c. Pengkajian Keperawatan

1) Aktivitas/istirahat

  Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur. Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.

  2) Sirkulasi

  Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada cedera. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.

  3) Integritas ego

  Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunya berat badan), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.

  Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.

  4) Eliminasi

  Gejala : diare yang terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi. Tanda : feses encer atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.

  5) Makanan/cairan

  Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif. Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,

6) Hygiene

  Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.

  7) Neurosensori

  Gejala : sakit kepala, perubahan status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untuk mengawasi masalah, tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun, kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kasemutan pada ekstremitas (kaki menunjukkan perubahan paling awal). Tanda : perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia, tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.

  8) Seksualitas

  Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal, menurunnya libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten. Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia (kutil, herpes)

9) Interaksi social

  takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana. Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat, aktivitas yang tak terorganisasi.

  3.2 Rencana Keperawatan

  1. Nyeri kronis b.d kerusakan jaringan musculoskeletal

  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah

  3. Resiko kekurangan volume cairan b.d diare terus menerus

  3.3 Intervensi Keperawatan

  1. Nyeri kronis b.d kerusakan jaringan muskuloskeletal NOC :

  Kontrol nyeri (1605) Indikator 160502 Mengenali

  1

  2

  3

  4

  5 kapan nyeri terjadi 160501 Menggambarka

  1

  2

  3

  4

  5 n faktor 160503 penyebab

  1

  2

  3

  4

  5 Menggunakan tindakan 160504 pencegahan

  1

  2

  3

  4

  5 Menggunakan tindakan pengurangan [nyeri] tanpa 160513 analgesik

  1

  2

  3

  4

  5 Melaporkan perubahan terhdap gejala nyeri pada profesional 160509 kesehatan

  1

  2

  3

  4

  5 Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri

  Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam diharapkan pasien dapat berkurang skala nyerinya.

  NIC: Manajemen Nyeri (1400) O: Observasi adaya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif. N: Lakukan manajemen nyeri akut

  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, - karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor pencetus.

  E: Berikan infromasi mengenai nyeri,seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamananakibat prosedur.

  C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan

  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah NOC : Nafsu Makan (1014)

  Indikator 101401 Hasrat / 1

  2

  3

  4

  5 keinginan untuk makan 104005 Energi untuk

  1

  2

  3

  4

  5 makan 104006 Intake

  1

  2

  3

  4

  5 104007 Intake nutrisi 104008 Intake cairan

  1

  2

  3

  4

  5 Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan adanya peningkatan nafsu makan

  NIC: Kesiapan Meningkatkan Nutrisi (1400) O: Observasi adaya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif. N: Lakukan manajemen nutrisi

  Lakukan pengkajian terkait dengan nutrisi, asupan makanan yang - dibutuhkan oleh pasien E: Berikan infromasi mengenai manajemen nutrisi yang baik dan seimbang untuk menaikkan tingkat nutrisi C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan untuk meningkatkan nutrisi pasien.

  3. Risiko kekurangan volume cairan b.d diare terus menerus NOC : Status nutrisi: asupan makanan dan cairan (1014)

  Indikator 100801 Asupan

  1

  2

  3

  4

  5

  4

  Status Nutrisi (1004) O: Observasi adanya kecenderungan penurunan dan penaikan berat badan pada pasien N: Lakukan manajemen nutrisi

  1

  1

  2

  2

  3

  3

  4

  100803 100804 makanan secara oral Asupan cairan secara oral Asupan cairan

  5

  5 Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan adanya peningkatan peningkatan cairan yang masuk ke pasien

  • Lakukan pengkajian terkait dengan nutrisi, asupan makanan yang dibutuhkan oleh pasien
  • Tentukan stastus gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi

  E: Berikan infromasi mengenai manajemen nutrisi yang baik dan seimbang untuk menaikkan tingkat nutrisi C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan untuk meningkatkan nutrisi pasien.

3.4 Evaluasi Keperawatan

  N O Diagnosa Keperawatan Evaluasi

  1 Nyeri kronis b.d kerusakan jaringan musculoskeletal S: Pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang O: Skala nyeri pasien menurun, tanda-tnada vital TD :

  140/90 mmHg, pols : 80 x/ menit, RR : 18x/menit, temperatur : 37 C

  A: Masalah nyeri kronis teratasi sebagian

  P : Lanjutkan intervensi manajemen nyeri

  2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah

  S: Pasien mengatakan frekuensi diare sudah mulai berkurang O: Diare 3 kali sehari, konsistensi feses berbentuk dan lunak, warna kecoklatan, mukosa bibir lembab, dan konjungtiva normal (kemerahan)

  A: Masalah diare teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi

  3 Resiko kekurangan volume cairan b.d diare terus menerus

  S: Pasien mengatakan sudah bisa bergerak O: TTV normal

  A: Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi

BAB 4 DISCHARGE PLANNING Hal-hal yang harus diketahui ODHA dan keluarga sebelum pulang antara lain :

  2. Cara mencegah penularan, terutama seks aman

  3. Nutrisi

  4. Cara mencuci pakaian dan alat makan ODHA

  1. Pemahaman tentang cara penularan serta kontak social yang tidak menularkan HIV

  6. Mengontrol kegiatan sehari-hari ODHA

  7. Obat-obat, manfaat serta cara minum obat

  8. Cara menghindari infeksi

  9. Pertolongan pertama terhadap demam, diare atau batuk

  10. Gejala penyakit yang memerlukan pertolongan segera atau harus masuk RS

  11. Panas atau demam. Pada keadaan ini ODHA dikompres, berikan obat anti piretik. Jika 2 kali pemakaian tidak barhasil, bawa ke RS

  12. Diare. Pada keadaan ini makanan harus diganti, berikan obat anti diare dan jika msih diare bawa ke RS

  13. Batuk. Berika obat batuk, sedangkan semua kotoran dibuang ke dalam tempat yang tertutup dan diberi desinfektan

  14. Melena

  15. Kejang dan pingsan

  5. Cara dekontaminasi cairan tubuh

DAFTAR PUSTAKA

  Anthena Health. 2017. HIV Infection. Diakses online melalui

   (diakses

  pada 13 Januari 2018) Bulechek, M. Gloria., et al. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). ELSIVIER. Cortan, Ramzy S., Stanly L. Robbins dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar

  Patologi. Volume 1. Jakarta: EGC

  Georgia. 2016. Bahaya Komplikasi Penyakit Akibat Hiv Aids. http:// www.georgiatapertliving.com/8-bahaya-komplikasi-penyakit-akibat-hiv- aids/ (diakses 22 Oktober 2017) Herdman, T.Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc.

  Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Herdman, T.Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC HIV Gov. 2017. Symptoms of HIV. Diakses online melalui

   (diakses

  pada 13 januari 2018) Jhoni Iswanto. 2012. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV. Diakses online melalui Mansjoer, arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK

  UI Moorhead, Sue., et al. (2015) Nursing Outcomes Classification (NOC):

  Measurement of Health Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier Nurs, M.N & Kurniawati N Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien

  Terinfeksi HIV/AIDS-Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika World Health Organization (WHO). 2016. HIV/AIDS. Diakses online melalui http://www.who.int/features/qa/71/en/ (diakses pada 14 September 2017)