Subkultur Neonazi: studi mengenai simbol dan ideologi rasisme dan anti imigran subkultur Neonazi di Jerman - USD Repository

  

SUBKULTUR NEONAZI

STUDI

MENGENAI SIMBOL DAN IDEOLOGI RASISME DAN ANTI IMIGRAN

SUBKULTUR NEONAZI DI JERMAN

TESIS

  Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya

  Universitas Sanata Dharma

  

Oleh:

Fransiska Irmayani

NIM : 0263220022

  

Pembimbing:

  St. Sunardi

  

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  PERSEMBAHAN

  Untuk kedua orangtuaku, AY. Harmanto dan PH. Dewi Lestari, dan Suryo, Matahariku.

KATA PENGANTAR

  Penelitian ini sebenarnya bermula dari sebuah kegelisahan pribadi penulis ketika menyadari berbagai stereotipe yang penulis hadapi dalam kehidupan penulis sehari-hari sebagai imigran di Jerman. Secara kasat mata, tidaklah mudah bagi penulis yang berkulit coklat, berwajah Asia, berbahasa Jerman dengan tidak sempurna, untuk beradaptasi dengan masyarakat Jerman yang memiliki budaya yang berbeda dengan penulis. Singkatnya, penulis adalah seorang Ausländer di Jerman : yang berasal dari tanah air lain. Istilah ini turut mengacu pada implikasi sosial mengenai stereotipe Ausländer (biasanya yang negatif).

  Salah satu bentuk yang paling ekstrem adalah melalui seorang komentar seorang 'Nazi' yang pada awalnya sangat menjengkelkan. Dalam pertemuan- pertemuan selanjutnya dengan orang ini, terutama melalui pembicaraan panjang lebar dalam wawancara (salah satu narasumber bagi penulis), terjalin pemahaman di antara kami mengenai pemikiran masing-masing. Inilah salah satu sisi yang penulis syukuri dari penelitian ini.

  Dengan latar belakang kegelisahan dan kejengkelan memicu penulis untuk bertanya lebih lanjut mengenai apa yang ada di kepala orang-orang Neonazi ini, serta latar belakang masyarakat apa yang menghidupi subkultur tersebut. Berita- berita mengenai tindakan kekerasan dan sikap rasisme kaum Neonazi cukup banyak penulis dengar dan lihat di Jerman. Merasa sebagai Ausländer dan 'yang Lain' dari mereka ada rasa jirih yang justru memicu keingintahuan penulis tentang kelompok tersebut.

  Bagi penulis, penulisan ini juga meruapakan sebuah karya yang muncul dari proses yang (sangat!) panjang sejak keterlibatan penulis sebagai mahasiswa

  IRB hingga menjedi sebuah tugas akhir untuk menyelesaikan program studi ini. Sebenarnya lebih dari sebuah tugas akhir, melainkan sebuah proses 'mencari' pemahaman dalam kehidupan penulis sehari-hari. Pemahaman ini penting bagi penulis untuk pada akhirnya menempatkan diri (positioning) dan mengambil sikap (dan tak hanya sekedar sakit hati dengan stereotipe yang dikenakan pada penulis).

  Penulis sangat bersyukur pada Sang Penyelenggara Utama, yang tanpa kehendak-Nya penulisan ini tak akan terjadi, dengan segala suka duka, serta pangalaman tak terduga yang menjadi anugerah bagi penulis, dengan menghadirkan mereka yang terlibat dalam penulisan tesis ini.

  Penulis megucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tanpa keterlibatan mereka penulisan karya ini tidak mungkin terjadi: Bapak St. Sunardi sebagai pembimbing utama, yang dengan kesabaran, kejelian, dan pengertiannya yang luar biasa terhadap penulis selama tesis ini disusun dan diselesaikan, Dr. Katrin Bandel, pembimbing tesis yang berasal dari negeri tempat penelitian ini dilakukan, yang dengan pemahaman dan pengertiannya, serta bantuannya sangat mendorong penulis menyelesaikan tesis ini. Dr. Budi Subanar, supporter dengan kesabaran, pemahaman, dan pemaklumannya yang luar biasa! Mbak Titin Florentina Purwokinanti dan Martin, yang menyediakan tempat kos di rumahnya di Dresden selama penelitian dilakukan, di sela-sela kesibukan dan kerepotannya. Thomas Klose, yang menyediakan tempat di rumahnya di Berlin selama penelitian berlangsung, dan menemani penulis ke daerah-daerah berbahaya di Berlin di sela-sela kesibukannya bekerja dan kuliah. Marianne Thum, seorang perempuan yang penulis kagumi karena keberpihakannya yang tak tanggung-tanggung dan sikap anti rasismenya, serta kesediannya untuk memberikan informasi dan 'membawa' penulis mendekati kelompok Neonazi di Dresden. Teman-teman 'Die Falken' yang memberikan banyak informasi bernilai untuk penyusunan tesis ini, termasuk pengalaman-pengalaman tak sengaja berhadapan dengan kelompok Neonazi. Konstandin, dengan wawancara dan 'pertemanan' yang tak terduga di antara kita. Dan tak lupa terimakasih banyak untuk Hendra Nugraha yang menyelamatkan file-file tesis ini.

  Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada mereka yang sangat dekat dan banyak diam namun mereka menjadi pendorong luar biasa bagi penulis, Suryo yang dengan memandangnya, semua keletihan terhapus. Heiko, yang mempercayai penulis melakukan apa yang terbaik. Papa Harmanto yang membantu dengan segala kemampuan dan waktunya menyusun tesis ini, terutama untuk hal-hal teknis di sekitar komputer dan lay-out di mana penulis 'keteteran', hingga malam-malam lembur menjelang ujian hingga akhir revisi. Mama Dewi, yang doanya menjadi kekuatan tak terbantahkan, adik-adikku yang dengan kasih dan cara mereka masing-masing mendukung penulis: Nana Anna Maria Irmarini yang 'cerewet' untuk mengajak penulis menyelesaikan karya ini hingga tuntas,

  

Margaretha Dharmayanti, yang dengan ketulusan dan kerelaannya menjaga Suryo

  setiap saat agar penulis memiliki waktu untuk menulis, dan Melania Setyorini, yang mengajak 'Lomba' cepat lulus dari Sanata Dharma (Lomba yang bak Kijang melawan Keong). Teman-teman di IRB dari berbagai angkatan yang pertemuan dengan mereka menjadi pengalaman dan dorongan berharga dalam studi selama di S2. Para dosen yang sungguh memperkaya dan mendorong penulis untuk tak pernah berhenti bertanya dan mencari jawabannya.

  Studi ini banyak diwarnai oleh tema Poskolonial, sebuah tema yang selalu aktual bagi penulis dalam kehidupan sehari-hari penulis. Spirit dari tema ini adalah beberapa perempuan yang semangatnya menginspirasi penulis, meskipun mereka telah tiada, atau bahkan mungkin tak pernah ada! Merekalah yang mengilhami penulis untuk tetap mempertahankan harga diri di tengah carut- marutnya kehidupan: nenek Gabriela Sumartiyah, dan Nyai Ontosoroh (seorang tokoh dalam Bumi Manusia, Pramoedya). Inspirasi dari merekalah yang membuat proses bertanya ini dicoba penulis cari jawabannya sebagai karya ini. Penulis berharap proses pembelajaran ini tak hanya berguna bagi penulis tapi juga bagi mereka yang tertarik pada tema-tema serupa.

  Fransiska Irmayani

  

ABSTRAK

  Neonazi di Jerman menjadi sebuah fenomena yang menguat dalam dekade terakhir, terutama karena banyaknya kasus-kasus kekerasan berbasis rasisme. Secara umum, Neonazi merupakan sebuah gerakan yang berusaha menghidupkan kembali ideologi berbasis Nazisme. Fenomena ini menarik karena poengikut dari gerakan ini kebanyakan adalah anak muda.

  Salah satu tema yang menonjol dari gerakan meraka adalah dengan sikap terhadap yang 'Lain', terutama terhadap Ausländer (imigran di Jerman) Dalam kaitannya dengan kajian Budaya, penelitian ini berusaha melihat bagaimana Neonazi hidup sebagai sebuah subkultur. Subkultur ini tumbuh di kalangan anak muda dengan caranya yang khas. Dengan 'cerdik' mereka menggunakan berbagai simbol yang dimainkan di antara berbagai larangan, peraturan, dan kelompok-kelompok yang menentang mereka.

  Simbol menjadi alat untuk menyebarkan idelogi Nazisme di kalangan anak muda. Penelitian ini mencoba melihat berbagai simbol yang digunakan di kalangan Neonazi. Simbol mempunyai fungsi ke dalam yaitu untuk menumbuhkan identitas, dan ke luar sebagai artikulasi dari ideologi mereka, terutama menyangkut ideologi anti imigran.

  Permaian tanda meggunakan berbagai media yang diakrabi oleh anak muda, dari tato hingga ke outfit secara keseluruhan. Media representasi yang cukup penting adalah tubuh. Dengannya tanda-tanda diterakan dan ditampilkan sebagai kode milik mereka, di wilayah kekuasaan pribadi, dan dengannya membangun identitas ke-Nazi-an mereka.

  Simbol bergerak bersama waktu dan konteksnya. kadangkala terjadi perebutan tanda terhadap mereka yang berkepentingan terhadap tanda-tanda tersebut. Kelangsungan hidupnya tergantung pada para penggunanya dan bagaimana dia dipertahankan. Dengan demikian, arena pertarungan tanda ini adalah medan pertempuran kepentingan. Subkultur Neonazi adalah pemain dalam arena yang cerdik bermain dengan kamuflase berhadapan dengan peraturan kelompok dominan sepetri negara dan kelompok mainstream.

  Subkultur tumbuh dalam konteks masyarakatnya. Dia tidak hadir begitu saja sebagai sesuai yang 'lain' (asal beda dari yang lainnya). Sistem sosial ekonomi masyarakat Jerman turut menjai latar belakang munculnya subkultur anak muda ini. Kebencian terhadap kaum imigran dan tindakan rasisme adalah bagian dari kegelisahan anak muda dalam hidup sehari-harinya di masyarakat. Sebuah kegelisahan yang sebenarnya dihidupi dalam sikap rasisme yang tak terucap, namun menjadi wacana yang ada di masyarakat.

  

ABSTRACT

  Neonazi in Germany becomes a phenomenon which grows stronger in recent decades, which is caused mainly by rasism- based violences. Generally, Neonazi is a movement trying to awaken Nazism-based ideology. This phenomenon is interesting because most of the companions of this movement are young people.

  One of the outstanding themes from this movement is a behaviour toward the ‘other’, especially toward Ausländer (imigrants living in Germany).

  In its relationship with culture studies, the research tries to examine how Neonazi lives as a subculture. This subculture grows among the youth with its special way. Ingeniously, they use various symbols which are placed in many cautions, rules and groups against them.

  Symbols become a tool to spread Nazism ideology among the youth. The research tries to observe various symbols used in Neonazi group. Symbols have functions-internally to bring up identity,- and externally as an articullation from their ideology, especially the anti-imigrant ideology.

  These syombols are presented in various media which are close to youth, starts from tatoos until overall outfits. A representative media which is quite important is body. In body, symbols are represented and showed as their belonging codes, in private- authorized area, and used to bring up their Nazism identity.

  Symbols are developed through time and context. Sometimes, there are some fights againts those who have the interest to gain the symbols.

  The symbols’ continuity depends on its users and how it is preserved. Therefore, the arena of fights to gain the symbols is the arena of interests’s fights. Neonazi subculture is the player in this arena which are ingenious to play with its camouflage to face againts the rules from dominant group like the nation and mainstream group.

  Subculture grows in its society’s context. It doen’t exist instantly as something ‘different’ (just something different from usual). Social economy system in Germany society also becomes a background for this youth subculture arising. The hatred to ward imigrants and rasism actions is a part of youth’s anxiety in their daily lives among society. It is the anxiety which is actually developed in unspoken rasism behaviour, yet becomes a discourse in the society.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... iv LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii ABSTRAK ........................................................................................................ x ABSTRACT ...................................................................................................... xi DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................

  1

  1 1. Latar Belakang Penelitian .....................................................................

  5 2. Rumusan Masalah ...............................................................................

  6 3. Tujuan Penelitian ...................................................................................

  6 4. Kerangka Teori dan Perspektif ..............................................................

  5. Kerangka Penulisan ............................................................................... 11

  6. Metode Penelitian .................................................................................. 12

  a. Strategi Penelitian ....................................................................... 12

  b. Pengumpulan Data ...................................................................... 13

  c. Lokasi Penelitian ......................................................................... 14

  7. Signifikansi Penelitian ........................................................................... 15

  BAB II : GERAKAN NEONAZI DI JERMAN: RASISME SEBAGAI POLITIK IDENTITAS BERHADAPAN DENGAN YANG LAIN ..................................... 16

  1. Neonazi di Jerman: Dari Gerakan Politik ke Sebuah Subkultur Anak Muda ......................... 16

  2. Latar Belakang Ekonomi Politik Jerman: Imigrasi dan Politik Multikultur ........................................................................... 19

  3. Rasisme: Sejarah Jerman dan „Ausländer’ .............................................. 25

  a. Rasisme sebagai Penemuan Identitas tentang „Diri‟ .................. 26

  b. Ausländer sebagai „Other‟ ........................................................... 29

  4. Neonazisme : Ideologi hingga Kekerasan ............................................... 33

  5. Musik ...................................................................................................... 36

  BAB III : GAYA HIDUP SUBKULTUR ANAK MUDA NEONAZI: PERMAINAN DAN PERTARUNGAN DALAM RUANG YANG SEMPIT ........................................................................................... 45

  1. Lambang Nazisme : dari Nazi Lama hingga ke Neonazi ........................ 46

  a. Swastika (Hakenkreuz) ................................................................ 46

  b. Triskele ........................................................................................ 47

  c. Elang Imperium: Reichsadler ...................................................... 49

  d. Salib Baja .................................................................................... 50

  e. Segitiga Gauwinkel ..................................................................... 50

  f. Palu dan Pedang .......................................................................... 51

  g. Landser ........................................................................................ 52

  h. Bendera Perang Imperium(Reichskrieg) ..................................... 52 i. Rudolf Hess ................................................................................. 53 j. Matahari Hitam .......................................................................... 54 k. SS-Totenkopf (SS-Tengkorak) .................................................... 54 l. Werwolf ....................................................................................... 56 m. Zahnrad (Roda Bergigi) .............................................................. 56

  2. Simbol dari Mitologi Jerman ............................................................... 57

  3. Kode Angka ......................................................................................... 61

  a. 168: 1 ......................................................................................... 61

  b. 18 ............................................................................................ 62

  c. 28 ............................................................................................ 63

  d. 88 ............................................................................................ 64

  4. Singkatan dan Akronim ...................................................................... 64

  a. 14 Kata ...................................................................................... 64

  b. Kategori C/ KC .......................................................................... 66

  c. Keltenkreuz (Salib Keltik) .......................................................... 66

  d. RaHoWa / Racial Holy War....................................................... 67

  e. WAR / WAW ............................................................................. 68

  f. White Power (WP)/ White-Power-Faust .................................... 69

  g. ZOG ........................................................................................... 70

  5. Kode Pakaian dan Merk ....................................................................... 70

  a. Alpha Industries ......................................................................... 70

  b. Ben Sherman .............................................................................. 71

  c. Bomberjacke ............................................................................... 71

  d. Consdaple ................................................................................... 72

  e. Pit Bull ........................................................................................ 73

  f. Doberman Streetwear ................................................................. 73

  g. Spring-Stiefel (Sepatu Boot) ...................................................... 73

  h. New Balance .............................................................................. 75 i. Fred Perry ................................................................................... 75 j. Lonsdale ..................................................................................... 76 k. Masterrace Europe ...................................................................... 77 l. Troublemaker ............................................................................. 78 m. Thor Steinar ................................................................................ 78 n. H8wear (Hatewear), Pro-Violence, dan Sportfrei ...................... 79 o. Rizists ......................................................................................... 79

  6. Outfit dan Mode: Tubuh sebagai Representasi Tanda ........................... 79

  7. Permainan dan Pertarungan dalam Ruang yang Sempit : Sebuah Siasat Tanda ............................................................................. 84

  8. Merk sebagai Pilihan Ekonomi Politik .................................................. 87

  9. Simbol: Sebuah Upaya Penemuan Diri ................................................. 89

  BAB IV : SIMBOL SUBKULTUR : SIASAT TANDA BERHADAPAN DENGAN SIAPA? ................

  92

  1. Berhadapan dengan Kultur Dominan ................................................... 95

  2. Berhadapan dengan Pop Culture .......................................................... 100

  3. Berhadapan dengan Kelompok „Musuh‟ .............................................. 103

  4. Berhadapan dengan Multikultur „Ausländer‟ ....................................... 108

  5. Berhadapan dengan Perempuan ........................................................... 112

  6. Ideologi vs. Mode : Membayangkan Masa Depan ............................... 114 7. “Kami yang Berjuang”: Sebuah Distingsi ............................................ 116

  BAB V : KESIMPULAN .................................................................................. 123

  1. Tentang Simbol Subkultur Nazi ........................................................... 123

  2. Neonazi dalam Masyarakat Jerman Kontemporer: Pencarian Anak Muda .......................................................................... 129

  3. Refleksi tentang Indonesia: Solidaritas dalam Masyarakat Multikultur ........................................... 132

  KEPUSTAKAAN ............................................................................................. 133

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Penelitian

  Gerakan Neonazi di Jerman menjadi fenomena yang mengundang perhatian banyak kalangan, tak hanya oleh publik Jerman sendiri bahkan dunia internasional. Perolehan 6 di antara 71 kursi di parlemen oleh partai NPD atau Partai Demokrasi Nasional yang merupakan partai dari gerakan Neonazi menunjukkan adanya kebangkitan gerakan yang ideologinya searah dengan Nazi yang rasis dan antiimigran. Bagi Jerman dan dunia internasional kekejaman partai tersebut masih merupakan trauma atas salah satu tragedi kemanusiaan terbesar

  1 dalam Perang Dunia II.

  Kerisauan tersebut tergambar pada slogan Piala Dunia 2006 yang diselenggarakan di Jerman. Menguatnya isu tentang rasisme pada Piala Dunia ini membuat FIFA dan pemerintah Jerman membuat slogan tentang anti rasisme. Peristiwa olah raga akbar ini sangat besar andilnya dalam menentukan image Jerman di mata internasional.

  Sensitivitas Nazi ini juga terlihat ketika Pangeran Charles harus meminta maaf kepada pemerintah Jerman kerena putranya Pangeran Harry telah menggunakan lambang Nazi untuk pesta kostum dan mengundang reaksi keras

  2 1 ketika diberitakan oleh media massa. 2 Fenomena Neo-Nazi Jerman, Kompas, 20 September 2006.

  

Foto Pangeran Inggris ini diambil oleh majalah The Sun sebagai cover depannya dengan judul

“Harry the Nazi”. Harry tengah mengikuti pesta kostum dengan mengenakan tanda swastika Nazi

di lengannya. (Harry says sorry for Nazi costume, 13 Januari 2005, http://news.bbc.co.uk ,.)

  Fenomena ini juga dapat dilihat dengan jelas pada kejadian anti ras yang dilakukan oleh kelompok Neonazi. Berbagai tindak kekerasan berbasis rasisme yang dilakukan oleh kaum Neonazi meningkat secara mencolok pada tahun 2006, yang meningkat sekitar 20% dari tahun sebelumnya. Tercatat lebih dari 10.000 kasus tindak kriminal oleh kelompok kanan, dan di antaranya 593 kasus tindak

  3

  kekerasan berbasis rasisme. Sejak Jerman bersatu pada tahun 1990 sampai penelitian ini dilakukan (2007), telah 143 orang terbunuh akibat serangan bermotif

  4

  rasisme dan antisemit yang berbasis ekstrem kanan. Gerakan Neonazi menguat terutama di daerah bekas Jerman Timur yang memiliki tingkat pengangguran tinggi. Persoalan ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi faktor yang mengakibatkan kekecewaan terhadap partai koalisi yang tengah berkuasa. Koalisi besar yang dipimpin oleh Angela Merkel dinilai belum mampu mewujudkan janji reformasinya dalam perbaikan ekonomi. Gerakan partai Neonazi menjadi salah satu wujud dari „perlawanan‟ terhadap pemerintah koalisi. Perspektif sosial- ekonomi menjadi penting untuk melihat konteks Neonazi dalam masyarakat Jerman.

  Kekecewaan ini juga dibarengi dengan kondisi membanjirnya imigran yang datang ke Jerman. Salah satu bentuk dari imigran ini adalah pencari suaka yang mendapat tunjangan hidup dari pemerintah. Selain para pencari suaka, terdapat kelompok imigran dari Turki, yang merupakan populasi imigran terbesar di Jerman. Banyak dari mereka membawa keluarganya untuk tinggal dan bekerja

3 Der Tagesspiegel, Neonazi-Gewalt auf Hochstand, 14.12.2006, http://www.tagesspiegel.de .

  di Jerman. Sebagian lain adalah mereka yang merupakan generasi Turki yang lahir dan tumbuh di Jerman. Komunitas Turki menjadi salah satu sasaran rasisme dan kekerasan kelompok Neonazi.

  Kelompok Neonazi ini membangun klub-klub anak muda di kota-kota yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi. Kampanye dilakukan secara sistematis dan terorganisasi, memberikan penyuluhan dan mendistribusikan surat kabar gratis untuk menyebarkan pesan dan pengaruh. Orang dapat mengenali kelompok ini melalui simbol-simbol yang mereka kenakan, baik melalui pakaian, perilaku, dan bahasa.

  Dalam kaitannya dengan Kajian Budaya, fenomena ini menarik untuk dilih at sebagai suatu subkultur yang „bangkit‟ dalam masyarakat Jerman yang justru berusaha „membunuh‟ gerakan Nazi. Pada kenyatannya, gerakan Neonazi tersebut justru menjadi populer. Lambang-lambang Nazi yang dilarang digunakan kembali oleh kelompok ini. Simbol- simbol „diplesetkan‟ untuk berkelit dari larangan pemerintah. Sebagai sebuah subkultur, mereka memprovokasi budaya orang tua, budaya mapan yang telah ada. Mereka juga menggunakan lambang dan simbol yang digunakan oleh subkultur lain, bahkan menggunakan lambang yang digunakan oleh lawan mereka. Dinamika penggunaan simbol inilah yang menjadi sasaran dari penelitian ini. Pemahaman mengenai simbol menjadi sarana untuk melihat dan memahami tarik-menarik kepentingan tidak hanya pada simbol itu 4 sendiri, melainkan juga pada lembaga-lembaga dalam masyarakat yang terkait

  149 Todesopfer rechtsextremer Gewalt - 28 Menschen in Brandenburg ermordet! Website ini mencatat daftar nama mereka yang terbunuh karena aksi dalam fenomena Neonazi, seperti negara, masyarakat umum, kelompok tandingan, warga negara asing, dan anak muda.

  Dalam perkembangan mutakhirnya, kelompok Neonazi tak hanya sekedar berusaha menghidupkan kembali ideologi Nazisme. Mereka juga mencari musuh yang meresahkan keberadaan „orang asli Jerman‟, „unser Volk‟, yaitu orang asing atau Ausländer. Tidak hanya orang asing yang menjadi sasaran penyerangan mereka, tetapi juga kelompok yang berlawanan dengan ideologi mereka seperti

  5 kelompok kiri, kelompok Anti- Nazi seperti Antifa , dan kaum homoseksual.

  Mendefinisikan siapa Neonazi sebenarnya bukan perkara yang gampang. Dinamika kelompok dan aktivitas yang beragam, penggunaan lambang yang sama dan penampilan yang mirip oleh kelompok di luar Neonazi menyulitkan pembedaan mereka. Aktivis dan pemikir kelompok mereka justru berpenampilan sebagai orang biasa untuk menyembunyikan keterlibatan mereka. Sebagian pengikut Neonazi menyatakan diri secara terang-terangan, misalnya dengan gaya Nazi Skinhead, kelompok Neonazi bergaris keras dengan ciri kepala plontos. Ini juga membuat berang kelompok Skinhead klasik ala Inggris yang justru anti

  6 rasisme.

  Secara umum kelompok Neonazi diasosiasikan sebagai kelompok yang ingin meneruskan aliran Nazisme. Mereka termasuk dalam kelompok ekstrem kanan yang mengunggulkan nasionalisme. Dalam dinamika selanjutnya, mereka 5 kekerasan berbasis rasisme.

  Antifa: Anti Faschismus, atau anti fasisme, sebuah kelompok yang mengusung ide multikulturalisme dan menentang keberadaan Neonazi. memasuki kelompok anak muda dalam menyebarkan ide-ide nazisme, melalui musik dan gaya hidup anak muda. Inilah yang menjadikan Neonazi menjadi populer, lebih dari ideologinya sendiri, melainkan dengan kode-kode yang diusungnya, festival musik, dalam gaya, cara berpakaian, cara berpenampilan.

  Musik menjadi salah satu sarana populer untuk menyebarkan ideologi Nazisme. Kelompok ini menyebarkan secara gratis CD musik berhaluan kanan kepada anak- anak muda.

  Gaya akan menjadi salah satu pokok kajian studi subkultur pada anak muda Jerman ini. Subkultur Neonazi menjadikan tubuh sebagai medan untuk menampilkan identitas ke-nazi-an mereka. Fenomena kebertubuhan ini dan hubungannya dengan relasi sosial disebut Giddens sebagai “uniform”: seragam, yang mengacu pada gaya berpakaian yang distandarisasikan dalam relasi untuk

  7 memberikan posisi sosial yang pilihan-pilihannya cenderung terbuka.

  Dengan mengamati momen gaya subkultur tersebut, kajian ini tidak berambisi untuk menelanjangi ideologi ala Nazisme klasik dalam aktivitas Neonazi, tetapi lebih pada ideologi subkultur itu sendiri dalam konteks anak muda masyarakat Jerman.

  2. Rumusan Masalah 6 Dari latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut: Situs ini adalah milik kelompok Skinhead Klasik yang ingin membela dirinya dengan membedakan beberapa jenis Skinhead. Skinhead Neonazi juga disebut sebagai 7 Skinhead Nazi.

  Giddens, Anthony, Modernity and Self Identity: Self and Society in the Late Modern Age (California: Stanford University Press, 1991), hlm. 99.

a) Simbol-simbol apa yang digunakan dalam subkultur anak muda Neonazi?

  (Bagaimana mereka menggunakan gaya hidup sebagai artikulasi nilai dan ideologi mereka?) b) Bagaimana mereka menggunakan simbol dan gaya untuk mengartikulasikan nilai-nilai mereka dalam kaitannya dengan rasisme dan anti-imigran? c) Bagaimana nilai kelompok dominan (mainstream) Jerman berhadapan dengan subkultur Neonazi?

  3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah:

  1. Meneliti simbol-simbol yang dipakai oleh subkultur anak muda Neonazi dan bagaimana simbol-simbol tersebut diambil dari simbol yang sudah ada.

  2. Melihat bagaimana simbol-simbol tersebut dipakai untuk mengartikulasikan nilai-nilai mereka yang rasis dan anti-imigran.

  3. Melihat bagaimana simbol dan gaya hidup subkultur Neonazi berhadapan dengan kelompok mainstream yang memiliki resistensi balik terhadap mereka.

  4. Kerangka Teori dan Perspektif

  Penelitian ini akan menggunakan konsep subkultur untuk melihat fenomena Neonazi di Jerman. Subkultur menjadi subkultur karena dengan

  8 keunikannya dia berhadapan dengan nilai dominan yang ada di masyarakatnya.

  Inilah yang menjadi pemahaman umum mengenai subkultur. Pemahaman ini hanya melihat bahwa subkultur adalah sebuah resistensi terhadap yang dominan.

  Hebdige melihat bahwa subkultur tidak semata-mata resistansi kelompok minoritas berhadapan dengan mayoritas:

  The “subcultural response“ is neither simply affirmation nor refusal, neither “commercial exploitation” nor “genuine revolt”. It is neither simply resistance against some external order nor straightforward conformity with the parent culture. It is both a declaration of independence, of otherness, of alien intent, a refusal of anonymity, of

  9 subordinate status. It is an insubordination.

  Berbeda dengan pemahaman umum bahwa subkultur adalah sebuah bentuk deviasi, Hebdige melihat bahwa subkultur adalah sebuah deklarasi independensi dari keberlainan mereka.

  Hebdige melihat bahwa subkultur bergerak melalui suatu siklus perlawanan dan penentraman. Siklus ini berada dalam suatu kompleks kultural

  10

  dan komersial yang lebih luas. Pada suatu ketika simbol dan benda-benda dari gaya subkultur diangkat oleh kepentingan komersial dalam budaya populer.

  Simbol itu tidak lagi rahasia dan muram, dan hanya dimiliki secara eksklusif oleh kelompok subkultur.

  Berhadapan dengan nilai-nilai yang lain, subkultur berusaha untuk membedakan dirinya sebagai kelompok khusus dengan cultural capital yang dimilikinya.

8 Subculture dalam Wikipedia, http://en.wikipedia.org .

11 Mengacu pada Bourdieu ,

   as the cultural knowledge and commodities acquired subcultural capital by members of a subkultur, raising their status and helping differentiate themselves from members of other groups.

  Subkultur Neonazi terkenal dengan simbol-simbol yang mereka adopsi dari Na zi lama. Dengan „ketrampilan‟ khas anak muda, mereka mengadaptasikan simbol Nazi yang dilarang oleh negara. Mereka juga menggunakan simbol dari subkultur lain, termasuk mereka yang secara ideologis berseberangan. Dalam penggunanaan lambang dan ekspresi gaya, kelompok subkultur yang saling berlawanan memanfaatkan simbol yang sama dengan makna yang berbeda bahkan berlawanan. Neonazi juga meniru gaya baju kelompok Antifa yang melawan mereka. Mode terakhir Neonazi di Berlin adalah syal hitam-putih, yang dikenakan oleh militer kelompok garis keras Palestina. Simbol dan ketrampilan mereka mengolahnya merupakan pengetahuan dan komoditas sebagai modal subkultur.

  Dengan demikian, pemahaman mengenai simbol-simbol Neonazi menjadi penting untuk memahami bagaimana mereka mengartikulasikan ideologi rasisme mereka. Menurut St. Sunardi, kita dapat melihat budaya sebuah kelompok sosial, dengan melihat transaksi pertukaran tanda, dengan memperhatikan sistem tanda

  12 yang ada dan bagaimana para anggotanya menggunakan sistem tanda tersebut.

  9 Dick Hebdige, Hiding in the Light: on images and things (London and New York: A Comedia 10 Book, 1996) hlm. 35. 11 Hebdige, op.cit, 1999 : 258.

  Pierre Bourdieu (Ricard Nice, tr.), Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste, 12 (Cambridg: Harvard University Press, 1988).

  St. Sunardi, Semiotika Negativa (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004) hlm.71

  Rasisme adalah bagian dari ketakutan terhadap yang Lain. Konsep yang Lain mengacu pada mereka yang berbeda warna kulit, ras, etnisitas, mereka yang dianggap berbeda dibandingkan dengan mayoritas. Yang Lain adalah bagian dari Mereka berhadapan dengan Kita. Penegasan kekitaan, menjadi alat penegasan diri

  13 suatu “ego kolektif” yang panik.

  Salah satu jawaban kenapa terjadi kepanikan ego adalah karena ekonomi dan politik nasional dilanda krisis, sehingga angka pengangguran meningkat, ego merasakan hampa makna dan krisis kepribadian menggiringnya menjadi pelaku

  14 kekerasan kolektif.

  Dengan demikian, penting untuk melihat subkultur Neonazi secara sosiologis, untuk melihat struktur ekonomi politik yang menjadi konteks gerakan Neonazi. Meskipun begitu, cukup disadari bahwa struktur ini tidak cukup memberi jawaban mengenai kebencian mereka terhadap kaum imigran. Para pendatang asing ini dianggap sebagai parasit. Mengobyekkan yang Lain sebagai sumber rasa takut adalah sebuah strategi psikis untuk ego yang mengalami krisis.

  Penegasan diri ditemukan dalam tindakan kolektif destruktif terhadap yang Lain

  15 sebagai cara menghilangkan Si Jahat sumber ketakutan.

  Konsep mengenai Diri dan yang Lain berguna untuk melihat bagaimana kelompok Neonazi menggunakan simbol-simbol mereka untuk mendefinisikan diri dan menyatakan sikap terhadap para imigran asing. Fungsi simbol ditemukan 13 dalam hubungan simbol ini ke dalam, tentang Diri, dan ke luar, tentang yang Lain.

F. Budi Hardiman, Memahami Negativitas: Diskursus tentang Massa, Teror, dan Trauma (Jakarata: Penerbit Buku Kompas, 2005) hlm. 17.

  Di sisi yang lain, keberadaan subkultur ini bisa dipandang sebagai salah satu dari yang Lain. Berada dalam jalinan kultur dominan, keberadaan mereka juga bagian minoritas dalam acuan nilai dominan.

  Dalam studi subkultur, gaya subkultur merupakan suatu dinamika, yang menurut Culler berada dalam rentetan alih-ubah rangkaian item yang mengacu

  16

  pada susunan internal polarisasi. Penggunaan gaya yang sama oleh aliran yang berbeda merepresentasikan dinamika ini, misalnya gaya skinhead klasik berhadapan dengan Skinhead Nazi. Polarisasi ini dinyatakan secara terbuka dalam pengambilan gaya itu sendiri atau pada pernyataan diri. Kejengkelan kelompok Skinhead klasik menggambarkan polarisasi ini, yang dinyatakan melalui kategorisasi dan pernyataan diri dalam kategori tertentu yang berbeda dengan Skinhead Nazi. Dalam perjumpaaannya dengan subkultur yang lain, terjadi dinamika yang menjadi tarik ulur kekuasaan di antara mereka.

  Subkultur berada dalam konteks jamannya dan berhadapan dengan kultur dominan dan subkultur yang lain. Subkultur Neonazi berhadapan dengan kultur dominan yang tercermin lewat negara, dengan kebijakan politik Jerman untuk melindungi pengungsi, mendukung globalisasi ekonomi berikut aspek dan efek multikulturalnya. Jerman merupakan negara yang menyatakan diri sebagai negara demokrasi, dan mencantumkan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam undang-undang dasarnya.

  14 15 Ibid. 16 Hardiman, ibid, hlm.17-18.

  Culler, Jonathan dalam Dick Hebdige, Asal-usul dan Ideologi Subkultur Punk (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 1999) hlm. 257.

  Globalisasi, walaupun ditentang oleh gerakan politis Neonazi, turut menentukan dinamika Neonazi. Dalam prakteknya banyak dari subkultur ini yang tidak bisa dikatakan murni Jerman. Pembuatan website dengan provider dari Amerika Serikat atau membuat situs yang beralamat di luar negeri adalah bentuk dari cara berkelit dari aturan negara. Jerman melarang adanya propaganda Nazisme, tapi dibebaskan di Amerika Serikat, atas nama kebebasan berpendapat.

  Menurut Hebdige, persoalan subkultur lebih diletakkan pada momen luapan tontonan yang singkat dan alih ubahnya ketimbang pada obyeknya

  17

  sendiri. Dengan demikian kajian subkultur tidak terlepas dari kajian mengenai masyarakat yang menjadi konteks dan memiliki historisitas dalam pembentukan subkultur tersebut.

  Penelitian ini menggunakan 3 perspektif dalam melihat fenomena Neonazi, yaitu: perpektif Marxisme, untuk melihat konteks sosial ekonominya, perspektif Semiotika untuk melihat simbol yang digunakan serta melihat ideologi (nilai) dalam ekspresi kelompok, serta psikoanalisa untuk melihat perilaku subkultur Neonazi.

5. Kerangka Penulisan

  Penelitian ini akan menggunakan skema penulisan sebagai berikut:

A. Sejarah dan Kebangkitan Neonazi

17 Dick Hebdige, ibid, hm.259.

  Bagian ini merupakan telaah umum mengenai ideologi Nazi. Neonazi diletakkan dalam distansi dari Nazi „lama‟sebagai perbandingan antara arus ideologi Nazi dan Neonazi. Apakah Neonazi ini mengadopsi sepenuhnya nilai- nilai Nazi lama? Bagaimana ideologi ini diadopsi?

  B. Konteks Sosial Ekonomi Jerman Era Neonazi Kebangkitan Neonazi berhubungan erat dengan konteks sosial-ekonomi Jerman kontemporer. Dalam beberapa hal, kekecewaan kaum muda terhadap kondisi sosial ekonomi Jerman memicu tumbuhnya gerakan ini. Frustasi ekonomi yang menuju pada gerakan „fundamentalis‟ini menjadi salah satu aspek dalam wajah bopeng Jerman.Alih-alih dimusnahkan, ideologi dalam sejarah gelap Jerman ini justru hidup kembali dalam kultur anak muda Jerman.

  C. Subkultur Neonazi

  Bagian ini akan secara lebih mendalam membahas fenomena subkultur Neonazi. Bagian ini menjadi inti dari penelitian ini, dengan menggunakan pencarian dan pemeriksaan data yang didapatkan peneliti. Penelitian mencakup lambang-lambang simbol, gaya, penampilan, dll.

  D. Neonazi dalam Konteks Jerman Kontemporer Implikasi metodologis dari pembahasan subkultur adalah pembahasan pada kelompok mainstream di luar kelompok ini, pada bagaimana mereka menanggapi isu Neonazi, berikut simbol, ideologi dan perilaku mereka.

  Bagian ini merupakan tarik-ulur subkultur Neonazi dengan kelompok di sekitarnya.

6. Metode

a. Strategi Penelitian

  Penelitian ini bersifat kualitatif dan eksploratif, yaitu menggali data-data dari fenomena subkultur Neonazi.

  Karena sensitivitas persoalan Neonazi yang rasis dan anti-imigran berhadapan dengan subjek peneliti (perempuan, imigran, dan kulit berwarna), maka studi ini akan melihat fenomena subkultur Neonazi sebagai orang luar. Posisi ini menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian akan dilakukan sedekat mungkin pada kelompok ini sejauh memungkinkan.

  Penelitian mengenai subkultur ini sebenarnya ingin diarahkan pada sebuah studi etnografis yang lebih partisipatoris. Ini menjadi gambaran ideal yang harus berhadapan dengan keterbatasan penulis. Sebagai Ausländer dengan kulit berwarna, peneliti mempunyai kesulitan untuk melakukan pendekatan terhadap kelompok ini. Dalam beberapa pengalaman, mereka sudah menunjukkan sikap penolakan terhadap peneliti ketika mendekati mereka.

  Pengalaman pribadi penulis sebagai kulit berwarna berhadapan dengan kelompok Neonazi atau orang berhaluan ekstrem kanan menjadi bagian tak terpisahkan dari penelitian ini. Posisi peneliti menjadi bagian dari sisi refleksif

  18

  penulisan penelitian. Hal ini berpengaruh pada teknik penelitian yang bervariasi dari „just being around“ (mengamati sambil „jalan-jalan“) hingga wawancara mendalam.

b. Pengumpulan Data

  Pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

  1. Observasi Pengamatan terhadap simbol-simbol, ekspresi dan bahasa subkultur Neonazi

  2. Wawancara Mendalam Wawancara terhadap anggota kelompok Neonazi, pemerhati Neonazi, dan kelompok mainstream di luar subkultur tersebut.

  3. Hasil penelitian lain terhadap subkultur Neonazi

  4. Pengalaman individu penulis berhadapan dengan orang Neonazi. Posisi penulis sebagai seorang kulit berwarna merupakan pengalaman langsung mengenai sikap kalangan Neonazi terhadap penulis sebagai Ausländer.

c. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian ini memilih kota Berlin, Dresden, dan Karlsruhe. Berlin sebagai ibukota dan metropolitan Jerman sarat dengan dinamika multikultur, termasuk di dalamnya subkultur Neonazi. Kota yang lain adalah Dresden, dengan pertimbangan bahwa kota ini bagian dari daerah bekas Jerman Timur di mana dukungan terhadap kelompok ini sangat besar. Karsruhe adalah sebuah kota di bagian yang dulunya wilayah Jerman Barat, di mana dapat ditemukan anak muda dengan orientasi kanan.

18 Metodologi refleksif memberi perhatian besar pada relasi refleksif antar peneliti dengan subjek

  

penelitiannya, dan memberi keleluasaan pada peneliti terhadap tema-tema yang ditelitinya. (Willis,

1980: 95).

  Penelitian ini mengambil fokus pada simbol-simbol yang dipakai oleh kalangan Neonazi akhir-akhir ini, yang sebagian besar merupakan dokumentasi media, surat kabar, majalah, serta pemberitaan organisasi nirlaba. Penelitian mengenai tanda juga dihubungkan dengan pengalaman penulis sebagai bagian dari masyarakat Jerman dan sekaligus „Ausländer‟.

7. Signifikansi Penelitian

  Meskipun dilakukan di luar Indonesia, menurut penulis penelitian ini memiliki signifikansinya dalam melihat bangkitnya gerakan-gerakan fundamentalis yang muncul dalam konteks Indonesia. Gerakan-gerakan tersebut merupakan minoritas yang termanifestasikan dalam gerakan subkultur, yang dalam perkembangannya cukup meresahkan karena potensi anarkisnya. Pemahaman akan fenomena ini membantu kita untuk lebih jauh melihat persoalan-persoalan yang menjadi kegelisahan orang muda dalam konteks jamannya.