EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA

  

EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.)

PADA KELINCI PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

  Oleh : Yuda Kristama

  NIM : 028114025

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.)

PADA KELINCI PUTIH BETINA

  Diajukan oleh : Nama : Yuda Kristama

  NIM : 028114025 Telah disetujui oleh :

  Pembimbing I Yosef Wijoyo, M.Si, Apt.

  Tanggal : September 2007

  

Pengesahan Skripsi

berjudul

EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.)

PADA KELINCI PUTIH BETINA

  

Oleh :

Yuda Kristama

NIM : 028114025

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

  

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

pada tanggal : 6 Agustus 2007

Mengetahui

   Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing : Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. Panitia Penguji : 1. ………………….. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. …………………..

  Va dove Ti porTa il cuore Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang dihadapanmu dan kau tak tahu jalan mana yang harus kauambil, janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat. Tariklah napas dalam – dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini. Jangan biarkan apapun mengalihkan perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu. Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah, dan PERGILAH KEMANA HATI MEMBAWAMU...

  Susanna Tamaro Kupersembahkan karya sederhana ini bagi, Bapak & Ibu yang membawaku ke Dunia ini

  Dek I, Enci dan Ke CERIA an di hatiku “Nare” Beserta Almamaterku

  

PRAKATA

  Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Anti Inflamasi Ampas Wortel (Daucus carota L.) pada Kelinci Putih Betina“. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

  1. Yosef Wijoyo, M.Si, Apt, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan memberikan saran demi kemajuan skripsi ini.

  3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan memberikan saran demi kemajuan skripsi ini.

  4. Rita Suhadi, MSi. Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  5. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes selaku pembimbing akademik penulis atas segala bimbingannya selama ini.

  6. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andre, atas bantuan determinasi dan pembuatan herbarium wortel.

  7. Yohanes Sugianto, M.Si., atas bantuan dalam pembuatan preparat beserta bimbingan dan diskusinya dalam penyesaian skripsi ini.

  8. Mas Parjiman, Mas Heru dan Mas Kayat selaku laboran bagian farmakologi, atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium.

  9. Bapak, Ibu, Dek I, dan Dek Enci yang selalu mendukung terutama doa dan kasih sayang selama ini.

  10. Nina ”Nare” atas kasih sayang, Ke”Ceria”an, dukungan dan perhatiannya.

  11. Ina, Jeane, Dophing, Hendra, Supri, Lian, Thomas, Antok, Riasa, Ardhiyan dan Peter atas diskusi, masukan dan bantuan di laboratorium.

  12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 teristimewa kelompok A, kelas A, atas kebersamaannya disinilah kita merajut persahabatan.

  13. Teman – teman komunitas kontrakan Kobo, Heri, Gopa, Nowo, Danu, TP dan seluruh squadra Viola atas kebersamaan dan guyonannya selama ini.

  14. Teman – teman se“Kandang Manuk” Adhit, Pak Eko, Vicky, Kirman, Beni, Bowo, Bean, Fery dan “manuk – manuk” yang lain atas “Man For Others”nya.

  15. Sahabat – sahabat ku dan pihak–pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

  Yogyakarta, 6 Agustus 2007

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 6 Agustus 2007 Penulis

  Yuda Kristama

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel (Daucus carota L.) serta mengetahui perubahan histopatologi dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi.

  Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak pola satu arah. Metode uji yang digunakan adalah uji eritema yang telah dimodifikasi dengan peradang lampu TL UV 10 W, Black light, Sankyo,

  λ 352 nm. Hewan uji yang digunakan adalah kelinci putih betina, dewasa 4 – 6 bulan dan berat badan 1,5 – 2 kg. Empat puluh daerah uji dibagi dalam 8 kelompok secara acak, setiap kelompok

  2

  terdiri 5 daerah uji @ 4 cm . Kelompok I dan II merupakan kelompok kontrol negatif radiasi UVA selama 10 jam dan kelompok kontrol positif krim Hidrokortison asetat Bufacort®. Kelompok III–VIII merupakan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel secara topikal selama 4 jam dengan rentang masa pemberian 1 – 6 hari. Evaluasi penilaian dilakukan melalui pengamatan eritema pada jam ke-24 dan pemeriksaan histopatologi pada daerah uji. Data keduanya diskor dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal – Wallis dan Uji Mann – Whitney.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan pemberian ampas wortel 3 dan 4 hari. memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. Hal ini juga terlihat pada perubahan histopatologi kulit yang berupa berkurangnya penebalan stratum korneum beserta udem cairan inter sel.

  Kata kunci : anti inflamasi, eritema, ampas wortel, UVA, kelinci

  

ABSTRACT

  This research has been done with objective to prove the anti inflammation capability of carrot waste (Daucus carota L) and reveal the histopathology changes since carrot waste is given as an anti inflammation.

  This research is experimental with one way pattern randomized plan. The test method which is used is erythema testing modified with TL UV 10 W lamp inflammation, Black light, Sankyo,

  λ 352 nm. The animal which is tested is a whit female rabbit. The age is 4-6 months, the weight is 1,5 – 2 kg. The 40 test daerahs

  2 are divided into 8 groups randomly. Each group consists of 5 test daerahs @ 4 cm .

  Group I and II are a negative controlled group of UVA radiation for 10 hours and a Hydrocortisone Acetate Bufacort® cream positive controlled. Group III – VIII are a group receiving carrot waste treatment topically for 4 hours within 1- 6 days. The

  th

  evaluation is held by observing the erythema at 24 hour and histopathology analyzing on a test daerah. The results will be ranked and analyzed statistically with Kruskal – Wallis testing and Mann – Whitney testing.

  The observation results indicate that carrot waste has an anti inflammation capability. It’s shown by its capability of decreasing the erythema mean point and histopathology changes on a group receiving a carrot waste treatment within 3 and 4 days.

  Keywords : anti inflammation, erythema, carrot waste, UVA, rabbits.

  

DAFTAR ISI

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ....................................................... A. Tanaman Wortel ............................................................................. ii iii iv v vi viii ix x xi xv xvi xviii

  5

  4

  4

  3

  2

  1

  1

  B. Tujuan Penelitian ............................................................................

  Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................

  3. Manfaat Penelitian ..................................................................

  2. Keaslian Penelitian ...................................................................

  1. Permasalahan ...........................................................................

  BAB I. PENGANTAR ............................................................................... A. Latar Belakang ..............................................................................

  DAFTAR ISI............................................................................................... DAFTAR TABEL....................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

  ABSTRACT ..................................................................................................

  INTISARI....................................................................................................

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. PRAKATA.................................................................................................. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................

  5

  1. Nama daerah .............................................................................

  12

  5

  7

  7

  7

  8

  10

  10

  10

  11

  13

  4. Tes Granuloma .........................................................................

  16

  16

  17

  19

  20

  23

  24

  25

  26

  26

  5

  3. Induksi arthritis .........................................................................

  2. Morfologi .................................................................................

  4. Respon inflamasi ......................................................................

  3. Varietas .....................................................................................

  4. Ekosistem pertumbuhan ...........................................................

  5. Kandungan kimia .....................................................................

  B. Kulit ...............................................................................................

  C.

  Inflamasi .........................................................................................

  1. Definisi .....................................................................................

  2. Penyebab ...................................................................................

  3. Gejala .......................................................................................

  5. Mekanisme ................................................................................

  2. Radang telapak kaki belakang...................................................

  6. Inflamasi kulit ..........................................................................

  7. Obat anti inflamasi ...................................................................

  D. Kortikosteroid ................................................................................

  E. Beta karoten ...................................................................................

  F.

  Radiasi Ultraviolet .........................................................................

  G. Radikal Bebas .................................................................................

  H.

  Metode Uji Anti Inflamasi .............................................................

  1. Uji eritema.................................................................................

  27

  I. Keterangan Empiris ........................................................................

  27 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................

  28 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....................................................

  28 B. Variabel Penelitian .........................................................................

  28 C.

  29 Subyek dan Bahan Penelitian .........................................................

  D. Alat Penelitian

  30 E.

  30 Tata Cara Penelitian .......................................................................

  1. Penyiapan bahan uji ..................................................................

  30 2. Penyiapan hewan uji .................................................................

  31 3.

  31 Penetapan eritema .....................................................................

  4. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ............................

  31 5.

  32 Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ......................

  6. Orientasi penetapan waktu pemberian kontrol positif ..............

  32 7.

  32 Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel ........

  8. Pengujian efek anti inflamasi ...................................................

  32 9. Analisis data .............................................................................

  33 10.

  33 Pembuatan histologi kulit ........................................................

  11. Pemeriksaan histopatologi ........................................................

  34 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................

  35 A. Determinasi Tanaman ....................................................................

  35 B. Uji Pendahuluan .............................................................................

  35 1.

  36 Penetapan eritema ....................................................................

  2. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ...........................

  36

  3. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema .....................

  38 4. Orientasi pemberian kontrol positif krim hidrokortison asetat .......................................................................................

  40 5. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel .....

  42 C.

  44 Pengujian Efek Anti Inflamasi .......................................................

  D. Pemeriksaan Histopatologi ............................................................

  49 E.

  55 Perbandingan Uji Eritema dan Pemeriksaan Histopatologi ...........

  BAB V. PENUTUP ....................................................................................

  58 A. Kesimpulan ....................................................................................

  58 B.

  58 Saran ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

  59 LAMPIRAN ...............................................................................................

  63 BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................

  97

  

DAFTAR TABEL

  Halaman I Penetapa nilai skor eritema ..............................................................

  36 II Hasil uji statistik orientasi penetapan lama penyinaran UV A .........

  37 III Hasil uji statistik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ..

  39 IV Hasil uji statistik orientasi waktu pemberian krim hidrokortison asetat ................................................................................................

  41 V Hasil uji statistik orientasi lama masa pemberian ampas wortel .....

  42 VI Hasil uji statistik mean skor eritema pada perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian..........................

  45 VII Hasil uji statistik skor histopatologi daerah kulit uji .......................

  51 VIII Perbandingan uji eritema dan pemeriksaan histopatologi ................

  56

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman 1 Struktur kulit ....................................................................................

  8 2 Patogenesis dan gejala suatu peradangan ........................................

  10

  3 Skema dari mediator – mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi ..................

  15 4 Struktur hidrokortison asetat ............................................................

  19 5 Struktur kimia all-trans ß-karoten ....................................................

  20 6 Spektrum elektromagnetik ...............................................................

  21 7 Grafik orientasi penetapan lama penyinaran UV A..........................

  38 8 Grafik orientasi penetapan waktu pengmatan eritema......................

  40 9 Grafik orientasi pemberian krim hidrokortison asetat ......................

  41

  10 Grafik mean skor eritema pada orientasi lama masa pemberian ampas wortel ....................................................................................

  43

  11 Grafik mean skor eritema pada perlakuan pemberian ampas wortel ................................................................................................

  49

  12 Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan pada perbesaran 40x .........................................................................

  50

  13 Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran 100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada perbesaran 40x (2) ............................................................................

  52

  14 Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada

  53 perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 2 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................

  15 Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada

  54 perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................

  16 Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada perbesaran 40x (2) ............................................................................

  54

  DAFTAR LAMPIRAN

  63

  79

  78

  72

  70

  69

  68

  67

  66

  65

  65

  64

  64

  14. Hasil analisis statistik data pada perlakuan pemberian ampas wortel 1 – 6 hari beserta kontrolnya menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney...........

  Halaman 1. Surat pengesahan determinasi ..............................................................................

  13. Hasil analisis statistik data orientasi lama masa pemberian ampas wortel menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................

  12. Hasil analisis statistik data orientasi pemberian kontrol positif menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.................................................................

  11. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan waktu pengamatan eritema menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................

  10. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan lama penyinaran UV A menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................

  9. Skema kerja uji efek anti inflamasi.......................................................................

  8. Data skor histopatologi daerah uji ........................................................................

  7. Data skor eritema pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel .........................................................................................................

  6. Foto eritema kulit punggung kelinci .....................................................................

  5. Foto radiasi sinar UV A pada kelinci....................................................................

  4. Foto lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm ..................................

  3. Foto ampas wortel ................................................................................................

  2. Foto tanaman wortel dan wortel ..........................................................................

  85

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi merupakan mekanisme normal pertahanan tubuh. Disadari

  maupun tidak, setiap orang pasti pernah mengalami inflamasi. Sebenarnya inflamasi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu pembentukan keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1995). Akan tetapi kehadirannya selalu disertai dengan pelepasan mediator–mediator kimia yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan seperti adanya kemerahan (eritema), panas, pembengkakan, rasa sakit atau nyeri (Anonim, 2006a). Jika proses inflamasi lepas dari keseimbangan, bukan hanya sel pencedera yang dibuang, tapi sel yang sehat juga mengalami kerusakan, sehingga inflamasi menjadi lebih berat dan mengakibatkan kerusakan jaringan yang serius (Price dan Wilson, 1995). Karena dipandang dapat merugikan maka inflamasi tetap membutuhkan pengatasan dan pengendalian (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Wortel merupakan salah satu bahan alam yang dapat dikembangkan dalam industri obat. Beberapa informasi tentang khasiat tanaman wortel bukan hal yang asing lagi, seperti diantaranya sebagai anti kanker, radang, penyakit dalam pencernaan, mencegah serangan jantung dan penyempitan pembuluh darah dan masih banyak lagi (Cahyono, 2002). Beberapa penelitian juga telah membuktikan secara ilmiah khasiat wortel, diantaranya adalah sebagai hepatoprotektif (Widari, penelitian tersebut semakin meyakinkan peranan wortel dalam pengobatan dan memungkinkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bentuk dan khasiat wortel yang lebih baik.

  Bagian dari wortel yang belum banyak diketahui pemanfaatannya adalah ampasnya. Terkadang ampas hanya dianggap sampah atau limbah. Ampas merupakan hasil samping dari pembuatan perasan wortel. Beberapa penelitian tentang khasiat wortel sebagai anti inflamasi lebih sering menggunakan bentuk infusa (Hapsari, 2003), perasan atau sari (Widarsih, 2003) dan kombinasi jus (Inaktia, 2005). Dalam kehidupan sehari – hari telah ada yang menggunakan ampas wortel sebagai masker penghalus kulit dan untuk mengatasi luka bakar (Anonim, 2006b), akan tetapi hingga saat ini sepanjang penelusuran penulis penelitian tentang khasiat wortel dalam bentuk ampasnya belum pernah dilakukan.

  Berdasarkan kenyataan di atas, maka ampas wortel menjadi hal baru yang menarik untuk dibuktikan secara ilmiah khasiatnya sebagai obat anti inflamasi.

  Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai informasi pengembangan obat anti inflamasi dari wortel yang diaplikasikan secara topikal.

1. Permasalahan

  Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan permasalahan sebagai berikut: a. Apakah ampas wortel mempunyai efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema? b.

  Adakah perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi?

2. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran penulis selama di Universitas Sanata Dharma penelitian tentang efek anti inflamasi ampas wortel belum pernah dilakukan.

  Beberapa penelitian tentang daya anti inflamasi tanaman wortel yang telah dilakukan diantaranya adalah : a. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) (Rasmandani, 2004).

  Pemberian sari umbi wortel dengan dosis 5mg/KgBB dari hari ke-1 sampai hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit dibandingkan hari sebelumnya. Lama masa pemberian mempengaruhi daya anti inflamasi sari umbi wortel pada mencit jantan yang ditunjukkan dengan pemberian sari umbi wortel secara berlebihan ternyata menurunkan daya anti inflamasi sari umbi wortel.

  b.

  Daya anti inflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit jantan. (Widarsih, 2003).

  Air perasan umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya anti inflamasi perasan umbi wortel pada dosis 1,25; 2,5; 5; 10 dan 20 ml/kgBB berturut-turut sebesar 15,28%; 31,19%; 51,50%; 45,68% dan 37,80%.

  c. Daya anti inflamasi infusa umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit jantan. (Hapsari, 2003).

  Infusa umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya anti inflamasi infusa umbi wortel pada dosis 14,75; 9,5; 19 dan 38 g/kgBB

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis

  Menambah pengetahuan tentang khasiat tanaman wortel dalam bidang kefarmasian sebagai obat anti inflamasi, terutama bagian ampasnya.

  b. Manfaat praktis

  Memberikan informasi ilmiah dan kebenaran kepada masyarakat mengenai efek anti inflamasi ampas umbi wortel.

B. Tujuan Penelitian 1.

   Tujuan umum

  Penelitian dapat memberikan informasi alternatif pengembangan obat anti inflamasi dari ampas yang selama ini kurang dimanfaatkan.

  2. Tujuan khusus a.

  Membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema.

  b. Mengetahui perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi.

  5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Wortel

  Wortel merupakan tanaman beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya tanaman ini berasal dari timur dekat (Asia kecil, dataran tinggi, Turkmenistan, Transcaucasia, dan Iran) dan Asia Tengah. Tanaman ini diketemukan tumbuh liar sekitar 6500 tahun yang lalu (Rukmana, 1995). Dalam sistematika tumbuh–tumbuhan, tanaman wortel mempunyai nama spesies Daucus carota L yang termasuk dalam famili Apiaceae. (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963, 1965).

  1. Nama daerah

  Di Indonesisa wortel mempunyai nama daerah, diantaranya : Sunda / Priangan : Bortol Jawa : Wertel, wertol, bortol Madura : Ortel (Rukmana, 1995).

  2. Morfologi

  Secara morfologi organ–organ penting yang terdapat pada tanaman wortel adalah sebagai berikut : a.

  Daun Daun wortel termasuk majemuk, menyirip ganda atau tiga, dan berantai.

  Daun memiliki anak–anak daun yang berbentuk lanset (garis–garis). Setiap tanaman memiliki 5 – 7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis. b. Batang Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak tampak, berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1 – 1,5 cm). Pada umumnya, batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi oleh tangkai–tangkai daun yang berukuran panjang, sehingga kelihatan seperti cabang–cabang. Batang memiliki permukaan yang halus dan mengalami penebalan pada tempat tumbuh tangkai–tangkai daun.

  c. Akar Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dengan serabut akar.

  Dalam pertumbuhannya, akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan memanjang samapai 30 cm, tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai umbi wortel. Serabut akar menempel pada akar tunggang yang telah membesar (umbi), tumbuh menyebar ke samping dan berwarna kekuning–kuningan.

  d.

  Bunga Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk paying berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum–kuntum bunga terletak pada bidang lengkung yang sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji–biji yang berukuran kecil–kecil dan berbulu. e. Umbi Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Kulit umbi tipis berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan, karena kandungan karoten yang tinggi. Umbi wortel memiliki ukuran yang bervariasi, tergantung varietasnya (Cahyono, 2002).

  3. Varietas

  Jenis wortel berdasarkan bentuk umbi dikelompokan dalam 3, yaitu :

  a. Tipe Imperator, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, hingga mirip bentuk kerucut.

  b.

  Tipe Chantenay, yaitu golongan wortel yang umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar kerucut.

  c.

  Tipe Nantes, yaitu golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara tipe Imperator dan Chantenay.

  4. Ekosistem pertumbuhan

  Tanaman wortel memerlukan lingkungan tumbuh yang suhu udaranya dingin dan lembab, berkisar antara 15,6 – 21,1 °C. Suhu terlalu panas menyebabkan umbi kecil–kecil (abnormal) dan warnanya pucat dan kusam. Sebaliknya bila suhu rendah maka umbi yang terbentuk menjadi panjang dan kecil (Rukmana, 1995).

  5. Kandungan kimia

  Menurut Dalimartha (2000) wortel segar mengandung air, serat, abu, nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa), pektin, mineral (kalsium, natrium, magnesium, krom). Sebuah wortel ukuran sedang mengandung sekitar 15000 IU beta karoten.

B. Kulit

  Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar.

  Kulit berfungsi : 1. melindungi jaringan dari kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme,

  2. mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air secukupnya tetap terjadi (perspiratio insensibilis),

  3. bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan konstriksi dan dilatasi pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat, 4. dengan pengeluaran keringat ikut menunjang kerja ginjal, dan 5. bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu reseptor tekan, suhu, dan nyeri (Mutschler, 1991).

  

Gambar 1. Struktur kulit (Anonim, 2007a)

  Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutis. Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit, menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum diketahui (Sander, 2003).

  Keratinosit tersusun membentuk beberapa lapisan: lapisan basal, terdiri dari sel–sel yang dapat membelah; lapisan spinosa, terdiri dari sel–sel polygonal yang dihubungkan satu sama lain melalui jembatan antar sel (intercellular bridge); lapisan granulosa, terdiri dari sel–sel yang agak gepeng dengan sitoplasma kebiruan kaya granula keratohialin; dan akhirnya, lapisan permukaan keratinisasi, terdiri dari lembaran–lembaran skuama yang tidak berinti. Lapisan epidermis ini mencerminkan pematangan bertahap keratinosit, yang bergerak dari lapisan basal ke permukaan, dalam tenggang waktu sekitar 30 hari. Perlu dicatat bahwa mitosis hanya berlangsung dilapisan basal, bahwa dalam kulit normal (berlainan dengan epitel skuamus mukosa) terdapat suatu lapisan granuler, dan bahwa skuamus pada lapisan keratin tidak memiliki inti. Lapisan keratin yang berinti bersifat abnormal dan disebut parakeratosis (Sander, 2003).

  Epidermis dipisahkan dari dermis oleh sebuah membran basal, komponen utama taut epidermodermis. Dermis terdiri dari jaringan ikat longgar dan pembuluh

  • – pembuluh darah halus, dan memiliki folikel rambut. Zona superficial membentuk

  . Sedangkan dermis dari jaringan subkutis yang terutama terdiri dari

  papilla dermis

  jaringan lemak. Dermis juga mengandung kelenjar keringat, yang memiliki duktus tersendiri, dan kelenjar Sebacea (sebaceosa), yang melekat ke folikel rambut (Sander, 2003).

C. Inflamasi

  1. Definisi

  Inflamasi adalah respon atau reaksi protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan tubuh karena suatu rangsangan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Mutschler, 1991). Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 1997).

  2. Penyebab

  Penyebab inflamasi banyak dan beraneka ragam. Pengaruh yang sifatnya merusak sel sering disebut noksi. Noksius penyebab inflamasi dapat berupa kimia (obat–obatan), fisika (panas atau dingin berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi mikroorganisme atau parasit atau kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1991).

  Secara sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai berikut :

  

Noksius

Emigrasi leukosit

Kerusakan sel

  Proliferasi

Pembebasan bahan mediator

sel

Gangguan Perangsangan

  

Eksudasi

sirkulasi lokal reseptor nyeri

Pembengkaka

  Panas Pemerahan Gangguan Nyeri

3. Gejala

  Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan resptor nyeri (Mutschler, 1986).

  Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang

  mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia (Price dan Wilson, 1995). atau panas, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan

  Calor

  akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan tubuh yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1995).

  Tumor atau pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi yang

  timbul akibat pengiriman cairan serta sel–sel dari sirkulasi darah ke jaringan radang (Wilmana, 1995). Pembengkakan sebagai hasil adanya udema yang merupakan suatu akumulasi cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan jumlah sedikit kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tersebut (Underwood, 1999).

  Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui

  berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion–ion tertentu dapat merangsang ujung–ujung syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1995). Beberapa mediator kimiawi termasuk baradikinin, prostaglandin, dan serotonin diketahui juga dapat mengakibatkan rasa sakit (Underwood, 1999).

  Fungtio laesa atau hilangnya fungsi merupakan konsekuensi dari suatu

  proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1999).

4. Respon inflamasi

  Inflamasi biasanya dibagi dalam 3 fase: inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, seperti menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut (Katzung, 2001).

  Inflamasi kronis ialah inflamasi yang disebabkan jejas atau injuri yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari radang akut. Disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast (jaringan ikat). Radang kronis secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu : radang non spesifik dengan ciri–ciri memberikan gambaran mikroskopik yang sama pada bermacam–mcam sebab keradangan.

  Radang spesifik yang khas adalah radang granulomatik, yaitu radang kronik yang ditandai dengan terbentuknya sel–sel epiteloid yang dikelilingi sel radang MN dengan beberapa didapatkan giant cell. Perlu dibedakan antara granulasi dan granuloma. Granulasi adalah jaringan yang terdiri dari sel–sel radang MN, jaringan ikat fibrobalast, dan neovaskularisasi. Sedangkan granuloma adalah masa jaringan granulasi yang membentuk tumor (Sander, 2003).

  Ciri–ciri mikroskopik radang akut ialah infiltrasi sel–sel radang akut, vasodilatasi dan oedema. Sedangkan ciri–ciri mikroskopik untuk radang kronis ialah infiltrasi sel–sel radang kronis (MN), proloferasi jaringan fibroblast dan neovaskularisasi (Sander, 2003).

5. Mekanisme

  Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase A

  2 diaktifkan untuk mengubah

  fosfolipida yang terdapat disitu menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat dimetabolisme melalui dua jalur utama yaitu jalur siklooksigenase (COX) dan jalur dapat dilihat pada gambar 3. Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua isoenzim, yakni siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostasis dalam fungsinya (Katzung, 2001). Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Asam arakhidonat yang dikatalisis oleh siklooksigenase diubah menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi zat prostaglandin. Peroksida melepaskan radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan timbulnya nyeri. Prostaglandin yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI ), dan

  2

  tromboksan (TXA

  2 , TXB 2 ). Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua jaringan.

  Yang terpenting adalah PGE dan PGF yang berdaya vasodilatasi dan meningkatkan

  2

  2

  permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi.

  Tromboksan khusus di bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan Rahardja, 2002).

  Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat leukotrien (LT). LTB

  4 , LTC 4 , LTD 4 , dan LTE 4 dibentuk sebagai hasil dari

  metabolisme ini. LTC

  4 , LTD 4 , dan LTE 4 terutama dibentuk di eosinofil (Tjay dan

  Rahardja, 2002) dan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. LTB

  4

  khusus disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaksis yaitu menjadi arakhidonat oleh enzim fosfolipase A

  2 juga diubah menjadi lyso-glyseril- fosforilkolin yang kemudian diubah lagi menjadi Platelet Activating Factor (PAF).

  

Platelet Activating Factor menyebabkan agregasi dan pelepasan trombosit,

  vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan adhesi leukosit, dan kemotaksis leukosit.

  Rangsangan Gangguan membran sel Glukokortikoid

  (menginduksi Fosfolipida terbentuknya lipocortin) Fosfolipase A 2 Lyso-glyseril fosforilkolin Asam arakhidonat

  Antagonis OAINS siklooksigenase

  PAF Penghambat

  PAF lipoksigenase lipoksigenase Vasodilatasi, kemotaksis leukotrien

prostaglandin

tromboksan prostasiklin

  LTC /D /E LTB 4 4 4 vasodilatasi mengubah permeabilitas fagosit, vaskular, konstriksi bronkus, kemotaksis kemotaksis meningkatkan sekresi inflamasi inflamasi

  Bronkospasma, Kongesti, penyumbatan mukus

  

Gambar 3. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan

titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Katzung, 2001; Rang, Dale, Ritter dan Moore,

2003)

  Keterangan: OAINS = Obat Anti Inflamasi Non Steroid

  PAF = Platelet Activating Factor

  6. Inflamasi kulit

  Respon kulit terhadap jejas/injury dapat memiliki beberapa bentuk, yang secara kasar mencerminkan beberapa aspek peradangan, gangguan sirkulasi, cedera, dan nekrosis sel, regenerasi dan perbaikan, atau pembentukan tumor. Penyakit– penyakit kulit yang terpenting adalah penyakit idiopatik, penyakit akibat iritan kimia dan fisika dalam lingkungan (cedera eksogen), penyakit vaskuler, penyakit–penyakit degeneratif, penyakit infeksi, penyakit imunologis, kelainan pigmentasi, neoplasma, baik jinak maupun ganas (Sander, 2003).