Peranan lectio divina dalam membantu pengembangan spiritualitas katekis - USD Repository

  

PERANAN LECTIO DIVINA DALAM MEMBANTU

PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KATEKIS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Ilmu Pendidikan

Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yuliana Pawolung

  

021124029

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  

Skripsi ini kupersembahkan

Kepada

Papa tercinta yang mengajariku bagaimana berjuan untuk hidup dan

  

Mama terkasih (Almarhumah) yang menyadarkanku bagaiman berharap

dan bertumbuh dalam kerendahan hati

Para katekis khususnya yang sedang berkarya dalam

pelayanan dan pewartaan Sabda Allah.

  

MOTTO

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesuh dan berbeban berat,

Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28).

  

Adalah Rahmat untuk memulai yang baik;

Adalah rahmat yang lebih jauh lebih besar untuk

Setia menapaki jalan yang sudah terpilih….

  

Tetapi rahmat yang paling besar adalah

bila dalam situasi sulit dan hancur berkeping serta

tak berdaya masih tetap setia pada tujuan hidup

  

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN LECTIO DIVINA DALAM MEMBANTU

PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KATEKIS. Latar belakang pemilihna

judul ini adalah pemikiran penulis tentang panggilan khusus yang dimiliki katekis

dan peran pentingnya dalam tugas pewartaan Gereja, sebagai pewarta Sabda Allah

yang hidup di keluarga,Gereja dan Masyarakat.

  Hal yang dibutuhkan oleh seorang katekis dalam tugas pewartaan ini

adalah semangat Roh atau spiritualitas yang membantunya untuk menghayati

hidup, supaya menjadi saksi iman yang hidup, pengharapan dan cinta kasih bagi

dunia. Kendalanya adalah semangat Lectio Divina belum dikenal baik oleh para

katekis.

  Sehubungan dengan hal di atas penulis merumuskan beberapa point

penting yang bisa membantu yaitu: Apa yang dapat diupayakan oleh para katekis

untuk memakania tugas dan panggilannya? Bagaimana tugas dan panggilan

sebagai katekis dapat dihayati dalam terang dan semangat Sabda? Usaha macam

apa yang perlu didalami agar dapat membantu para katekis untuk tetap semangat

dan memiliki spiritualitas yang mendalam di tengah dunia yang senantiasa

berkembang dengan tawaran-tawaran duniawi, di mana seorang katekis terkadang

terjerumus di dalamnya.

  Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan pendekatan

deskriptif analisis yaitu: menggambarkan secara faktual keadaan yang terjadi

dalam memahami dan menghayati Lectio Divina untuk menimba semangat

Spiritualitas dengan mengadakan analisis berdasarkan studi kepustakaan antara

lain sebagai berikut:

Menemukan kembali jatidiri katekis yang memiliki spiritualitas sebagai pewarta

Sabda Allah; mengembangkan pemahaman dan penghayatan spiritualitas yang

terkandung di dalam doa dan perenungan Sabda agar menjiwai seluruh karya dan

pelayanan katekis di dalam hidup; menumbuhkan semangat pendalaman Lectio

Divina melalui katekese dan rekoleksi agar terjadi komunikasi iman dan dialog

partisipasif, doa dan refleksi, sehingga para katekis saling meneguhkan,

menyemangati dan memotivasi untuk tetap teguh dalam iman, harapan dan cinta

kasih.

  Dari hasil studi tersebut dapat dikatakan bahwa para katekis perlu

menelusuri dan merefleksikan kembali jatidirinya sebagai pewarta sabda Allah

dan mendalami serta menghayati spiritualitasnya melalui doa dan renungan Kitab

Suci sebagai dasar kekuatan dan inspirasinya dalam karya pewartaan dan

kesaksian hidup.

  

ABSTRACT

This Scrimption has entitled as: THE FUNCTION OF LECTIO DIVINE

  

IN THE DEVELOPMENT OF CATECHIST SPIRITUALISM. The historical

background of this title mainly based on the opinion of the writer herself about the

special call of the catechist and how important his or her role in the church

responsibility in spreading the word of God, as the preacher of God, the word

fully a live in the midst of families, Church and the society.

The necessaries a catechist should owned in preaching the word of God as to have

spirit of enthusiastic and spiritualism that could help him or her to comprehend

fully the life it self of experience the fullness of life, so she or he may become

enthusiastic witnesses of faith, hope and love to the word.

  His or her constraint is the spirit of Lection Divine which unknown fully to the Catechist. Based on the things writer above the writer come out with several

important points that could help. What can the catechist affiant on as fully

experience of responsibility and his or her vocation? How can this responsibility

and vocation can be comprehended by the catechist in the light and lest of the

word of God; What kind of exertion need to be deepened so that can be the source

of help to the catechist to remained reasons and has a deep spiritualism in the

midst of this world which is growing continuously in the presents world

materialism. Where sometimes a catechist falling into to.

  As a response to this problem, the writer uses analysis descriptive

approaching such as a factual to describe the event that happen in understanding

and comprehending fully Lection Divine for obtaining rest of spiritualism with

analysis based on the literature study such as: Refined catechist self identity

owned with spiritualism as the preacher of God’s word; to develop spiritualism

understanding and comprehending that contains in prayer and reflection on the

word of God that can inspire the whole services of catechist in life, increase the

inspiration of deepening Lection Divine through catechist and recollection which

can bear faithful communication and participation of dialogues in these then the

catechist will continuously motivated to stand firm in faith, hope and love.

  From this study could be said that catechist need guide over and reflect

self identity as the preacher of God’s word and comprehend his or her spiritualism

through prayer and reflection on the Bible the source of strength and inspiration in

owned preaching and witnessing life.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang menjadi sumber cinta

kasih, iman dan harapan, karena berkat kelimpahan rahmatNya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulsan skripsi ini dengan baik.

  Judul skripsi ini adalah: “PERANAN LECTIO DIVINA DALAM

MEMBANTU PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KATEKIS”. Dengan

penuh perjuangan disertai dengan berbagai hambatan dan tantangan, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan hati yang gembira. Penulisan ini

terdorong oleh tekad dan cinta penulis untuk memberikan sumbangan pemikiran

dan gagasan bagi para katekis baik katekis akademik maupun katekis non

akademik.

  

Penulis juga mendapat bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam

kepada:

  

1. Dr. Darminta, SJ yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

untuk membimbing dan membantu penulisan ini dengan penuh kesabaran, pengertian dan ketelitiannya, hingga penulisan ini selesai.

  

2. Yoseph Kristianto, SFK selaku dosen penguji II dan sekaligus sebagai dosen

wali yang dengan perhatian membimbing dan mendukung penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

3. Dra. Sri Murtini, M.Si, selaku penguji III yang memberi dukungan dan

  

4. Segenap staf dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan

Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitan Santa Dharma, yang telah mendidik, membimbing dan memberikan bekal pengetahuan yang sangat berharga dan bermafaat bagi penulis.

  

5. Segenap staf karyawan IPPAK yang memberi perhatian, sapaan dan semangat

yang berguna bagi penulis.

  

6. Fr. Herwanto, SJ yang telah memberi sumbangan pemikiran, kritik dan saran

serta mendukung penulisan skripsi ini.

  

7. Papa, Mama (almarhumah), kakak dan adik-adikku yang telah memberikan

perhatian, dukungan dan cinta dari awal kuliah sampai selesainya penulisan skripsi ini.

  

8. Sahabat sejatiku Anggoro Budi Waluyo yang memberi semangat, dukungan

dan selalu ada baik dalam suka maupun dalam duka, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

  

9. Teman-teman MUDIKA St. Yohanes Paulus Tukangan yang memberikan

motivasi, dukungan dan doa sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyelesaikan skripsi ini.

  

10. Teman-teman kost khususnya mbak Dyah yang menjadi teman curhat, yang

selalu siap membantu penulis bila mengalami kesulitan sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

  

11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 yang memberikan dukungan,

semangat dan cinta dengan caranya masing-masing sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

maka dangan hati yang terbuka, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan-

masukan yang membangun dan memperkaya demi semakin sempurnya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini, dapat bermanfaat dan memberi

inspirasi bagi yang membutuhkan, khususnya bagi para katekis di dalam karya

pelayanan Sabda.

  Yogyakarta, 9 April 2007

Penulis

Yuliana Pawolung

  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….i

  

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………....iv

PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………………...v

MOTTO ………………………………………………………………………….vi

ABSTRAK ……………………………………………………………………....vii

ABSTRACT …………………………………………………………………… viii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..ix

DAFTAR SINGKATAN…...……………………………………………………xii

DAFTAR ISI ………….. ……………………………………………………….xiii

  BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………….………….1 A. Latar Belakang ………………………………………………………….1

B. Perumusan Masalah …………………………………………………….9

C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….9

D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………..10

E. Metode Penulisan ……………………………………………………...10

F. Sistematika Penulisan ………………………………………………….10

BAB II. GAMBARAN TENTANG LECTIO DIVINA ……………………….13

A Lectio Divina ………………………………………………….…….....13

  1. Pengertian Lectio Divina …………………………………………..14

  2. Sejarah Singkat …………………………………………………….15

  3. Tahap-tahap ………………………………………………………..16

B Lectio Divina dalam Dokumen Gereja ………………………………..21

1 . Apostolicam Actuositatem …………………………………………22

  2. Dei Verbum ………………………………………………………..22

  1 Pengertian Spiritualitas ……………………………………………26

  2 Spiritualitas Dalam Lectio Divina …………………………………30

  3 Hal-hal Yang Dikembangkan Dalam Lectio Divina. ……………...31

  a. Rasa Religisitas ………………………………………………..31

  b. Rasa Sakralitas ………………………………………………...32

  c. Keakraban Dengan Yang Ilahi ………………………………...33

  

BAB III. LECTIO DIVINA DALAM HIDUP KATEKIS ……………………35

A Identitas Katekis……………..…………………………………………35

  1. Menurut Gereja …………………………………………………...35

  2. Dalam Realitas Hidup ……………………………………………..41

  3. Dalam Jiwa Pelayanan …………………………………………….42 B Peran Katekis….. …...……………………………………………….44

  1. Katekis Sebagai Fasilitator ………………………………………..44

  2. Katekis Sebagai Pendamping dan Pembimbing …………………..45

  3. Katekis Sebagai Figur …………...………………………………..45 C Relevansi Lectio Divina Dalam pewartaan Katekis.………………....47

  BAB IV. LECTIO DIVINA DALAM PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KATEKIS ……………………………………...50 A Spiritualitas Katekis………………..………………………………….50 B Manfaat Lectio Divina……… ………………………………………..55

  1. Dalam Pengembangan Spiritualitas Katekis …………………..….55

  2. Dalam Pewartaan Katekis …………………………………..…….61 C Katekese Lectio Divina Bagi Katekis Melalui Rekoleksi.………..…..64

  1. Katekese ………………………………………………………….64

  a. Unsur-unsur Yang Ada Dalam Katekese …………………….66

  b. Proses Katekese ………………………………………………72

  c. Model Katekese ………………………………………………73

  2. Rekoleksi …………………………………………………………77

  a. Pengertian Rekoleksi …………………………………………77

  4. Contoh Pertemuan Katekese ………………………………………84

  5. Contoh Pertemuan Rekoleksi ……………………………………..94

  

BAB V. PENUTUP………………………………….………………………...100

A Kesimpulan ……………………………………………………………100 B Saran …………………………………………………………………..112 DAFTAR PUSTAKA

  DAFTAR SINGKATAN A. Daftar Singkatan Kitab Suci.

  

Dalam skripsi ini, singkatan Kitab Suci mengikuti Daftar Singkatan Lembaga

Biblika Indonesia Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan

pengantar dan catatan singakat (Ende. Arnoldus, 1983:Hal.12).

B. Daftar Singkata Dokumen Gereja.

  AA = Apostolicam Actuositatem CT = Catechesi Tradendae (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus

  II tentang katekese masa kini, 16 oktober 1997). DV = Dei Verbum KHK = Kitab Hukum Kanonik

  C. Singkatan Lain Art = Artikel KK.KWI = Komisi Katekit Konferensi Wali Geraja Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan tugas perutusan menyebarluaskan Kerajaan Allah, Gereja mengundang partisipasi dari seluruh anggotanya. Alasan dasar dari undangan

  ini adalah kesamaan martabat kristiani yang diperoleh setiap anggota Gereja melalui sakramen pembabtisan dan penguatan.

  Secara istimewa panggilan untuk terlibat dalam pewartaan ini ditujukan kepada para awam. Keterlibatan ini dirasakan sangat penting, besar dan mendesak mengingat semakin kompleksnya masalah pelayanan yang dialami oleh Gereja, di satu sisi, sedangkan pada sisi lain jumlah awam dalam keanggotaan Gereja jauh lebih besar daripada jumlah kaum tertahbis. Sementara dunia terus berkembang dengan segala perubahan beserta berbagai dampaknya. Kesadaran akan keterbatasan Gereja dan munculnya berbagai masalah pelayanan akibat perkembangan zaman itu diungkapkan dalam dekrit Apostolicam Actuositatem (AA).

  Ada pun jaman kita menuntut semangat merasul kaum awam yang tidak kalah besar. Bahkan situasi sekarang ini jelas memerlukan kerasulan mereka yang lebih intensif dan lebih luas. Sebab makin bertambahnya jumlah manusia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan-hubungan antar manusia yang lebih erat bukan saja memperluas tanpa batas gelanggang kerasulan awam, yang sebagian besar hanya terbuka bagi mereka, melainkan juga menimbulkan masalah-masalah baru, yang menuntut perhatian serta usaha-usaha yang cekatan. Kerasulan itu semakin mendesak karena otonomi hanya bidang kehidupan manusia, sebagai mana wajarnya umat banyak bertambah, ada kalanya disertai penyimpangan-penyimpangan dari tata kesusilaan dan keagamaan serta bahaya bagi hidup kristiani. Selain itu di banyak daerah yang jumlah imamnya amat sedikit, atau ada kalanya terjadi direbut kebebasan mereka yang sewajarnya untuk menunaikan pelayanan mereka. Tanpa karya kegiatan kaum awam, Gereja nyaris tidak dapat hadir dan efektif. (AA art. 1) Medan demikianlah yang harus dihadapi oleh kaum awam Gereja dalam karya pewartaan dewasa ini.

  Di antara kaum awam ini hadir dan bekerjalah orang-orang yang mengkhususkan dirinya pada pewartaan sabda dengan cara membina dan mengembangkan iman umat. Mereka inilah yang biasa disebut sebagai katekis. Sebagai bagian dari kaum awam, katekis juga bekerja di medan yang sama. Namun demikian, medan pewartaan para katekis bisa dikatakan lebih khas bila dibandingkan dengan karya-karya awam yang lain. Dikatakan khas karena karya katekis lebih bersifat pelayanan yang menuntut pengorbanan besar tanpa diimbangi dengan hasil yang memadai. Dari sisi inilah kemudian muncul berbagai permasalahan yang sering menjerat hidup para katekis.

  Di bidang pastoral, karya dan peranan katekis sering kurang diperhatikan, bahkan tidak diperhitungkan baik oleh pihak umat maupun oleh pihak hirarki.

  Bahkan ada pastor paroki yang menganggap katekis bukan sebagai partner kerja dalam memelihara dan mengembangkan iman umat melainkan sebagai pesaing yang mengganggu. Dari segi ekonomi, tidak ada katekis yang mendapat gaji memadai, yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup berkeluarga. Meskipun demikian, mereka masih harus rela mengurbankan uang, tenaga, waktu juga perasaan mereka demi pelayanan kepada sesama. Dari segi sosial kita bisa melihat bahwa pekerjaan sebagai katekis lebih banyak disepelekan daripada dihargai jika dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lain: guru matematika, dosen, pegawai bank, dan lain-lain. Pada hal dari segi eksistensialnya, seorang katekis dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai di bidangnya. Ia dituntut agar selalu kreatif, trampil serta inovatif sehingga pelayanannya mampu menjawab kebutuhan umat.

  Permasalahan-permasalahan di atas sering menimbulkan permasalahan- permasalahan baru yang lebih bersifat pribadi. Permasalahan itu antara lain: perasaan bosan, malas, minder, kecewa dan bahkan putus asa. Sudah bersusah payah dan berkorban banyak ternyata tidak dihargai. Kadang muncul juga perasaan iri dengan orang lain yang memiliki pekerjaan menjanjikan. Ketidak puasan ini akhirnya memuncak pada perasaan frustrasi dan putus asa. Hal ini menimbulkan pergulatan batin yang amat besar bagi para katekis. Banyak katekis mampu bertahan dalam pergulatan itu, tetapi juga tidak sedikit katekis yang harus menyerah kalah dan mundur dari pelayanan. Mereka yang kalah ini ada yang terang-terangan alih profesi, tetapi ada yang sembunyi-sembunyi mencari pekerjaan lain dan mengabaikan pekerjaan pokok yang kiranya merupakan panggilan yaitu; membina iman umat.

  Bagi kelompok yang kedua ini, pekerjaan katekis tidak dapat lagi disebut sebagai panggilan, karena kebanyakan dari antara mereka lebih melihat segi materi yang didapat daripada melihat perkembangan iman umat binaannya.

  Tugas pewarta memang tidak ringan tetapi juga tidak sangat berat. Pergulatan hidup akan menjadi ringan bila ada keterbukaan hati untuk mengkomunikasikannya dengan orang lain. Bagaimanapun juga, keterlibatan pihak lain akan sangat membantu dan mendukung dalam meringankan beban tersebut. Kehadiran anggota keluarga yang berusaha merasakan pergulatan anggota keluarga lain, kehadiran sesama teman katekis, atau siapapun yang peduli akan sangat berarti untuk menyemangati para katekis. Tidak mengabaikan akan peran semua itu, Gereja menganjurkan agar para katekis semakin mempererat hubungan dengan Kristus, sumber, asal dan tujuan pewartaan.

  Kristus yang diutus oleh Bapa menjadi sumber dan asal seluruh kerasulan Gereja. Maka jelaslah kesuburan kerasulan awam tergantung dari persatuan mereka dengan Kristus yang memang perlu untuk hidup, menurut sabda Tuhan:” Barang siapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia menghasilkan buah banyak, sebab tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa- apa” (Yoh 15:5). Kehidupan dalam persatuan mesra dengan Kristus itu dalam Gereja dipupuk dengan bantuan-bantuan rohani, yang diperuntukkan bagi semua orang beriman, terutama dengan keikut sertaan aktif dalam liturgi suci. (AA art. 4). Dari segi eratnya hubungan itu katekis bukan hanya mampu bertahan dalam pergulatan hidup, terlebih lagi mampu memancarkan cahaya kehadiran Kristus yang menyelamatkan dalam sikap hidup sehari-hari.

  Anjuran untuk bersatu dengan Kristus ini diulangi lagi oleh Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran apostoliknya Catechesi Tradendae (CT). Berkaitan dengan hubungan katekis dengan Yesus dikatakan bahwa seorang katekis harus mendalami sabda Allah yang disalurkan oleh Magisterium Gereja, dan harus akrab-mesra dengan Kristus dan Bapa, betapa ia mempunyai semangat doa, dan mengingkari diri (bdk, CT. art. 9).

  Dua anjuran di atas menunjukan betapa pentingnya seorang katekis mendalami dan mengembangkan spiriutualitasnya yang bersumber pada keakraban dan keintiman dengan Yesus dan sabda-Nya. Keakraban dan kemesraan atau keintiman dengan Yesus hanya mungkin terjadi kalau orang mengenal pribadiNya. Pengenalan akan Yesus pun hanya akan terjadi bila orang mau membangun keakraban dan kemesraan dengan Kitab Suci, sabda Allah sendiri. Supaya bisa akrab dengan Kitab Suci, katekis harus banyak mengadakan latihan mendalami Kitab Suci baik secara perorangan maupun secara bersama-sama hingga akhirnya sungguh- sungguh dimampukan untuk meresapi sabda dan menjadikan sabda itu miliknya. Salah satu cara yang dapat mendukung usaha membangun keakraban dan keintiman dengan sabda itu adalah dengan mengadakan Lectio Divina. Dengan metode dasarnya yang memang membaca, mengolah dan merenungkan Kitab Suci, Lectio Divina dapat menuntun setiap orang beriman khusunya katekis untuk bukan hanya mengenal Kitab Suci, tetapi juga menjadikan Kitab Suci itu bagian dari hidupnya. Lectio Divina adalah cara berdoa yang paling sederhana namun paling mendalam. Doa ini merupakan pembacaan sabda Allah penuh iman dan doa, berpangkal pada iman dalam Yesus ( Mester, 1996:5). Sedangkan William Johnston (2001: 63), menyebut

  

Lectio Divina sebagai praktek membaca kitab suci secara perlahan-lahan dan penuh

  cinta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Lectio Divina adalah sebuah cara berdoa yang mendasarkan kegiatannya pada Kitab Suci atau sabda Allah. Namun karena cukup sentralnya peranan Kitab Suci dalam kegiatan ini, maka Lectio Divina dapat juga dilihat dan dikatakan sebagai kegiatan pendalaman Kitab Suci (Pandoyoputro, 2002;39-31). Dan bila dimasukkan ke dalam salah satu model katekese, Lectio Divina adalah Model katekese Biblis.

  Dalam sejarah perkembangan Gereja, Lectio Divina mempunyai peranan yang cukup penting dalam memelihara dan mengembangkan iman Gereja. Berdasarkan sejarahnya, doa ini telah ada dan dipraktekkan jemaat Kristiani sejak Gereja ada. Namun mulai mendapat kerangkanya sejak abad ke-4. Banyak orang telah mendapat kekuatan dan semangat dari doa ini. Mereka juga terdorong untuk terlibat dalam hidup dan karya Profetis Gereja serta dunia dan siap membaharuinya. Berkaitan dengan tujuan Lectio Divina, Rm. St. Damawijaya, Pr mengatakan sebagai berikut

  Bacaan rohani sudah menunjukkan ciri khasnya yaitu untuk membangun kehidupan rohani, hidup menurut Roh Allah. Bacaan itu terarah untuk membangun hubungan orang beriman dengan Allahnya yang diyakini sebagai penyelenggara kehidupan ini. Allah terus-menerus menyapa manusia yang tanggap akan rencananya. Rencana dan kehendak Allah itulah yang hendak ditanggapi oleh orang beriman dalam bacaan tersebut. (Darmawijaya. 1999: 20) Dari pernyataan di atas, jelas bahwa di dalam Lectio Divina terjadi usaha dari umat Allah bersama dengan Roh Kudus, untuk mencari dan menemukan Allah dan kehendakNya, kemudian kehendak itu berusaha dipahami untuk dijadikan penunjuk jalan dan pelita hidup. Untuk menempuh jalan menuju Allah, kepada kita masing- masing dianugerahkan cara hidup Gereja. Beberapa bentuk kehidupan itu bersumber pada kasih karunia Allah yang satu dan berada pada jalan yang satu, yaitu Kristus (Darminta, 1993: 22). Sabda Allah memang merupakan kekuatan bagi siapa saja yang mendalaminya dan ingin bertumbuh di dalam Roh. Dalam hidup bersama kegiatan

  

Lectio Divina berguna untuk memupuk iman Gereja, jemaat, umat kristiani dan kaum

religius.

  Sebelum Konsili Vatikan II, terjadi bentuk perubahan dan kebijaksanaan dalam gereja. Salah satu kebijakan Gereja yang merugikan adalah dilarangnya umat untuk membaca dan mempelajari Kitab Suci. Gereja hanya mengijinkan para klerus dan para religius, karena menurut paham gereja mereka telah disucikan. Umat dianggap tidak layak menyentuh, apalagi membaca buku suci itu. Maka lambat laun umat terjauhkan bahkan asing dari kebiasaan membaca Kitab Suci. Demikian pula, kegiatan Doa Lectio Divina berlangsung hanya sebatas pada tembok-tembok biara dan pastoran. Akibatnya di kemudian hari, doa ini semakin tidak dikenal oleh umat, sehingga tidak tahu lagi akan peran penting doa ini bagi kelestarian hidup iman mereka. Bahkan katekis pun yang dijuluki sebagai pewarta Sabda tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang apa dan bagaimana Lectio Divina itu. Umat tidak tahu bahwa dengan doa ini umat terbantu untuk mengenal dan bersatu dengan Allah sehingga memperoleh kekuatan dan semangat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan karena bersumber dari Yesus sendiri yang adalah Sabda. Dampak pelarangan ini sekarang masih dapat dirasakan dengan masih banyak umat yang enggan untuk membaca dan memdalami Kitab Suci. Bagi mereka, pembacaan dan renungan Kitab Suci adalah tugas kaum berjubah atau yang khusus studi tentang Kitab Suci. Pada hal Konsili Vatikan II telah mengoreksi kebijakan Gereja di masa lalu.

  Setiap katekis harus memiliki dan mengembangkan spiritualitasnya. Caranya adalah dengan setia membaca dan merenungkan Kitab Suci. Dengan spiritualitas yang dimiliki niscaya katekis dapat mewartakan Yesus Kristus dalam hidupnya.

  Spiritualitas katekis pada dasarnya adalah spiritualitas kristiani, maka juga mengandung segala kekayaan spiritualitas kristiani, seperti halnya awam pada dasarnya adalah anggota Gereja, maka juga mempunyai segala kekayaan sebagai anggota Gereja. Oleh karena itu “mereka harus memenuhi tugas mereka dalam gereja dan hidup sehari-hari, misalnya dalam keluarga, tempat kerja, kegiatan keduniaan dan waktu senggang sedemikian rupa, sehingga mereka meresapi dan mengubah dunia dengan cahaya dan kehidupan Kristus”. Pernyataan ini merupakan anjuran agar spiritualitas awam dikembangkan. Anjuran kepada anggota Gereja khususnya kepada katekis untuk kembali dan senantiasa berada dan menimba kekuatan dari sumber spiritualitasnya, Yesus dan sabdaNya dalam Kitab Suci, serta peranan dasar doa

  Lectio Divina yang mendukung usaha kembali kepada sumber spiritualitas, namun

  terlupakan itu mendorong penulis mengambil judul skripsi: PERANAN LECTIO

DIVINA DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN SPIRITUALITAS KATEKIS.

B. Perumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

  1. Apakah katekis menyadari pentingnya bersatu dengan Kristus sebagai sumber, kekuatan dan penjamin karya pewartaannya?

  2. Apakah katekis sudah mengenal Lectio Divina sebagai salah satu cara untuk mengembangkan spiritualitasnya?

  3. Bagaimana mereka itu biasa melaksanakan doa Lectio Divina itu, dan apa manfaat yang diperolehnya?

C. Tujuan penulisan Skripsi.

  Skripsi ini ditulis dengan tujuan:

  1. Membantu para katekis mengembangkan spiritualitasnya untuk semakin bersatu dengan sang sumber, Yesus Kristus.

  2. Menampilkan Lectio Divina sebagai salah satu alternatif untuk mengembangkan spiritualitasnya

  3. Memberi masukan untuk pengembangan Lectio Divina, agar katekis semakin terbantu mengembangkan spiritualitasnya

  4. Memenuhi persyaratan kelulusan sarjana strata 1 (S1) di IPPAK Sanata Dharma

D. Manfaat Penulisan

  1. Memberi sumbangan pemikiran bagi para katekis dalam usaha mendalami dan mengembangkan spiritualitasnya.

  2. Membantu katekis untuk mendalami spiritualitasnya.

  3. Membantu katekis melaksanakan dan mengembangkan kegiatan Lectio Divina yang baik. E. Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analistis yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisa data-data yang diperoleh baik melalui pengalaman maupun malalui studi pustaka.

  Karena penulis selama kuliah mendalami bidang katekese, maka penulis mencoba memberikan sumbangan pemikiran, bagaimana Lectio Divina dapat dikembangkan sebagai sebuah kegiatan katekese doa dalam bentuk katekese dan rekoleksi yang diharapkan menjadi lebih menarik dan mengena.

  F. Sistematika Penulisan Judul skripsi yang dipilih adalah “ Peranan Lectio Divina dalam Membantu Pengembangan Spiritualitas Katekis”. Judul ini akan diuraikan dalam 4 bab.

  BAB I : Bab ini diawali dengan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat serta metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini, dengan harapan dapat menjawab permasalahan yang ada dengan baik dan tepat. Sebagai garis besar dari isi skripsi ini penulis menguraikan secara singkat dan dalam sistematika penulisan.

  BAB II : Pembahasan dalam Bab ini, merupakan pemahaman awal dan jawaban atas permasalahan pertama, dengan tujuan para katekis mengetahui latar belakang munculnya Lectio Divina yaitu cara berdoa dengan Kitab Suci yang paling sederhana dan paling mendalam, yang dari padanya terpancar kekuatan ilahi, sehingga setiap katekis mendapat cara penghayatan yang lebih kuat yaitu: Spiritualitas sebagai pewarta Sabda. Bab ini dibagi dalam tiga pokok bagian pertama yaitu pertama, Pengertian dan latar belakang adanya Lectio Divina serta tahap perkembangannya yang akhirnya menjadi sumber spiritualitas bagi yang mendalaminya. Kedua, Pandangan dan harapan Gereja dalam bentuk dokumen tantang Lectio Divina, sehingga semakin jelas bahwa Lectio Divina merupakan sumber kekuatan dan spiritualitas yang akan dijelaskan dan dibahas pada bagian ketiga, yaitu Lectio Divina dan Spiritualitas.

  BAB III : Bab III ini adalah jawaban atas masalah kedua yang menguraikan tentang identitas katekis sebagai landasan pengenalan diri untuk pewarta Sabda yang sejati. Bagian ini untuk memperluas wawasan, pemahaman dan penghayatan panggilannya sebagai pewarta sehingga dalam hidupnya selalu sadar dan mau melaksanakan tugasnya secara lebih bertanggung jawab. Dengan mengenal jatidirinya, seorang katekis tahu dan mau mengembangkan spiritualitasnya yaitu dekat dengan Sabda itu sendiri. Bab ini dibagi dalam tiga bagian yaitu Pertama, Identitas katekis baik dalam Gereja, realitas hidup dan jiwa pelayanan. Kedua, Peran Katekis dalam tugas perutusan, yang menuntutnya hidup sesuai identitas yang dimiliki. Ketiga, Relevansi Lectio Divina dalam Pewartaan Katekis.

  BAB IV : Bab ini merupakan jawaban atas masalah ketiga yang menguraikan Lectio Divina sebagai salah satu model katekese Doa yang membantu meningkatkan spiritualitas baik sebagai pribadi maupun sebagai pewarta bagi sesama. Dengan demikian dapat diuraikan secara singkat spiritualitas katekis yang mengalir dari ketekunan dan kesetiaan merenungkan Sabda, serta manfaat dalam hidup dan perutusan katekis. Supaya Lectio Divina itu terarah dengan baik dan jelas, penulis memberi contoh-contoh dalam bentuk katekese yang terdiri dari tiga kali pertemuan dan rekoleksi satu kali pertemuan, yang memungkinkan peserta saling berkomunikasi iman sehingga semakin memahami Spiritualitas pewartaannya secara lebih mendalam.

  Seluruh uraian dan pemaparan dalam skripsi ini, ditutup dengan kesimpulan dan saran yang merupakan rangkuman dan penegasan seluruh tulisan penulis untuk membantu para katekis dalam memahami dan menghayati doa Lectio Divina yang membuatnya semakin dekat dengan Sabda sumber semangat dan kekuatan jiwa.

  

BAB II

GAMBARAN TENTANG LECTIO DIVINA A Lectio Divina Bagi Gereja jaman sekarang, melayani dan mewartakan Sabda adalah suatu

  tugas utama yang harus dilaksanakan. Pewartaan pertama-tama memberikan kesaksian tentang hal-hal agung yang dikerjakan Allah dalam hidup manusia. Orang diajak untuk selalu menyadari akan kenyataan bahwa Allah selalu ada. Oleh karena itu, setiap orang perlu membangun persahabatan dengan Allah melalui doa yang terus-menerus dan merenungkan firman-Nya sepanjang hari, karena mustahil menjadi sahabat Allah tanpa mengetahui apa yang Dia firmankan. Orang tidak bisa mengasihi Allah sebelum mengenal firman-Nya. Sebagaimana dikatakan dalam Alkitab “Allah menyatakan diri di Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-Nya” (1 Samuel 3:21). Kitab Suci membantu setiap orang untuk menemukan, mengenal dan mencintai Allah di dalam Sabda dan Karya-Nya.

  Meskipun orang tidak menghabiskan sepanjang hari mempelajari Alkitab, orang bisa merenungkannya sepanjang hari dengan cara mengingat ayat-ayat yang telah dibaca atau dihafal dan mempertimbangkannya di dalam pikirannya.

  Tekun dalam “bacaan rohani” atau meditasi seringkali disalah mengerti sebagai ritual yang sulit dan misterius yang harus dilakukan oleh bairawan-biarawati dan kaum mistis yang mengasingkan diri. Padahal, meditasi adalah berpikir secara terfokus, dengan suatu ketrampilan yang bisa dipelajari dan digunakan oleh semua orang di mana pun. Salah satu contoh adalah Lectio Divina.

  Lectio Divina adalah bentuk doa atau meditasi yang tetap relevan untuk dipakai.

1. Pengertian Lectio Divina

  Istilah Lectio Divina berasal dari Origenes. Menurut asal katanya, Lectio

  

Divina berasal dari kata latin Lectio yang berarti bacaan, dan Divina yang berarti

  hukum Ilahi. Terjemahan bebas dari kata ini adalah bacaan Ilahi. Kegiatan ini dibedakan dari bacaan biasa, seperti misalnya membaca koran: untuk mencari informasi, atau membaca novel: untuk mencari hiburan (Darmawijaya,1999: 22).

  

Lectio Divina adalah cara berdoa yang paling sederhana dan paling mendalam. Doa

  ini merupakan pembacaan sabda Allah penuh iman dan doa, berpangkal pada iman dalam Yesus Kristus ( Master, 1996: 5). Sedangkan William Johnston (2001: 63), menyebut Lectio Divina sebagai pratek membaca Kitab Suci secara perlahan-lahan dan penuh cinta. Namun karena cukup sentralnya peranan Kitab Suci dalam kegiatan ini, maka Lectio Divina dapat juga dilihat dan dikatakan sebagai kegiatan pendalaman Kitab Suci (Pandoyoputro, 2002: 30-31). Dan bila dimasukkan ke dalam satu model katekese, Lectio Divina adalah model katekese Biblis.

2. Sejarah Lectio Divina

  Pada awalnya tidak ada pembacaan yang diorganisir secara metodis, melainkan tradisi sendiri yang diteruskan dari generasi ke generasi lewat praktek umat kristiani.

  Ada banyak kebiasaan dan bentuk doa dalam umat Kristiani pada waktu itu, seperti; doa rosario, jalan salib, novena, doa Taize dan lain-lain. Namun diantara cara-cara yang ada, cara berdoa Lectio Divina adalah yang paling sederhana dan paling dalam, karena sarana utama adalah Kitab Suci yang adalah Sabda Allah sendiri.

  Cara ini ditemukan oleh para Bapa padang gurun yang hidup antara abad ke

  IV-VII di wilayah Timur tengah, yang kemudian dikembangkan di Barat oleh para rahib dari tradisi Benediktin (Pareira, 1992: 1).

  Dalam pelaksanaan Lectio Divina, tentu saja setiap orang mengalami kesulitan, seperti halnya para rahib dan biarawan pada zaman dulu, yang mana tidak selalu menikmati acara itu. Mereka perlu usaha yang ketat untuk bertahan dan menemukan ketenangan batin yang sejati.

  Ada dua hal yang dianjurkan oleh St. Benediktus kepada para pengikutnya yaitu: Pertama, Vacare yaitu istirahat atau sama sekali berhenti dari kerja. Hal ini sangat sulit bagi mereka yang selalu sibuk karena menghentikan pekerjaan demi membaca Kitab Suci seolah memulai “petualangan” yang tidak pernah kelihatan hasilnya. Kedua, intendere searti dengan memperhatikan yaitu mencurahkan seluruh kekuatan batin pada sabda Allah dalam Kitab Suci. Ini pun bukanlah hal yang mudah. ini adalah sebuah kerja spiritual yang amat berat, bagi siapa saja yang baru mulai melangkah dalam hidup spiritual (Stefan Leks, 1997: 62).

  Lectio Divina membutuhkan usaha yang amat serius, karena Kitab Suci

  adalah dasar dan sumber kekayaan iman yang perlu digali, dihayati dalam doa dan dihidupi lewat tindakan. Oleh karenanya keterbukaan hati dan ketulusan cinta perlu dimiliki, karena dengan demikian setiap orang akan bangga karena telah menemukan Kristus yang sebenarnya. Cara berdoa Lectio Divina ini berkembang menjadi milik Gereja sampai sekarang.