Peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh: NUR UMAMAH NIM 107022001528

K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh: NUR UMAMAH NIM 107022001528

Pembimbing

Drs. H. Azhar Saleh, MA. NIP: 19581012-199203-1-004

K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(3)

Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, telah diujikan dalam munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam.

Jakarta, 21 Juni 2011

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Penguji II, Sekretaris

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.

NIP. 19591222 1991103 1 003 NIP. 19750417 200501 2 007

Anggota

Pembimbing Skripsi Penguji I

Drs. H. Azhar Saleh, MA. Dr. Ujang Tholib, MA


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelas S.1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Juni 2011


(5)

Kepada Yth

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Di

Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala Puja dan Puji Syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Nikmat-Nya dan Kemuliaan-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia dari jalan kegelapan dan menuju jalan yang diridhai Allah SWT. Selanjutnya saya yang bertandangan dibawah ini:

Nama : Nur Umamah Semester : Tujuh

Nim : 107022001528

Jurusan : Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas : Adab dan Humaniora

Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Bermaksud ingin mengajukan Proposal Skripsi ini dengan “Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi, dengan memenuhi Persyaratan Proposal Pengajuan Judul Skripsi, Outline beserta daftar pustaka sementara

Demikian Surat ini saya sampaikan, atas persetujuannya saya ucapkan terima kasih Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, 02 Februari 2011 Mengetahui

Pembimbing Akademik Hormat Saya,

(Dr.H.M. Muslih Idris.,Lc,MA) (Nur Umamah) NIP. 1050228259


(6)

Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi

Munculnya persekutuan doktrin Wahabi dan kekuatan Saudi telah mulai sejak beberapa tahun yang lalu. Pada abad ke-20, dua perkembangan transformasi faham Wahabi dan kerajaan Saudi di dalam kekuatan utama dunia Islam terus berlanjut dan berlangsung hingga saat ini. Di mana Syeikh Abdul Aziz Ibn Saud (1902-1953) memerankan dengan lihai perjuangan antara Turki di satu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di sisi lain. Faham Wahabi (Muhammad Ibn Abd Wahab, 1703-1792) yang pada abad 18 di Arabia adalah merupakan respon penting terhadap perubahan-perubahan keadaan pada saat itu. dimana salah satu dari perubahan ini adalah mengembalikan Islam kepada ajaran yang murni sesuai al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, di mana semua itu memerlukan proses perlahan dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam.

Tulisan ini menyajikan serta memfokuskan kajian tentang bagaimana peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Pada masa ini (Raja Abdul Aziz) tanpa adanya gerakan

Wahabi, maka keluarga Sa’ud mungkin tidak akan mempunyai kesempatan besar

untuk menuntut suatu Semenanjung yang demikian luasnya. Gerakan Wahabi juga merupakan sumber legitimasi yang tidak putus-putusnya bagi rezim Saudi. Raja Abdul Aziz juga menjadikan gerakan Wahabi sebagai ideologi dalam pemerintahannya. Dalam hal ini, penulis juga berharap tulisan ini dapat mengisi mata rantai sejarah peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi, sehingga dapat memberikan banyak manfaat dan pengetahuan dalam penulisan sejarah selanjutnya.


(7)

ii

Tiada kata yang pantas terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada kekasih Allah dan manusia termulia, Nabi Muhammad SAW. yang telah membuka zaman baru bagi peradaban dunia.

Dalam studi di perguruan tinggi, skripsi telah menjadi keharusan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membahas skripsi yang berjudul Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada orang-orang dan instansi yang telah membantu terciptanya penulisan skripsi ini:

1. Dr. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora beserta seluruh jajarannya. Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. dan Ibu Sholikatus

Sa’diyah, M.Pd. selaku ketua dan sekertaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

2. Drs. Azhar Shaleh, MA. yang ditengah kesibukannya telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan arahan yang sangat berguna ke arah terwujudnya skripsi ini.


(8)

4. Seluruh staf perpustakaan Universits Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan

Iman Jama’ yang telah menyediakan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk menulis skripsi ini.

5. Kedua orang tuaku tercinta serta seluruh keluargaku yang telah memberikan doa restunya serta motivasi moril maupun materil dengan penuh keikhlasan yang sangat berharga bagi penulis.

Semoga amal yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang penulis menerima saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca yang budiman. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin Demikian sepatah kata dari penulis, semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semuanya.

Jakarta, 21 Juni 2011


(9)

iv

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BabI PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Konsep dan Teori ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

Bab II MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI 13

A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah ... 13

B. Biografi Tokoh Pendiri Gerakan Wahabiyah ... 17

C. Konsep Ajaran-ajaran Wahabiyah ... 23

Bab III UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI ... 31

A. Biografi Raja Abdul Aziz ... 31

B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi ... 36


(10)

MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI

ARAB SAUDI ... 56

A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul Aziz ... 56

B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab Saudi ... 58

C. Dampak dari Keterkaitan Gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi Negara Arab Saudi ... 63

Bab V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-saran ... 70


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia Islam yang cukup strategis, terutama di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang menjadi pusat ibadah haji kaum Muslimin seluruh dunia. Apalagi perjalanan Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi, sebab disanalah Rasulullah SAW lahir dan Islam bermula. Dari negara ini juga muncul gerakan Wahabi yang banyak membawa pengaruh di dunia Islam. Lebih jauh lagi, Arab Saudi sering juga dianggap sebagai reprentasi negara Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Arabia menjadi pusat bagi kerajaan Saudi dan gerakan Wahabi pada tahun 1745, di mana Ibn Sa’ud menjadi kepala sebuah pemerintahan kesukuan kecil di Arabia Utara dengan menjalin hubungan kepada seorang penyebar mazhab Hambaliyah, Muhammad Ibn Abdul Wahhab.1

Dengan semangatnya Abd al-Wahhab hendak membebaskan Islam dari semua kerusakan yang diyakininya telah menggerogoti agama Islam. Pada masa Abd al-Wahhab modernitas telah merevolusi konsepsi manusia mengenai realitas di dunia dengan memperkenalkan konsep yang mengguncang kesadaran. Modernisme juga telah menambah kompleksitas tatanan sosial dan ekonomi, sehingga masyarakat-masyarakat tradisional yang

1


(12)

berjuang untuk berkembang dan menjadi moderen merasa semakin terealinasi.

Di dunia Islam, masyarakat, budaya dan gerakan yang berbeda merespon dampak dari modernitas yang mengacaukan keseimbangan itu dengan cara yang beragam. Beberapa, seperti gerakan Kemalis di Turki misalnya menanggapinya dengan mencoba melancarkan Westernisasi dan sebisa mungkin bergerak menjauh dari Islam. Sedangkan dari gerakan Wahabi sendiri merespon kekuatan modernitas yang mengacaukan keseimbangan serta merespons situasi moral dan sosial yang rentan dan menyergapnya dengan mencari tempat perlindungan. Dalam hal ini, perlindungan itu diperoleh dengan melekatkan diri pada teks-teks Islam tertentu untuk mendapatkan rasa kepastian dan kenyamanan.

Menurut kaun Wahabi kita wajib kembali kepada Islam yang dipandang murni, sederhana dan lurus yang diyakini dapat sepenuhnya direbut kembali dengan mengimplementasikan perintah dan contoh Nabi secara riteral, dan dengan secara ketat mentaati praktek-praktek ritual yang benar.2

Adapun sebelum datangnya Abd al-Wahhab keadaan di wilayah Arabia sangat memprihatinkan. Tidak ada orang yang menegur kecuali beberapa orang yang dikehendaki Allah mampu menegur. Secara umum kebanyakan orang memusatkan perhatiannya kepada kehidupan dan

2

Khaled Abou El-Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan. Penerjemah Helmi Mustofa (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 61-63.


(13)

ambisi duniawi sedikit orang yang tegak untuk menegakkan kalimat Allah dan membela agama Allah.

Demikian halnya keadaan di kedua Tanah Suci (Makkah dan Madinah) dan juga di Yaman. Di daerah itu terkenal dengan adanya tindakan-tindakan syirik dan pembangunan kubah-kubah di atas kuburan dan pemanjatan permohonan dan permintaan selamat kepada para wali. Di Yaman aneka kemusyrikan itu sangat banyak. Melihat bercokolnya dan merajalelanya kemusyrikan di masyarakat dan tidak adanya orang yang bertindak untuk membasminya ataupun bangkit berdakwah ke jalan Allah, maka Abd al-Wahhab meneguhkan hatinya untuk berdakwah. Karenanya, saat beliau di Uyainah beliau bekerja keras untuk menyebarkan ilmu, memberikan bimbingan menyurati para ulama dalam membahas dakwah ini dan bertukar pikiran dengan mereka, dengan harapan mereka dapat bekerjasama dengannya dengan membela Agama Allah dan memerangi kemusyrikan. Dakwah beliau ini disambut baik oleh para ulama kedua Tanah Suci (Makkah dan Madinah), Yaman dan ulama negeri-negeri lain.3

Ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20 di bawah kepemimpinan Abd al-Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953) pendiri negara Saudi moderen, yang menganut teologi Wahabi dan menggabungkan dirinya dengan suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi cikal-bakal negara Arab Saudi. Pemberontakan Wahabi pertama di Semenanjung Arab pada abad ke-18

3

Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab:Dakwah Dan Jejak Perjuanganya. Penerjemah Rahmat Arifin Muhammad bin Ma’ruf (Jakarta: Megatama Sofwa Presindo, 1919 H), h. 28-30.


(14)

bertujuan menggulingkan kendali Utsmani dan memperkuat Abd al-Wahhab ke dunia Arab. Kaum Wahabi juga berupaya mengontrol Mekkah dan Madinah dan dengan melakukan itu Wahabi mendapatkan kemenangan simbolis yang besar dengan mengendalikan pusat spiritual dunia Islam.4

Dan pada tahun 1902 juga Abd Al-Aziz ibn Sa’ud berhasil merebut kota Riyadh yang ketika itu berada di bawah kekuasaan keluarga Al-Rasyid dari Najd Utara, dan memulai gelombang penaklukan yang mencapai tahap menentukannya pada penaklukan atas penguasa Syarif Hasyimiyah di Hijaz pada akhir 1924. Dengan meniru metode nenek moyangnya, Abd al-Aziz mencapai tujuanya dengan cara menyebarluaskan ideologi Wahhabiyah di tingkat masyarakat. Menjelang tahun 1917, Riyadh ibu kota kerajaan Abd Al-Aziz menjadi pusat kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dan prestasi keilmuan diberi penghargaan. Kehadiran pada shalat-shalat jamaah diwajibkan dan hukuman fisik diberikan kepada mereka yang tidak hadir. Merokok dilarang, musik dikutuk, dan tertawa keras dipandang sebagai tanda ketidak senonohan. Kehidupan di ibu kota dicirikan oleh keselarasan tingkat tinggi dalam perilaku umum yang berasal dari hasrat orang-orang beriman dan para warga negara pemerintahan Wahabiyah baru untuk memenuhi standar-standar keislaman sebagaimana yang ditafsirkan oleh ulama-ulama Nejd. Keselarasan perilaku yang dituntut selama era kebangkitan 1920-an ini, terabadikan dengan sendirinya.

4


(15)

Dengan menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah komunitas orang beriman yang disatukan oleh ketaatan mereka kepada Allah dan kemauan untuk hidup selaras dengan hukum-hukum Allah, ideologi Wahabiyah yang tumbuh dibawah kepemimpinan Abd al-Aziz membentuk sebuah identitas kebangsaan diantara masyarakat Semenanjung yang berbeda-beda secara etnis dan kesukuan itu. Dengan mengklaim pemerintahan atas persetujuan para ulama, Abd al-Aziz menjadikan keimanan dan ketaatan kepada dirinya sendiri sebagai penguasa Islam yang adil.5

Disinilah letak kemampuan Raja Abdul Aziz dalam memfungsikan hal-hal tersebut di atas yang menjadikanya dapat merealisasikan keberhasilan yang unik dalam menjalankan berbagai urusan Kerajaan Saudi Arabia sejak memulai berbagai upayanya yang sukses dalam menyatukanya sampai beliau wafat pada tahun 1953M. Selama pada masanya Raja Abdul Aziz memerintah dengan bijak dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi, terutama prinsip Syura, dengan adanya majlis atau dewan yang terdiri dari para ulama besar, pemimpin suku dan penguasa, yang mana Raja Abdul Aziz berkumpul dengan mereka dan meminta pendapat mereka tentang urusan kerajaan. Inilah yang paling penting di mana seorang raja harus seorang muslim yang lurus dan dikenal

5

John. L. Esposito. Ensklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 162.


(16)

baik agamanya. Dan Raja Abdul Aziz telah meletakkan teladan yang wajib diteladani oleh anak-anaknya.6

Pada tahun 1953 M, kepemimpinan Saudi telah melonggarkan penekanan identitasnya sebagai pewaris ajaran Wahabiyah. Namun dalam masyarakat pengaruh Wahabi tetap terlihat dalam keseragaman berpakaian dan perilaku umum lainnya. Yang lebih signifikan dari warisan Wahabiyah tampak nyata dalam etos-etos sosial yang mengaggap bahwa pemerintah bertanggungjawab atas moral kolektif yang mengatur masyarakat, dari perilaku individu hingga perilaku lembaga, bisnis dan pemerintahan itu sendiri.7

Di Saudi sendiri Islam tercantum sebagai agama negara dan sumber hukum. Ajaran Islam versi mazhab Wahabi itulah yang merajut aktivitas pendidikan, hukum, dan dasar etika masyarakat di Arab Saudi. Misalnya, pemerintah mengharuskan pertokoan dan kantor-kantor pemerintah ditutup ketika azdan shalat dikumandangkan dan mereka sangat dianjurkan shalat berjamaah. Menurut Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab, para ulama bertanggung jawab memperkenalkan dan mensosialisasikan ajaran Islam. Kerja sama ulama dan pemerintah (umara) disebutkan merupakan kewajiban. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat,

6

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, (Riyadh KSA: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud, 1419 H), h. 88.

7


(17)

zakat, puasa, dan haji. Adapun ulama membantu pemerintah memberi petunjuk bagi pelaksanaan ajaran agama itu.8

Bertitik tolak dari realitas yang ada ini penyusun merasa terpanggil untuk membahas lebih mendalam tentang Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Menbantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab

Saudi”. Dengan pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu

gambaran, dan jawaban yang konkrit dalam mengetahui sejarah mengenai peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Secara umum, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini seperti pengaruh Wahabiyah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pada masa lalu dan sekarang, latar belakang sosial, ekonomi, dan politik kehidupan ulama, karakteristik tradisi keagamaan yang berkembang dalam masyarakat di Arab Saudi. Namun karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, saya akan merumuskan pembahasan skripsi yang akan dikaji ini dalam beberapa pertanyaan:

1. Mengapa gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahanya di Arab Saudi?

2. Apa saja peranan yang diberikan gerakan Wahabiyah terhadap pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi?

8


(18)

3. Apa saja dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi?

Dan untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membatasi pembahasan pada kurun waktu pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953), yang mana pada masa ini ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini pula terdapat beberapa tujuan dan manfaat penelitian, dan adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kenapa gerakan Wahabiyah digunakan oleh Raja Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahanya di Arab Saudi. b. Untuk mengetahui peranan gerakan Wahabiyah terhadap

pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.

c. Untuk mengetahui dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.

2. Manfaat Penelitian

a. Agar dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa maupun masyarakat umum mengenai munculnya gerakan Wahabi di Saudi Arabia.


(19)

b. Dapat juga dijadikan sebagai bahan kajian dan untuk memperkaya wawasan tentang sejarah Islam.

c. Agar bisa juga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya. d. Untuk memenuhi sebagai syarat untuk kelulusan Strata 1.

D. Metode Penelitian

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejara dengan melalui beberapa tahapan:

1. Heuristik: mengumpulkan sumber-sumber dan mengumpulkan data-data serta beberapa tulisan tentang sejarah peranan gerakan Wahabiyah, khususnya yang membahas mengenai pada masa-masa dari kepemimpinan Abd al-Aziz ibn al-Sa’ud.

2. Kritik: sumber-sumber yang terkumpul kemudian dilakukan kritik, baik kritik terhadap sumber primer maupun skunder.

3. Interpretasi: pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas.

4. Historiografi pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap yang ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan pola khusus-umum yang dimulai dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa di mana gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz untuk mewujudkan pemerintahanya dan gerakan Wahabiyah menjadi suatu ideologi di Arab Saudi.


(20)

E. Konsep dan Teori

Dalam penulisan tentang masalah peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz, banyak sekali tulisan baik berbentuk buku, jurnal dan karya tulis lainnya penulis merasa kesulitan dalam sumber referensi, dan ditambah lagi kebanyakan sumber yang memuat tentang peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan Raja Abdul Aziz dalam bahasa asing seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dan mereka juga harus mencari mana yang benar-benar otentik dan otoritatif dalam membedah wacana tersebut.

Dan penggunaan sumber yang digunakan oleh penulis diantara buku-buku yang di kumpulkan adalah Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab dan Ajarannya, Imam Muhammad Bin Abdul Wahhad: Dakwah dan Jejak Perjuanganya, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, Sejarah Sosial Umat Islam dan lain-lainnya.

Kemudian menginterpretasi pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas.

Pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan pola khusus-umum, dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa Raja Abdul Aziz berkuasa, yang di


(21)

tandai dengan keterkaitan Wahabiyah di dalam mewujudkan kekuasaan Raja Abdul Aziz.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis dalan penulisan skripsi ini, maka dalam pembahasanya secara keseluruhan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, termasuk di dalam bab pendahuluan dan penutup, adapun susunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas uraian latar belakang masalah, identifikasi perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, konsep dan teori dan sistematika penulisan.

Bab II Berisi tentang Munculnya Gerakan Wahabiyah di Arab Saudi yang meliputi antara lain: proses berdirinya gerakan Wahabiyah di Arab Saudi, biografi tokoh pendiri gerakan Wahabiyah di Arab Saudi, dan konsep ajaran-ajaran Wahabiyah di Arab Saudi.

Bab III Upaya Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahanya di Arab Saudi. Bab ini terdiri atas biografi Raja Abdul Aziz, usaha-usaha yang dilakukan Raja Abdul Aziz dalam merebut wilayah-wilayah di Arab Saudi, peranan Raja Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahan Arab Saudi, dan kondisi Arab Saudi ketika dipimpin oleh Raja Abdul Aziz.


(22)

Bab IV Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Bab ini terdiri atas: gerakan Wahabiyah sebagai legistimasi perjuangan Raja Abdul Aziz, Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab Saudi, dan dampak dari keterkaitan gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.


(23)

BAB II

MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI

A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah

Gerakan modernisasi dunia Islam yang dilakukan para pembaharu muslim, memiliki semangat juang besar dalam membangkitkan semangat umat Islam untuk bangkit kembali menguasai sains dan teknologi, serta melakukan gerakan pemurniaan ajaran Islam yang merupakan inti dari gerakan tersebut. Gerakan pembaruan yang dilakukan oleh para tokoh tersebut bergema di seluruh penjuru dunia Islam. Oleh karena itu banyak di antara negara-negara muslim mengikuti gerakan pembaharuan tersebut, sehingga lahirlah tatanan baru dalam dunia Islam, yaitu kebangkitan dunia Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, pendidikan, dan kebangkitan melawan imperialisme Barat. Dan usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan modernisasi atau pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.9

Adapun pencemaran terhadap ajaran Islam yang terjadi di negara-negara Islam sudah bermula pada masa pemerintahan Islam Abbasiah di

9

Samsul Munir Amin,MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.Pertama, h. 361.


(24)

Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum Muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan Romawi.

Di Nejd terdapat beberapa desa yang dihuni oleh banyak kabilah atau suku-suku yang hidup di daerah pedesaaan. Antara daerah pedesaan dan perkotaan tidak adanya kecocokan. Mereka selalu terlibat permusuhan karena tidak adanya penguasa yang dapat menjaga kerukunan dan keamanan serta tidak dapat menegakkan keadilan. Hubungan antara daerah pedesaan dan perkotaan terus diwarnai oleh sikap permusuhan, perampasan dan berbagai tindak kekerasan yang sering meminta korban jiwa. Demikian pula dengan situasi kehidupan kabilah-kabilah di pedesaan yang diwarnai oleh sikap fanatik golongan. Akibatnya ketika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab muncul mereka masih mengalami perpecahan dan terbagi-bagi menjadi wilayah-wilayah kecil yang saling bermusuhan.

Sejarah gerakan Wahabiyah di Arab Saudi sendiri dimulai pada pertengahan abad ke-19 dengan munculnya persekutuan antara kepala suku

Nejd Selatan, Muhammad ibn Sa’ud dan Muhammad ibn Abdul Wahhab.10 Sebutan Wahabiyah sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh lawan-lawannya karena pimpinannya bernama Muhammad bin Abdul Wahhab.11

10

Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 161.

11

Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 151.


(25)

Bersamaan dengan masa pemerintahan Muhammad ibn Sa’ud dan penaklukan daerah yang dilakukannya, Muhammad bin Abdul Wahhab juga

sedang melancarkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dari wilayah Ainiyah

(dekat Riyadh) ke daerah sekitarnya dengan dukungan para amir, qadhi dan

ulama. Muhammad bin Abdul Wahhab melihat bahwa tujuan Ibnu Sa’ud

untuk memperluas daerahnya sama dengan tujuannya sendiri, yaitu menegakkan kalimat Allah di Semenanjung Arabia. Oleh karena itu Muhammad bin Abdul Wahhab mengirimkan surat kepada Ibnu Sa’ud untuk mengajak bekerja sama demi terwujudnya tujuan tersebut. Di mana pada saat itu Muhammad bin Abdul Wahhab berjanji akan menyatukan daerah yang mereka taklukkan bersama di bawah kepemimpinan Ibnu Saud. Pada awalnya Ibnu Saud meragukan tawaran tersebut karena mengira ada maksud yang terselubung dari Muhammad bin Abdul Wahhab. Tetapi akhirnya dia bersedia membicarakan tawaran tersebut dan disitulah Ibnu Sa’ud meminta dua hal kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Pertama, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak boleh menuntut kekuasaan jika usaha penaklukan dan perluasan wilayah berhasil. Kedua, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak boleh melarangnya untuk memungut pajak tanaman dan perdagangan dari warga. Muhammad bin Abdul Wahhab menerima tuntutan yang pertama dan berjanji tidak akan meminta kekuasaan apapun. Dan tentang tuntutan yang kedua Muhammad bin Abdul Wahhab juga berjanji tidak akan mengambilnya. Mendengar kesepakatan antara keduanya, para penguasa di sekitar Dariyah merasa cemas, bahkan ada yang langsung menyatakan diri


(26)

bersatu dengan wilayah Dariyah, seperti yang dilakukan oleh penguasa daerah Ahsa yang merupakan salah satu daerah di sekitar Riyadh. Sejak adanya kesepakatan tersebut dimulailah penaklukan yang bersifat politik dan agama sehingga satu demi satu wilayah di sekitar Dariyah, seperti Ainiyah, Ahsa, Wahsyim, Harimalla menyatakan diri bersatu dengan Dariyah.12

Pendakwah baru ini menjadikan Muhammad ibn Sa’ud (1765), yang kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah, sebagai sekutu dan menantunya. Fenomena ini menjadi contoh kasus lain tentang pernikahan antara agama dan penguasa. Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan agama, dan kekuasaan Ibnu Sa’ud dengan sangat cepat menyebar ke seluruh Jazirah Arab. Pengikut Ibn Abdul Wahhab disebut golongan Wahabi oleh lawan-lawan mereka. Salah satu contoh dalam perjuangan mereka untuk memurnikan ajaran Islam dari pemujaan pada orang-orang suci, dan dari

bid’ah-bid’ah lainya, mereka pernah menghancurkan Karbala pada tahun 1801, lalu merebut Makkah pada tahun 1803, kemudian Madinah pada tahun berikutnya di mana seperti yang telah kita ketahui bahwa di kota-kota tersebut telah terdapat kemusyrikan, dan mereka juga merusak makam-makam suci, dan membersihkan kota-kota ini dari kemusyrikan. Dan pada tahun-tahun berikutnya mereka juga dapat menyerbu Suriah dan Irak, serta melebarkan

12


(27)

kekuasaan dari Palmyra hingga Oman, daerah kekuasaan terluas di Semenanjung Arab.13

Wahabiyah yang pada mulanya sebuah gerakan kecil tapi pada akhirnya dapat berkembang dan kuat menjadi sebuah gerakan besar di Arab Saudi. Untuk selanjutnya, wilayah-wilayah yang masih tersisa berada di bawah kekuasaan keluarga al-Sa’ud dan keturunan Ibn Abd al-Wahhab. Wilayah-wilayah yang sempat dikuasai keduanya, yang mengambil nama al-Syaikh kini menciut hingga hanya meliputi daerah Nejd Selatan. Namun agenda sosial, keagamaan dan politik, yang berangkat dari ideologi Wahabiyah tetap berurat-akar di seluruh Nejd, yang kelak bangkit kembali ketika memasuki abad ke-20.14

B. Biografi Tokoh Pembawa Gerakan Wahabiyah

Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Nejd, Arab Saudi tahun 1703 M adalah seorang dari golongan Bani Siman, dari Tamim. Ayahnya yang bernama Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya, di masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan beliau juga mengajar hadis dan fikih di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman adalah seorang mufti di Nejd. Muhamamd bin Abdul Wahhab juga memulai belajar agama dari ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.

13

Philip K. Hitti, History Of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), Cet. Ke-10, h. 948.

14

Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 162.


(28)

Sampai pada akhirnya beliau berkelana mencari ilmu ke Makkah, Madinah dan Basrah.15

Pendidikan Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri dimulai di Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Kind. Di masa pendidikannya, kedua orang guru Muhammad bin Abdul Wahhab, yakni ustadz Sulaiman Kurdi dan Muhammad Hayat al-Kind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Abdul Wahhab. Mereka menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Abdul Wahhab.16 Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya, ia pindah lagi ke Baghdad dan di sini ia menikah dengan wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah isterinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke Hamdan dan ke Isfahan. Di kota tersebut akhirnya ia sempat juga mempelajari falsafah dan tasawuf. Dan setelah bertahun-tahun merantau akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.17

Selain falsafah dan Tasawuf, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga memiliki minat yang sangat besar terhadap buku-buku tafsir, hadis, dan prinsip-prinsip keimanan. Dia mempelajari fikih mazhab Hambali dari ayahnya yang merupakan seorang ulama mazhab Hambali juga hingga

15

Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 152.

16

Herry Muhammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 244.

17

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan), (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 23.


(29)

akhirnya beliau banyak memperoleh gagasan-gagasan tentang Islam yang benar. Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad Abd al-Wahhab sendiri adalah untuk memperbaiki kedudukan Islam, di mana hal itu timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana politik, tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu. Pada akhirnya beliau memutuskan usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan ritual-ritualnya, dia melanjutkan pergi ke Madinah di mana syekh Muhammad menentang praktek kaum Muslim yang bertawasul kepada makam suci Rasullulah SAW. Kemudian dia kembali ke Nejd, lalu dari sana dia berangkat lagi ke Basrah dengan maksud di mana setelah itu akan meninggalkan Basrah menuju Damaskus. Dan dari sana dia memutuskan pergi ke Huraymalah, salah satu dari kota-kota di wilayah Nejd.18

Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu untuk merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikiranya seperti termaktub dalam kitab at-Tauhid kepada masyarakat. Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat tanggapan banyak dan mendapatkan tantangan, salah satunya adalah dari saudaranya sendiri yaitu kakaknya, Sulaiman dan sepupunya Abdullah bin Husain.19

Dan sejak ayahnya wafat, Syekh Muhammad mulai bergerak mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri serta menolak praktik

18Ja’far Subhani

, Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Ajaranya. Penerjemah Arif M Dan Nainul Aksa (Jakarta: Citra, 2007), h. 12.

19


(30)

keagamaan para penduduk Huraymalah. Sekelompok orang dari Huraymalah mengikutinya, hingga kegiatan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab mendapat popularitas dan terkenal. Dengan berkembangnya dakwah yang dibawanya, Abdul Wahhab kemudian berangkat melanjutkan dakwahnya dari Huraymalah menuju kota Uyaynah. Pada waktu itu Usman bin Hamid adalah kepala daerah kota Uyaynah. Akan tetapi Usman menghindar darinya serta mengusirnya keluar dari kota Uyaynah.

Tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Uyaynah, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berangkat menuju kota Dar’iyyah salah satu kota yang termasyhur di wilayah Nejd. Saat itu Muhammad bin Mas’ud (datuk dari keluarga Sa’ud) adalah amir kota Dariyah. Dia pergi menemui syekh dan memuliakan serta bersikap baik kepadanya. Syekh juga memberikan janji kekuasaan serta dominasi kepadanya atas seluruh kota di wilayah Nejd. Dengan jalan inilah, hubungan antara Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pemerintahan al-Saud terjadi.20

Abdul Wahhab bekerjasama secara sistematis dan saling

menguntungkan dengan keluarga Sa’ud. Dalam waktu setahun sesampainya

di Dariyah, Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk kota. Pengikut Abdul Wahhab makin lama makin bertambah, sementara itu,

keluarga Sa’ud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan

20


(31)

dengan kepala-kepala suku lainya selama 28 tahun, secara perlahan namun pasti memasuki kejayaan.21

Dan adapun pemikiran Muhammad ibn Wahhab dapat mempengaruhi dunia Islam di masa moderen sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di masa sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam pada abad setelahnya. Pemikiran keagamaan yang dibawanya difokuskan kepada pemurnian tauhid, oleh karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.22

Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Arab Saudi. Orang-orang Eropa dan lawan politiknya menisbatkan nama “Wahabi” untuk menjuluki gerakan yang dipimpinnya. Di dunia Islam, nama Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal berkat perjuanganya memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.23

Abdul Wahhab juga termasuk ulama yang produktif. Puluhan judul kitab telah dikarangnya, diantara kitabnya adalah: Kitab at-Tauhid, Kasyfu Asy-Syubhat, Thulatha Usul, Mukhtasar as-Sirah an-Nabawiyah, al-Qawaid al-Arba‟, Usul al-Iman, kitab Mufib al-Mustafid fi Kufri Tariq

21

Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 245.

22

Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 151.

23


(32)

Tauhid, Syurut as-Solah wa Arkaanuha, kitab Fadh al-Islam, Majmu‟ Rasail fi at-Tauhid Wal Iman wa Masail al-Jahiliyah, Kitab At-Toharoh, Mukhtasar al-Insof fi Ma‟rifah ar-Rajih Minal Khilaf, Nasihah al-Muslimin bi Ahaadith Khatimah Mursalin, kitab al-Kabair, Mukhtasar Zaadul Ma‟ad, kitab

Fadailul Qur‟an, Istimbath Minal Qur‟an, al-Hudha an-Nabawi, Majmu

as-Sawaiq, Majmu‟ al-Hadith „Ala Abwab al-Fiqh, Ahaadith al-Fitan,

Mukhtasar Bukhari, Ar-Rasail asy-Syakhsyiyah, Ikhtisar as-Syarh al-Kabir, Masail al-Jahiliyyah dan sebagainya.

Disamping itu terdapat anak-anak murid Muhammad bin Abdul Wahhab yang muncul sebagai tenaga penggerak Da’wah As-Salafiyah di tempat-tempat wilayah Arab Saudi. Mereka kebanyakan telah menjadi qadhi dan Mufti di seluruh pelosok tanah Arab. Di antara mereka itu adalah Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah al-Husain al-Naasiri, Syeikh Sa’id bin Huja’i, Syeikh Abdurrahman bin Naami, Syeikh Hamid bin Naasir bin Utsman bin

Ma’mar, Syeikh Ahmad bin Rasyid al-Uraini, Syeikh Abdul Aziz Abu Hasan, Syeikh Abdul Aziz bin Suwailim, Syeikh Hasan bin Aidan dan lain-lain sebagainya.24

Adapun ajaran tauhid yang dibangun oleh Muhammad ibn Abdul

Wahhab itu yang semula hanya di Nejd, Arabia Tengah dengan Dar’iyyah

sebagai pusatnya, menyebar keseluruh Jazirah Arabia, kemudian keluar Arabia, seperti ke Mesir, Afrika, India bahkan sampai juga ke Indonesia.

24

Prosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam,


(33)

Ajaran tersebut dibawa oleh para jamaah haji yang datang ke Makkah, mereka menyebarkan ajaran itu setelah berkenalan dengan ajaran tauhid tersebut di Makkah. Ajaran Ibn Abdul Wahhab dikokohkan lagi dengan

dukungan kekuatan politik yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Sa’ud.

Bersatunya agama dan politik tersebut membuahkan negara besar Saudi Arabia. Abdul Wahhab sendiri wafat tahun 1792 di Dar’iyyah, yang sempat juga menyaksikan dakwah yang dilakukan oleh para pengikutnya.

Di sinilah kita dapat melihat bahwa Ibn Abdul Wahhab adalah seseorang yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembaharu pra-moderen di samping menyerang praktek-praktek sufi yang menyeleweng juga tidak menerima para pengikut taqlid buta dalam masalah agama pada umumnya. Beliau hanya mengakui al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagaimana dipraktekkan oleh para sahabat terdahulu dan menentang otoritas aliran-aliran yang berkembang pada zaman pertengahan.25

C. Konsep Ajaran-Ajaran Wahabiyah

Kelahiran Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam di Makkah pada tahun 570 H, membuat bangsa Arab berperan makin penting dalam percaturan dunia. Dalam abad-abad selanjutnya para khalifah Arab berhasil membangun sebuah negara yang kuat dan berpengaruh. Tahun 660 H, khalifah Muawiyah memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus. Namun pada tahun 750 H kerajaan Islam itu mulai terpecah-pecah. Berbagai

25


(34)

kerajaan kecil semacam keemiran berdiri dan selama ratusan tahun berperang satu sama lain. Hingga pada abad ke-15, kerajaan Turki Ottoman menguasai sebagian Jazirah Arab, terutama di bagian Utara dan Barat Laut. Kemudian pada abad ke-18 Inggris ikut pula menancapkan kekuasaan di negeri ini.

Sampai akhir abad ke-19 tak ada kekuasaan yang benar-benar kokoh di tanah Arab. Akibatnya, keemiran selalu jatuh bangun dan timbul tenggelam karena saling berebut kekuasaan. Di antara banyak keemiran itu,

para emir dari dinasti Sa’ud yang paling menonjol dan bertahan lama. Pada abad ke-17 dinasti Sa’ud sudah mulai meluaskan wilayahnya sedikit demi sedikit. Emir-emir yang lemah di sekitarnya ditaklukannya. Dan pada awal abad ke-18, mereka telah dapat menguasai Makkah dan Madinah, dua kota suci yang terpenting bagi pemeluk Islam.26

Makkah dan Madinah merupakan dua kota tempat bermulanya agama tersebut. Legitimasi rezim bersandar pada pengalaman keagamaan orang Arab yang dikaitkan dengan pembaru keagamaan Muhammad Abdul Wahhab, yang dominan di Arab Tengah sejak pertengahan Abad ke-18.27

Munculnya faham Wahabi (Muhammad ibn Abd Wahab, 1703-1792) pada abad ke-18 di Arabia merupakan respon penting terhadap perubahan-perubahan keadaan pada saat itu dimana menurutnya Islam telah tercemari. Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, tapi merupakan proses perlahan

26

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), h. 218.

27

Shireen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman Dan Kesatuan. Penerjemah Ajat Sudrajat (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 171.


(35)

dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam. Dalam waktu panjang, perlahan kekuasaan Turki yang pada waktu itu berada di Balkan kembali dan kemajuan Inggris di India yang masih jauh dari Arabia, namun pengaruhnya terasa melalui Turki dan Teluk Persia dan sungguh terefleksikan di antara jamaah haji yang datang ke Arabia menimbulakan kemarahan pada kaum Wahabi.28

Inti dari ajaran Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah dan Mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah:

Pertama, ketuhanan yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut dengan nama al-Muwahhidun). Kedua, kembali kepada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub dalam al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan tindakan, seperti shalat dan beramal. Keempat,

percaya bahwa al-Qur’an itu bukan ciptaan manusia. Kelima, kepercayaan yang nyata terhadap al-Qur’an dan Hadis. Keenam, mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar. Ketujuh, mendirikan negara Islam berdasarkan hukum Islam secara eksklusif.

Tujuan utama ajaran Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat yang sudah tercemar. Untuk itu ia sangat serius dalam memberantas bid’ah, khurafat dan tahkayul yang berkembang di tengah-tengah umat. Ia menentang pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat untuk mencari berkah. Abdul Wahhab menganggap bahwa segala objek

28

Lewis, The Crisis Of Islam:Antara Perang Suci dan Teror Islam, (Surabaya: Jawa Pos Press, 2004), h. 130.


(36)

pemujaan, kecuali terhadap Allah adalah palsu. Menurutnya, mencari bantuan dari siapa saja kecuali Allah adalah syirik.29

Bila dilihat dari karyanya, Abdul Wahhab termasuk ulama yang produktif. Puluhan judul kitab telah dikarangnya, sesuai dengan kiprahnya, buku-buku yang ditulisnya berkaitan dengan tauhid. Adapun definisi tauhid, menurut Abdul Wahhab adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya adalah menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.30

Abdul Wahhab juga mendefinisikan tauhid sebagai al-ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT. Hal ini karena setiap Rasul yang diutus, kalimat utama yang dikumandangkan adalah seruannya hanya kepada Allah manusia beribadah. Adapun tauhid oleh Abdul Wahhab, dibagi menjadi empat bagian. Pertama, tauhid Uluhiyyah. Ini mengandung pengertian hanya Allah saja yang wajib disembah. Kedua, tauhid Rububiyah, tauhid kepada Allah sebagai pencipta sesuatu. Ketiga, tauhid asma dan sifat, yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah. Keempat, tauhidaf‟al, tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah. Jika ditilik dari subtansinya, tauhid kedua sampai keempat, lebih sebagai tauhid ilmu dan keyakinan. Sedangkan tauhid pertama adalah tauhid amali yang sesungguhnya. Menurut Abdul

29

Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 246.

30

Syekhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, Alih Bahasa Yusuf Harun, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007), h. 4-5.


(37)

Wahhab, kebanyakan manusia menyakini tauhid rububiyah, asma, sifat serta af‟al.31

Wahabisme tidak menyebarkan dirinya sebagai salah satu aliran pemikiran atau salah satu orientasi tertentu dalam Islam, tetapi menyatakan diri sebagai “jalan lurus” Islam. Dengan menyatakan memiliki ketaatan harfiah pada teks agama Islam, dia dapat membuat klaim keotentikan yang dapat dipercaya pada saat identitas Islam yang sedang diperebutkan. Selain itu, para penganjur Wahabisme menolak untuk disebut atau dikatagorikan sebagai pengikut tokoh tertentu, bahkan termasuk Abdul Wahhab sendiri. Di sini para penganjurnya hanya sekedar mematuhi ketentuan salaf as-shalih.

Syekh Muhammad bin Abdul wahhab, yang gerakannya memiliki karakter khusus memerangi segala bentuk syirik dan khurafat, menyerukan kemurnian Tauhid, serta melindungi Tauhid dari segala noda.32

Kelompok salafi/Wahabi ini cenderung menolak semua aliran fikih dalam Islam, apalagi fikih mazhab. Bagi kelompok salafi, aliran fikih adalah sebuah pemikiran manusia, karena itu jika ingin beribadah dengan benar, maka harus mengikuti apa yang dilakukan ulama salaf. Karena sikap ini salafi menjadi gerakan yang sangat konserfatif, puritan dalam gaya hidup, dan tekananya lebih kepada keimanan individual, moral dan praktek ritual. Adapun masalah-masalah sosial budaya dan isu politik mereka kurang

31

Mohammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 247.

32

Salaf As-Sahih (para pendahulu yang terbimbing yaitu oleh Nabi dan para Sahabatnya). M. Imdadun Rahmat, Arus Balik Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah Ke Indonesia), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 69.


(38)

memberikan perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini telah menyebar ke Kuwait, Yaman dan Utara Saudi.33 Pemikiran Salafiyah yang di ambil dari bahasa Arab adalah merupakan pemikiran Islam tradisional. Dr. Abdul al-Mun’in al-Hifni menjelaskan bahwa golongan Salafiyah adalah mereka yang mengajak kembali kepada perilaku para ulama salaf (al-Salaf al-Shalihin).34

Syekh Muhammad Wahhab memperoleh inspirasi dari pemikiran Imam Hambal yang ditafsirkan oleh Ibnu Taymiyah. Rentang waktu yang memisahkan antara Wahab dengan Ibnu Taymiyah dan antara Ibnu Taymiyah dengan Hambal mencapai sekitar lima abad, tetapi walaupun demikian, pemikiran Imam Ahmad bin Hambal teryata mampu menembus waktu. Ibnu

Taymiyah yang menentang inovasi (bid’ah), pemujaan terhadap wali, dan ziarah ke tempat suci, semua hal itu diikuti dan diterapakan oleh pengikut Syekh Wahhab dalam tindakan yang nyata. Pada tahun 1801 mereka merebut Karbala dan merusak makam Husain, sehingga menimbulkan kemarahan yang tiada pernah padam di kalangan orang Syiah. Mereka juga menghancurkan beberapa makam yang dihormati.35

33

Majalah Risalah NU Oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, (Jakarta: Risalah NU, Edisi 13/Tahun II/1430 H), hlm. 70.

34

M. Aunul Abied Shah, Islam Garda depan. (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 40. Yang Dikutif Dari Dr. Al-Mun’im Al-Hifni, Mausu‟ah Wa Al-jama‟at Wa Al-Madzahib Al-Islamiyah, (Dar Al-Rasyad: Kairo, 1993). h. 245.

35

Akbar S. Ahmed, Citra Muslim (Tinjauan Sejarah Dan Sosiologi) dengan judul asli (Discovering Islam, Making Sence Of Muslim History and Sosiety). Penerjemah Nunding Ram. (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 161-162.


(39)

Faham atau mazhab Wahabi pada hakikatnya adalah kelanjutan dari mazhab Salafiyah yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Tetapi walaupun seperti itu, ada hal yang membedakan gerakan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dengan gerakan Salafiyin yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Ibnu Taymiyah menyebarkan dan mengajarkan fahamnya melalui tulisan-tulisan,

Mujadalah (dialog atau perdebatan) serta Munaqosah. Ibnu Abdul Wahhab sebenarnya bukanlah seorang yang dapat dikatakan kuat dan bukan pula orang yang fanatik, namun ia adalah seorang yang dimusuhi sehingga mengharuskannya untuk mencari perlindungan. Ia memperoleh perlindungan itu dari Muhammad ibn Sa’ud, penguasa Dar’iyah yang merupakan juga salah satu pengikut faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan bantuannyalah Abdul Wahhab memulai ajakan untuk mengikuti mazhabnya.36

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga telah membuktikan dirinya sebagai seorang Mujaddid pada posisi tertinggi dan sebagai penerus yang sah dari Iman Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taymiyah.37 Hingga sangat jelas dalam ajaranya Syaikh benar-benar menekankan perlunya merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah dalam masalah aqidah dan tidak menerima persoalan-persoalan apa pun tentang aqidah yang tidak bersumber dari

al-Qur’an dan Sunnah. Dan berikut ini merupakan faham-faham dan pemikiran tentang gerakan Wahabiyah: tidak boleh taklid dalam masalah aqidah, tidak

36 Mustofa Muhammad Asy-Ayak’ah,

Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M. Basalamah (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 392-393.

37

Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung. Penerjemah Hamid Lutfi A.B, (Bandung, Mizan 1976), Cet. Kedua, h. 16.


(40)

boleh menerima faham dan ajaran aqidah yang tidak bersumber dari

al-Qur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian tauhid seperti pada masa Nabi Muhammad SAW, segala yang membawa dan mengajak kepada kemusyrikan dan khurofat harus ditinggalkan.38

38

M.Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajaranya,


(41)

BAB III

UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI

A. Biografi Raja Abdul Aziz

Pada awal abad ke-18 lahirlah seorang idealis muslim di Nejd yang bernama Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud, yang kemudian memulai suatu gerakan Islam murni di Nejd dengan tujuan membawa Islam kembali ke ajarannya yang asli. Gerakan ini bernama Wahabi yang pada awalnya di pelopori oleh Muhammad Abdul Wahhab yang pada saat itu mendapatkan penganutnya yang kuat di dalam keluarga penguasa Saudi. Dan di antara salah satu penganutnya atau pengikutnya adalah Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal al-Sa’ud pendiri kerajaan Saudi Arabia yang lahir pada tahun 1880 M, di ibukota Saudi, Riyadh.39

Raja Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud (1880-1953) yang lebih dikenal dengan nama Raja Abdul Aziz al-Sa’ud, dilahirkan di Riyadh dari seorang ayah yang bernama Abdul Rahman, yang pada waktu itu merupakan Sultan dari kota Nejd. Ayahnya diusir dari Riyadh pada tahun

1309/1891 oleh seorang pejabat penasihat keluarga dari Ha’il hingga akhirnya

ia mencari perlindungan ke Kuwait.40

39

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 351.

40

Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1999), h. 154.


(42)

Ibnu Saud yang dilahirkan di Riyadh adalah merupakan anak pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sarah binti Ahmad al-Kabir Sudayri. Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Ibnu Saud mengikuti keluarganya dalam pengasingan ke Kuwait setelah direbutnya tanah keluarga oleh Dinasti Rashidi. Beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait dalam keadaan tidak berharta.41

Dan untuk mengetahui tentang biografi seseorang lebih mendalam, ilmu moderen telah membuktikan bahwa lingkungan kehidupan seseorang memainkan peranan pokok dalam membina dan membentuk kepribadian seseorang, maka keterkaitan seseorang dengan kondisi lingkunganya. Sejak masa kanak-kanak, secara ekonomis, sosial, budaya memiliki pengaruh besar dalam pembentukan dan penyiapan kepribadian seseorang untuk peran masa depan yang hendak ia lakukan. Dan siapa saja yang telah mempelajari kondisi lingkungan tempat Raja Abdul Aziz yang dibesarkan di daerah Nejd, pasti akan memahami bahwa kondisi lingkungan sekitar tempat pertumbuhan dirinya dalam berbagai bidang yang merupakan faktor pendukung pertama dalam pembentukan kemauan keras Raja Abdul Aziz. Tidak terdapat perbedaan di antara berbagai sumber, bahwa Raja Abdul Aziz tumbuh berkembang pada masa terjadinya perselisihan antara keluarganya yang menyeret mereka kepada perang saudara. Dan di tengah-tengah situasi ini Imam Abdurrahman bin Faisal bin Turki al-Sa’ud ayahanda Raja Abdul Aziz sangat memperhatikan agar anaknya mempelajari prinsip-prinsip membaca

41


(43)

dan menulis, menghafal beberapa surah al-Qur’an mempelajari ilmu-ilmu

syara’ dan memperoleh pendidikan agama yang benar.42

Kiranya memang sedikit sulit untuk mengetahui sejarah seseorang seperti Abdul Aziz yang berkuasa sejak sekitar tahun 1901 sampai tahun 1953, di mana pada masanya itu beliau menghadapi bermacam-macam peristiwa besar dan kecil, mudah dan sukar serta melaksanakan berbagai soal politik dan masyarakatan yang sebagian besar dari pemimpin-pemimpin lain tidak sanggup untuk menjalankannya.43

Abdul Aziz sebenarnya hanya seorang manusia biasa, di mana pada masa hidupnya ia pun memulai kehidupan dengan belajar dan menimba ilmu seperti kebanyakan orang lainnya. Namun situasi yang dialami keluarga begitu cepat mendorong Abdul Aziz untuk meninggalkan kehidupan sekolah, dan condong kepada kehidupan kepahlawanan, dan persiapan dirinya untuk ikut di dalam berbagai peristiwa yang dialami oleh keluarganya. Namun hal ini tidak membuat Raja Abdul Aziz takut, malah beliau menyambut hal itu dengan senang, yang membuatnya untuk ikut dalam peristiwa yang dialami keluarganya. Tidak lama kemudian beliau belajar cara berperang, di mana beliau belajar menggunakan senjata, memainkan pedang, menaiki kuda serta menaiki unta. Ayah beliau juga mengarahkan kepada kegiatan olahraga, yang membuat ia dapat mengalahkan para sebayanya dan dapat mengungguli

42

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 55.

43


(44)

prestasi mereka pada bidang ini. Orang tuanya juga mengajarkan etika keluarga dan membuatnya senang untuk mendengarkan sejarah kakeknya, Imam Faisal bin Turki, tentang keberanian dan berbagai kehidupan kerasnya. Maka cara yang konsisten dalam mengembangkan pribadinya, baik bersifat duniawi maupun keagamaan yang berdasarkan pada iman yang kuat kepada kekuasaan Allah merupakan faktor pendukung bagi pembentukan kemauan keras dan kepercayaan diri Raja Abdul Aziz al-Sa’ud. Pada waktu itu Raja Abdul Aziz ikut keluar menemani ayahnya serta keluarganya dari Riyadh menuju kehidupan desa, setelah hijrah dari Riyadh, sehingga mereka mendapatkan tempat perlindungan.

Pada masa ini sungguh kehidupan mereka sangat keras, Raja Abdul Aziz mempelajari banyak hal seperti kebiasaan dalam kehidupan yang keras, sabar dalam berbagai kesusahan, mengenal dinamika zaman serta berbagai tabiat orang. Kehidupan ini pun juga memperkuat kemauan dan percaya diri, sehingga dapat membantunya melewati berbagai kesulitaan dan merupakan salah satu faktor pendukung dalam pembentukan kemampuan dan kepercayaan kepada dirinya.44

Setelah berpindah dari Riyadh, ke Kuwait yang terletak di ujung Teluk Persia, menjadikan negara Kuwait sebagai tempat tinggal keluarga Ibn

Sa’ud. Di sini mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil yang berbeda jauh ketika mereka tinggal di Riyadh yang merupakan sebuah istana.

44

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 56.


(45)

Keluarga Saud, karena merupakan keluarga besar mereka berdesak-desakan tinggal di rumah tersebut. Dibandingkan istana yang luas di Riyadh, dengan sejumlah pelayan dan budak, kehidupan kota yang menjemukan ini sangat menekan mereka. Syekh Muhammad orang yang menampung keluarga al-Saud, yang merupakan Syekh dari Kuwait jarang membayarkan santunan yang telah dijanjikan karena pemerintah Turki jarang membayar kepadanya, dan meskipun ramah ia juga kikir dan tidak ada kemauan untuk membantu keluarga Saud. Bagi Ibnu Saud, ia tinggal di Kuwait penuh pengalaman baru. Sampai saat itu, ia juga tinggal dengan kaum Murra45 yang sangat primitif dan liar. Ibnu Saud juga hidup sebagaimana lazimnya pemuda Arab. Ia juga senang dan sering bersantai-santai di pelabuhan sambil mendengarkan cerita-cerita para pelaut. Ia duduk dan sering tenggelam dalam obrolan bersama para pedagang dan pelancong, syekh-syekh dari Baghdad, Damaskus dan Konstantinopel. Ibnu saud sangat kuat dengan akal cerdas serta sikapnya yang terbuka.46

Di Kuwait ini juga merupakan tempat sekolah Abdul Aziz al-Sa’ud mempelajari seni politik serta praktis. Ia dapat mengamati berbagai peristiwa pertentangan, yang waktu itu terjadi di antara keluarga Shabah demi mencapai pintu pemerintahan. Hal ini juga merupakan peristiwa pertama yang direkamnya dari berbagai peristiwa pergolakan. Ia belajar bahwa dunia

45

Kaum Murra: kaum di mana keluarga Ibnu saud tinggal bersama yang berasal dari tepi Samudra Hindia. H. C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri

Kerajaan Arab-Saudi). Penerjenah Ati Nurbaiti, dkk(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 14.

46

H.C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa, (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri Kerajaan Arab -Saudi), h. 14-15.


(46)

ini milik orang-orang yang menang. Akhirnya ia mendapatkan bahwa Mubarok (saudara dari Syekh Kuwait) mendekatinya dan memberikan keleluasaan padanya untuk menghadiri berbagai majlisnya dan mendengarkan berbagai pembicaraannya dengan wakil negara-negara asing di wilayah Teluk seperti Inggris, Rusia, Jerman, Utsmaniyah. Ia pun melihat berbagai orientasi dan aliran politik yang saling bertentangan.

Dan dari berbagai hal tersebutlah dapat terlihat bahwa kehidupan yang diwarnai aneka macam orientasi politik merupakan salah satu faktor pendukung utama yang mengajarkan kepada Abdul Aziz bahwa kemauan keras dan percaya diri termasuk dari faktor-faktor pembentukan kepribadian yang dengannya dapat menghadapi berbagai aliran-aliran politik yang dialami wilayah ini, yang hingga akhirnya dia menjadi seorang raja di Saudi Arabia.47

B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayah-wilayah di Arab Saudi

Negara Saudi Arabia yang terbentuk pada sekitar abad ke-19 M ini, memiliki sejarah panjang yang berakar kuat dengan sejarah etnik Arab yang paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW, setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafah ar-Rasyidin dengan sistem kekhalifahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M dilanjutkan oleh keluarga Amawiyah, dan memindahkan ibukota

47

Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 57.


(47)

pemerintahanya ke Damaskus, Syiria.48 Tahun 750 M pemerintah Islam Abbasiyah menggantikan Bani Umayyah dan memindahkan pusat pemerintahanya di Baghdad. Sebagai sebuah wilayah Islam yang cukup tua ia (Saudi Arabia sekarang) sangat diperhitungkan dengan sebutan sebagai wilayah “Haramain”. Bahkan sejak abad ke-10 M ketika berbagai kerajaan kecil muncul, seperti halnya dinasti Fatimiyah yang ingin menyaingi Abbasiyah di Baghdad, ketika mereka berupaya ingin meningkatkan statusnya sebagai kekhalifahan, akhirnya wilayah “Haramain” telah dijadikan

simbol perebutan status kekuatan spritual politik dunia Islam, di mana sang khalifah ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah.

Dalam beberapa ratus tahun berikutnya wilayah ini masih terus bertahan sebagai suatu wilayah yang masing-masing dipegang oleh suku-suku Arab, hingga tahun 1500-an kesultanan Turki Usmani akhirnya berhasil menyatukan kembali dan menguasai seluruh Jazirah Arabia, termasuk daerah-daerah sekitar Utara dan Barat Laut.

Meski sejak abad ke-16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai Turki Ottoman (Utsmaniyah), namun berbagai keamiran tetap berkuasa. Inilah yang membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir abad ke-19 M. Di antara banyak keamiran, Amir dinasti Saud muncul sebagai kekuatan politik yang paling berpengaruh dan paling menonjol. Mereka mulai muncul sejak abad ke-18 M sebagai wilayah suku di wilayah Hijaz, kekuasaanya

48

Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik), (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 117.


(48)

berpusat di kota Dariyah (dekat kota Riyadh sekarang). Pada tahun 1744, Dinasti Saud semakin memperluas wilayah kekuasaanya, satu demi satu keamiran yang lemah ditaklukannya, hingga akhirnya penguasaan terhadap daerah Makkah dan Madinah sebagai “Haramain” semakin memperbesar

daerah politiknya.49

Untuk menahan pengaruhnya, pemerintah Ottoman Turki mengirim pasukannya ke Arab, namun hal itu bisa dipatahkan. Bersamaan dengan ini ibukota pemerintahan Arab dipindahkan dari Dariyah ke Riyadh, Saudiah akhirnya menjadi pemerintah yang berkuasa atas seluruh tanah Arab. Keberhasilan keluarga Saud mengambil alih wilayah-wilayah dari Turki Utsmani karena didukung oleh gerakan keagamaan kelompok Wahabi yang bergerak di Nejd dari tahun 1744 M. Berkat saling dukungan ini Makkah dikuasainya tahun 1803 M dari tangan Turki Utsmani, yang saat itu berada di bawah pengawasan Muhammad Ali Fasya di Mesir.50

Periode berikutnya terjadi kegoyahan pemerintahan akibat perebutan kekuasaan antar keluarga hingga tahun 1902 M, sehingga membuat muncul figur muda yang berpengaruh dari dinasti itu, yakni Abdul Aziz Ibnu Sa’ud yang berdomisili di Riyadh dengan dukungan Wahabi.51 Pada permulaan abad ke-20 M, Abdul Aziz yang masih muda, yang lebih dikenal dengan

49

Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci, (Jakarta: Logos, 1999), h. 103-117.

50

Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 118.

51

Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 119, lihat Carl Brockelmann, History Of The Islam Peoples, (London: Goutledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 470.


(49)

sebutan Ibnu Sa’ud, dengan 200 tentaranya melakukan usaha untuk merebut kembali warisan nenek moyang Saudi-nya. Tanggal 15 Januari 1902, Abdul Aziz bersama 15 orang pasukannya merebut Riyadh dengan serangan mendadak yang dramatis. Penyerangan Abdul Aziz merebut benteng Riyadh merupakan pertempuran paling nekat yang tercatat dalam sejarah, di mana ini menjadi titik awal sejarah Kerajaan Saudi Arabia. Dalam kurun waktu sepuluh tahun berikutnya, Abdul Aziz maju untuk menaklukan kembali Nejd, kota-kota dan provinsi-provinsi lainnya dari kaum Rasyidi.52 Dan satu demi satu daerah-daerah yang terpecah dapat disatukan kembali sehingga pada tahun 1913 M kekuasaan Turki keluar dari daerah Hasa.53

Syekh Abdul Aziz ibn Sa’ud memerankan dengan lihai perjuangan antara Turki disatu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di sisi lain. Pada bulan Desember 1915, dia menandatangani perjanjian dengan Inggris yang mana, ketika mempertahankan kemerdekaanya, dia mendapatkan subsidi dan janji bantuan jika diserang. Akhir perang dan perseteruan dengan Turki yang berakhir pada masa ini dan meninggalkannya sendiri berhadapan dengan Inggris. Dia menjalankan rencana barunya sangat baik dan mampu memperluas daerah yang diwarisi dalam beberapa tahap secara berturut-turut. Pada tahun 1921, akhirnya dia mengalahkan saingan

52

Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352.

53

Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 120 lihat Carl Brockelmann, History Of The Islam Peoples, (London: Goutledge & Kegan Paul, 1980), hlm. 470.


(50)

lamanya Ibn Rasyid di Selatan Najd dan mencaplok wilayahnya, dan kemudian diambil gelar Sultan Najd.

Tahap ini menjadi perjuangan yang lebih krusial untuk mengontrol Hijaz. Wilayah ini termasuk dua kota suci muslim. Makkah dan Madinah dikuasai oleh keluarga Dinasti Hasyim, keturunan Nabi lebih dari satu milenium, yang pada beberapa abad terakhir lepas dari kekuasaan Raja Turki. Pendirian keluarga Hasyimiyah yang dipimpin oleh beberapa keturunan keluarga, di Iraq dan Trans-Yordan sebagai bagian dari restrukturisasi beberapa propinsi Arab Turki sebelumnya setelah Perang Dunia 1, dipandang

oleh Ibnu Sa’ud sebagai sebuah ancaman atas wilayahnya. Setelah beberapa

tahun terjadi hubungan yang memburuk, Raja Husein Hijaz mengajukan dalih ganda, pertama dengan mengklaim bahwa dirinya adalah khalifah, kedua dengan menolak memberi izin jamaah haji kelompok Wahabi melakukan ibadah haji ke kota-kota suci. Di sini Ibnu Saud merespon dengan akhirnya dapat menaklukan Hijaz pada tahun 1925.54

Pendiri negara Saudi moderen ini menganut teologi puritan Wahhabi dan menggabungkan dirinya dengan suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi cikal bakal negara Arab Saudi. Meskipun kita juga telah melihat pemberontakan pada abad ke-18 digagalkan, tetapi pemberontakan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 melahirkan satu situasi yang sangat berbeda. Dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Semenanjung Arab merupakan masyarakat yang sangat tribal dengan sejumlah besar keluarga terkemuka

54


(51)

yang saling bersaing dan berebut dominasi di antara yang lain. Namun wilayah Hijaz di Arab, berbeda dengan wilayah Nejd, yang secara kultural sangatlah beragam, semua bentuk kebiasaan dan orientasi teologis ada di sana, membentuk suatu mozaik komplek keyakinan dan praktik. Bahkan dalam bidang yurisprudensi, di Makkah dan Madinah yang berada di Hijaz, terdapat sebuah sekolah hukum dan hakim bermazhab Syafi’i, Hanafi, Hambali dan Maliki. Juga ada perkumpulan sufi dan ahli hukum Syiah, terlepas dari populasi Syiah yang sangat besar di bagian-bagian lain Hijaz. Ibadah haji tiap tahun ke Makkah tampak laksana satu festival dari beragam praktik dan ritual yang mencerminkan keragaman dunia Islam itu sendiri.

Di sini sebuah tritunggal telah terbentuk dan hendak mengubah wajah Semenanjung Arab untuk selanjutnya, dan mungkin juga negara-negara muslim. Tritunggal ini terdiri atas keluarga al-Sa’ud, kaum Wahabi dan Inggris dari kesemuanya ini mempunyai misi masing-masing. Dari Keluarga al-Sa’ud sendiri, ia ingin mengalahkan semua pesaing lain dan menguasi Arabia, sedangkan dari kelompok Wahabi ingin memperkuat citra puritan Islam di seluruh Arab. Dan adapun negara Inggris menginginkan pemerintahan kuat di Arabia yang kelak dapat melayani kepentingan-kepentingan Inggris dengan memberikan konsesi ekslusif pertambangan minyak kepada perusahaan-perusahaan Inggris. Inggris juga ingin memperlemah Dinasti Utsmani dengan menjauhkan Makkah dan Madinah


(52)

dari kendali mereka, hingga akhirnya dengan tujuan masing-masing mereka bergabung.55

Dari penggabungan tritunggal di atas akhirnya kita dapat melihat bahwa penaklukan yang dapat dilakukan oleh Ibnu Saud terhadap negara Saudi berhasil dengan sempurna. Pasukannya pertama menguasai Makkah, kemudian pada tanggal 5 Desember 1925, setelah melakukan pengepungan selama 10 bulan, akhirnya kota Madinah menyerah secara damai. Dua minggu kemudian Raja Ali yang menggantikan ayahnya, Husein, meminta wakil konsul Inggris di Jeddah memberitahukan Ibnu Saud tentang penarikannya dari Hijaz beserta pasukan personilnya. Kejadian ini dipandang sebagai sebuah penurunan tahta raja Husein dan pada hari berikutnya pasukan

Saudi memasuki Jeddah. Jalan ini terbuka bagi Ibnu Sa’ud untuk mengklaim

dirinya sebagai Raja Hijaz dan sultan Nejd dan kemerdekaannya pada tanggal 8 Januari 1926. Rezim baru secara langsung diperkenalkan oleh negara-negara Eropa, terutama oleh Uni Soviet dalam sebuah surat diplomatik tanggal 16 Februari kepada Ibnu Sa’ud yang isinya, “Atas dasar prinsip hak rakyat untuk menentukan dirinya dan menghormati kehendak penduduk Hijaz

sebagaimana diekspresikan dipilih mereka padamu sebagai raja”. Dan

adapun perjanjian formal antara Ibnu Sa’ud dan Inggris, mengakui kemerdekaan penuh kerajaan Ibnu Sa’ud, ditandatangani pada tanggal 20 Mei 1927, yang kemudian beberapa negara Eropa lainnya juga mengikutinya.56

55

Abou El Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 80.

56


(53)

Dari buku yang ditulis oleh Ahmad al-Usairy kita juga dapat melihat usaha-usaha Ibnu Saud dalam menaklukan wilayah-wilayah di Arab Saudi, diantaranya:

1. Mengembalikan Riyadh dan wilayah sekitarnya dari tangan keluarga Rasyid pada tahun 1319 H/1901 M.

2. Mengembalikan Khorj, Aflaq, wilayah Nejd dan sekitarnya dari tangan keluarga Rasyid pada tahun 1321 H/ 1904 M.

3. Mengembalikan Anzah dari tangan keluarga Rasyid pada tahun 1322 H/1905 M.

4. Mengembalikan Buraidah (dalam Perang Raudhah Mihnah) dari tangan keluarga Rasyid pada tahun 1324 H/ 1906 M.

5. Mengembalikan Ihsa dan wilayah Timur lainnya dari tangan orang-orang Utsmaniyah pada tahun 1331 H/ 1912 M.

6. Mengembalikan Hail dari tangan keluarga Rasyid dan menghabisi mereka pada tahun 1340 H/ 1921 M.

7. Mengembalikan wilayah Usair dan mengalahkan pemerintahan keluarga Ayidh pada tahun 1340 H/ 1921 M

8. Pada tanggal 21/5/1351 H atau 22/9/1932 M raja mengeluarkan keputusan menyatukan seluruh wilayah kerajaan dengan nama “Kerajaan

Saudi Arabia” dan memberi gelar kepada Raja Abdul Aziz dengan sebutan Raja Kerajaan Saudi Arabia.57

57

Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah H.Samson MA., (Jakarta: Akbar Media, 2003), h. 387-388.


(54)

C. Kondisi Arab Saudi ketika Dipimpin oleh Raja Abdul Aziz

Tidak dapat dibayangkan keistimewaanya, kalau kiranya tidak diketahui bahwa yang sedang berlangsung sekarang di Saudi Arabia ialah usaha-usaha untuk menundukkan suatu hamparan tanah baru guna dijadikan objek-objek kemajuan-kemajuan baru. Perubahan-perubahan ini tidak karena suatu keadaan sosial yang mundur, tetapi karena keadaan alam yang terkebelakang. Suatu perubahan melawan suasana guna menundukkan dan melenyapkan cara berfikir yang beku serta memindahkan sistem masyarakat bersuku-suku dari suatu tahap ke tahap lainnya. Di antara tahap itu ada yang merupakan tahap pembentukan masyarakat yang sebagai taraf perkembangannya seolah-olah dalam periode pembentukan suatu negara pada permulaanya hingga kearah kemajuan.

Kalau ditinjau kembali sejarah Semenanjung Arabia sebagai bagian-bagiannya yang terdapat di antaranya kerajaan Saudi Arabia, maka nyatalah bahwa sahara tidak akan mengenal suatu bentuk negara, dalam arti kata, negara sebagai suatu badan hukum pusat yang berwibawa untuk melaksanakan peraturan dan undang-undang demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Nyata benar sifat-sifat sahara bertentangan dengan sifat kemasyarakatan dan kehidupan didalamnya merupakan keadaan kehidupan sebelum adanya masyarakat atau negara pertanian yaitu dikenal sebagai masyarakat kesukuan. Namun tumbuhnya suatu negara Islam yaitu Saudi Arabia yang merupakan sebuah sahara padang pasir merupakan suatu


(55)

hal sangat mengagumkan dalam sejarah di mana Saudi Arabia tumbuh pesat dengan kemajuan dan kecemerlangan.58

Hal itu terjadi di mana pada waktu Raja Abdul Aziz mensudahi Dinasti Rasyid pada akhir 1925, yang pada tahun 1924 juga memduduki Makkah, dan pada 1925 juga menduduki Madinah dan Jeddah, dan baru kemudian pada tahun 1932 Raja Abdul Aziz mendirikan kerajaan Saudi Arabia dengan dirinya sebagai raja. Di mana ketika dia memimpin Arab Saudi, kondisi Saudi banyak mengalami perubahan yang pada awalnya negara ini hanya sebuah sahara. banyak hal yang di lakukan Raja Abdul Aziz yang juga dikenal dengan sebutan Ibn Saud ini diantaranya adalah menyatakan gerakan-gerakan kesukuan yang ilegal, mengatur biaya transportasi ibadah haji, membangun standar yang tinggi untuk keselamatan rakyat, memperkenalkan radio, telegram nirkabel, telepon, dan sepeda motor kepada penduduk lokal yang semuanya itu dicoba, namun ke semua hal itu tidak begitu sukses untuk menempatkan warganya yang pada waktu itu berpindah-pindah sebagai kelompok ikhwan (persaudaraan) di daerah-daerah pertanian.59

Pada paruh kedua abad ke-20, Saudi Arabia memperoleh kekayaan yang berlimpah dari luar negeri yang dalam hal ini juga diperoleh dari pendapatan minyak. Pada masa ini suatu masyarakat di Saudi Arabia yang telah bebas dari minum-minuman keras dan penuh kesalehan tiba-tiba

58

Algadry, Tantangan Yang Besar, h. 42.

59


(56)

dihadapkan dengan nilai-nilai dan teknologi Barat. Orang-orang Saudi berpidah ke kota-kota, tempat berpusatnnya kekayaan dan barang-barang materi, dengan meninggalkan desa-desa, kota-kota dan wilayah padang rumput suku nomaden. Saudi Arabia yang pada saat itu memainkan peran yang kecil dalam upaya-upaya yang dilakukan negara-negara Islam di abad ke-20 untuk menyesuiakan dan memakai nilai-nilai Barat dengan Islam yang tampaknya bertentangan. Sebagai akibatnya, kalangan ulama dan intelektual di Saudi Arabia mampu mempertahankan keterpaduan yang kurang di negara-negara yang memandang partisipasi yang lebih luas dalam mengadaptasikan Islam dengan modernitas. Fraksionalisasi Saudi sepanjang garis-garis teologis, politik dan intelektual relatif kurang tersebar dibanding di negara-negara Timur tengah lainnya.

Namun pembentukan negara bangsa yang bersatu oleh King Abdul

Aziz ibn Sa’ud pada tahun 1932 telah mengadakan pembangunan penyulingan minyak dalam skala besar pada tahun 1950-an memberikan kesaksian terhadap pentingnya nasionalisme dan pembangunan ekonomi. Namun pada masa ini juga di Saudi Arabia, pembangunan nasional dan ekonomi bersandar pada kesepakatan tahu sama tahu bahwa kepemimpinan

politik tidak akan menentang kepercayaan tradisional. Dinasti Sa’ud

menyatakan bahwa Islam merupakan akar dan prasyarat bagi pembangunan politik dan ekonomi yang memuaskan. Di mana orang Saudi menyatakan bahwa suatu kebangkitan Islam, yang memadai bagi masa sekarang dan yang


(1)

BAB V P E N U T UP

A. Kesimpulan

1. Adapun hal yang menyebabkan kenapa gerakan Wahabiyah digunakan oleh Raja Abdul Aziz dalam membantu mewujudkan pemerintahannya di Arab Saudi adalah ketika itu gerakan Wahabiyah ini dibangkitkan kembali pada awal abad ke-20 oleh Raja Abdul Aziz yang merupakan keturunan dari Ibnu Saud orang yang pertama kali menjalin hubungan dengan Abdul Wahab yang merupakan pendiri dari gerakan Wahabiyah ini. Dengan meniru metode nenek moyangnya yaitu menyebarluaskan ajaran Wahabi serta menggunakannya sebagai alat untuk memperoleh kekuasaannya, akhirnya Abdul Aziz dapat mengusai Jazirah Arab. Dengan menggunakan Wahabi ini Raja Abdul Aziz dapat membuat kota Riyadh yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan keluarga ar-Rasyid dari Nejd Utara, yang pada akhirnya membuat Raja Abdul Aziz dapat dipercaya oleh banyak orang dan Raja Abdul Aziz juga akhirnya dijadikan Raja di Arab Saudi. Dan adapun penyebab utama kenapa gerakan Wahabiyah ini digunakan oleh Raja Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahannya adalah karena beliau sendiri merupakan penganut faham Wahabi, sehingga antara Wahabisme dan Ibnu Saud mempunyai hubungan yang saling membutuhkan, di mana yang satu tidak bisa eksis tanpa keterkaitan antara keduanya.


(2)

2. Adapun peranan gerakan Wahabiyah terhadap pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi adalah sangat jelas terlihat di mana beliau pertama-pertama menjadikan gerakan Wahabiyah sebagai legitimasi di dalam perjuangannya untuk memperoleh kekuasaan di wilayah-wilayah Jazirah Arab. Pada akhirnya hal itu tidak sia-sia, dengan menggunakan Wahabiyah dalam perjuangannya memperoleh kekuasaan di Jazirah Arab, Abdul Aziz akhirnya dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Bukan hanya itu saja, Wahabiyah juga memberikan kontribusi yang sangat besar karena dengan menggunakan Wahabiyah secara mutlak., Raja Abdul Aziz akhirnya dapat mengusai wilayah-wilayah di Jazirah Arab yang akhirnya membuat beliau menjadi penguasa dan Raja di Arab Saudi. Setelah itu juga Raja Abdul Aziz menjadikan ajaran Wahabiyah sebagai ideologi dalam pemerintahannya, sehingga dengan menggunakan ideologi Wahabiyah ini Raja Abdul Aziz dapa membuat identitas kebangsaan di antara masyarakat Semenanjung Arab yang secara etnis dan kesukuan sangatlah berbeda. Riyadh yang merupakan ibukota dari Saudi Arabia pada masa Raja Abdul Aziz menjadi pusat kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dan prestasi keilmuan diberi penghargaan dalam upara resmi di depan umum. Ideologi yang digunakan Wahabi ini semua bermuara pada prinsip kemurnian agama yaitu, al-Qur’an dan Sunnah.

3. Dampak dari keterkaitan Wahabiyah dengan pemerintahan Raja Abdul Aziz adalah meresmikan ajaran Wahabisme untuk dijalankan oleh


(3)

kebanyakan masyarakat Saudi yang pada waktu itu Saudi merupakan salah satu dari negara-negara yang paling berpengaruh di seluruh negara Islam. Wahabi juga memegang kendali dan pemelihara dua tempat paling suci Islam, yaitu Makkah dan Madinah. Pada saat yang sama ustadz dan da’i Wahabisme banyak memperoleh sumber keuangan dengan jumlah besar yang diberikan kepadanya, yang membuat Wahabi dengan mudah menggunakannya untuk meningkatkan penyebarluasan ajaran Islam versi mereka. Di sini terlihat bahwa kehidupan publik muslim di Saudi menjadi lebih terorganisir dalam bidang pendidikan dan juga peribadatan yang kebanyakan itu berasal dari ajaran-ajaran dan pandangan Wahabi.

B. Saran-saran

1. Kajian sejarah tentang peranan gerakan Wahabiyah di Arab Saudi perlu diperbanyak lagi karena Wahabiyah merupakan suatu gerakan yang memainkan peranan penting dalam sejarah berdirinya Kerajaan Arab Saudi terutama ketika pada masa Raja Abdul Aziz.

2. Wahabiyah yang merupakan suatu gerakan di Arab Saudi juga merupakan topik yang menarik, dan belum banyak yang mengangkat topik yang berkaitan dengan gerakan Wahabiyah, diharapkan bisa menjadi bahan acuan selanjutnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sufyan Raji. Mengenal Aliran-aliran Dalam Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya. Jakarta: Al-Riyadh, 2006.

Abdurahman, Dudung. Metodologi penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.

Ahmed, S Akbar. Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah Nunding Ram. Jakarta: Erlangga, 1990.

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.

Amstrong, H.C. Jejak Sang penguasa: Riwayat Hidup Ibn Saud Pendiri Kerajaan Arab Saudi. Penerjemah Ati Nurbaiti,dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.

Ansary, Tamim. Dari Puncak Baghdad: Sejarah Dunia Versi islam. Penerjemah Yuliani Liputo. Jakarta: Zaman, 2009.

Arkhabil, Al-, Buletin Berita dan Budaya, diterbitkan oleh LIPIA Universitas Imam Muhammad bin Saud, Arab Saudi, Tahun XIII-Vol. 14 Rajab 1430 H/Juli 2009 M.

Asy Ayak’ah, Mustofa Muhamamad. Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M.

Basalamah. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Bahiy, Al-, Muhammad. Pemikiran Islam. Penerjemah Bambang Saiful ma’arif. Bandung: Risalah Bandung, 1989.

Classe, Cyril. Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta: PT Raja Garapindo Persada, 1999.

Donohue, John J dan Esposito, John L. Islam dan pembaharuan. Penerjemah Machnun Husein. Jakarta: Rajawali Pers, 1993.

Departemen Agama. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1999. Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Muhammad Bin Saud.

Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz. Penerjemah Dr. Muslih Karim MA, dkk. Riyadh KSA: Universitas Islam Muhammad Ibn Saud, 1999.

Diprosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam, Selangor: Badan Pengkhidmatan Penerangan Islam, 1994


(5)

Ensiklopedi Nasional Indonesia. Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004. Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam. Bandung: Mizan, 2001.

Esposito, John L. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik. Penerjemah Rahman Zainuddin. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986.

Fahd, El-, Khaled Abou. Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan. Penerjemah Helmi Mustofa. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Gatry, Al-, Nehad. Tantangan Yang Besar. Jakarta: Pusaka, 1966.

Gottsclak, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Perss, 1985. Hitti, Philip K. History Of Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010. http://abuumar.multiply.com/journal/item/289/Mazhab_Resmi_Saudi_Arabia_ada

lah_Wahabi

http://fikih-mashalim.blogspot.com/2010/05/i-salafy-generasi-awal.html

Hunter, Shireen T. Politik Kebangkitan Islam. Penerjemah Ajat Sudrajat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001.

Ibn Baz, Abdul Aziz bin Abdullah. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab: Dakwah dan Jejak Perjuangnya. Penerjemah. Rahmat Arifin Muhammad bin Ma’ruf. Jakarta: Megatama Sofwa Presido, 1919 H.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grapindo, 1999.

Majalah Risalah NU oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, Jakarta: Risalah NU, edisi 12/tahun II/1430H.

Majalah Risalah NU oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, Jakarta: Risalah NU, edisi 13/tahun II/1430H.

Majalah Suara Ummah, Sam, AH, FSM, Bid’ahkah Memperingati Maulid Nabi, Jakarta:Suara Ummah, Vol I. 01/No.04, 2004.

Muhammad, Herry DKK. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani, 2006.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql, Hanya islam Bukan Wahabi, Penerjemah Abdur Rosyad Siddiq, Jakarta: Darul Falah, 2006.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.


(6)

Rahmat, M Imdadun. Arus Balik Islam Radikal: Tranmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2002.

Salafy, Abu. Mazhab Wahabi: Monopoli Kebenaran dan Keimanan Ala Wahabi. Jakarta: Ilya, 2009.

Shah, M Aunul Abied. Islam Garda Depan. Bandung: Mizan, 2001.

Shariati, Ali. Tugas Cendikiawan Muslim. Penerjemah M.Amin Rais. Jakarta: CV Rajawali, 1984.

Subhani, Ja’far. Syekh Muhammad Abdul Wahhab dan Ajaranya. Penerjemah Arif. M dan Nainul Aksa. Jakarta: Citra, 2007.

Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik. Jakarta: Rajawali Perss, 2009.

Usairy, Al-, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah Samson Rahman. Jakarta: Akbar Media, 2003.

Wahhab, Muhammad bin Abdul, Kitab Tauhid, Alih Bahasa Yusuf Harun, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007).