BAB II PENERAPAN METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Menulis Cerpen dalam Kurikulum Bahasa Indonesia SMA - EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL MIND MAPPING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PEN

BAB II PENERAPAN METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN A. Kajian Teori 1. Kedudukan Pembelajaran Menulis Cerpen dalam Kurikulum Bahasa Indonesia SMA Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi

  menyebutkan bahwa mata pelajaran sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra yang menyatakan bahwa belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran sastra Indonesia diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan pemahaman dan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia.

  Hardiningtyas (2008: 3), menyatakan bahwa pembelajaran sastra, secara umum akan menjadi sarana pendidikan moral. Karya sastra yang bernilai tinggi di dalamnya terkandung pesan-pesan moral yang tinggi. Sastra seperti ini dapat menjadi medium untuk menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang lebih tinggi.

  Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa sastra memungkinkan manusia mampu menjadikan dirinya sebagai manusia yang utuh, mandiri, berperilaku halus, bertoleransi dengan sesamanya, dan menghargai orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya. Oleh karena itu, pembelajaran sastra Indoesia diarahkan kepada pembentukan peserta didik yang berpribadi luhur, memiliki pengetahuan kesastraaan, dan bersikap positif dan apresiatif terhadap sastra Indonesia.

  Mata Pelajaran Sastra Indonesia di SMA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memahami dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta menignkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

2. Mengekspresikan dirinya dalam medium sastra.

  3. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2006:735).

  Menulis cerpen, sebagai bagian dari pembelajaran menulis, diberikan kepada siswa X SMA/SMK pada semester 2. Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan menulis cerpen adalah: Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen, yang meliputi: (1) Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar), (2) Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar). Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran menulis cerpen merupakan materi yang cukup penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia secara keseluruhan.

  Menulis cerpen dapat melatih siswa untuk menuliskan gagasan, pemikiran dan imajinasi secara sistematis, berdasarkan pengalaman diri sendiri maupun orang lain.

2. Menulis Cerita Pendek a. Pengertian Menulis Cerpen

  Menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Menurut Perey (dalam Mulyati, 2002) menulis kreatif sastra adalah pengungkapan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk karangan. Tulisan yang termasuk kreatif berupa puisi, fiksi, dan non fiksi. Sedangkan menurut Roekhan (1991: 1) menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai dari munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra.

  Jadi menulis kreatif sastra adalah suatu proses yang digunakan untuk mengunkapkan perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dan pikiran seseorang dalam bentuk karangan baik puisi maupun prosa.

  Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa pada hakikatnya menulis cerpen adalah suatu proses penciptaan karya sastra untuk mengungkapkan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk cerpen yang ditulis dengan memenuhi unsur-unsur berupa alur, latar/seting, perwatakan, dan tema.

b. Komponen atau Unsur Instrisik Menulis Cerpen

  Menurut Kosasih (2008: 54), struktur cerpen meliputi: tema, alur, latar, penokohan, point of view atau sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa. Pendapat senada dikemukakan oleh Nurgiantoro (2010:10) cerpen dibangun oleh unsur ekstrinsik dan intrinsik. Cerpen dibangun oleh unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, dan sudut pandang. Berikut diuraikan penjelasan dari masing-masint unsur cerpen tersebut.

1) Tema

  Tema merupakan gagasan atau ide atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik yang terungkap maupun yang tidak (Sudjiman, 1990:78). Sementara Roberts melalui Harjito (2005:19) menyebutkan bahwa tema adalah ide pokok dalam suatu komposisi yang menjadikan komposisi tadi suatu kesatuan yang utuh. Dari tulisan Kennedy melalui Harjito (2005:19) dapat disimpulkan bahwa tema ialah ide keseluruhan dari sebuah cerita.

  Untuk menentukan tema Saad (dalam Harjito, 2005: 92) mengajukan tiga cara: persoalan yang paling menonjol, persoalan yang paling banyak menimbulkan konflik dan persoalan yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan. Ketiga cara tersebut digunakan bersamaan apabila terjadi keragu-raguan.

  Tema ada dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor yaitu tema yang menguasai seluruh cerita. Tema minor merupakan tema-tema tambahan atau sampingan dari tema masyor. Tema dapat disampaikan secara eksplisit atau implisit. Cara di atas tepat untuk tema yang bersifat eksplisit dan berangkat dari cara kuantitatif.

  2) Alur

  Alur ialah peralihan dari satu keadaan kekeadaan yang lain. Alur cerita adalah sinambungnya peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat.

  Lebih lanjut dikemukakan bahwa alur cerita memiliki bagian-bagian : awal, tikaian, rumitan, puncak, leraian, dan akhir cerita. (Harjito, 2005:31).

  Menurut Prihatmi (1986 : 79), alur menurut urutan waktu dibedakan: Alur lurus dan Alur tak lurus, mencakup sorot balik dan gerak balik. Alur lurus merupakan alur yang kronologis, maksudnya waktunya urut. Alur tak lurus yaitu alur dimana urutan waktunya tak kronologis.

  Menurut kualitasnya alur dibedakan menjadi rapat dan renggang / degresi. Disebut rapat jika keterkaitan jalan cerita sangat erat. Disebut alur longgar jika terjadi percabangan cerita. Dari segi kuantitas / jumlah, dibedakan alur tunggal dan alur ganda alur tunggal jika jumlah alur hanya satu. Alur ganda jika jumlah alur lebih dari satu. Alur rapat berkaitan dengan alur tunggal. Alur renggang berkaitan dengan alur ganda (Prihatmi, 1986 : 79)

  3) Latar

  Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998:216) mengatakan latar atau

  setting yang juga disebut sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan antar waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sedangkan menurut Aminuddin (2000:67), setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

  Setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta. benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu (Leo Hamalian dan Frederick R. Korel dalam Aminuddin, 2000: 68).

  Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar waktu, tempat, dan sosial (Nurgiyantoro, 1998:227). Ketiga unsur ini masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda tetapi saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Masih menurut Nurgiyantoro (1998:227), latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat (yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Ia akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh.

  Jadi latar tempat menyaran pada suatu lokasi sesuai tuntutan cerita.

4) Tokoh dan Penokohan

  Sudjiman (1986:16) mengatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya manusia, tetapi dapat juga binatang atau benda yang diinsankan.

  Tokoh-tokoh dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan.

  (Nurgiyantoro, 1998:194). Adapun jenis tokoh dalam sebuah fiksi antara lain sebagai berikut.

  a.

  Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara langsung atau tidak langsung.

  b.

  Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh protagonis yaitu tokoh yang memiliki watak baik sehingga disenangi pembaca. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan idaman pembaca.

  c.

  Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan perbuatan yang dikisahkan.

  d.

  Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditampilkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah yang sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.. Ragam tokoh atau pelaku menurut Aminudin (2000: 82) dibedakan menjadi: 1) Pelaku utama / inti adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita 2) Pelaku tambahan atau pelaku pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama

  3) Pelaku protagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca 4) Pelaku antagonis adalah pelaku yang tidak sesuai dengan apa yang di dambakan oleh pembaca 5) Character adalah pelaku yang tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya di hadapkan pada suatu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi batin yang kompleks. 6) Complex character adalah pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan. Complex character juga ditandai dengan munculnya pelaku yang memilik obsesi batin yang cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan yang kompleks pula. 7) Pelaku dinamis adalah pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. 8) Pelaku statis adalah pelaku yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita itu berakhir.

  Penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita lahiriah maupun batiniah yang berupa pandangan hidup, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya (Suharianto, 1982:31). Menurut Sudjiman (1990:23), penyajian watak tokoh dan penciptaan cerita tokoh ini disebut penokohan.

  Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, sedangkan menurut Aminuddin (2000: 79) penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku.

  Penokohan pada hakikatnya adalah menunjukkan kepada pembaca perwatakan tokoh cerita secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan nilai artistik yang dikehendaki oleh pengarang.

  Penokohan sering disebut dengan istilah perwatakan. Mengenai watak atau karakter tokoh dikemukakan oleh Aminuddin (2000:80) yaitu melalui watak yang disebut dengan pelaku yang protagonis dan pelaku antagonis. Penokohan merupakan unsur cerita yang tidak dapat ditiadakan. Melalui penokohan itulah cerita menjadi lebih nyata dalam angan-angan pembaca. Dan melalui penokohan itu pulalah kita sebagai pembacanya dapat dengan jelas menangkap wujud manusia yang perikehidupannya sedang diceritakan pengarang (Suharianto, 1982:31).

5) Point of view atau sudut pandang

  Kosasih (2008: 62) menyatakan bahwa point of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi pengarang terdiri atas dua macam, yaitu: berperan langsung sebagai orang pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.

  Menurut Sudjiman (1990 : 78) antara sudut pandang (point of

  view ) dan pusat pengisahan berbeda. Sudut pandang bermula dari sudut

  pencerita dengan kisahnya. Pusat pengisahan bermula dari tokoh mana yang disoroti.

  Harry Shaw (dalam Sudjiman, 1990:76) menyarankan bahwa point

  of view mencakup : 1.

  Sudut pandang fisik, yaitu bagaimana pengarang memposisikan diri dalam pendekatan materi cerita dari sisi waktu dan ruang.

  2. Sudut pandang mental, yakni bagaimana pengarang memposisikan dalam sisi perasaan dan sikap.

  3. Sudut pandang pribadi, yaitu bagaimana pilihan pengarang atas secara orang I, II, atau III.

  6) Amanat

  Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam cerpen akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk menemukannya tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskannya sampai tuntas (Kosasih, 2008: 64).

  Berkaitan dengan amanat dalam karya sastra, Suharianto (1982:18) mengatakan fungsi karya sastra bukan semata-mata untuk memberi hiburan kepada penikmatnya, melainkan juga memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan manusia pada umumnya, yaitu nilai-nilai yang anggun dan agung yang sering terlepas dari pengamatan sehari-hari. Berdasarkan pendapat ini maka karya sastra memiliki fungsi edukatif sehingga dapat dijadikan sebagai alat pendidikan untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai yang berguna bagi masyarakat.

7) Gaya bahasa

  Dalam cerita, penggunaan gaya bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau suasana persuasif dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antartokoh. Kemampuan sang penulis dalam menggunakan gaya bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang berterus terang atau satiris, dimpatik atau menjengkelkan, dan objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepatguna bagi adegan yang seram, adegan cinta, peperangan, keputusasaan, atau harapan. Bahasa dapat pula digunakan pengarang untuk menandai karakter tokoh. Karakter jahat dan bijak dapat digambarkan dengan jelas melalui kata-kata yang digunakannya. (Kosasih, 2008: 64).

3. Unsur Instrisik Menulis Cerpen

  Ada 3 (tiga) komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya (Arundati, 2010: 7)

  Menurut Suparno (2003:3.3), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan menulis, yaitu sebagai berikut.

  Pertama adalah memilih topik. Topik adalah pokok pembicaraan. Topik dapat diberi batasan sebagai hal pokok yang dibicarakan. Topik karangan atau topik tulisan dapat diartikan sebagai hal pokok yang dituliskan atau diungkapkan dalam karangan. Memilih topik merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh penulis narasi. Jika penulis karangan adalah siswa, maka siswa itu sendiri yang memilih topik yang akan dikembangkan menjadi suatu karangan memilih topik sangat perlu dilakukan seorang pengarang dimaksudkan agar suatu pembicaraan terfokus pada suatu masalah tertentu.

  Kedua membatasi topik. Penulis akan menulis sesuai dengan kebutuhan pembacanya, sehingga topik tulisan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Selain itu, dengan adanya pembatasan terhadap topik, penulis akan lebih mudah menguraikan isi yang akan ditulis, juga memberikan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan karangan.

  Ketiga menentukan tujuan. Setiap penulis akan mempunyai tujuan yang berbeda dengan penulis lainnya. Tujuan itu bermacam- macam, seperti menjadikan pembaca ikut berpikir dan bernalar, membuat pembaca tahu tentang hal yang diberitakan, menjadikan pembaca beropini, menjadikan pembaca mengerti dan membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan, atau membuat pembaca senang dengan menghayati nilai–nilai yang dikemukakan dalam karangan, seperti nilai moral, kemanusiaan, nilai etika, dan estetika. Perbedaan tujuan itu disebabkan adanya pengaruh yang berasal dari luar diri pengarang.

  Keempat mengembangkan topik dan penulisan. Setelah ketiga langkah di atas direncanakan dengan tepat, selanjutnya topik karangan dikembangkan menjadi sebuah karangan. Karangan yang dikembangkan ini masih berupa draf. Karangan yang masih terdapat kekurangan dan kesalahan-kesalahan. Setelah ada masukan atau koreksi dari teman sejawat, selanjutnya draf diperbaiki menjadi sebuah karangan. Kelima revisi. Karangan yang telah selesai ditulis, perlu dibaca kembali oleh penulisnya. Hal ini dimaksudkan jika masih ada kesalahan baik mengenai isi maupun bahasa, dan ejaannya, diperbaiki sebelum karangan dipublikasikan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam memperbaiki atau merivisi karangan, yaitu aspek isi, aspek bahasa, ejaan dan tanda baca, dan aspek teknis.

4. Ciri-ciri Cerpen

  Menurut Sumardjo (2007:7) cerpen memiliki beberapa ciri khas, diantaranya: cerita yang pendek, bersifat naratif dan bersifat fiksi.

  Sementara menurut Sari (2009), ditinjau dari segi fisik ciri-ciri cerita pendek sebagai beriku.

  a.

  Cerpen adalah cerita pendek yang ditujukan oleh jumlah kata dan halaman.

  b.

  Bentuk cerpen adalah rekaan. Cerita rekaan berarti sebuah cerita yang benar-benar terjadi atau dapat pula ide cerita yang didasarkan pada realita. Tentu saja realita yang digabungkan dengan imajinasi sehingga kejadian benar-benar fiksi.

  c.

  Cerpen bersifat naratif. Cerpen bukanlah deskripsi, argumentasi atau analisis tentang suatu hal tetapi merupakan cerita.

  d.

  Cerpen adalah cerita yang menggunakan medium tulis. Kosasih (2008: 53) menyatakan bahwa cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Jumlah tokohnya sangat terbatas. Jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerpen memiliki ciri-ciri: 1) alur lebih sederhana, 2) tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang, 3) latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas, 4) tema dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan relatif terbatas.

  Menurut Suroto (1989: 18), sebuah cerpen adalah sebuah cerita utuh dan bulat yang tidak mungkin terlahir dalam bentuk yang panjang seperti roman dan novel. Ketidakmungkinan itu bukan lantaran tidak mampunya pengarang membuat roman atau novel, akan tetapi sangat mungkin bila cerita tersebut dibentuk menjadi novel atau roman kadar intensitasnya atau bobot pesan yang hendak disampaikan tidak memenuhi hasrat pengarangnya.

  Daya pikat dan sekaligus ciri khas dari cerpen adalah adanya perwatakan pada tokoh-tokoh yang diceritakan. Tirtawirya (1995:63) mengatakan bahwa tidak semua cerita yang pendek adalah cerpen dan yang menjadi ciri khas cerpen adalah adanya perwatakan pelaku cerita.

  Apa sebenarnya yang memikat orang dalam menikmati sebuah cerpen, bukan semata oleh isi cerita yang menarik hati, tetapi yang pokok ialah kita menemukan watak-watak yang telah digarisbawahi oleh pengarang. Perwatakan manusia yang setiap hari berada di seputar hidup keseharian kita yang tidak kita perhatikan secara serius lantaran sudah menjadi tabiat manusia untuk terlalu memperhatikan diri sendiri.

5. Perbedaan Cerpen dan Novel

  Perbedaan antara novel dan cerpen menurut Abdurrosyid (2008:2) adalah sebagai berikut.

  1. Dalam novel terjadi konflik batin, sedangkan dalam cerpen tidak harus terjadi.

  2. Dalam novel, perwatakan digambarkan secara detail, sedangkan dalam cerpen, perwatakan digambarkan secara singkat 3. Novel memiliki alur lebih rumit, sedangkan dalam cerpen, akhir ceritanya sederhana.

  4. Dalam novel, latar lebih luas dan waktunya lebih lama, sedangkan dalam cerpen, latar hanya sebentar dan terbatas.

  5. Novel lebih panjang karangannya daripada cerpen, sedangkan cerpen lebih pendek karangannya.

  6. Unsur-unsur cerita dalam novel lebih kompleks dan beragam dibandingkan cerpen, sedangkan unsur cerita dalam cerpen relatif sederhana dan pasti tunggal 7. Novel biasanya ditulis dalam minimal 100 halaman kuarto, sedangkan cerpen biasanya ditulis maksimal 30 halaman kuarto.

  8. Jumlah kata dalam novel minimal 35.000 kata, sedangkan jumlah kata dalam cerpen maksimal 10.000 kata.

  9. Lama untuk membaca novel kira-kira 30-90 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk membaca cerpen hanya 10 menit (bacaan sekali duduk).

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara novel dan cerpen adalah sebagai berikut :

  1. Alur dalam novel lebih kompleks, sedangkan alur pada cerpen sederhana dan tunggal.

  2. Konflik yang dimunculkan dalam novel cenderung mengubah nasib tokoh, sedangkan pada cerpen konfliknya tidak mengubak nasib tokoh.

  3. Panjang cerita novel lebih panjang karena dalam novel menceritakan sebagian besar kehidupan tokoh, sedangkan cerpen menceritakan kehidupan tokoh yang dianggap penting dan biasanya dibaca sekali duduk, maka biasanya ukurannya pendek.

  4. Karakter penokohan dalam novel biasanya diceritakan lebih detail, sedangkan pada cerpen karakter penokohan tidak mendetail (serba ringkas).

5. Langkah-langkah Menulis Cerpen

  Pembelajaran menulis cerpen menurut Sumardjo (2007: 70) melalui empat tahap proses kreatif menulis yaitu:

1. Tahap persiapan

  Tahapan persiapan, penulis telah menyadari apa yang dia tulis dan bagaimana menulisnya, munculnya gagasan seperti ini memperkuat si penulis unruk segera memulainya atau mungkin juga masih diendapkannya.

  2. Tahap inkubasi Tahap inkubasi, gagasan yang telah muncul tadi disimpan dan dipikirkan matang-matang, dan ditunggunya waktu yang tepat untuk menuliskannya.

  3. Tahap inspirasi Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut mendapat pemecahan masalah.

  4. Tahap penulisan Tahap penulisan, dimana dalam tahap ini penulis mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran penulis, agar hal tersebut tidak hilang ata lupa dari ingatan penulis.

  Maka dapat disimpulkan bahwa menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengungkapkan imajinasi seluas-luasnya, tanpa harus mengabaikan struktur cerpen, kemenarikan dan keunikan sebuah cerpen.

  Menurut Komaidi (2011:144) bahwa langkah-langkah menulis cerpen antara lain: (1) Mencari ide, gagasan atau inspirasi; (2) Membuat kerangka karangan; (3) Menuliskannya; (4) Mengoreksi naskah; (5) Mengirimkan ke media massa. Masing-masing tahap kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

  a.

  Tahap Prapenulisan Pada tahap ini penulis menuliskan topik karangan yang muncul dari inspirasi penulis, disahakan topik harus simpel, jangan terlalu luas dan tetap menarik. Kemudian siswa mengembangkan gagasan dalam bentuk kerangka karangan.

  b.

  Tahap penulisan cerpen Pada tahap ini, siswa mengembangkan kerangka karangan menjadi sebuah cerpen.

  c.

  Tahap revisi Dalam tahap ini siswa membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulisan hasil karya mereka sendiri. Setelah direvisi kemudian menuliskannya kembali. d.

  Tahap berbagi Tahap terakhir dalam proses menulis adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap berbagi ini, siswa mempublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam suatu bentuk tulisan yang sesuai, atau berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan.

6. Prosedur Penilaian Menulis Cerpen a. Pengertian Prosedur Penilaian Menulis cerpen

  Menurut Mulyadi (2001) prosedur adalah suatu urutan kegiatan, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi secara berulang-ulang. Sementara menurut Susanto (2000), prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang dengan cara yang sama.

  Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa prosedur adalah suatu urutan tugas dan pekerjaan yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan.

  Menurut Nurgiayantoro (2001) penilaian pada hakikatnya adalah merupakan suatu proses pengumpulan informasi yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan tentang program pendidikan. Tenbing dalam Nurgiantoro (2001) mengemukakan bahwa penilaian merupakan proses memperoleh informasi, dan mempergunakan sebagai bahan pembuat pertimbangan, dan selanjutnya sebagai dasar pembuatan keputusan. Dari uraian tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa penilaian menulis adalah proses sistematis yang meliputi pengumpulan informasi, bisa berupa angka, karangan, analisis, yang digunakan untuk membuat suatu kesimpulan.

  Berdasarkan penjelasan di atas maka prosedur penilaian menulis cerpen dapat dimaknai bahwa suatu proses pengumpulan dan mengolah informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa dalam menulis cerpen.

b. Penilaian Kemampuan Menulis Cerpen

  Resmini (2006: 1) menyatakan bahwa pembelajaran menulis di tingkat dasar didasarkan pada interaksi antara dua pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi proses dan yang berorientasi produk. Oleh karena itu, evaluasi yang dilakukan juga berupa evaluasi proses dan evaluasi produk. Oleh karena itu, evaluasi yang dilakukan juga berupa evaluasi proses dan evaluasi produk. Penilaian dalam pembelajaran menulis sangat diperlukan terutama untuk melihat proses dan hasil kegiatan menulis siswa

  Penilaian yang dilakukan terhadap menulis siswa (cerpen) biasanya bersifat holistik, impresif dan selintas. Jadi penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Penelitian yang demikian jika dilakukan oleh orang yang ahli dan berpengalaman memang (sedikit banyak) dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh para guru disekolah (Nurgiantoro, 2001:305).

  Penelitian secara holistik memang diperlukan. Akan tetapi agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang lebih terinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik- edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang bersifat analitis (Zaini Machmoed dalam Nurgiantoro, 2001:305).

  Evaluasi terhadap perkembangan kemampuan menulis siswa harus dilakukan secara terus-menerus. Dalam pelaksanaannya dapat digunakan beragan bentuk evaluasi diantaranya asesmen otentik yang dapat membantu guru mengamati perkembangan masing-masing siswa dan siswa sendiri dapat melihat kemampuan yang telah mereka capai. Jenis dan prosedur penilaian dalam kegiatan menulis siswa, yang terdiri atas penilaian melalui (1) penggunaan asesmen otentik (portofolio, jurnal, catatan anekdot, dan sebagainya), (2) pemantauan kegiatan menulis siswa secara informal, (3) penilaian proses menulis siswa, dan (4) penilaian hasil tulisan siswa. Rofi’uddin (1996) mengemukakan pendapatnya bahwa penilaian merupakan bagian integral dari kegiatan pengajaran. Istilah penilaian seringkali disamaartikan dengan istilah tes, pengukuran, dan pengambilan kebijakan.

  Untuk memperoleh hasil penilaian yang akurat, kegiatan penilaian hendaknya didasarkan pada prinsip integral atau komprehensif, prinsip kesinambungan, dan prinsip objektif.

  a.

  Prinsip integral atau komprehensif, yakni penilaian pengajaran yang dilakukan secara menyeluruh dan utuh, yang di dalamnya menyangkut masalah perilaku, sikap dan kreativitas. Dengan demikian, penilaian pun dilakukan dalam lingkup aspek kognitif, psikomotor, dan aspek emotif.

  b.

  Prinsip berkesinambungan, yakni penilaian yang dilakukan secara berencana, terus-menerus dan bertahap untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan tingkah laku siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar. Untuk memenuhi prinsip ini, kegiatan penilaian harus sudah direncanakan bersamaan dengan kegiatan penyusunan program semester dilaksanakan sesuai dengan program yang disusun.

  c.

  Prinsip objektif, yakni penilaian pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang handal dan dilaksanakan secara objektif, sehingga dapat menggambarkan dengan tepat kemampuan yang diukur. Untuk memenuhi prinsip ini, kegiatan penilaian harus dilaksanakan secara objektif dengan menggunakan alat ukur yang tepat.

  Selain ketiga prinsip di atas, terdapat beberapa prinsip yang dikemukakan Mathews (1989, dalam Resmini, 2006: 11) a. Evaluasi hendaknya berbasis unjuk kerja siswa sehingga selain memanfaatkan penilaian produk, penilaian terhadap proses perlu mendapat perhatian yang lebih besar.

  b. Pada setiap langkah evaluasi hendaknya siswa dilibatkan.

  c. Evaluasi hendaknya, memberikan perhatian pula pada refleksi diri siswa (self reflection).

  d. Asesmen alternatif (portofolio, catatan anekdotal, unjuk kerja, jurnal dan lainnya) hendaknya lebih dimanfaatkan karena kompleksnya aspek yang harus dinilai.

  e. Umpan balik hendaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pengembangan anak baik secara individual maupun sosial.

  e. Evaluasi pembelajaran menulis hendaknya dilakukan dalam proses yang terus menerus (ongoing process), bukan kegiatan penilaian yang dilakukan di awal atau di akhir program pembelajaran saja.

  f. Evaluasi juga harus bersifat multidimensional, komprehensif dan sistematis. Dalam melaksanakan penilaian kemampuan menulis siswa, guru hendaknya memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip penilaian sebagaimana telah dipaparkan di atas. Dengan demikian, hasil penilaian akan memberikan gambaran iformasi kemampuan siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

c. Rubrik Kriteria dan Perumusan Penilaian

  Rubrik adalah pedoman penskoran. Rubrik analitik adalah pedoman penskoran atau penilaian berdasarka beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana.

  Penerapan model analisis dapat dilakukan dengan skala, dengan pemootan masing-masing unsur (pensekoran), atau interval. Model penilaian tugas menulis cerpen, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Siswa dalam Menulis Cerpen

  ASPEK SKOR KRITERIA Isi gagasan yang 30 – 35 SANGAT BAIK – SEMPURNA : padat dikemukakan informasi* substansif* pengembangan tesis tuntas* relevan dengan permasalahan dan tuntas

  24 – 29 CUKUP – BAIK : informasi cukup* substansi cukup* pengembangan tesis terbatas* relevan dengan masalah tetapi tak lengkap

  18 – 23 SEDANG – CUKUP : informasi terbatas* substansi kurang* pengembangan tesis tak cukup* permasalahan tak cukup 12 – 17 SANGAT KURANG : tak berisi* tak ada substansi* tak ada pengembangan tesis* tak ada permasalahan Organisasi isi 21 – 25 SANGAT BAIK – SEMPURNA : ekspresi lancar* gagasan diungkapkan dengan jelas* padat* tertata dengan baik* urutan logis* kohesif

  16 – 20 CUKUP – BAIK : kurang lancar* kurang terorganisir tetapi ide utama terlihat* bahan pendukung terbatas* urutan logis tetapi tak lengkap

  11 – 15 SEDANG – CUKUP : tak lancar* gagasan kacau, terpotong-potong* urutan dan pengembangan tak logis 6 – 10 SANGAT KURANG : tak komunikatif* tak terorganisir* tak layak nilai

  Tata bahasa 17 – 20 SANGAT BAIK – SEMPURNA : pemanfaatan potensi kata canggih* pilihan kata dan ungkapan tepat* menguasai pembentukan kata

  13 – 16 CUKUP – BAIK : pemanfaatan potensi kata agak canggih* pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat tetapi tak mengganggu

  9 – 12 SEDANG – CUKUP : pemanfaatan potensi kata terbatas* sering terjadi kesalahan penggunaan kosa kata dan dapat merusak makna

  5 – 8 SANGAT KURANG : pemanfaatan potensi kata asal-asalan* pengetahuan tentang kosa kata rendah* tak layak nilai

  Gaya, diksi, kosa 12 – 15 SANGAT BAIK – SEMPURNA : konstruksi kata kompleks tetapi efektif* hanya terjadi sedikit kesalahan penggunaan bentuk kebahasaan 8 - 11 CUKUP – BAIK : konstruksi sederhana tetapi efektif* kesalahan kecil pada konstruksi kompleks* terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tak kabur

  7 – 10 SEDANG – CUKUP : terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat* makna membingungkan atau kabur 3 – 6 SANGAT KURANG : tak menguasai aturan sintaksis* terdapat banyak kesalahan* tak komunikatif* tak layak nilai

  Ejaan

  5 SANGAT BAIK – SEMPURNA : menguasai aturan penulisan* hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan

  4 CUKUP – BAIK : kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan tetapi tak mengaburkan makna

  3 SEDANG – CUKUP : sering terjadi kesalahan ejaan* makna membingungkan 2 atau kabur

  SANGAT KURANG : tak menguasai aturan penulisan* terdapat banyak kesalahan ejaan* tulisan tak terbaca* tak layak nilai

  Sumber: Nurgiyantoro (2001 : 307 – 308) 7.

   Metode Mind Mapping

  Menurut Porter & Hernacki (2008:152-159) mind mapping juga dapat disebut dengan peta pemikiran. Mind mapping juga merupakan metode mencatat secara menyeluruh dalam satu halaman. Mind mapping menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta pikiran atau mind mapping pada dasarnya menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan pada otak.

  Sugiarto (2004: 72) menyatakan bahwa mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan pikiran- pikiran. Mind mapping juga merupakan peta rute yang memudahkan ingatan dan memungkinkan untuk menyusun fakta dan pikiran, dengan demikian cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat tradisional. Selain itu mind mapping adalah sistem penyimpanan, penarikan data dan akses yang luar biasa untuk perpustakaan raksasa dalam otak manusia yang menakjubkan.

  Menurut Sugiarto (2004: 72), mind mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Mind mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Mind mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang.

  Keterlibatan kedua belahan otak akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.

  Menurut Michael Michalko dalam Buzan (2009:6), metode mind

  

mapping dapat dimanfaatkan atau berguna untuk berbagai bidang

  termasuk bidang pendidikan. Kegunaan metode mind mapping dalam bidang pendidikan antara lain: a. Memberi pandangan menyeluruh pokok masalah.

  b. Memungkinkan kita merencanakan rute atau kerangka pemikiran suatu karangan.

  c. Mengumpulkan sejumlah besar data di suatu tempat.

  d. Mendorong pemecahan masalah dengan kreatif. Selain itu menurut Buzan (2009:54-130) metode mind mapping dapat bermanfaat untuk : 1) Merangsang bekerjanya otak kiri dan kanan secara sinergis. 2) Membebaskan diri dari seluruh jeratan aturan ketika mengawali belajar. 3) Membantu seseorang mengalirkan diri tanpa hambatan. 4) Membuat rencana atau kerangka cerita. 5) Mengembangkan sebuah ide. 6) Membuat perencanaan sasaran pribadi. 7) Memulai usaha baru. 8) Meringkas isi sebuah buku. 9) Fleksibel. 10) Dapat memusatkan perhatian. 11) Meningkatkan pemahaman. 12) Menyenangkan dan mudah diingat. Buzan (2009:14), sarana dan prasarana untuk membuat mind

  mapping adalah : kertas kosong tak bergaris, pena dan pensil warna, otak

  dan imajinasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk membuat mind

  mapping membutuhkan imajinasi atau pemikiran. Adapun cara pembuatan mind mapping adalah sebagai berikut.

  1) Mulailah dari tengah kertas kosong. 2) Gunakan gambar (simbol) untuk ide utama. 3) Gunakan berbagai warna. 4) Hubungan cabang-cabang utama ke gambar pusat. 5) Buatlah garis hubung yang melengkung. 6) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis. 7) Gunakan gambar.

  Pembuatan mind mapping juga memerlukan keberanian dan kreativitas yang tinggi. Variasi dengan huruf kapital, warna, garis bawah atau simbol-simbol yang menggambarkan poin atau gagasan utama. Menghidupkan mind mapping yang telah dibuat akan lebih mengesankan.

  Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan yang harus diikuti agar mind mapping yang dibuat dapat memberikan manfaat yang optimal.

  Berikut adalah ringkasan dari Law of MM:

  a) Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (landscape). diletakkan di tengah-tengah kertas dan sedapat

  Central topic mungkin berupa image dengan minimal 3 warna.

  b) Garis: lebih tebal untuk BOIs dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.

  c) Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.

  d) Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, tabel dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan image yang 3 dimensi agar lebih menarik lagi.

  e) Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5 – 6 warna.

  Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.

  f) Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topic terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang- cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2 – 7 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1. (Sumber: http://astutimin.wordpress) Pada gambar 2.1 berikut ini disajikan contoh gambar tentang aplikasi mind mapping.

  Gambar 2.1 Contoh Aplikasi Mind Mapping

  Dalam tahap aplikasi, terdapat empat langkah yang harus dilakukan proses pembelajaran berbasis mind mapping, yaitu: a) Overview (Tinjauan menyeluruh)

  Tinjauan menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses pembelajaran baru dimulai. Hal ini bertujuan untuk memberi gambaran umum kepada siswa tentang topik yang akan dipelajari.

  b) Preview (Tinjauan Awal) Tinjauan awal merupakan lanjutan dari overview sehingga gambaran umum yang diberikan setingkat lebih detail daripada

  Overview . Dengan demikian, siswa diharapkan telah memiliki

  pengetahuan awal yang cukup mengenai subtopik dari bahan sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai.

  c) Inview (Tinjauan mendalam) Tinjauan mendalam yang merupakan inti dari suatu proses pembelajaran, di mana suatu topik akan dibahas secara detail, terperinci dan mendalam. Selama Inview ini, siswa diharapkan dapat mencatat informasi, konsep atau rumus penting beserta grafik, daftar atau diagram untuk membantu siswa dalam memahami dan menguasai bahan yang diajarkan. d) Review (Tinjauan ulang) Tinjauan ulang dilakukan menjelang berakhirnya jam pelajaran dan berupa ringkasan dari bahan yang telah diajarkan serta ditekankan pada informasi, konsep atau rumus penting yang harus diingat atau dikuasai oleh siswa.

  Tidak ada metode pembelajaran yang sempurna. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, tak terkecuali pada metode mind

  mapping . Adapun kelebihan dan kelemahan dalam metode ini adalah sebagai berikut.

  a. Kelebihan metode mind mapping 1) Dapat mengemukakan pendapat secara bebas.

  2) Dapat bekerjasama dengan teman lainnya 3) Catatan lebih padat dan jelas 4) Lebih mudah mencari catatan jika diperlukan.

  5) Catatan lebih terfokus pada inti materi 6) Mudah melihat gambaran keseluruhan 7) Membantu otak untuk mengatur, mengingat, membanding- kan dan membuat hubungan 8) Memudahkan penambahan informasi baru 9) Pengkajian ulang bisa lebih cepat 10) Setiap peta bersifat unik

  b. Kelemahan pembelajaran metode mind mapping 1) Hanya siswa yang aktif yang terlibat.

  2) Tidak sepenuhnya murid yang belajar 3) Mindmap siswa bervariasi sehingga guru akan kewalahan memeriksa mind map siswa.

  (http://mahmmudin.wordpress.com/2009/12/01/pembelajaran- berbasis-peta-pikiran-mindmapping/)

B. Kerangka Berpikir

  Keterampilan menulis sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting bagi siswa. Menulis merupakan kemampuan seseorang mengungkapkan ide-ide, pemikiran, pengetahuan, pengalaman dalam bahasa tulis yang jelas, runtut dan sistematis. Namun kenyataan menunjukkan bahwa banyak siswa yang kurang memiliki kemampuan menulis dengan baik.

  Arundati (2010: 13) menyatakan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, keterampilan menulis siswa masih menghadapi sejumlah masalah yang antara lain: pertama, kurang mampunya siswa menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari pilihan kata yang kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena kesulitan memilih kata atau membuta kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan ide secara teratur dan sistematis. Kedua, kurangnya latihan dan praktek menulis. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang terdiri dari empat aspek, waktu yang diberikan empat jam dalam satu minggu. Waktu hanya satu jam untuk aspek Keterampilan menulis khususnya menulis karangan sangatlah kurang. Ketiga, kurang terampilnya guru memberikan berbagai macam tulisan kepada siswa. Hal ini terlihat dari hasil tulisan siswa seperti membuat kalimat atau membuat cerita pendek. Keempat, pada umumnya sekolah tidak memiliki program kegiatan menulis.

  Upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis meperlukan teknik yang tepat. Teknik yang dikaji dalam penelitian ini adalah metode mind mapping. Melalui penerapan metode mind mapping diharapkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen dapat meningkat. Penerapan metode

  mind mapping juga dapat dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak

  menggunakan metode tersebut untuk mengetahui mana yang lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

  Berdasarkan paparan di atas, kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui skema sebagai berikut.

  Kemampuan siswa dalam menulis cerpen kurang optimal Perlu penerapan metode yang tepat dalam pembelajaran menulis cerpen

  Perbandingan Metode Mind Mapping

  Model konvensional Peningkatan kemampuan menulis cerpen pada siswa

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian C.

   Hipotesis

  Kemampuan menulis sangat penting bagi siswa. Menulis memungkinkan siswa untuk menyampaikan sesuatu misalnya untuk menyampaikan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan secara sistematis dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa, misalnya penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat. Oleh sebab itu, kemampuan menulis perlu dikembangkan pada para siswa agar siswa terlatih untuk menuangkan pemikiran dan ide- idenyan secara sistematis melalui tulisan.

  Untuk mendukung peningkatan kemampuan siswa dalam menulis, khususnya menulis cerpen, maka perlu adanya penerapan metode yang tepat.

  Metode yang dikaji dalam penelitian ini adalah metode mind mapping.

  Penerapan metode mind mapping diharapkan efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

  Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Ho: Penerapan metode mind mapping sama efektifnya dengan metode konvensional dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas X SMA Ma’arif Karangmoncol. Ha: Penerapan metode mind mapping lebih efektif dari metode konvensional dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas X

  SMA Ma’arif Karangmoncol.