BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guided Imagery 1. Definisi - Surya Eka Ningrum BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guided Imagery 1. Definisi Metode non farmakologi yang terbukti efektif dalam meringankan

  nyeri adalah imajinasi terpimpin. Menurut Potter and Perry (2006) imajinasi terpimpin merupakan teknik relaksasi yang dapat memberikan konrol kepada pasien sehingga memberikan kenyamanan fisik dan mental (Wulandari, 2015).

  Menurut (Muttaqin, 2008) Imajinasi terbimbing (Guided Imagery) adalah menggunakan imajinasi seseorang dalm suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing digunakan untuk relaksasi dan meredakan nyeri serta menurunkan tekanan darah yang dapat terdiri atas penggabungan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyataan (Fiani, 2016).

  Seperti dalam Academic for Guided Imagery (2010) Istilah Guided

  Imagery menunjuk pada berbagai teknik visualisasi sederhana, saran

  menggunakan imajinasi langsung, metafora dan bercerita, eksplorasi fantasi dan berimajinasi yang aktif untuk menampilkan sebagai gambaran yang dapat berkomunikasi dengan pikiran sadar (Fiani, 2016).

  Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa guided

  

imagery merupakan salah satu tindakan komplementer dengan teknik

  untuk menuntun seseorang dalam membayangkan atau berimajinasi dengan panca indera untuk membayangkan apa yang dilihat dirasakan, didengar, dicium, dan disentuh atau membayangakan pengalaman yang menyenangkan untuk membawa respon fiik yang diinginkan (menurunkan intensitas nyeri).

  2. Tujuan

  Johnson JY, (2005) menyebutkan bahwa Guided Imagery akan memberikan efek rileks dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang. Pasien yang melakukan guided imagery ini diharuskan berkonsentrasi terhadap imajinasi yang disukai dengan di pimpin oleh perawat. Guided Imagery ini diharapkan akan meningkatkan relaksasi pada pasien (Wulandari, 2015)

  3. Manfaat

  Imjinasi terpimpin sejak lama dikenal manusia dalam meningkatkan relaksasi terhadap gangguan fisik maupun mental (Johnson JY, 2005). Menurut Perry and Potter (2006) imajinasi terpimpin memiliki efek relaksasi yang bermanfaat terhadap kesehatan seseorang antara lain : a. Menurunkan nadi, tekanan darah dan pernapasan. b. Menurunkan ketegangan otot.

  c. Meningkatkan kesadaran global.

  d. Mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan.

  e. Membuat tidak adanya perubahan posisi yang volunter.

  f. Meningkatkan perasaan damai dan sejahtera.

  g. Menjadikan periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam.

  Menurut Snyder (2006) Guided imagery merupakan salah satu metode relaksasi untuk mengkhayal tempat dan kejadian yang menyenangkan sehingga manfaat teknik ini sama dengan teknik relaksasi yang lainnya. Para ahli dalam bidang guided imagery menjelaskan bahwa imajinasi merupakan pengobatan yang efektif dalam mengurangi nyeri, kecemasan, menurunkan tekanan darah, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh dalam mencegah berbagai macam penyakit. Guided imaery telah menjadi standar terapi untuk mengurangi kecemasan dan memberikan tindakan relaksasi pada orang dewasa atau anak

  • – anak, dapat juga untuk menurunkan sensasi nyeri, susah tidur, dan menurunkan tekanan darah (Fiani, 2016).

4. Prosedur Tindakan

  Terapi guided imagery dalam aplikasinya terhadap pasien memiliki prosedur yang berbeda-beda. Tetapi pada intinya, terapi ini diberikan kepada pasien untuk meningkatkan relaksasi. Keadaan rileks ini akan mengurangi kesadaran patologis fisik maupun mental pada pasien.

  

Guided Imagery yang diberikan pada pasien harus di dukung oleh keadaan intern dan ekstern. Keadaan yang intern yang mendukung lancarnya proses terapi ini adalah salah satunya pasien harus kooperatif dengan perawat, tidak mengalami gangguan pendengaran, dan mudah berkonsentrasi. Keadaan ekstern yang mendukung imajinasi terbimbing adalah lingkungan yang tenang, nyaman sehingga akan meningkatkan konsentrasi pada saat terapi berlangsung (Wulandari, 2015). Teknik yang dilakukan pada guided imagery menurut Asmadi (2008) dalam Fiani (2016) : a. Atur posisi yang nyaman pada klien.

  b. Dengan suara yang lembut, bimbing untuk memikirkan hal

  • – hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indera.

  c. Bimbing pasien post sc untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan dengan merelaksasikan tubuhnya.

  d. Bila sudah tampak rilkes, perawat tidak perlu bicara lagi.

  e. Jika klien menunukan tanda

  • – tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya kembali saat klien sudah siap.

  Menurut Snyder (2006) dalam Fiani (2016) teknik guided imagery dilaksanakan dalam waktu 10-15 menit, teknik pelaksanaan guided imagery secara umum antara lain :

  a. Membuat individu dalam keadaan santai yaitu : 1) Mengatur posisi yang nyaman (duduk atau berbaring).

  2) Silangkan kaki, tutup mata atau fokuskan pada suatu titik yang menyenangkan.

  3) Fokus pada pernapasan otot perut, menarik napas dalam dan pelan, napas berikutnya biarkan sedikit lebih dalam dan lama dan tetap fokus pada pernapasan dan tetapkan pikiran tubuh semakin santai dan semakin santai.

  4) Rasakan tubuh menajdi lebih berat dan hangat dari ujung kepala dan ujung kaki.

  5) Jika pikiran tidak fokus, ulangi lagi pernafasan dalam dan pelan.

  b. Sugesti khusus untuk imajinasi, yaitu : 1) Pikirkan bahwa seolah-olah pergi kesuatu tempat yang menyenangkan dan merasa senang ditempat tersebut.

  2) Sebutkan apa yang bisa dilihat, dengar, cium dan apa yang dirasakan.

  3) Ambil nafas panjang beberapa kali dan nkmati berada dalam tempat tersebut.

  4) Sekarang, minta pasien untuk membayangkan apa yang diinginkan (uraikan sesuai tujuan yang diinginkan).

  c. Beri kesimpulan dan perkuat hasil praktek yaitu : 1) Mengingatkan bahwa kita dapat kembali ketempat ini, perasaan ini, cara ini dapat kapan saja dilakukan jika diinginkan.

  2) Ini dapat dilakukan dengan berfokus pada pernafasan, santai, dan membayangkan sedang berada pada tempat yang disenangi.

  d. Kembali ke keadaan semula yaitu : 1) Ketika kita telah siap kembali keruang dimana kita berada.

  2) Dengan perasaan yang sudah segar dan siap untuk melanjutkan kegiatan yang selanjutnya.

  3) Sebelumnya mintalah pasien untu dapat menceritakan pengalaman klien ketika klien telah siap.

  Menurut Kozier (2009) teknik majinasi terbimbing (guided

  imagery ) yaitu dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga dokumentasi (Fiani, 2016).

  a. Persiapan Sediakan lingkungan yang nyaman dan tenang, seperti jauh dari kebisingan.

  b. Pelaksanaan 1) Jelaskan keuntungan dari imajinasi tebimbing.

  2) Berikan privasi 3) Posisikan pada posisi yang nyaman (berbaring maupun duduk dengan memejamkan mata serta gunakan sentuhan terapeutik). 4) Berikan tindakan untuk menimbulkan relaksasi. o Gunakan nama yang disukai. o Bicara yang jelas dengan nada bicara yang tenang dan netral. o

  Bimbing untuk tarik napas dalam dan perlahan untuk merelaksasikan semua ototnya.

  5) Bimbing untuk merinci gambaran dari bayangannya. 6) Minta untuk menjelaskan perasaan fisik dan emosional yang ditimbulkan oleh bayangannya.

  7) Beri umpan balik yang positif. 8) Sadarkan kembali dari bayangannya dengan hitungan mundur.

  9) Diskusikan perasaan yang dialami dalam imajinasi terbimbing.

  10) Dorong pasien post SC untuk mempraktikkan teknik imajinasi sediri.

  c. Dokumentasikan respon nyeri terhadap latihan.

5. Fisiologi

  Menurut Tamsuri A (2006) Guided Imagery akan memberikan efek rileks dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang. Pasien dalam keadaan rileks secara alamiah akan memicu pengeluaran hormon endorfin. Hormon ini merupakan analgesik alami dari tubuh yang terdapat pada otak, spinal, dan traktus gastrointestinal (Wulandari, 2015).

B. Aromaterapi 1. Definisi

  Menurut Craig Hospital (2013) Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau

  • – bauan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak.

  Minyak atsiri digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehata dan kesejahteraan, sering digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat terapeutik dengan minyak atsiri (Cahyasari, 2015).

  Aromaterapi dapat juga didefinisikan sebagai penggunaan terkendali essensial tanaman untuk tujuan terapeutik (Posadzki et al, 2012 dalam Cahyasari 2015).

  Jenis minyak aromaterapi yang umum digunakan yaitu :

  a) Minyak Eukaliptus (Eukaliptus Oil)

  b) Minyak Rosemary (Rosemary Oil)

  c) Minyak Ylang-Ylang (Ylang-Ylang Oil)

  d) Minyak Tea Tree (Tea Tree Oil)

  e) Minyak Lavender (Lavender Oil)

  f) Minyak Geranium (Geranium Oil)

  g) Minyak Peppermint

  h) Minyak Jeruk Lemon (Lemon Oil) i) Minyak Chamomile Roman

  j) Minyak Clary Sage (Clary Sage Oil)

  2. Mekanisme Aromaterapi

  Efek fisilogis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis : mereka yang bertindak melalui stimulasi syaraf dan organ

  • – organ yang bertindak langsung pada organ atau jaringan melalui effector-receptor mekanisme (Hongratanaworakit, 2004). Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak essensial memicu perubahan dalam sistem limbik, bagian dari otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis syaraf, endokrin atau sistem kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernapasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh.

  Efeknya pada otak dapat menjadikan tenang atau merangsang, sistem syaraf, serta mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak essensial dapat meredakan gejala pernapasan, sedangkan aplikasi lokal miyak yang diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu. Pijat yang dikombinasikan dengan minyak essensial memberikan relaksasi, serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot dan kejang. Beberapa minyak essensial yang diterapkan pada kulit dapat menjadi anti mikroba, antiseptik, anti jamur, atau anti inflamasi (Hongratanaworakit, 2004 dalam Cahyasari 2015 ).

  3. Manfaat Minyak Aromaterapi

  Beberapa manfaat dari minyak aromaterapi (essensial oil) : a) Levender : Dianggap paling bermanfaat dari semua minyak atsiri, lavender dikenal untuk dapat membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan dan stres (depresi) melawan

  • – kelelahan dan untuk relaksasi, merawat agar tidak infeksi paru paru, sinus, termasuk jamur vaginal, radang tenggorokan, asma, kista dan peradangan lain. Meningkatkan daya tahan tubuh, regenerasi sel, luka terbuka, infeksi kulit dan sangat nyaman untuk kulit bayi , dll.

  b) Jasmine : Pembangkit gairah cinta, baik untuk kesuburan wanita, mengobati impotensi, anti depresi, pegal linu, sakit menstruasi dan radang selaput lendir.

  c) Orange : Baik untuk kulit berminyak, kelenjar getah bening tak lancar, debar jantung tak teratur dan tekanan darah tinggi.

  d) Peppermint : Membasmi bakteri, virus dan parasit yang bersarang di pencernaan. Melancarkan penyumbatan sinus dan paru,

  • – mengaktifkan produksi minyak di kulit, menyembuhkan gatal gatal karena kadas dan kurap, herpes, kudis karena tumbuhan beracun.

  e) Rosemary : Salah satu aroma yang manjur untuk memperancar peredaran darah, menurunkan kolesterol, mengendorkan otot, rematik, menghilangkan ketombe, kerontokan rambut, membantu mengatasi kulit kusam sampai di lapisan terbawah. Mencegah kulit kering, berkerut dan menampakkan urat – urat kemerahan. f) Sandalwood : Menyembuhkan infeksi saluran kencing dan alat kelamin, mengobati radang dan luka bakar, masalah tenggorokan, membantu mengatasi sulit tidur, dan menciptakan ketenangan hati.

  g) Green Tea : Berperan sebagai tonik kekebalan yang baik mengobati penyakit paru-paru, alat kelamin, vagina, sinus, infeksi mulut, infeksi jamur, cacar air, ruam syaraf serta melingdungi kulit karena radiasi bakar selama terapi kanker.

  h) Ylang-Ylang : Bersifat menenangkan, melegakan sesak nafas, berfungsi sebagai tonik rambut sekaligus sebagai pembangkit rasa cinta. i) Lemon : Selain baik untuk kulit yang berminyak, berguna pula sebagai zat antioksidan, antiseptik melawan virus dan bakteri, mencegah hipertensi, kelenjar hati dan limfa yang tersumbat, memperbaiki metabolisme, menunjang sistem kekebalan tubuh serta memperlambat kenaikan berat badan. j) Strawberry : Dapat meningkatkan selera makan, mengurangi penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kanker. k) Lotus : meningkatkan vitalitas, konsentrasi, mengurangi panas dalam, meningkatkan fungsi limpa dan ginjal. l) Apel : Dapat menyembuhkan mabuk, diare, menguatkan sistem pencernaan, menjernihkan pikiran, mengurangi gejala panas dalam. m) Vanilla : Dengan aroma yang lembut dan hangat mampu menenangkan pikiran. n) Night Queen : Membuat rasa nyaman dan rileks. o) Opium : menggembirakan, memberi energi dan semangat tertentu. p) Coconut : memberikan efek ketenangan, menghilangkan stres, mampu mempertahankan keremajaan kulit wajah sehingga wajah namapak selalu bersinar sepanjang masa. q) Sakura : dapat mengobati disentri, demam, muntah, batuk darah, keputihan, tumor, insomnia, mimisan, sakit kepala dan hipertesi.

  Dari uraian aromaterapi dan manfaatnya, aromaterapi yang mempunyai manfaat meringankan nyeri adalah jenis aromaterapi lavender. Minyak lavender di ekstrak dari tanaman yang disebut

  

Lavandula Angustifolia . Dari semua aromaterapi, lavender dianggap

  paling bermanfaat dari semua jenis minyak atsiri 4.

   Bunga Lavender

  Nama lavender berasal dari bahasa latin “lavera“ yang berarti menyegarkan dan orang

  • – orang Roma telah memakainya sebagai parfum dan minyak mandi sejak jaman dahulu. Bunga lavender memiliki 25 – 30 spesies, beberapa diantaranya yaitu lavandula

  

angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas. Penampakan

  bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna ungu kebiruan, dan tinggi tanamannya sekitar 72 cm. Asal tumbuhan ini adalah dari wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika Tropis dan ke arah timur sampai India. Tanaman ini tumbuh baik pada daerah datara tinggi, dengan ketinggian berkisar antara 600

  • – 1.350 m diatas permukaan laut.

Gambar 1.1 Bunga Lavender (Cahyasari, 2015) 5.

   Zat Yang Terkandung Dalam Minyak Lavender

  Menurut Mclain DF (2009) minyak Lavender memiliki banyak potensi karena terdiri atas beberapa kandungan. Menurut penelitian, dalam 100 gram minyak lavender tersusun atas beberapa kandungan, seperti : minyak essesnsial ( 13% ), alpha-pinene (0,22%), champene

  

(0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-cymene ( 0,3%), limonene (1,06%),

cineol (0,51%), linalool (26,12%), borneol (1,21%), terpinen-4-o1

(4,64%), linail Acetate (26,2%), geranyl acetate (2,14%), dan

caryopyllene (7,55%). Berdasarkan data diatas maka dapat

  disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah

  Linail asetat dan linalool (

  10

  1 8 ) (Cahyasari, 2015).

  C H

o

6. Teknik Pemberian Aromaterapi

  Dikutip dari Cahyasari (2015), teknik pemberian aromaterapi bisa digunakan dengan cara : a. Inhalasi : Biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan dan dapat dilakukan dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak essensial ke dalam mangkuk air mengepul. Uap tersebut kemudian dihirup selama beberapa saat , dengan efek yang ditingkatkan dengan menempatkan handuk di atas kepala sehingga mangkuk membentuk tenda untuk menangkap udara yang dilembabkan dan bau.

  b. Massage/pijat : Menggunakan minyak essensial aromatik dikombinasikan dengan minyak dasar yang dapat menenangkan atau merangsang, tergantung pada minyak yang digunakan. Pijat minyak essensial dapat diterapkan ke area masalah tertentu atau ke seluruh tubuh.

  c. Difusi : Biasanya digunakan untuk menenangkan syaraf atau mengobati beberapa masalah pernapasan dan dapat dilakukan dengan penyemprotan senyawa yang mengandung minyak ke udara dengan cara yang sama dengan udara freshener. Hal ini juga dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa tetes minyak essensial ke dalam diffuser dan menyalakan sumber panas. Duduk dalam jarak tiga kaki dari diffuser, pengobatan biasanya berlangsung selama 30 menit. d. Kompres : Panas atau dingin yang mengandung minyak essensial dapat digunakan untuk nyeri otot dan segala nyeri, memar dan sakit kepala.

  e. Perendaman : Mandi yang mengandung minyak essensial dan berlangsung selama 10-20 menit yang di rekomendasikan untuk masalah kulit dan menenangkan syaraf.

7. Prosedur Kerja Inhalasi Aromaterapi

  Menurut Kim et al (2006), metode kerja inhalasi dengan cairan aromaterapi lavender dengan konsentrasi 2% yang sudah dilarutkan dengan 9ml aquabides kemudian diteteskan 0,3 ml kedalam masker. Lalu masker dikenakan pada pasien dan anjurkan pasien menghirup aromaterapi yang sudah dikenakan di maskernya. Intervensi ini dilakukan kurang lebih 15 menit bersamaan dengan dilakukannya kombinasi terapi guided imagery untuk memperoleh hasil yang optimal untuk membantu menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea (Cahyasari, 2015).

C. Nyeri 1. Definisi

  Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak, atau segala keadaan yang menunjukkan adanya kerusakan jaringan (Rasjidi, 2010). Asosiasi internasional untuk peneitian nyeri (International Assosiation For the Studi Of Pain), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensorik subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan, sedangkan menurut MC. Caffery dalam (Potter and Perry,2005). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja, dia mengatakan bahwa ia merasakan nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan untuk mengkaji nyeri (Cahyasari, 2015).

2. Fisiologis Nyeri

  Nyeri merupakan suatu fenomena yang komplek. Nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang dapat mengindikasikan bahwa tubuh seseorang sedang mengalami masalah. Nyeri dapat berasal dari fisik maupun psikologis (Tamber & Heryati, 2008 dalam Cahyasari 2015).

  a) Reseptor Nyeri Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

  Reseptor nyeri juga nosireceptor , berdasarkan letaknya

  

nosireceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh

  yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor

  

Kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari

  daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Tamsuri, 2007).

  Reseptor jaringan kulit terbagi dalam dua komponen menurut Tamsuri 2007, yaitu : o

  Serabut A delta, merupakan komponen cepat (kecepata transmisi 6-30 m/detik) yang mungkin timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. o

  Serabut C merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5 m/detik) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri bersifat tumpul dan sulit dialokasikan.

  b) Transmisi Nyeri Menurut Tamsuri 2007, terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghilangkan rangsangan nyeri (Cahyasari, 2015) yaitu : o

  Teori Spesivitas (Specivicity Theory) Teori dirasakan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisikan rasa nyeri. o

  Teori Pala (Pattern Theory) Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu mengantar rangsangan dengan cepat dan serabut yang mengantar rangsangan dengan lambat. Kedua serabut syaraf tersebut bersinapsis pada medula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input senssasi nyeri menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri. o

  Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory) Teori gerbang kendali nyeri menyatakan terdapat semacam “ pintu gerbang “ yang dapat memfasilitasi atau memperlambat transmisi sinyal nyeri.

  c) Neuro Regulator Nyeri

  Neuroregulator yang berperan dalam transmisi impuls syaraf

  dibagi dalam kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan

  neuromodulator . Neurotransmitter mengirim impuls

  • – impuls alektrik melalui rongga sinapsis antar dua serabut syaraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator bekerja untuk memodifikasi aktifitas neuron tanpa mentransfer secara langsung sinyal
  • – sinyal menuju sinap (Tamsuri 2007 dalam Cahyasari 2015).

3. Klasifikasi Nyeri

  Menurut Tamsuri (2007) dalam Cahyasari (2015). Nyeri diklasifikasikan sebagai berikut : a) Nyeri Superfisial Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini mempunyai durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.

  b) Nyeri somatik dalam Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang struktur penyokong lainnya. Umumnya nyeri bersifat tumpul dan stimulasi dengan adanya peregangan iskemik.

  c) Nyeri Viseral Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal, nyeri timbul bersifat difusi dan durasinya cukup lama, sensasi yang timbul biasanya cukup tumpul.

  d) Nyeri Radiasi Sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar , nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien dimana nyerinya bergerak di daerah asal nyeri hingga ke sekitar atau sepanjang bagian tubuh tertentu, nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan.

  e) Nyeri Fantom Nyeri khusus yang dirasakn oleh klien yang mengalami amputasi, nyeri yang dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah – olah organnya masih ada.

  f) Nyeri Alih

  Nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar keorgan lain sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dri organ yang mengalami nyeri.

4. Respon Tubuh Terhadap Nyeri

  Tamber & Heryati (2008). Menyebutkan beberapa respon tubuh terhadap nyeri sebagai berikut : 1) Respon Fisiologik

  Respon fisiologik yang diperlihatkan dapat berrupa respon simpatik atau parasimpatik.

  a) Respn simpatik terlihat pada nyeri akut atau nyeri permukaan (superfisial) dan merupakan respon homeostasis.

  b) Respon parasimpatis menunjukan bahwa tubuh tidak mampu melakukan aktifitas.

  2) Respon Afektif

  a) Diam tidak berdaya

  b) Menolak

  c) Depresi

  d) Marah

  e) Tidak punya harapan

  f) Tidak punya kekuatan 3) Respon tingkah laku

  Menurut Potter and Perry (2005), respon ini dapat dikaji secara verbal, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan interaksi sosial.

5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

  Faktor

  • – faktor yang memperngaruhi nyeri menurut Potter and Perry (2005), adalah :

  a) Usia Merupakan variabel yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak

  • –anak dan usia lanjut.

  b) Jenis kelamin Gil dalam Potter and Perry (2005). Menyatakan umumnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki- laki dalam merespon nyeri tetapi anak perempuan lebih cenderung menangis bila mengalami nyeri dibandingkan anak laki-laki.

  c) Kebudayaan Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.

  d) Perhatian Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya penglihatan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

  e) Ansietas

  Hubungan nyeri dengan ansietas bersfat kompleks. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi tentang nyeri tetapi nyeri jga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.

  f) Pengalaman sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu itu akan menerima nyeri yang lebih mudah pada masa yang akan datang.

  g) Dukungan keluarga dan sosial Faktor lainnya yag bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat, untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan (Potter and Perry, 2005 ).

  h) Keletihan Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri, kelelahan menyebabkan nyeri semakin intensif dan menurun kemampuan koping.

6. Pengukuran Skala Nyeri

  Beberapa alat ukur dapat digunakan untuk menilai skala nyeri pasien menurut (Tamsuri, 2007) adalah :

a. Skala Verbal Descriptive Scale (VDS)

  Adapun menurut Potter and Perry (2005) skala yang digunakan dalam menguji nyeri yaitu skala intensitas nyeri deskriptif.

  Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu mendeskripsikan sensasi yang dirasakan. Perawat juga dapat memberikan klien daftar istilah untuk mendeskripsikan nyeri kemudian skala deskriptif juga bermanfaat bukan saja dalam mengkaji tetapi juga untuk mengevaluasi perubahan kondisi klien (Cahyasari, 2015).

  Tidak ada nyeri ringan nyeri sedang nyeri hebat nyeri sangat hebat nyeri paling hebat

Gambar 1.2 Skala Nyeri Deskriptif Sederhana

  Karakteristik nyeri dengan skala deskriptif :Tidak Nyeri

  1-3 :Nyeri ringan (secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik) 4-6 :Nyeri sedang (secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

  7-9 :Nyeri berat terkontrol (secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukka lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi dan distraksi). 10 :Nyeri angat tidak terkontrol (pasien sudah tidak mampu berkomunikasi).

b. Skala Intensitas Nyeri Longitudinal Hayward.

  Hayward (1975) mengembangkan alat ukur nyeri dengan skala longitudinal yang paad salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung yang lainnya nilai 10 (untuk keadaan nyeri paling hebat) (Hidayah, 2017).

Gambar 1.3 Skala Nyeri Longitudinal Hayward

  Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST yaitu P (Provocative), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri. S

  (severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri. T (time) adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.

  Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal. Untuk mengukurnya penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat dalam sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktifitas dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala dengan beberapa kategori.

  Skala Keterangan Tidak nyeri

  1-3 Nyeri ringan 4-6 nyeri sedang 7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa dikontrol dengan aktifitas yang biasa dilakukan.

  10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

c. Skala Nyeri Visual ( VAS )

Gambar 1.4 Skala Nyeri VAS d. Skala Nyeri Wong and Baker

  Alat Ukur yang lain yaitu dengan menggunakan skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Pain Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyeri melalui skala angka ( Mubarak, 2008)

Gambar 1.5 Skala Wong-Baker Pain Rating Scale Wong-Baker FACES rating scale yang ditujukan untuk klien yang tida mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka.

  Ini termasuk anak

  • – anak yang tidak mampu berkomuniasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

e. Numeric Rating Scale (NRS)

  NRS merupakan alat yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri atau derajat keparahan nyeri dan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan (Potter and Perry, 2006). Menurut Strong, et al (2002) dalam Rahma (2015), NRS merupakan skala nyeri yang paling banyak digunakan di klinik, khususnya pada posisi akut. NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

  0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1.6 Numeric Rating Scale (NRS)

  : None (Tidak nyeri) 1-3 : Mild (Nyeri ringan)

  4-6 : Moderate ( Nyeri sedang) 7-9 : Severe (Nyeri Hebat) 10 : Nyeri sangat hebat

7. Manajemen Nyeri

  a. Manajemen Farmakologi Obat adalah bentuk pengendalian nyeri yang sering digunakan.

  Kelompok obat nyeri menurut Price and Wilson (2006) dalam Cahyasari (2015) adalah :

  a) Analgesik Nonpoid : Obat Anti inflamasi Nonsteroid (OAINS), contoh asam asetilisilat (aspirin).

b) Analgesik Oploid : contoh morfin, meperidin dan lain – lain.

  c) Adjuvan dan koanalgesik : contoh amitripilin.

  b. Manajemen non farmakoogis Secara non farmakologis, metode dan teknik yang dapat digunakan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain distraksi, meditasi, teknik terapi musik, hipnotis, sentuhan, pijat, akupuntur, kompres panas atau dingin, teknik relaksasi serta aromaterapi (Lynn, 2006 ).

D. Persalinan

  Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi bai dari ibu maupun dari janin (Prawiroharjo, 2010). Bentuk- bentuk persalinan ada dua yaitu, persalinan spontan dan bantuan. Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat

  • – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan bantuan adalah proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi sectio caesarea (Manuaba, 2007 dalam Setyowati, 2016). Proses persalinan terkadang tidak berjalan semestinya dan janin tidak dapat lahir secara normal karena beberapa faktor, yaitu komplikasi kehamilan, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal , kepala panggul. Kedaan tersebut memerlukan tindakan medis berupa operasi Sectio Caesarea (Padila, et al.,2008).

E. Sectio Caesarea 1. Definisi

  Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak

  lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Pembedahan Sectio

  Caesarea profesional yang pertama dilakukan di Amerika Serikat pada

  tahun 1827. Sebelum tahun 1800 sectio caesarea jarang dilakukan dan biasanya hasilnya fatal. Di London dan Edinburgh pada tahun 1877, dari 35 pembedahan caesarea terdapat 33 kematian ibu. Menjelang tahun 1877 sudah dilaksanakan 71 kali pembedahan caesarea di Amerika Serikat. Angka mortalitasnya 52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan (Oxorn & Forte, 2010).

  Menurut Mochtar (2011) Sectio Caesaria ialah salah satu cara melahirkan janin dan membuat sayatan pada dinding depan perut dan juga didefinisikan sebagai suatu histeroktomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Chotimah, 2016). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat badan janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009).

2. Etiologi

  Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :

  a Indikasi Ibu 1) Panggul sempit absolute

  2) Placenta previa

  3) Ruptura uteri mengancam 4) Partus Lama 5) Partus Tak Maju 6) Pre eklampsia, dan Hipertensi b Indikasi Janin 1) Kelainan letak 2) Gawat janin

  3) Janin besar 3.

   Indikasi Sectio Caesarea

  Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute dan relatif. Setiap kedaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Indikasinya diantaranya, janin sungsang, plaenta menutupi jalan lahir, persalinan .

  Angka sectio caesarea terus meningkat dari insidensi 3 hingga 4 persen 15 tahun yang lampau sampai insiedensi 10 hingga 15 persen sekarang ini. Angka terakhir mungkin bisa diterima dan benar. Bukan saja pembedahan manjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang cidera akibat partus lama dan pembedahan traumaik vagina menjadi berkurang. Disamping itu, perhatian terhadap kualitas terhadap kehidupan dan pengembangan intelektual bagi bayi telah memperluas indikasi sectio caesarea (Oxorn & Forte, 2010).

4. Kontra Indikasi Sectio Caesarea

  

Sectio Caesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :

  a) Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea eextraperitoneal tidak tersedia. b) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai (Oxorn & Forte, 2010) 5.

   Klasifikai Sectio Caesarea

  Klasifikasi sectio caesarea menurut Oxorn & Forte, 2010 :

  a) Segmen Bawah : Insisi Melintang Karena cara ini memungkinkan kelahiran perabdominam yang aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetrik pada hal

  • – hal berikut :

   Insisi ini memungkinkan ahli kebidanan untuk mengubah keputusannya.

   Insisi ini menghasilkan konsep trial of labor , trial of oxytocin stimulation dan trial forceps.

   Indikasi kelahiran dengan forceps yang membawa cidera benar – benar telah ditindakan.

   Indikasi akan sectio caesarea semakin meluas.  Mordibitas dan mortalitas maternal lebih rendah dibandingkan dengan insisi segmen atas.

   Cicatrix yang terjadi pada uterus lebih kuat.

  Insisi melintang segmen bawah ini merupakan prosedur pilihan. Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan

  

vesicouterina peritoneum (Bladder Flap) yang terletak dekat

  sambungan segmen atas dan bawah bersama – sama kandung kemih di dorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melingtang yang kecil ; luka insisi ini dilebarkan ke samping denan jari

  • – jari tangan dan berhenti di dekat daerah pembuluh – pembuluh darah uterus. Kepala janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi di ekstraksi atau di dorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan kemudian placenta serta selaput ketuban. Insisi melintang tersebut ditutup dengan jahitan catgut bersambung satu atau dua lapis. Lipatan vesicouterina kemudian dijahit kembali pada dinding uterus sehingga seluruh luka insisi terbungkus serta tertutup dari rongga peritoneum generalisata. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis.

  b) Segmen Bawah : Insisi Membujur Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi melintang. Insisi membujur dibuat dengan

  

scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari

  cidera pada bayi. Insisi membujur memiliki keuntungan yaitu, kalau perlu luka insisi bisa diperlebar keatas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada anomali janin seperti kehamilan kembar yang menyatu (Conjoined twins).

  Sebagian ahli kebidanan menyukai insisi jenis ini untuk placenta previa.

  Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot juga, serigkali luka insisi tanpa dikehendaki melua ke segmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal yang lengkap akan hilang.

  c) Sectio Caesarea Klasik Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu.

  Janin serta placenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hampir sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan sectio caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknik dalam menyingkapkan segmen bawah.

  1. Indikasi

  a. Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah  Adanya pembuluh

  • – pembuluh darah besar pada dinding anterior.

   Vesika urinaria yang letaknya tinggi dan melekat  Myoma pada segmen bawah b. Bayi yang tercekam pada letak lintang. c. Beberapa kasus placenta previa anterior

  d. Malformasi uterus tertentu

  d) Sectio Caesarea Extraperitoneal Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya histeroktomi pada kasus

  • – kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal, seperti metode waters, Latzko dan Norton. Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk ke dalam cavum peritonei, dan insidensi cidera vesika urinaria meningkat. Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar, dan tersedianya darah dan antibiotik telah mengurangi perlunya teknik

  

extraperitoneal . Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap

disimpan sebagai cadangan bagi kasus-kasus tertentu.

  e) Histeroktomi Caesarea Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilanjutan dengan pengeluaran uterus. Kalau mungkin histeroktomi harus dikerjakan lengkap (Histeroktomi Total). Akan tetapi karena pembedahan subtotal menjadi prosedur pilihan kalau terdapat perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau kalau pasien dalam keadaan jelek akibat sebab

  • – sebab lain. Pada kasus – kasus semacam ini, tujuan pembedahan adalah menyelesakan secapat mungkin.

  1. Indikasi

  a. Perdarah akibat atonea uteri setelah terapi konservatif gagal.

  • – b. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus kasus placenta previa dan abruptio placenta tertentu.

  c.

   Placenta accreta

  d. Fibromyoma yang multiple dan luas

  e. Pada kasus tertentu kanker serviks atau ovarium

  f. Ruptura uteri yang tidak diperbaiki

  g. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid tidak dikehendaki demi alasan medis.

  h. Pada kasus – kasus terlantar dan terinfeksi kalau resiko peritonitis generalisata tidak dijamin dengan mempertahankan uterus misalnya, pada seorang ibu yang sudah memiliki beberapa orang anak dan tidak ingin menambahnya lagi. i. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

  • – j. Pelebaran luka insisi yang mengenai pelebaran pembuluh pembuluh darah sehingga perdarahan tidak bisa dihentikan dengan pengikatan ligature.

  2. Komplikasi

  a. Angka morbiditasnya 20 persen

  b. Darah lebih banyak hilang c. Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula d. Truma psikologis akibat hilangnya rahim.

3. Komplikasi Serius

  a. Perdarahan  Atonia uteri  Pelebaran insisi uterus  Kesulitan mengeluarkan placenta  Hematoma Ligamentum latum (Broad Ligamen)

  b. Infeksi  Traktus genetalia  Insisi  Traktus urinaria  Paru – paru dan traktus respiratorius atas c.

   Trhombophlebitis

  d. Cidera dengan atau tanpa fistula  Traktus urinaria  Usus

  e. Obstruksi usus  Mekanis  Paralitik

6. Patofisiologi

  Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi

  dengan berat diatas 4000 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.indikasi dilakukannya tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak(tumor, mioma uteri), placenta previa, dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin, janin besar dan letak lintang. Setelah dilakukan SC ibu akan adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan akibat kurang informasi. Dari aspek fisiologis yaitu produksi oxitoksin yang tidak adekuat akan mengakibatkan produksi ASI yang keluar hanya sedikit, sedangkan luka dari insisi akan mengakibatkan post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan dilakukan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah sensasi utama dari sebuah insisi yang akan mengakibatkan perasaan tidak nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien peru dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.