BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi - Restu Kusumaningtyas BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

  sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda, 2007). DiIndonesia skabies sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug (Cakmioki, 2007). Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat mengenai semua golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Al-Falakh, 2009).

  Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Sedangkan menurut Wahidayat (1998), skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh infestasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada stratum korneumkulit, terutama pada tempat predileksi.

  Skabies merupakan infestasi kulit oleh kutu sarcoptesscabei yang

  menimbulkan gatal – gatal. Penyakit ini dapat ditemukan pada orang – orang miskin yang hidup dengan kondisi hyegine di bawah standar sekalipun juga sering terdapat di antara orang – orang yang bersih. Skabies sering dijumpai pada orang – orang yang seksual aktif. Namun demikian, infestasi parasit ini tidak bergantung pada aktifitas seksual karena kutu tersebut sering menjangkit jari – jari tangan, dan sentuhan tangan dapat menimbulkan infeksi. Pada anak – anak, tinggal semalaman dengan teman yang terinfeksi atau saling berganti pakaian dengannya dapat menjadi sumber infeksi. Petugas kesehatan yang melakukan kontak fisik yang lama dengan pasien skabies dapat pula terinfeksi.

  Kutu betina yang dewasa akan membuat terowongan pada lapisan

  

superfisial kulit dan berada disana selama sisa hidupnya. Dengan rahang dan

  pinggir yang tajam dari persendian kaki depannya, kutu tersebut akan memperluas terowongan dan akan mengeluarkan telurnya dua hingga tiga butir sehari sampai selama dua bulan. Kemudian kutu betina itu mati. Larva (telur) menetas dalam waktu 3 sampai 4 hari dan berlanjut lewat stadium larva serta nimfa menjadi bentuk kutu dewasa dalam tempo sekitar 10 hari.

  Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi oleh tungau

Sarcoptes Scabei , yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,

  contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Aisiyah, 2005). Scabies ini tidakmembahayakan manusia namun adanya rasa gatal pada malam hari ini merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.

  Penyakit scabies ini banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3)lingkungan dengan tingkat kebersihankurang. Scabies cenderung tinggi pada anak- anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2004). Penyakit kulit scabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Praktek perawatan penderita yang buruk akan menyebabkan kegagalan dalam tindakan penanggulangan penyakit scabies.

  Apabila skabies tidak segera mendapat pengobatan dalam beberapa minggu maka akan timbul adanya dermatitis yang diakibatkan karena garukan. Rasa gatal yang ditimbulkan terutama pada waktu malam hari, secara tidak langsung akan mengganggu kelangsungan hidup para santri terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukan pada siang hari seperti dalam proses belajar akan ikut terganggu.

  Selainitu, setelah santri sembuh akibat garukan tersebut akan meninggalkan bercak hitam yang nantinya juga akan mempengaruhi harga diri santri seperti merasa malu, cemas, takut dijauhi teman dan sebagainya (Kenneth dalam Kartika, 2008).

  Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang

  umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006), dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan level sosial ekonomi (Raza et al. 2009). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang (Triplehorn dan Johnson, 2005). Infestasi ektoparasit pada kulit keberadaannya membuat rasa tidak nyaman, dapat menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. Infestasi ektoparasit bersifat sporadik, epidemik dan endemik (Ciftci et al., 2006).

  Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var

hominis termasuk ordo Acariformes, family Sarcoptidae, Genus Sarcoptes.

  

Sarcoptes scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan

  manusia (Chosidow, 2006), sedangkan Sarcoptes scabiei var mange ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi dan hewan ternak (Bandi & Saikumar, 2012). Nama

  

Sarcoptes scabiei adalah turunan dari kata Yunani yaitu sarx yang berarti

  kulit dan koptein yang berarti potongan dan kata latin scabere yang berarti untuk menggaruk. Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi kulit yang muncul oleh aktivitas tungau (Cordoro et al. 2012).

  Ciri morfologi tungau skabies antara lain berukuran 0.2 - 0.5mm, berbentuk oval, cembung dan datar pada sisi perut (Chowsidow 2006).

  Menurut Bandi et al (2012) terdapat 15 varietas atau strain tungau yang telah diidentifikasi dan dideskripsikan secara morfologi maupun dengan pendekatan molekuler. Keberadaan spesies Sarcoptes scabiei telah diketahui sekitar 2500 tahun yang lalu, sebagai parasit obligat yang menggali lapisan epidermis kulit. Pada abad ke 17 seorang ilmuan bernama Giovanni, Cosimo Bomomo mengidentifikasi tungau yang menyebabkan scabies (Cordoro et al.

  2012).

2. Etiologi

  Penyebab penyakit skabies adalah seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S. scabiei var homonis yang berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan bagan punggung lebih lonjong dibandingkan perut, yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang kaki belakang (Iskandar, 2000).

  Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat

  dipermukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5mm–5 mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari.

  Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada patogenesis penyakit.

  Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab biasanya pada lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, lipatan paha, lipatan lengan dan selangkangan (Soeharsono, 2002).

3. Klasifikasi

  Menurut Sudirman (2006), skabies dapat diklasifikasikan menjadi: a.

  Skabies pada Orang Bersih Terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

  b.

  Skabies Inkognito Obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda

  

skabies , sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya pengobatan dengan steroid

topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini

  disebabkan mungkin oleh karena penurunan respon imum seluler.

  c.

  Skabies Nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.

  d.

  Skabies Norwegia Ini biasa disebut skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan

  

krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi

  biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies ini tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).

  Skabies ini terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun

  tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah. Skabies ini yang sering ditemukan di pondok pesantren karena

  

skabies jenis ini sangat mudah untuk berkembang biak apalagi didukung

  dengan lingkungan yang padat penduduk dan tingkat kebersihannya masih sangat rendah.

  e.

  Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidurdapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

  f.

  Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain

  Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seksual yang lain seperti gonore, sifilis, pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lainnya.

4. Manifestasi Klinis

  Diperlukan waktu kurang lebih 4 minggu sejak saat kontak hingga timbulnya gejala pada pasien. Pasien akan mengeluhkan gatal – gatal yang hebat akibat reaksi imunologi tipe lambat terhadap kutu atau butiran fesenya. Pada pemeriksaan, kepada pasien di tanyakan di mana gatal – gatal tersebut terasa paling hebat. Kaca pembesar dan senter (penlight) dipegang dengan sudut miring terhadap permukaan kulit sementara pemeriksaan dilakukan untuk mencari terowongan yang berupa tonjolan kulit yang kecil.

  Terowongan bisa berupa lesi yang multipel, lurus atau bergelombang, berwarna cokelat atau hitam dan menyerupai benang, yang terlihat terutama diantara jari – jari tangan serta pergelangan tangan.

  Lokasi lainnya adalah permukaan ekstensor siku, lutut, pinggir kaki, ujung – ujung sendi siku, daerah disekitar puting susu, lipatan aksila, dibawah payudara yang menggantung, dan pada atau didekat lipat paha atau lipat gluteus, penis atau skrotum selain itu pada lokasi bagian papul / nodul di aksila. Pada bayi mungkin mengalaminya di kulit kepala dan wajah atau pustula di telapak kaki. Erupsi yang berwarna merah dan gatal biasanya terdapat di daerah – daerah kulit di sekitarnya. Namun, terowongan tersebut tidak selalu terlihat. Setiap pasien dengan ruam dapat menderita skabies.

  Salah satu tanda skabies yang klasik adalah peningkatan rasa gatal yang terjadi pada malam hari dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kehangatan kulit yang menimbulkan efek stimulasi terhadap parasit tersebut. Demikian pula, hipersensitivitas terhadap organisme tersebut dan produk ekskresinya dapat turut menimbulkan rasa gatal. Jika infeksi sudah menyebar, anggota keluarga yang lain dan teman dekat juga akan mengeluhkan rasa gatal sekitar satu bulan kemudian.

  Lesi skunder cukup sering dijumpai dan mencakup vasikel, papula, eksorasi serta krusta. Superinfeksi bakteri dapat terjadi akibat eksorasi yang tetap dari terowongan dan papula.

  5. Evaluasi Diagnostik

  Diagnosis dipastikan dengan menemukan sarcoptes scabei atau produk samping kutu tersebut dari kulit. Sampel jaringan superfisial epidermis dikerok pada daerah diatas terowongan atau papula dengan menggunakan mata pisau skalpel yang kecil. Hasil kerokan diletakan pada slide mikroskop dan diperiksa lewat mikroskop dengan pembesaran rendah untuk melihat kutu pada setiap stadium ( dewasa, telur, cangkang telur, larva, nimva) dan butiran fesesnya.

  6. Penatalaksanaan

  Kepada pasien diminta agar mandi dengan air yang hangat dan sabun guna menghilangkan debris yang mengelupas dari krusta dan kemudian kulit dibiarkan kering benar serta menjadi dingin. Preparat skabisida, seperti lindane (Kwell) atau krotamiton (Krim dan losion Eurax), dioleskan tipis – tipis pada seluruh permukaan kulit mulai dari leher kebawah dengan hanya meninggalkan daerah muka dan kulit kepala (yang pada skabies tidak terkena). Obat itu dibiarkan selama 12 jam hingga 24 jam dan sesudah itu, pasien diminta untuk membasuh dirinya sampai bersih. Aplikasi obat satu kali sudah dapat memberikan efek kuratif, tetapi disarankan agar terapi tersebut diulangi sesudah 1 minggu kemudian.

  Pasien perlu mengetahui petunjuk pemakaian ini karena pengolesan skabisida segera sesudah mandi dan sebelum kulit mengering serta menjadi dingin dapat meningkatkan absorpsi perkutan skabisida sehingga berpotensi untuk menimbulkan gangguan sistem saraf pusat seperti serangan kejang.

7. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah

  Pasien harus mengenakan pakaian yang bersih dan tidur di atas sprei yang baru saja di cuci di binatu. Semua perangkat tempat tidur (sprei, sarung bantal, dll.) serta pakaian harus dicuci dengan air yang sangat panas dan dikeringkan dengan alat pengering panas karena kutu skabies ternyata dapat hidup sampai 36 jam pada linen. Jika linen tempat tidur atau pakaian pasien tidak dapat dicuci dengan air panas, disarankan agar barang – barang tersebut dicuci secara dry-cleaning.

  Sesudah terapi skabies sudah selesai dilakukan, pasien harus mengoleskan salep seperti kortikosteroid topikal pada lesi kulit karena skabisida dapat mengiritasi kulit. Hipersensitivitas pasien tidak berhenti setelah kutu di hancurkan. Rasa gatal dapat terus berlangsung selama beberapa hari atau minggu sebagai manifestasi hipersensitivitas, khususnya pada orang – orang yang atopik (alergik). Keadaan ini bukan merupakan suatu tanda gagalnya terapi. Kepada pasien dianjurkan agar tidak mengoleskan lebih banyak skabisida (karena tindakan ini akan menambah iritasi serta meningkatkan rasa gatal) dan tidak semakin sering mandi dengan air panas ( karena tindakan ini membuat kulit menjadi kering serta menimbulkan gatal ).

  Semua anggota keluarga dan orang yang berhubungan erat harus harus diobati secara bersamaan untuk menghilangkan kutu skabies. Jika skabies ditularkan lewat hubungan seks, pasien mungkin memerlukan pula terapi terhadap penyakit menular seksual yang turut terdapat. Skabies dapat pula dijumpai bersama dengan pedikulosis.

  8. Pertimbangan Gerontologik

  Meskipun pasien yang lebih tua akan merasakan gatal yang hebat, reaksi inflamasi seperti yang tampak nyata pada orang yang lebih muda jarang terjadi. Skabies mungkin tidak dikenali pada orang yang berusia lanjut dan keluhan gatal bisa saja secara keliru dikaitkan dengan kulit orang tua yang kering atau dengan ansietas.

  Petugas kesehatan dalam fasilitas pelayanan kesehatan yang besar harus mengenakan sarung tangan ketika melakukan perawatan bagi pasien dengan kecurigaan skabiessampai diagnosisnya dipastikan dan terapi selesai dilakukan. Dianjurkan agar semua residen, staf perawat dan keluarga pasien diobati secara bersamaan untuk mencegah infeksi ulang.

  9. Penularan Penyakit Skabies

  Penyakit ini sangat mudah menular, karena itu bila salah satu anggotakeluarga terkena, maka biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.

  Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihanperorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama di satu tempat yang relatif sempit.

  Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah – sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika, 2008).

  Secara umum, cara penularan scabies dibagi menjadi 2 yang didalamnya dapat dibagi-bagi lagi, yaitu: a.

  Penularan kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi akibat kontak langsung antara penderita scabies dengan orang sehat seperti melalui: hubungan seksual antara penderita dengan orang sehat, kontak dengan hewan pembawa tungau seperti anjing, babi, kambing, dan biri-biri, dan faktor fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama dengan lingkungan padat penduduk, tidur bersama, dan berjabat tangan.

  b.

  Penularan tanpa kontak langsung yaitu: penularan yang terjadi melalui kontak tidak langsung antara penderita dengan orang sehat seperti: penggunaan handuk secara bergantian, penggunaan pakaian dan tempat tidur, sprei, dan bantal secara bersamaan.

  Penularan scabies biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes

  

scabiei var animalis yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada

mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.

  Akan tetap menular kecuali kutu dan telur sudah dihancurkan dengan pengobatan, biasanya setelah dilakukan 1 atau 2 kali pengobatan dalam seminggu.

10. Faktor Resiko Scabies

  Faktor resiko scabies adalah: a.

  Sistem imun tubuh Semakin rendah imunitas seseorang maka, akan semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk terjangkit atau tertular penyakit scabies.

  Namun, diperkirakan terjadi kekebalan setelah infeksi. Orang yang pernah terinfeksi akan lebih tahan terhadap infeksi ulang walaupun tetap masih bisa terkena infeksi dibandingkan mereka (orang-orang) yang sebelumnya belum pernah terinfeksi scabies. b.

  Lingkungan dengan hygiene sanitasi yang kurang Lingkungan yang dimungkinkan sangat mudah terjangkiti scabies adalah lingkungan yang lembab, terlalu padat, dan dengan sanitasi buruk.

  c.

  Semua kelompok umur Semua kelompok umur, baik itu anak-anak, reaja, dewasa, dan tua mempunyai resiko untuk terjangkiti penyakit scabies.

  d.

  Kemiskinan e. Seksual promiskuitas (berganti-ganti pasangan) f. Diagnosis yang salah g.

  Demografi h. Ekologi i. Derajat sensitasi individual 11.

   Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Skabies

  Penyakit skabies ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihanlingkungan dan menjaga kebersihan diri, mencuci bersih baju, handuk, sprei penderita skabies bahkan lebih baik apabila dicuci menggunakan air panas kemudianmenjemurnya sampai kering, menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama. Dan yang lebih utama adalah dengan memutuskan mata rantai penularan penyakit skabies dengan cara mengobati penderita sampai tuntas (Rohmawati, 2010).

B. Faktor Yang Berkaitan Dengan Kejadian Skabies

  Penyakit skabies merupakan penyakit yang sangat mudah menular melalui kontak langsung dengan penderita, beberapa hal yang dapat mempengaruhi terhadap kejadian penyakit skabies meliputi : 1.

   Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

  Pengetahuan adalah pengenalan, kesadaran, dan pemahaman. Pengetahuan dapat juga berarti segala sesuatu yang telah diamati dan dimengerti oleh pikiran, ilmu pengetahuan, pengertian. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan inilah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebgaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Haniek, 2011).

  Indikator – indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) : a.

  Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda – tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, bagaimana cara penularan, dan bagaimana cara pencegahan.

  b.

  Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat yang meliputi pengetahuan tentang jenis – jenis makanan bergizi, manfaat makanan bergizi, pentingnya olahraga, pentingnya istirahat cukup, penyakit – penyakit atau bahaya merokok, narkoba dan sebagaianya.

  c.

  Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan berupa pengetahuan mengenai manfaat air bersih, cara – cara pembuangan limbah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan, dan manfaat pencahayaan.

  Menurut Bloom untuk memperoleh pengetahuan dibutuhkan proses kognitif, yang merupakan hal penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

  Biasanya dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep baik melaui proses pendidikan maupun pengalaman. Pengetahuan bisa diperoleh dari pengalaman. Selain juga dari guru, orang tua, teman, buku dan media masa (Notoatmodjo, 2003).

  Dalam kaitannya dengan pengetahuan ini maka pengetahuan (cognitive) mempunyai 6 tingkatan yaitu : a.

  Tahu (know) Sebagai tindakan yang paling rendah. Tahu diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Untuk mengukur bahwa seseorang dikatakan tahu terhadap apa yang pernah dipelajari sebelumnya adalah dengan melihat kemampuan menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan, menyatakan dan lain sebagainya.

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Untuk mengukur bahwa seseorang dikatakan paham pada suatu obyek tertentu adalah bahwa mereka dapat menjelaskan, menyimpulkan atau meramalkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari.

  c.

  Aplikasi (aplication) Adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajaripada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

  d.

  Analisis (analysis) Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi/obyek kedalam komponen-komponen.

  e.

  Sintesis (synthesis) Adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian kedalam suatu keseluruhan yang baru ataupun menyusun formulasi baru dari materi-materi yang sudah ada.

  f.

  Evaluasi (evaluation) Adalah kemampuan untuk melakukan penilaian/justifikasi terhadap suatu materi atau obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu lebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya, menurut Notoatmodjo (2003). Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan tentang sakit dan penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pencegahannya dan sebagainya.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden, kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

a. Tindakan

  Tindakan merupakan hal yang sulit bagi sasaran, karena sudah terbiasa dengan perilaku tersebut yang berasal dari tradisi. Misalnya kebiasaan anak meminjam handuk orang lain. Tindakan ini dilakukan tidak melihat resiko yang dialaminya termasuk dalam hal ini tertularnya penyakit skabies (Hasan, 2005).

  Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya yaitu : 1)

  Praktik Terpimpin (Guided Respons) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya seseorang menjaga kesehatannya tetapi menunggu diingatkan oleh orang lain, begitu juga dengan anak apabila mau menggunakan handuk ataupun menjemur handuk yang telah dipakai orang lain selalu diingatkan oleh orang tua atau keluarga, ini adalah disebut praktik atau tindakan terpimpin.

  2) Praktik Secara Mekanisme (Mechanism)

  Apabila seseorang atau subjek telah melakukan atau mempraktekan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

  Misalnya, seorang anak menderita gatal – gatal pada kulitnya, dia langsung memeriksa kesehatannya tanpa menunggu perintah dari orang lain.

b. Adopsi (adoption)

  Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas. Misalnya mencuci pakaian bukan hanya saja menjadi bersih tetapi juga berusaha bajunya tidak bercampur dengan orang yang menderita penyakit skabies.

  Berdasarkan tiga tingkatan terhadap tindakan dapat juga dilihat terhadap kebersihan diri dan kebiasaan.

2. Kebersihan Diri (Personal Hygiene)

  Kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Banyak manfaat yang dapat dipetik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan.

  Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003).

  Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekan PHBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana

  

(Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Terdapat 5

  tatanan PHBS yaitu PHBS Rumah Tangga, PHBS Sekolah, PHBS Tempat Kerja, PHBS Sasaran Kesehatan, PHBS Tempat – tempat Umum (DepKes, 2009).

  Menurut Rahmawati dan Proverawati (2011) mengungkapkan bahwa pola hidup bersih dan sehat adalah suatu gaya hidup dengan memperhatikan faktor – faktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan dan olahraga. Untuk memperoleh tubuh yang sehat, tidak harus dengan pola hidup yang serba mahal.

  Indikator PHBS di sekolah meliputi : mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengkonsumsi jajanan sehat dikantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, membuang sampah pada tempatnya (DepKes, 2009).

  Berdasarkan hasil penelitian (Akmal, Semiarty dan Gayatri, 2013) yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar santri yang menderita

  

skabies adalah berjenis kelamin laki-laki. Insiden skabies laki-laki lebih

  banyak dari perempuan. Perempuan akan lebih kecil risiko terpapar penyakit

  

skabies karena perempuan lebih cenderung merawatdiri dan menjaga

  penampilan sedangkan laki-laki cenderung tidak memperhatikan penampilan diri dan akan berpengaruh terhadap perawatan kebersihan diri.

  Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan penelitian sebelumnya. Responden yang laki-laki akan lebih beresiko terserang skabies. Dengan perawatan diri yang bagus maka resiko terpaparnya skabies akan berkurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa responden berada pada kelompok umur antara 10-20 tahun. Dari kelompok umur tersebut, responden yang mengalami

  

skabies dengan prevalensi terbanyak adalah berumur 13 tahun. Insiden

skabies adalah responden yang berumur 12-13 tahun.

  Beberapa penyakit menulartertentu menunjukkan bahwa umur muda mempunyai resiko yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya. Responden yang berumur muda lebih beresiko terserang skabies. Tingkat kerentanan dan pengalaman terhadap penyakit tersebut biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur tinggi.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa santri yang mengalami skabiessebagian besar berpendidikan kelas 1 Wustha.Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengetahuan itu termasuk pengetahuan tentang kesehatan.

  Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan teori sebelumnya. Responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah lebih beresiko tertular penyakit skabies. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin banyak mendapatkan pelajaran bagaimana cara pencegahan penyakit yang menular. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies. Hygiene perorangan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit skabies.

  Hygiene perseorangan merupakan salah satu usaha yang dapat

  mencegah kejadian skabies. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya. Dari 34 orang yang menderita

  

skabies didapatkan 30 orang dengan personal hygiene yang tidak baik.

Personal hygiene yang tidak baik merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan kejadian skabies.

3. Kebiasaan

  Kebiasaan adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif / perasaan. Kebiasaan itu ditentukan oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, dan dikembangkan manusia sejak lahir. Kebiasaan seseorang tidak lepas dari kebiasaan yang ada dalam lingkungan masyarakat tempat seseorang atau kelompok masyarakat berinteraksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebiasaan para santri yang ada dalam sebuah pesantren tentu tidak akan terlepas dari kebiasaan – kebiasaan dalam lingkungan pesantren tersebut (Damayanti, 2005).

  Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat. Secara berhasil guna dan berdaya guna baik dirumah tangga, institusi – institusi maupun tempat – tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir harus dihindari (DinKes Prov. NAD, 2005).

  Kebiasaan yang sangat berpengaruh dalam penularan penyakit skabies di lingkungan adalah menyangkut kebersihan diri (Personal Hygiene), serta kebiasaan saling tukar pakaian, serta handuk yang sering digunakan bersama – sama, sehingga penularan penyakit skabies sangat cepat terjadi.

C. Sanitasi Lingkungan 1. Pengertian

  Sanitasi dalam arti luas merupakan tindakan hygienis untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit, sedangkan sanitasi lingkungan merupakan usaha pengendalian diri dari semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tubuh manusia. Di negara berkembang pada umumnya sanitasi kesehatan berupa fasilitas yaitu penyediaan air bersih, metode pembuangan kotoran manusia yang baik dan pendidikan higiene (Notoatmodjo, 2010).

  Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoadmojo, 2003).Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan.

2. Syarat – syarat rumah sehat : a.

  Bahan bangunan b.

  Lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.

  c.

  Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang- lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

  d.

  Atap genteng Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

  e.

  Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

  f.

  Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O

  2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

  terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O

  2 didalam rumah yang

  berarti kadar CO

  2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).

  Fungsi kedua dari pada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.

  g.

  Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

  Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.

  Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

1) Cahaya alamiah, yakni matahari.

  2) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

  h.

  Luas bangunan rumah Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O

  2 juga bila salah

  satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila

  2 dapat menyediakan 2,5 – 3 m untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

  i.

  Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut: 1)

  Penyediaan air bersih yang cukup 2)

  Pembuangan Tinja 3)

  Pembuangan air limbah (air bekas) 4)

  Pembuangan sampah

5) Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga.

  Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).

  Disebutkan oleh Notoatmojo bahwa faktor yang mempengaruhi kesehatan salah satunyaa faktor lingkungan baik fisik maupun biologi. Faktor lingkungan sosial hal ini diantaranya kondisi rumah dan sosial ekonomi. Dikatakan pula skabies banyak ditemukan pada rumah-rumah yang berada di lokasi kumuh, yang kondisi tidak memenuhi syarat hygiene lingkungan sehat.

D. Sosial Ekonomi

1. Pengertian Sosial adalah sesuatu yang berkanan dengan masyarakat (KBBI, 1996).

  Sedangkan pada departemen sosial menunjukan pada kegiatan yang di tunjukan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

  Ekonomi adalah hal yang berkaitan dengan asas – asas produksi, distribusi dan pemakaian barang – barang serta kekayaan, seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan (KBBI, 1996).

  Sosial ekonomi adalah kondisi seseorang atau keluarga dalam masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kegiatan – kegiatan produktif demi mencapai suatu kesejahteraan seseorang dan keluarga seperti pendidikan, pendapatan, kekayaan serta status pekerjaan (DepKes RI, 2006) 2.

   Menurut Friedman (2004) faktor yang mempengaruhi sosial ekonomi seseorang yaitu : a.

  Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh.

  Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai yang baru dikenal. b.

  Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang di masyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.

  c.

  Keadaan ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang rendah akan mengakibatkan seseorang untuk tidak teratur memeriksakan kondisi kesehatannya.

  d.

  Pendapatan Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerjaan atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang.

  Orang atau keluarga yang mempunyai statusekonomi atau pendapatan tinggi akan mempraktekan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah.

  Dalam konsep teori keperawatan menurut Betty nauman (1995) dijelaskan bagaimana tingkat sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan, apakah pendapatan yang diterima sesuai dengan kebijakan upah minimum regional (UMR) atau malah sebaliknya dibawah upah minimum. Hal ini terkait dengan upaya pelayanan kesehatan ditujukan pada anjuran untuk mengkonsumsi jenis makanan sesuai kemampuan status ekonomi masing – masing. Berdasarkan informasi upah minimum regional (UMR) tahun 2012 di Kabupaten Banjarnegara UMR yang dikeluarkan adalah senilai 765000 rupiah.

  Sumber sumber daya yang lain yang juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies yaitu : Ketersediaan sumber air bersih

  Air merupakan zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidrologi yang abadiadalah salah satu jenis sumber daya berbasis air bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari termasuk diantaranya adalah sanitasi (Notoatmojo, 2011)

  dan untuk treatmen air sanitasi.

  Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia, fisika dan biologis.

  Syarat air bersih yaitu :

  1. Secara Umum · Air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi manusia

  2. Secara Fisik : · Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

  3. Secara Kimia : · PH netral (bukan asam/basa) · Tidak mengandung racun dan logam berat berbahaya · Parameter-parameter seperti BOD, COD, DO, TS, TSS dan konductiviti memenuhi aturan pemerintah setempat.

E. Kerangka Teori

  Kerangka teori yang diadopsi pada penelitian ini adalah teori tentang faktor penyebab penyakit (teori ekologi lingkungan). Teori ini mendasarkan pada konsep bahwa manusia berinteraksi pada berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu akan menimbulkan penyakit tertentu pula. Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian proses penyakit, yakni proses interaksi yaitu proses interaksi manusia (penjamu) dengan berbagai sifatnya, seperti : biologis, fisiologis, sosiologis, dan antropologis ; dengan penyebab (agen), serta dengan lingkungan (environment).

  Host Environment agent

Gambar 2.1 Segitiga Epidemiologi

  (Noor, 2008) Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas dalam tinjauan kepustakaan maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut : Faktor biologis (karakteristik)

  1. Umur Sumber sumber daya :

  2. Jenis kelamin

  1. Penyediaan air bersih

  3. Kelompok etnik

  2. Kebiasaan

  4. Tingkat pendidikan Pengetahuan Kejadian Sosial ekonomi skabies

  Personal hygiene Lingkungan

Gambar 2.2 Kerangka Teori

  Modifikasi Bloom dan Notoatmojo (2003) F.

   Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen

  Faktor – Faktor Yang

  Skabies

  Mempengaruhi Kejadian Skabies :

  a. Pengetahuan

  b. Personal Hygiene

  c. lingkungan

  d. Sosial Ekonomi

  Tidak Skabies

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

  Faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies

G. Hipotesis

  Hipotesis diartikan sebagai suatu teori sementara yang kebenarannya perlu diuji. Ada dua hipotesis yaitu hipotesis statistik atau disebut juga hipotesis nol (H ) dan Hipotesis kerja (Ha) disebut juga hipotesis alternatif. Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian atau dalil sementara yang sebenarnya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2002).

  Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah : adanya hubungan tingkat pengetahuan, personal hygiene, lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kejadian skabies pada anak di wilayah kerja Puskesmas II Banjarnegara tahun 2014.