MODIFIKASI MEDIA PENGUMBIAN KENTANG DENGAN BEBERAPA ZAT PENGHAMBAT TUMBUH.

Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

MODIFIKASI MEDIA PENGUMBIAN KENTANG DENGAN BEBERAPA
ZAT PENGHAMBAT TUMBUH
(Modification of Media Enriched with Plant Growth Regulators to Promote Tuberization
of Potato)

Warnita
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang

ABSTRACT
An experiment was carried out at the plant Tissue culture Lab. of Departement of
Agronomy, Faculty of Agriculture, Andalas University Padang from January to May 2004.
The objetive of the experiment was obtain the best media composition to promote the
growth of potato microtuber. Treatments were Media MS + 90 g/l sucrose (media A),
media A + 5 mg/l BAP , media A + 10 mg/l Alar , Media A + 5 mg/l BAP + 30 mg/l
Aspirin, and media A + 25 mg/l coumarin. The experiment units were arranged in a
Completely Randomized Design with 10 replicates. Observation included explants with
the amount of tuber, tuber fresh weight, tuber dry weight, haulm fresh weight and
haulm dry weight. Results indicate that combination of Media A + 10 mg/l Alar result in
highest amount of tuber 3.40. Media MS + 90 g sucrose caused highes fresh weight of

tuber of 2.41 g,

Keyword : media, microtuber, potato, plant growth regulator

50

ISSN 1979-0228

Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

PENDAHULUAN

K

entang (Solanum tuberosum L.)
meru-pakan salah satu jenis
tanaman sayur-sayuran dataran
tinggi yang menda-pat perioritas untuk
dikembangkan di Indone-sia. Disamping
itu kentang mengandung karbohidrat

cukup
tinggi
sehingga
merupakan
alternatof sebagai pengganti beras dalam
program diversifikasi pangan.
Berdasarkan volume, kentang adalah
tanaman pangan keempat setelah padi,
gandum dan jagung (Rubatsky dan
Yamaguchi,
1995).
Secara
umum
produksi kentang di Indonesia masih
relatif rendah, yaitu 15.3 ton per hektar
(BPS, 2003). Pada tahun yang sama produksi kentang Sumatera Barat adalah
12.7
ton
per
hektar.

Sementara
produktivitas kentang negara subtropis
seperti USA dan Belanda sudah mencapai
37.4 ton/ha dan 45.1 ton/ha (Rubatsky
dan Yamaguchi, 1995).
Produksi kentang Indonesia hingga
saat ini belum mencukupi kebutuhan
kentang
Indonesia.
Demikian
pula
dengan kebutuhan Indonesia akan bahan
French fries dan chip yang masih di impor
dari Australia karena produksi Indonesia
baru mencukupi 20 % dari kebutuhan
Indonesia.
Ketersediaan bibit kentang bermutu
merupakan salah satu kendala dalam
peningkatan
produksi

kentang
di
Indonesia. Penyediaan kentang bermutu
sangat terbatas karena perbanyakannya
yang sangat lambat dan adanya penyakit
yang menyerang bibit sehingga menurunkan hasil panen Vander Zag dan Wei,
1991). Bibit impor terbatas dan mahal.
Pemenuhan bibit kentang terpaksa
dengan bibit lokal yang kurang bermutu
(Wattimena, 1992).
Teknik
kultur
jaringan
atau
mikropropagasi merupakan salah satu
alternatif pemecahan masalah dalam
pembibitan kentang.
Melalui teknik
kultur jaringan diproduksi umbi mikro
kentang sebagai salah satu propagul

kentang untuk penyediaan bibit.
Penggunaan umbi mikro sebagai
salah sa-tu propagul kentang memeliki
beberapa keun-tungan antara lain: (1)
propagul umbi mikro berasal dari
eksplan
bebas
penyakit
akan
menghasilkan umbi mikro yang bebas
penya-kit,
(2)
umbi
mikro
akan
51

menghasilkan tanam-an yang seragam
dan umur panen sama de-ngan umbi
biasa, (3) kebutuhan umbi mikro hanya 4

– 5 kg /Ha dibandingkan dengan um-bi
biasa yang memerlukan 1-2 ton bibit/Ha,
(4)
Mudah
dalam
penyimpanan,
transpor-tasi dan pengiriman, (5) mudah
memenuhi persyaratan karantina untuk
lalulintas propa-gul baik dalam atau luar
negeri (Wattimena, 2000).
Keberhasilan pengumbian kentang
pada pemilihan proses yang dapat
memanipulasi tahap induksi pengumbian
dan
tahap
perbesaran/pertumbuhan
umbi (Ewing, 1981). Pembentukan umbi
mikro dapat dicapai melalui pemilihan
eksplan, media tumbuh dan kondisi
lingkungan yang tepat (Hussey, 1980;

Locy, 1984; Wang dan Hu, 1985).
Sukrosa sebagai sumber karbohidrat
perlu ditambahkan selama pembentukan
bibit mikro kentang. Konsentasi sukrosa
yang optimum untuk pengumbian in vitro
berkisar antara 6 – 8 % (Wang dan Hu,
1982).
Puspaningtyas (1988)
dan
Meilinda
(1990)
menggunakan
konsentrasi sukrosa sebesar 9 % untuk
pengumbian in vitro.
Asam salisilat (Salicylic acid/SA) dan
turunannya asam asetil salisilat (Acetyl
Salicylic Acid/ ASA) atau aspirin telah
lama dikenal sebagai obat, tetapi barubaru ini asam salisilat diketahui sebagai
hormon tanaman. Pada tanaman tomat
dan buncis SA dan ASA dapat meningkatkan ketahanan terhadap stress panas,

dingin dan stress kekeringan (Senaratna,
et al, 2000). Asam salisilat dan coumarin
memiliki persama-an jalur biosintesis dan
diklasifikasikan sebagai inhibitor fenolik
sehingga penggunaan couma-rin dapat
digantikan oleh aspirin. Wattimena et al.
2001) mendapatkan bahwa bobot basah
um-bi tertinggi pada pemberian 30 mg/l
aspirin.
Pembentukan umbi mikro perlu
diinduksi dengan pemberian sitokinin dan
retardan. Me-nurut Wattimena (2000)
jenis sitokinin yang da-pat digunakan
terdiri dari air kelapa 10 %, BA 5 mg/l,
adenin sulfat 100 mg/l dan Benomyl 150
mg/l.
Jenis retardan yang biasa
digunakan adalah Cycocel 600 mg/l, Alar
(B9) 10 mg/l, Coumarin 25 mg/l,
ISSN 1979-0228


Modifikasi Media Pengumbian Kentang

Ancymidol 10 mg/l, Paclobutrazol 10 mg/l
dan Uniconazol 3 mg/l.

BAHAN DAN METODE
Percobaan ini telah dilaksanakan di
Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Andalas Padang,
mulai bulan Januari sampai dengan Mei
2004.
Percobaan disusun menurut
Rancangan Acak Lengkap. Varietas
kentang yang digunakan adalah Karnico.
Perlakuannya adalah jenis media yang
terdiri dari lima jenis media, yaitu: Media
MS + 90 mg/l sukrosa, Media MS +5 mg/l
BAP, Media MS + 10 mg/l Alar, Media MS

+ 5 mg/l BAP + 30 mg/l Aspirin dan
Media MS + 25 mg/l Coumarin.
Untuk pertunasan dan pengumbian
digu-nakan media MS cair-cair. Media
pengumbian
ditambahkan
setelah
plantlet
berumur
6
MST.
Pada
pengumbian diberikan cahaya selama 16

ISSN 1979-0228

jam per hari. Data hasil pengamatan
dianalisis
dengan
secara

statistika
dengan uji F dan uji lanjutan BNJ pada
taraf nyata 5 %.
Peubah yang diamati adalah. jumlah
umbi, bobot segar umbi, bobot kering
umbi, bobot segar berangkasan dan
bobot kering brang-kasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Umumnya
pertumbuhan umbi
mikro kentang pada media MS yang
ditambah
beberapa
zat
pengatur
tumbuh
cukup
baik,
dari
hasil
percobaan dapat dilihat bahwa ter-jadi
variasi pertumbuhan dan produksi umbi. Hal ini sesuai dengan komposisi
media yang diberikan untuk induksi
pengumbian kentang.
Pertumbuhan
dan produksi umbi mikro dari beberapa
komposisi media dapat dilihat pada
Tabel-tabel di bawah ini.

52

Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

Tabel 1. Jumlah umbi, bobot segar umbi dan bobot kering umbi pada
beberapa komposisi media pengumbian
Jumlah
Bobot
Bobot kering
umbi
segar
Media
Umbi (g)
(buah)
Umbi (g)
MediaMS+90 g/sukrosa(Media A)
Media A + BAP
Media A + Alar
Media A + BAP + Aspirin
Media A + Coumarin

2.4000 ab
1.6000 c
3.4000 a
2.8000 a
2.2000 b

2.4144 a
1.0791 c
2.2995 a
1.8431 ab
0.6718 c

0.3387 a
0.1838 a
0.2914 a
0.3301 a
0.1298 a

8.10 %

17.43 %

17.65 %

KK

Angka-angka pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji
BNJ pada nyata 5 %. Data ditransformasi √x + 0.5

Hasil percobaan pada Tabel 1
menunjukkan
bahwa jumlah umbi
dipengaruhi oleh komposisi media yang
digunakan.
Tampak bahwa jumlah
umbi tertinggi didapat pada Media
yang diberi Alar. Pembentukan umbi
mikro membutuhkan zat pengatur
tumbuh
sebagai
inisiator
atau
pendorong
dalam
pertumbuhan
tanaman.
Retardan (alar) mampu
merangsang pengumbian dengan jalan
menghambat
biosintesis
giberelin
yang berperan dalam pertumbuhan
tanaman. Terhambatnya pertumbuhan
mengakibatkan
akumulasi
asimilat
pada batang dan daun sehingga
mampu
menginduksi
terbentuknya
umbi.
Jumlah umbi terendah didapat pada
media MS dengan sukrosa 90 g/l yang
ditambah BAP, hal mungkin disebabkan
oleh tidak adanya retardan eksogen
yang
ditambahkan
pada
media.
Menurut Watti-mena (2000) untuk
induksi pengumbian perlu ditambahkan
retardan ke dalam media pengumbian.
Bobot
basah
umbi
berkaitan
dengan jumlah dan ukuran umbi.
Jumlah
umbi
yang
banyak
dan
diameter umbi yang besar akan
memeberikan bobot basah yang tinggi.
Pada eksplan yang mempunyai
jumlah umbi yang banyak terjadi
proses
distribusi
asimilat
yang
menyebar ke setiap umbi, tetapi pada

eksplan yang mempunyai umbi sedikit
distribusi asimilat lebih terfokus pada
pertum-buhan umbinya sehingga umbi
yang terbentuk berukuran besar.
Dengan demikian, terbentuknya umbi
dengan jumlah yang banyak belum
tentu lebih menguntungkan karena
sebagai propagul umbi mikro harus
memenuhi standar tertentu yaitu,
diameter > 5 mm, bobot segar > 100
mg/umbi dan persentase bahan kering
> 14 % (Wattimena, 1995).
Media pengumbian yang digunakan
memberikan pengaruh yang nyata
terhadap bobot basah umbi.
Bobot
basah umbi tertinggi diperoleh pada
media MS yang ditambah 90 mg/l
sukrosa
yang tidak berbeda nyata
dengan media yang ditambah Alar dan
terendah pada media yang ditambah
coumarin. Tingginya bobot basah umbi
pada penyinaran yang lama dengan
hari malam yang pendek hal ini
berhubungan
dengan
cahaya
mempengaruhi
hormon
tanaman,
mendorong pengumbian. Hari pendek
menghasilkan asam-asam fenolik dan
menghambat GA3 sehingga akan
mendorong pengumbian. Di sini dapat
dilihat bahwa pengaruh cahaya sangat
nyata dimana pada Media MS yang
ditambah sukrosa saja tanpa retardan
dapat meningkatkan bobot basah
umbi.

Tabel 2. Bobot basah brangkasan dan bobot kering brangkasan pada
beberapa komposisi media pengumbian
Bobot Segar
Bobot Kering
Media
Brangkasan (g)
Brangkasan (g)
MediaMS+ 90 g/sukrosa(Media
2.8180 a
0.2400 a

53

ISSN 1979-0228

Modifikasi Media Pengumbian Kentang

A)
Media A + BAP
Media A + Alar
Media A + BAP + Aspirin
Media A + Coumarin

2.3039 a
2.6913 a
3.1383 a
3.1113 a

0.2230 a
0.2633 a
0.2562 a
0.3027 a

14.23 %

15.85 %

Angka-angka pada lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada nyata 5 %

Dari percobaan di atas dapat dilihat
bah-wa cahaya berperan penting dalam
pengum-bian kentang secara in vitro.
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Wattimena et al (2001) bahwa hari
pendek mendorong pengumbian karena
menghasilkan asam-asam fenolik.
Bobot
kering
umbi
belum
dipengaruhi oleh komposisi media yang
digunakan.
Se-mua komposisi media
yang diberikan menun-jukkan respon
yang sama. Hasil analisis ragam
menunjukkan
bahwa
bobot
segar
brangkasan
dan
bobot
kering
brangkasan
masing-masing
media
hampir sama. Bobot segar dan bobot
kering brangkasan yang hampir sama
untuk setiap perlakuan diduga ada
hubungannya dengan komposisi dan
kandungan hara yang terdapat dalam
media. Media cair dengan komposisi
hara yang cukup dan seimbang akan
memenuhi kebutuhan tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga bobot segar dan bobot kering
brangkasan dihasilkan hampir sama.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah
dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Komposisi
media
berpengaruh
terhadap jumlah umbi dan bobot
segar
umbi,
tetapi
belum
mempengaruhi bobot kering umbi,
bobot segar dan bobot kering
brangkasan.
2. Untuk pembentukan umbi secara in
vitro pemberian retardan sangat
diperlukan karena retardan berfungsi
untuk menginduksi pengumbian.
3. Jumlah umbi tertinggi diperoleh pada
media MS + 90 g sukrosa + Alar dan
bobot umbi tertinggi pada media MS
+ 90 g sukrosa.

DAFTAR PUSTAKA

http//www.bps.go.id..
2006.

2

Februari

Ewing, E. E. 1981. Heat stress and
tuberization stimulus. Am. Potato
J. 58 : 31 – 49.
Hussey, G. 1980. In vitro propagation,
p. 57 – 61. In D. S. Ingram and J. P.
Helgeson (eds.). Tissue Cukture
Methods for Plant Pathologists.
Blackwell Scientific Publications.
Oxford. London.
Locy, R. D. 1984. Tissue culture : Notes
on principles and applications.
ATAS Buletin 1 : 8 – 13.
Meilinda ,W. 1990. Pengaruh sukrosa
dan kombinasi zat pengatur
tumbuh terhadap produksi umbi
mikro
kentang
(Solanum
tuberosum L.).
Karya Ilmiah
Jurusan
Budidaya
Pertanian
Fakultas Pertanian IPB Bogor
(Tidak dipublikasikan).
Puspaningtyas, D. M. 1988. Pengaruh
sukrosa dan benziladenin (BA)
terhadap
pembentukan
umbi
mikro
kentang
(Solanum
tuberosum L.) secara in vitro.
Karya Ilmiah Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian IPB
Bogor (Tidak dipublikasikan).
Rubatzky, V dan M. Yamaguchi. 1995.
Sayuran dunia : Prinsip, produksi
dan gizi. Penerbit ITB Bandung.
315 hal.
Senaratna, T., D. Touchell, E. Bunn, dan K.
Dixon. 2000. Acetyl salicylic acid
(Aspirin) and salysilic acid induce
multiple stress tolerance in bean and
tomato plants.
Plant Growth
Regulation 30 : 157 – 161.
Vander Zaag, P. dan Wei, H. 1991.
Potato (Solanum spp).
Apical
cutting production and their
agronomic potential. Asian Potato
J. 2(1) : 17 – 22.

BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi
Tanaman Sayuran di Indonesia.

ISSN 1979-0228

54

Jerami Volume I No. 1, Januari - April 2008

Wang P. J dan C. Y. Hu. 1982. In vitro mass
tuberization and virus-fre seedpotato production in Taiwan. Am.
Potato J. 59(1) : 33 – 37.
______________________.
1985.
Potato
tissue culture and its application in
agriculture. P. 504 – 559. In P. H. Li
(ed.). Potato Physiology. Academic
Press. Inc. New York.
Wattimena, G.A. 1992).
Bioteknologi
Tanaman I. PAU Bioteknologi. IPB.
Bogor. 178 hal.
_______________.1995. In vitro micro tuber
as an alternative technology for
potato production. Final Report
PSTC-USAID Project No. 6. 0509.
Departement of agronomy, Faculty
of Agriculture Bagor Agricultural
University (IPB), Bogor Indonesia and

Departemen
of
Horticulture
University of Wisconsin, Madison ,
USA. 231 pp.
_______________. 2000. Pengembangan
Propa-gul Kentang Bermutu dari
Kultivar Kentang Unggul dalam
Mendukung Peningkatan Produksi
Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah
Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
______________., A. Purwito, J.J. G. Kailola
dan M. L. Hehanusa. 2001. In vitro
microtuber production of potato
(Solanum
tuberosum
L.)
by
manipulating
Aspirin
and
tuberization medium. Internatinal
Biotechnology Conference, 24 – 26
October 2001, Jogjakarta, Indonesia.
6 p.

------------------------------oo0oo------------------------------

55

ISSN 1979-0228