Pembungaan Bugenvil Bunga Putih Dengan Rekayasa Zat Penghambat Tumbuh Dan Media Tanam Pada Lingkungan Berpolusi Udara

PEMBUNGAAN BUGENVIL BUNGA PUTIH DENGAN
REKAYASA ZAT PENGHAMBAT TUMBUH DAN MEDIA
TANAM PADA LINGKUNGAN BERPOLUSI UDARA

MUHAMMAD ILHAM ALIF

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembungaan Bugenvil
Bunga Putih dengan Rekayasa Zat Penghambat Tumbuh dan Media Tanam pada
Lingkungan Berpolusi Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Muhammad Ilham Alif
NIM A44100018

ABSTRAK
MUHAMMAD ILHAM ALIF. Pembungaan Bugenvil Bunga Putih dengan
Rekayasa Zat Penghambat Tumbuh dan Media Tanam pada Lingkungan Berpolusi
Udara. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH.
Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd) atau yang lebih dikenal dengan
sebutan bunga kertas merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sudah sangat
popular di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan lapisan
media penghambat pertumbuhan akar dan konsentrasi zat penghambat tumbuh yang
paling efektif untuk menstimulasi pembungaan pada tanaman bugenvil. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari
dua faktor yaitu ketebalan kerikil sebagai media penghambat pertumbuhan akar 0
cm, 5 cm dan 10 cm , serta konsentrasi paclobutrazol 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 200
ppm. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa penanaman
bugenvil di tepi jalan ataupun median jalan yang paling cepat dan banyak

menghasilkan bunga menggunakan media penghambat setebal 10 cm dan diberi zat
penghambat tumbuh (paclobutrazol) dengan konsentrasi 200 ppm, walaupun
demikian pengaruh 200 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100 ppm,
sehingga disarankan penggunaan media 10 cm dan 100 ppm paclobutrazol untuk
menstimulasi pembungaan.
Kata kunci: bugenvil, polusi udara, media, paclobutrazol

ABSTRACT
MUHAMMAD ILHAM ALIF. Flowering stimulation of White Flower
Bougainvillea through Utilization of Growth Retardant Substance and Root
Inhibiting Panting Media in Air Polluted Enviroment. Supervised by NIZAR
NASRULLAH.
Bougainvillea (Bougainvillea spectabilis Willd) or better known as the
“Bunga Kertas” is one kind of tropical ornamental plant that has been very popular
in Indonesia. This study aims to determine the thickness of root growth inhibiting
media and concentration of growth retardant that the most effective to stimulating
the flowering of bougainvillea. The experimental design was a factorial randomized
block design that consisted of two factors: thickness of the gravels as root inhibiting
media 0 cm, 5 cm and 10 cm, and the paclobutrazol concentration of 0 ppm, 50
ppm, 100 ppm, 200 ppm. The results of this study showed that bougainvillea planted

in the median of the road, which is the fastest and generate a lot of flower obtained
in the inhibitor media as thick as 10 cm and paclobutrazol 200 ppm, However the
effect of 200 ppm is not significantly different from the treatment of 100 ppm , so
it is recommended to use root inhibiting media 10 cm and 100 ppm paclobutrazol
to stimulate flowering .

Keywords: bougainvillea, air pollution, media, paclobutrazol

PEMBUNGAAN BUGENVIL BUNGA PUTIH DENGAN
REKAYASA ZAT PENGHAMBAT TUMBUH DAN MEDIA
TANAM PADA LINGKUNGAN BERPOLUSI UDARA

MUHAMMAD ILHAM ALIF

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap


DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Judul Skripsi : Pembungaan Bugenvil Bunga Putih dengan Rekayasa Zat
Penghambat Tumbuh dan Media Tanam pada Lingkungan
Berpolusi Udara
Nama
: Muhammad Ilham Alif
NIM

: A44100018

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nizar Nasrullah M. Agr
Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara M. Agr
Ketua Departemen

Tanggal Disetujui:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Lingkup kegiatan
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 hingga
Juli 2015 ini ialah tanaman lanskap, dengan judul Pembungaan Bugenvil Bunga
Putih dengan Rekayasa Zat Penghambat Tumbuh dan Media Tanam pada

Lingkungan Berpolusi Udara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dan
berkontribusi dalam proses penelitian serta penyelesaian penulisan skripsi ini, yaitu
kepada:
1. Mustarrozi dan Herlin Syahrini selaku orangtua yang telah mendidik dan
mendukung saya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
2. Semua keluarga besar saya yang tiada hentinya mendukung dan memberikan doa
agar penelitian saya berhasil.
3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
mendukung dalam pembuatan skripsi ini.
4. PT. Jasamarga cabang Jagorawi yang telah memberikan izin kepada saya untuk
melakukan penelitian ini.
5. Rani, Gerry, Reza, Dilfan, Fadil, Abi yang telah membantu dalam selesainya
penelitian ini.
6. Teman-teman Lanskap 47, yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada saya dalam pengerjaan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
serta bermanfaat sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2015

Muhammad Ilham Alif

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan

2

Manfaat

2

Hipotesis

2

Kerangka Pikir

3

TINJAUAN PUSTAKA


4

Bugenvil (Bougainvillea spectabilis)

4

Syarat Tumbuh

4

Pembungaan

4

Flower Forcing

5

Retardan


5

Media Tanam

6

Polusi Udara

6

METODE

7

Lokasi dan Waktu penelitian

7

Batasan Penelitian


7

Alat dan Bahan

7

Metode

7

Persiapan Stek, Penanaman dan pemeliharaan

8

Pemberian Retardan

9

Pengamatan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum

10

Tinggi Tanaman

10

Pertambahan Cabang Primer

13

Jumlah Cabang Sekunder

14

Jumlah Cabang Tersier

16

Jumlah Daun

17

Jumlah Bunga Non Cluster

18

Jumlah Cluster

21

Jumlah Bunga Total

24

Panjang dan Bobot Akar

26

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tinggi tanaman pada minggu ke-1 sampai 15 MST
Pertambahan cabang primer dari minggu ke-1 sampai 6 MST
Jumlah cabang sekunder dari minggu ke-1 hingga 6 MST
Jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7 MST
Jumlah daun dari minggu ke-1 sampai 15 MST
Jumlah bunga non cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST
Jumlah cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST
Jumlah bunga dari minggu ke-9 hingga 15 MST
Panjang dan bobot akar pada akhir penelitian

12
13
15
17
19
20
22
24
27

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pikir penelitian
3
2. Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan ketebalan media
10
3. Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat
tumbuh
11
4. Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan ketebalan media
14
5. Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan konsentrasi zat
penghambat tumbuh
14
6. Jumlah cabang sekunder pada beberapa perlakuan ketebalan media
15
7. Jumlah cabang sekunder paa beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat
tumbuh
16
8. Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan ketebalan media
18
9. Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat
tumbuh
18
10. Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan ketebalan media
20
11. Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan konsentrasi zat
penghambat tumbuh
21
12. Penampakan bunga pada perlakuan K2P2
21
13. Penampakan bunga pada perlakuan K1P3
22
14. Jumlah cluster pada beberapa perlakuan ketebalan media
23
15. Jumlah cluster pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh
24
16. Jumlah bunga pada beberapa perlakuan ketebalan media
25
17. Jumlah bunga pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh 26

DAFTAR LAMPIRAN
1. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap tinggi tanaman pada
pengamatan minggu ke-1 sampai ke-15
30
2. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap pertambahan cabang primer
pada pengamatan minggu ke-1 sampai ke- 6
33

3. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah cabang sekunder
pada pengamatan minggu ke-1 sampai ke-7
34
4. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah cabang tersier pada
pengamatan minggu ke-1 sampai ke-7
36
5. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah daun pada
pengamatan minggu ke-1 sampai ke-15
38
6. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah bunga non cluster
pada pengamatan minggu ke-9 sampai ke-15
41
7. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah cluster pada
pengamatan minggu ke-9 sampai ke-15
43
8. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap jumlah bunga pada
pengamatan minggu ke-9 sampai ke-15
45
9. Uji sidik ragam pengaruh K, P, dan KxP terhadap panjang akar dan bobot
akar
47
10. Kualitas udara pada lokasi penelitian
47
11. Denah percobaan
48

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bugenvil (Bougainvillea spectabilis Willd) atau yang lebih dikenal dengan
sebutan bunga kertas merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang sudah sangat
popular di Indonesia. Tanaman yang termasuk ke dalam family Nyctaginaceae ini
memiliki keindahan yang berasal dari seludang bunganya yang berwarna cerah dan
menarik perhatian karena tumbuh dengan rimbunnya. Tanaman ini termasuk
tanaman perdu tegak, dengan sistem perakaran tunggang dengan akar akar cabang
yang melebar ke semua arah dengan kedalaman 40 cm -80 cm. Pada waktu tanaman
ini berbunga tanaman ini memiliki kebiasaan merontokkan beberapa daunnya.
Batang tanaman ini agak keras dan mempunyai duri yang tajam dan
bercabang-cabang. Perbanyakan tanaman ini juga dapat dilakukan dengan stek
batang, cangkok, okulasi atau biji. Untuk media tanam diperlukan tanah gembur
berpasir dengan tempat terbuka yang selalu terkena sinar matahari.
Di Indonesia tanaman ini sering digunakan sebagai salah satu tanaman yang
ditanam di tepi ataupun median jalan. Hal ini disebabkan oleh sifat tanaman ini yang
tahan akan stress air, tidak membutuhkan naungan dan juga dapat beradaptasi
dengan baik pada daerah berpolusi udara, dan juga menurut Tata Cara Perencanaan
teknik Lanskap Jalan No. 033/T/BM/1996 Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, bugenvil merupakan salah satu tanaman yang
dianjurkan untuk penanaman pada jalur tanaman tepi dan median jalan.
Bugenvil yang ditanam pada tepi ataupun median jalan juga memiliki
berbagai fungsi selain dari segi estetika yakni sebagai penyerap polusi udara,
penjerap debu, peredam kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan, penahan
silau lampu kendaraan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian (Pandey,1994)
terhadap 7 tanaman tahunan berkayu di daerah berpolusi udara yaitu Mangifera
indica Linnaeus, Eugenia javanica Lam., Delonix regia Raf., Peltophorum
pterocarpum (DC.) K. Heyne, Dalbergia sissoo DC. dan Bougainvillea spectabilis
Willd. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa bugenvil memeliki luas daun,
kandungan klorofil, asam askorbat, total N lebih tinggi dibandingkan dengan
keenam tanaman lainnya.
Sebagai tanaman di median jalan dan tepi jalan, pertumbuhan dan
perkembangan bugenvil dapat dipengaruhi oleh gas dan partikel yang terkandung
dalam polusi udara. Semakin tinggi kadar polutan yang ada di udara, akan semakin
terhambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Laccase dan Treshow, 1978).
Tentu saja dengan adanya pengaruh dari gas dan partikel yang terkandung dalam
udara juga akan mempengaruhi kualitas estetika yang ditampilkan oleh tanaman
tersebut, seperti warna bunga yang kurang cerah.
Bugenvil merupakan salah satu tanaman yang cocok dengan kriteria
tanaman pada median jalan ataupun jalur tanaman tepi, akan tetapi bugenvil
cenderung tidak berbunga jika ditanam pada lingkungan yang berpolusi udara dan
media tanah yang lembab yang ada hanya jumlah daun yang makin banyak. Selain
itu pada penanaman tepi jalan kebanyakan tanaman akan langsung ditanam pada
tanah, hal ini dapat menyebabkan akar bugenvil berkembang dengan cepat dan
meluas yang akan menghambat pembungaan karena fase vegetatif menjadi sangat

2

dominan, sehingga hanya jumlah daun yang akan bertambah banyak. Maka
dibutuhkan pemecahan masalah bagaimana agar bugenvil dapat berbunga pada
penanaman langsung pada tanahh dan daerah berpolusi udara seperti di tepi jalan
ataupun median jalan.
Pembungaan pada bugenvil akan terjadi pada saat tanaman tersebut
mengalami kekurangan air. Salah satu faktor yang dapat memicu pembungaan
bugenvil adalah dengan menghambat perkembangan akarnya. Menghambat
perkembangan akar dapat dilakukan dengan memberikan rintangan kepada akar
sehingga laju perkembangan akarnya dapat terhambat. Penghambatan
perkembangan akar dapat dilakukan dengan cara meletakkan batu kerikil dengan
ketebalan tertentu dibawah permukaan tanaman sehingga akar tidak leluasa untuk
tumbuh. Perbedaan ketebalan yang diberikan tentu saja akan memberikan hasil
yang berbeda pada kecepatan tanaman tersebut untuk berbunga. Karena apabila
rintangan yang diberikan kepada akar terlalu tebal ditakutkan tumbuhan tersebut
menjadi mati.
Perlakuan lainnya untuk memicu pembungaan pada bugenvil adalah dengan
memberikan zat penghambat tumbuh. Zat penghambat tumbuh merupakan suatu
tipe senyawa organik yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna
hijau dari daun dan secara tidak langsung menstimulasi pembungaan tanpa
menyebabkan pertumbuhan yang abnormal (Cathey, 1975). Zat penghambat
tumbuh yang digunakan pada penelitian ini adalah paclobutrazol, hal ini dikarekan
paclobutrazol secara visual, penampakan bnga yang dihasilkan lebih kompak dan
roset dibandingkan perlakuan daminozide dan chlormequate (Wati, 2000).
Perbedaan konsentrasi zat penghambat tumbuh yang diberikan tentu saja akan
memberikan hasil yang berbeda dalam kecepatan pembungaan bugenvil tersebut.
Dengan demikian diharapkan ketebalan lapisan penghambat pertumbuhan
akar yang tepat dan konsentrasi zat penghambat tumbuh yang paling tepat dapat
memecahkan permasalahan pembungaan pada bugenvil yang ditanam langsung
pada tanah di daerah berpolusi udara.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan lapisan penghambat
pertumbuhan akar dan konsentrasi zat penghambat tumbuh yang paling efektif
untuk menstimulasi pembungaan pada tanaman bugenvil pada area terkena polusi
udara.
Manfaat
Hasil penelitian dapat dijadikan panduan dalam penanaman bugenvil pada
badan jalan sehingga bugenvil masih dapat berbunga walaupun berada pada daerah
berpolusi udara.
Hipotesis
1. Semakin tebal gravel penghambat yang diberikan maka akan semakin efektif
memicu pembungaan.
2. Semakin tinggi konsentrasi zat penghambat tumbuh yang diberikan maka akan
semakin efektif memicu pembungaan.

3

Kerangka Pikir
Penanaman tanaman bugenvil di median ataupun tepi jalan adalah satu
pemilihan tanaman yang tepat, karena bugenvil termasuk tanaman yang memenuhi
syarat untuk ditanaman di median ataupun tepi jalan. Akan tetapi Bugenvil akan
sulit untuk berbunga jika ditanam di daerah yang berpolusi udara dan ditanam
langsung pada tanah. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut bagaimana
cara agar bugenvil tetap berbunga walaupun ditanam di daerah yang berpolusi udara
dan juga ditanam langsung pada tanah.
Penelitian akan dilakukan pada aspek pemberian zat penghambat tumbuh
dan juga ketebalan lapisan penghambat akar. Zat tumbuh dan penghambatan pada
akar sendiri merupakan salah satu cara yang di rasa cukup efektif untuk
menstimulasi pembungaan.
Tanaman bugenvil yang ada di daerah berpolusi
Aspek estetika
Sulit berbunga

Memerlukan daerah stres air
dan pemberian zat
penghambat tumbuh yang
menghambat pertumbuhan
akar sehingga mempercepat
pembungaan

Struktur media
(gravel) yang
paling tepat
untuk
menstimulasi
pembungaan

Konsentrasi zat
penghambat
tumbuh yang tepat
menstimulasi
pembungaan

Perlakuan yang memberikan pembungaan terbaik di lingkungan
berpolusi udara
Rekomendasi ketebalan struktur media dan dosis zat
penghambat yang paling tepat untuk menstimulasi pembungaan
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Bugenvil (Bougainvillea spectabilis)
Bugenvil merupakan tanaman tropis yang termasuk dalam family
Nyctaginaceae. Bugenvil termasuk jenis tanaman perdu, batang atau pohonnya
kokoh, memanjat, berduri pada ketiak daun yang letaknya menjauhi batang,
membengkok, panjang 5-15 m, ranting dan karangan bunga kerap kali berambut
jingga. Duduk daun tersebar sampai berhadapan, bertangkai, berbentuk bulat telur
atau bulat telur memanjang, meruncing, panjang 4-10 cm dan lebar 2-6 cm. Tepi
daun kerap kali rata. Bunganya majemuk campuran tersusun dalam malai anak
payung yang bertangkai (Suryowinoto, 1997).
Struktur batang merupakan pohon yang berkayu keras penampangnya bulat,
bercabang dan beranting banyak, sehingga tanaman ini diabaikan tumbuh alami
dapat mencapai ketinggian 15 cm. Daun-daun tumbuh rimbun secara tunggal,
bentuknya mirip jantung hati yang dasarnya agak bulat (bundar) dengan warna hijau
tua namun ada pula yang belang-belang (variegata) antara hijau dengan putih atau
hijau bercampur kekuning-kuningan (Rukmana, 1995).
Bunga tanaman ini dibedakan atas dua macam yaitu bunga asli dan palsu
(Bractea). Bunga asli tentunya seperti tabung, berukuran kecil dan panjangnya
sekitar 2 cm, serta berwarna putih. Sedangkan bunga palsu tampak cantik, tersusun
dalam tangkai yang lebat dan menjuntai, berwarna putih, merah, jingga, merah hati,
ungu ataupun kombinasi dari warna-warni tersebut. Bunga palsu ini sebenarnya
adalah daun penumpu yang berfungsi sebagai perhiasan bunga (Rukmana, 1995).
Tanaman bugenvil terdiri dari 5 spesies yaitu B. x buttiana (B. peruviana x glabra),
B. glabra, B. peruviana, B. spectabilis dan B. spectoglabra.
Syarat Tumbuh
Dapat tumbuh dengan baik didataran rendah ataupun tinggi, hingga
ketinggian 1.400 meter diatas permukaan laut. Tanaman hias ini membutuhkan
cahaya matahari penuh untuk proses pembungaannya. Untuk didaerah yang
tergolong subur dengan curah hujan cukup tinggi, media tanah yang digunakan
biasanya dicampur dengan media berupa puing-puing bangunan (Endah, 2002).
Pada fase awal pertumbuhan, Bugenvil membutuhkan curah hujan atau air
tanah yang memadai. Namun setelah memasuki fase reproduktif berbunga justru
lebih menyerangi keadaan iklim kering. Disamping itu, Bugenvil menghendaki
sinar matahari yang langsung dan insensitasnya panjang sehingga cocok ditanam
ditempat terbuka atau tanaman luar ruangan. Mencermati sifat pertumbuhan
Bugenvil secara alami menunjukkan bahwa pada musim hujan tidak berbunga atau
hanya tumbuh daun dan pucuk-pucuknya saja, kemudian pada musim kemarau
berbunga lebat. Sesuai massa pembungaannya, tanaman ini akan mengalami massa
istirahat pertumbuhan selama kurang lebih 2 bulan, dan berikutnya akan berbunga
kembali (Rukmana, 1995).
Pembungaan
Pembungaan merupakan suatu peristiwa yang menandai telah terjadinya
pola pertumbuhan dan perkembangan dari proses-proses vegetatif menjadi

5

reproduktif (Noggle dan Fritz, 1986). Peralihan fase ini dapat dipengaruhi oleh
faktor dari luar maupun faktor dari dalam. Faktor dari dalam contohnya genotip,
faktor dari luar contohnya suhu, cahaya, air, pupuk dan lain sebagainya. Tanaman
akan berbunga setelah tanaman tersebut telah melewati masa vegetatif dimana
terjadi pertambahan besar berat dan menimbun zat cadangan lebih banyak, terutama
karbohidrat sebagai bahan utama pembentukan bunga.
Pembungaan bugenvil digambarkan sebagai kesatuan 3 bunga kecil
berbentuk pipa, dimana setiap bunga tersebut menempel pada permukaan braktea
yang berwarna merah muda atau merah cerah. Seluruh pembungaan dibentuk oleh
2 pembungaan braktea. Pada tahap perkembangan awal, 2 braktea tersebut hamper
seluruhnya menutupi ujung pembungaan. Meskipun demikian, braktea tersebut
sangat kecil dan setelah dewasa menjadi tidak menarik dan kadang-kadang berganti
menjadi daun. Braktea terbentuk dengan cepat setelah inisiasi ujung pembungaan.
Selama bagian ujung membesar, 3 braktea primordia terbentuk dalam rangkaian
yang mengelilingi ujung pembungaan (Sattler dan Louise, 1982).
Flower Forcing
Flower forcing merupakan suatu cara untuk merangsang pembungaan
tanaman dengan manipulasi kondisi lingkungan pada tanaman yang telah mencapai
kondisi dewasa agar tanaman dapat berbunga di luar musim. Teknik ini dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu cara fisik dan kimia.
Cara fisik untuk merangsang pembungaan dapat dilakukan dengan
pemangkasan akar, stress air, pelukaan pada kulit batang dang menggunakan media
tumbuh yang sesuai untuk pembungaan. Untuk merangsang pembungaan secara
kimia dapat digunakan zat penghambat tumbuh atau retardan.
Retardan
Zat penghambat tumbuh atau ZPT pada tanaman adalah senyawa organik
yang tidak termasuk unsur hara mineral. Ada lima kelompok ZPT yang terdapat
dalam tanaman, yaitu auksin, giberelin, cytokinin, ethylene dan inhibitor. Setiap
jenis ZPT tersebut memiliki cara kerja dan pengaruh yang berlainan. ZPT
dibutuhkan tanamna dalam jumlkah yang sedikit dan keadaannya dapat
m,endukung, menghambat, atau mengubah proses fisiologi tanaman. ZPT dibentuk
secara alami oleh tanamn untuk menunjang proses fisiologinya, tetapi seiring
dengan perkembangan teknologi saat ini telah dibuat tiruannya. Pengaruh dan
efektivitas kerjanya sama dengan ZPT alami (Endah, 2002). Zat penghambat
tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman disebut zat penghambat tumbuh endogen
sedangkan yang sintetik disebut zat penghambat tumbuh eksogen.
Retardan merupakan zat penghambat tumbuh eksogen, yang dapat
menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun dan secara
tidak langsung mempercepat pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan yang
abnormal.
Pemberian zat penghambat tumbuh kadang-kadang secara tidak langsung
menginduksi pembungaan. Hal ini diduga sebagai akibat dari terhambatnya fase
vegetatif sehingga hasil fotosintesis dialokasikan untuk pembentukan kuncup bunga
(Dicks, 1979).

6

Media Tanam
Setiap tanaman tentulah membutuhkan media yang berbeda-beda untuk
dapat tumbuh secara optimal, oleh karena itu diperlukan ketepatan dalam memilih
media tanam untuk tanaman itu sendiri, agar tanaman tersebut dapat tumbuh secara
optimal dan memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Media tanam dapat berupa tanah saja atau campuran antara tanah dengan
media yang lain. Media tanam yang digunakan hanya terdiri dari tanah saja pada
umumnya kurang memenuhi syarat sebagai media tanam yang baik. Oleh karena
itu, media tanah perlu ditambah dengan media yang lain (Harjadi, 1989).
Tanaman Bugenvil memerlukan kondisi kering untuk dapat berbunga. Oleh
karena itu, untuk mencapai kondisi tersebut dapat dilakukan manipulasi lingkungan
tumbuh Bugenvil. Pasir merupakan salah satu campuran media tumbuh yang dapat
menciptakan kondisi kering bagi tanaman.
Pasir memiliki drainase yang sangat baik dan mampu menciptakan ruang
yang besar sehingga dapat meneruskan infiltrasi air dengan cepat. Oleh karena itu
pasir dapat dicampur dengan media tanah agar dapat menghasilkan lingkunga
tumbuh yang kering yang dapat menstimulasi pembungaan bugenvil. Tetapi tanah
yang terlalu berpasir dapat mengakibatkan run off, sehingga dapat menghilangkan
unsur-unsur yang dibutuhkan secara cepat.
Ada beberapa macam tanah yang bisa digunakan dalam media tanam untuk
tanaman hias, antara lain tanah pasir, tanah lempung, dan tanah geluh. Untuk tanah
geluh ini mempunyai sifat diantara, tanah pasir dan tanah lempung. Sehingga sangat
baik untuk digunakan dalam media tanaman hias. Pada umumnya campuran yang
digunakan adalah bila tanaman yang suka keadaan kering maka ½ bagian pasir, ½
bagian pupuk kandang 1 lapis pecahan batu merah di dasar pot (Wianta, 1983).
Polusi Udara
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan polusi udara adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy atau komponen lain ke dalam udara
atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara
menjadi kurang atau tidak datap berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Polutan-polutan udara yang banyak terdapat di jalan adalah karbon
monoksida, nitrogen oksida, ozon, peroksiasetilnitrat, Sox dan partikel Pb dan Zn.
Polusi udara yang meningkat sampai pada tingkat tertentu dapat mengganggu
tanaman, sehingga tanaman menjadi stress. Tetapi, tidak semua polutan udara dapat
menyebabkan kerusakan pada tanaman.
Polusi udara dapat mengakibatkan daun klorosis, menghambat pertumbuhan,
rusaknya bunga dan memperlambat pembungaan. Selain itu, etilen yang terdapat
dalam polusi udara dapat mengakibatkan gugurnya bunga menjadi lebih cepat
(Crater, 1980).

7

METODE
Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Tol Jagorawi, pada segmen antara gerbang tol bogor
dan Terminal Baranang Siang. Lokasi ini dipilih karena lokasi ini memiliki tingkat
polutan udara yang sangat tinggi karena jumlah lalu lintas yang sangat padat baik
pagi, siang ataupun malam hari. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Juni
2015.
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi sampai dengan hasil berupa didapatkannya struktur
media tanam dan juga didapatkannya konsentrasi zat penghambat tumbuh
(Paclobutrazol) yang paling tepat untuk menstimulasi pembungaan tanaman
bugenvil.
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan yaitu:
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Cangkul
b. Kored
c. Penyiram tanaman
d. Ajir
e. Tali
f. Alat tulis untuk mencatat
g. Laptop dan Software
h. Timbangan
i. Alat ukur
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pupuk kandang (Kotoran Sapi)
b. Pupuk NPK (15-15-15)
c. Zat penghambat tumbuh (Paclobutrazol)
d. Batu gravel untuk lapisan penghambat akar
e. Polybag 30cmx30 cm
Metode
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu media dan zat penghambat tumbuh.

8

Faktor I struktur media yang digunakan dibedakan menjadi 3 taraf, yaitu:
K0 = Ketebalan 0 cm
K1 = Ketebalan 5 cm
K2 = Ketebalan 10 cm
Faktor II konsentrasi zat penghambat tumbuh dibedakan menjadi 4 taraf, yaitu:
P0 = Konsentrasi 0 ppm
P1 = Konsentrasi 50 ppm
P2 = Konsentrasi 100 ppm
P3 = Konsentrasi 200 ppm
Diperoleh 12 perlakuan, dimana setiap perlakuan dilakukan ulangan
sebanyak 3 kali, sehingga dalam penelitian ini terdapat 36 unit tanaman. Layout
penelitian dapat dilihat pada lampiran 11.
K0P0
K0P2

K1P0
K1P2

K2P0
K2P2

K0P1
K0P3

K1P1
K1P3

K2P1
K2P3

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linier
sebagai berikut:
Yijk = µ + pi + i + j +
ij + eijk
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan perlakuan ZPT pada taraf ke-i dan ketebalan media
penghambat pada taraf ke-j
µ
= Nilai tengah
ρi
= Efek blok ke-i
αi
= Pengaruh ZPT pada taraf ke-i
βj
= Pengaruh ketebalan media pada taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi ZPT pada taraf ke-i dan ketebalan media pada taraf kej
eijk = Pengaruh galat yang disebabkan perlakuan ZPT pada taraf ke-i dan
ketebalan media pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test taraf alpha (α) 5%.
Persiapan Stek, Penanaman dan pemeliharaan
Stek diambil dari batang bugenvil yang telah dewasa. Panjang stek yang
digunakan 15 cm dengan diameter 1,5 cm. Stek ditanam pada polibag terlebih
dahulu, setelah tanaman dinilai cukup dewasa (30 cm) barulah tanaman
dipindahkan ke daerah berpolusi udara dengan cara ditanam langsung pada tanah.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan lubang tanam sebanyak 36 buah,
dimana lubang tanam dibagi menjadi 3 blok, jarak antar lubang tanam pada satu
blok yang sama adalah 30 cm, sementara itu jarak tanam antar blok dibuat menjadi
1 m. Lubang tanam dibuat sedalam 30 cm dengan panjang 20 cm dan lebar 20 cm.

9

Gravel atau kerikil diletakkan pada dasar lubang dengan ketebalan sesuai dengan
masing-masing perlakuan. Perbandingan pupuk kandang dengan tanah yang
diberikan adalah 1:3
Selama penelitian tanaman disiram sebanyak dua hari sekali, pada pagi hari.
Sedangkan pemberian pupuk NPK sebanyak 20 gram/lubang dilakukan sebanyak
satu bulan sekali.
Pemberian Retardan
Pemberian retardan atau zat penghambat tumbuh dilakukan pada 4 dan 8
minggu setelah tanam.
Retardan yang dipakai pada penelitian kali ini menggunakan paclobutrazol
yang cara pemberiannya dengan cara disiram ke permukaan tanah. Pemberian
pertama dilakukan pada pada tanggal 22 Februari 2015 pukul 07.00 WIB dan
pemberian kedua pada pukul 16.00 WIB. Dengan masing-masing volume yang
diberikan sebanyak 50 ml.
Pengamatan dilakukan seminggu sekali pada pertumbuhan tanaman yang
meliputi tinggi tanaman, pertumbuhan cabang primer, petumbuhan cabang
sekunder, pertumbuhan cabang tersier, jumlah bunga dalam cluster, jumlah bunga
non cluster.
Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Pengamatan dilakukan tiap satu minggu sekali pada pertumbuhan vegetatif
dan genereatif tanaman, yang meliputi:
1. Tinggi tanaman. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur tinggi
tanaman dari pangkal, tepat diatas permukaan tanah sampai ke pucuk.
Pengukuran dilakukan sebanyak 15 kali.
2. Pertambahan cabang primer. Pengamatan dilakukan dengan sebanyak 15
kali, jumlah cabang yang dihitung adalah cabang yang tumbuh setelah
penanaman.
3. Jumlah cabang sekunder. Pengamatan jumlah cabang sekunder dilakukan
dengan cara menghituung banyaknya cabang yang tumbuh pada cabang
primer.
4. Jumlah cabang tersier. Pengamatan jumlah cabang tersier dilakukan dengan
cara menghitung banyaknya cabang yang tumbuh pada cabang sekunder.
5. Jumlah bunga total. Pengamatan dilakukan setelah tanaman mulai berbunga.
Bunga yang dihitung adalah bunga yang telah mekar penuh, baik itu bunga
cluster maupun bunga non cluster.
6. Jumlah bunga non cluster. Bunga yang dihitung adalah bunga yang tidak
bergerombol atau berjumlah satu pada satu tangkai.
7. Jumlah cluster. Perhitungan jumlah cluster dilakukan pada tangkai bunga
yang memiliki bunga lebih dari satu.
8. Jumlah daun. Pengamatan jumlah daaun pada setiap tanaman di setiap
minggunya.
9. Panjang dan bobot akar. Pengamatan dilakukan setelah minggu ke-15
dengan menghitung panjang dan bobot kering akar setiap tanaman.

10

Pengamatan Polusi Udara dan Unsur Iklim
Pengamatan dilakukan satu kali pada lokasi penelitian yang meliputi:
1. Gas Nitrogen Dioksida (NO2), dengan metode analisis Saltzman.
2. Gas Sulfur Dioksida (SO2), dengan metode analisis Pararosanilin.
3. Partikel debu, dengan metode Gravimetrik.
4. Kecepatan angin dengan Velocity Meter

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Selama pengamatan berlangsung tidak ditemukan serangan hama ataupun
penyakit terhadap tanaman. Akan tetapi pada minggu ke-5 penelitian tedapat satu
tanaman yang rebah akibat terpaan angin ketika hujan.
Curah hujan selama peneltian ini berlangsung cukup mendukung untuk
penyiraman, karena hujan lebih banyak terjadi pada sore hari.
Tinggi Tanaman
Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman dari minggu ke-1 sampai 12,
sedangkan hasil analisis sidik ragam pertambahan tinggi tanaman dari minggu ke1 sampai 12 MST pada Tabel Lampiran 1. Sidik ragam menunjukkan bahwa
interaksi perlakuan ketebalan media dan zat penghambat tumbuh (KxP) tidak
berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman. Perlakuan ketebalan
media penghambat berpengaruh nyata pada minggu ke-2 dan berpengaruh sangat
nyata sejak minggu ke-6 sampai 15 MST, sedangkan perlakuan konsentrasi zat
penghambat tumbuh berpengaruh nyata pada minggu ke-8 sampai 15 MST.
Perlakuan kontrol (K0) secara nyata berbeda dengan perlakuan K1 dan K2
pada minggu ke-2 dan minggu ke-6 sampai 8 MST. Pada minggu ke-9 hingga 13
MST semua perlakuan berbeda nyata satu sama lain. Perlakuan ketebalan media
penghambat 5 cm (K1) berpengaruh nyata pada minggu ke-14 dan 15 MST.

cm

K0

K1

K2

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7 8 9 10 11 12 13 14 15
Minggu ke-

Gambar 2 Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan ketebalan media

11

Pada minggu ke-1 MST, K1 memiliki tinggi tanaman tertinggi
dibandingkan 2 perlakuan lainnya, sedangkan K2 memiliki tinggi tanaman terendah.
Pada minggu ke-2 hingga 15 MST, K0 memiliki tinggi tanaman tertinggi, dengan
tinggi 33.6 cm pada miggu ke-15. Perlakuan K2 memiliki tinggi tanaman terendah
pada minggu ke-2. Perlakuan K1 memiliki tinggi tanaman terendah pada minggu
ke-3 hingga 15 MST, dengan tinggi 30.9 cm, dimana dari minggu ke-9 hingga 15
MST perlakuan K1 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 2).
Ketiga jenis perlakuan memiliki tingggi tanaman yang terus meningkat
hingga minggu ke-15, namun perlakuan K1 memiliki tingkat pertumbuhan tinggi
yang paling rendah dibandingkan dua perlakuan lainnya. Dari hasil ini dapat terlihat
bahwa ketebalan media penghambat yang paling efektif dalam menghambat
pertumbuhan tinggi tanaman adalah ketebalan 5 cm (K1).
Pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi 50 ppm (P1) secara
nyata berbeda dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-8 hingga 15 MST.
Perlakuan P1 memiliki tinnggi tanaman tertinggi dari minggu ke-8 hingga 15.
Tinggi tanaman tertinggi pada minggu ke-8 yaitu 24.9 cm dan pada minggu ke-15
sebesar 33.7 cm. (Gambar 3).

cm

P0

P1

P2

P3

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7 8 9 10 11 12 13 14 15
Minggu ke-

Gambar 3 Tinggi tanaman pada beberapa perlakuan konsentrasi zat penghambat
tumbuh
Dari hasil ini dapat terlihat bahwa P1 memiliki tinggi tanaman tertinggi dan
memiliki hasil yang berbeda nyata pada minggu ke-8 hingga 15 MST. Dapat
diartikan bahwa P1 tidak efektif dalam menghambat laju pertumbuhan tinggi
tanaman. Pada minggu ke-15 P0 memiliki tinggi tanaman sebesar 32.6 cm,
sedangkan P3 memiliki tinggi tanaman sebesar 31.8 cm, sedangkan P2 cenderung
memiliki ketinggian terendah dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 31.4
cm.
Paclobutrazol menghambat giberilin dengan cara menghambat oksidasi
kaurene menjadi asam kaureonic (Technical data sheet ICI, 1984). Dengan
terhambatnya biosintesis giberilin karena pemberian paclobutrazol akan
menyebabkan laju pembelahan dan pemanjangan sel menjadi lambat sehingga akan
menyebabkan penghambatan pertumbuhan vegetatif.

12

Tabel 1 Tinggi tanaman pada minggu ke-1 sampai 15 MST
Perlakuan

Tinggi tanaman minggu ke1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

27.7c

28.9c

30.2c

31.2c

32.4b

33.5b

……..…….cm…………...
Ketebalan
K0

16.3

17.7b

18.8

19.9

21.4

22.7b

23.9b

25.2b

K1

16.3

17.4a

18.5

19.7

K2

16.1

17.3a

18.7

19.9

P0

16.2

17.5

18.7

P1

16.2

17.6

P2

16.2

17.4

P3

16.3

17.5

26.6c

20.8

21.8a

22.6a

23.6a

24.6a

25.4a

26.6a

27.7a

28.9a

29.9a

30.9a

21.1

22.2ab

23.1a

24.2a

25.4b

26.5b

27.7b

28.9b

30.3b

31.4b

32.5b

19.8

21.1

22.3

23.3

24.4ab

25.6ab

26.5a

27.8a

29ab

30.2a

31.4ab

32.5ab

18.8

19.9

21.3

22.6

23.6

24.9b

26.3b

27.6b

28.8b

30b

31.3b

32.5b

33.6b

18.5

19.6

20.8

21.9

22.8

23.9a

25a

25.9a

27a

28.1a

29.2a

30.2a

31.3a

18.6

19.9

21.1

22.2

23.1

24.1ab

25.2a

26.1a

27.3a

28.6a

29.8a

30.8a

31.8a

Paclobutrazol

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda
Duncan).

13

Pertambahan Cabang Primer
Pertumbuhan cabang primer hanya terjadi dari minggu ke-1 hingga 5 MST.
Tabel 2 menunjukkan pertambahan jumlah cabang primer dari minggu ke-1 hingga
5 MST. Tabel lampiran 2 menunjukkan hasil analisis sidik ragam pertambahan
cabang primer dari minggu ke-1 hingga 5 MST, pada tabel tersebut dapat dilihat
bahwa interaksi antara dua perlakuan (KxP) tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan cabang primer. Perlakuan ketebalan media penghambat (K) dan
konsentrasi zat penghambat tumbuh (P) berpengaruh nyata pada minggu ke-3.
Tabel 2 Pertambahan cabang primer dari minggu ke-1 sampai 6 MST
Perlakuan

Minggu ke-

Total

1

2

3

4

5

K0

0.7

3.2

1.9b

0.4

0.2

K1

0.4

1.8

0.8a

0.7

0.2

3.1

K2

0.8

1.6

0.6a

0.08

0.08

2.56

P0

0.9

2.2

1.7b

0.7

0.1

3.9

P1

0.3

2.4

1a

0.2

0.1

3

P2

0.1

2.1

1a

0.2

0.2

2.6

P3

0.2

2

0.7a

0.4

0.1

2.7

Ketebalan
4.5

Paclobutrazol

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Setelah minggu ke-6 tidak ada lagi pertambahan cabang primer.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perlakuan K2 memiliki
pertambahan cabang terbanyak pada minggu ke-1 MST dengan 4.1 cabang. Pada
minggu ke-2 dan 3 perlakuan K0 memiliki pertambahan cabang primer terbanyak
dengan jumlah 3.2 cabang dan 1.9 cabang, dimana pada minggu ke-3 K0 berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya, Pada minggu ke 4 K1 memiliki pertambahan
cabang terbanyak dengan 0.7 cabang.
Sementara itu pertumbuhan cabang primer terendah pada minggu pertama
adalah K0, pada minggu ke-1 K1 memiliki pertumbuhan terendah. K2 memiliki
pertambahan cabang terendah pada minggu ke-2 hingga 5 MST. K1 dan K2
memiliki pertumbuhan cabang primer lebih rendah dibandingkan K0, akan tetapi
K2 cenderung memiliki pertambahan cabang primer yang lebih rendah.
Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa semua perlakuan menurun pertambahan
cabang primernya pada minggu ke-2, dimana hal tersebut kembali meningkat di
minggu ke-3 lalu terus turun hingga minggu ke-6. Pada minggu ke-7 hingga minggu
ke-15, tidak ada lagi pertambahan cabang primer pada semua tanaman. (Gambar 4).
Perlakuan kontrol memiliki pertambahan terbanyak dari minggu ke-4,
dimana perlakuan kontrol berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya. P1, P2,
dan P3 memiliki pertumbuhan cabang primer lebih rendah dibandingkan P0.
Perlakuan P3 cenderung memiliki pertambahan cabang primer yang lebih rendah
dibandingkan perlakuan lainnya. (Gambar 5).

14

3.5
3

Cabang

2.5
2

1.5
1
0.5
0
1

2

3

4

5

Minggu keK0

K1

K3

Gambar 4 Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan ketebalan media
3
2.5

Cabang

2

P0
1.5
P1
1

P2

0.5

P3

0
1

2

3

4

5

Minggu ke-

Gambar 5 Pertambahan cabang primer pada beberapa perlakuan zat penghambat
tumbuh
Jumlah Cabang Sekunder
Tabel 3 menunjukkan pertambahan cabang sekunder dari minggu ke-1
hingga 7 MST. Tabel lampiran 3 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah cabang
sekunder dari minggu ke-1 hingga minggu 7 MST. Pada tabel tersebut ditunjukkan
bahwa perlakuan interaksi antara kedua perlakuan (KxP) tidak nyata terhadap
jumlah cabang sekunder. Perlakuan pemberian media penghambat (K) berbeda
nyata sejak minggu ke-1 hingga 7 MST, dimana pada minggu ke-3 dan 4 berbeda
sangat nyata. Perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh (P) berpengaruh nyata
sejak minggu ke-3 dan 4 MST, sedangkan minggu ke-5 hingga 7 berpengaruh
sangat nyata.

15

Tabel 3 Jumlah cabang sekunder dari minggu ke-1 hingga 6 MST
Jumlah cabang sekunder minggu ke-

Perlakuan

1

2

3

4

5

6

7

K0

2.2b

3.3b

4.4b

4.5b

5b

5.1b

5.1b

K1

1.3a

1.9a

2.6a

3.1a

3.3a

3.4a

3.5a

K2

1.6a

2.3a

2.9a

3.2a

3.7a

3.9a

3.9a

P0

2.2

3.1

4.5b

5.1b

5.6b

5.8b

5.8b

P1

1.8

2.4

2.8a

3.1a

3.6a

3.7a

3.7a

P2

1.4

2.3

3.3a

3.6a

3.8b

4a

4.2a

P3

1.4

2.2

2.5a

2.7a

2.8

2.8a

2.8a

Ketebalan

Paclobutrazol

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Sejak minggu pertama hingga minggu ke-7 perlakuan K0 berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya. Dimana perlakuan K0 selalu memiliki jumlah cabang
sekunder terbanyak tiap minggunya. Perlakuan K1 cenderung memiliki jumlah
cabang terendah dibandingkan K2 dari minggu pertama hingga minggu ke-7,
dengan jumlah cabang sekunder pada minggu ke-7 sebesar 3.5 cabang (Gambar 6).
Hal ini dapat disebabkan karena pada awal penanaman hambatan dengan berbagai
ketebalan tidak terlalu berpengaruh, Karena kerja akar yang belum terlalu optimal.
Tanaman K1 memiliki jumlah cabang sekunder yang lebih sedikit dari
perlakuan lainnya karena kerikil yang ada pada dasar lubang tanam menghalangi
pertumbuhan akar, hal ini menyebabkan kekuatan akar untuk mengabsorpsi unsur
hara dan mineral pada tanah menjadi berkurang, sehingga tanaman menjadi stres
air. Stres air mengakibatkan hasil fotosintesi berupa fotosintat dari daun dan cabang
tanaman tidak dapat ditransportasikan ke bagian lain (Endah, 2002). Hal ini lah
yang membuat laju percabangan menjadi rendah.
K0

K1

K2

6
Cabang

5
4
3
2
1
0
1

2

3

4
5
Minggu ke-

6

7

Gambar 6 Jumlah cabang sekunder pada beberapa perlakuan ketebalan media

16

Pada minggu ke-3 hingga 7 MST pelakuan kontrol (P0) berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kontrol juga memiliki jumlah cabang
sekunder terbanyak diantar ketiga perlakuan lainnya, yakni sebesar 5.8 cabang pada
minggu ke-7. Perlakuan P1, P2 dan P3 memiliki jumlah cabang sekunder yang tidak
berbeda jauh satu sama lain, akan tetapi P3 cenderung memiliki jumlah cabang
sekunder yang lebih rendah dibandingkan P1 dan P2, dengan jumlah 2.8 cabang
pada minggu ke-7, sedangkan P1 dan P2 secara berurutan memiliki 3.7 dan 4.2
cabang pada minggu ke-7 (Gambar 7). Jadi pemberian paclobtrazol dengan
berbagai konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan cabang. Paclobutrazol
merupakan zat penghambat tumbuh yang efektif menghambat pertumbuhan
vegetatif tanaman, melalui penghambatan giberilin. Biosintesis giberelin yang
terhambat membuat tanaman meningkatkan biosisntesi asam absitik (Watimena,
1987). Asam absitik dapat menyebabkan dormansi pada tunas tanaman (Weaver,
1972).

Cabang

P0

P1

P2

P3

7
6
5
4
3
2
1
0
1

2

3

4
5
Minggu ke-

6

7

Gambar 7 Jumlah cabang sekunder pada beberapa perlakuan konsentrasi zat
penghambat tumbuh
Jumlah Cabang Tersier
Tabel 4 menunjukkan jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7
MST. Tabel lampiran 4 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah cabang tersier
dari minggu ke-1 hingga 7 MST. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa perlakuan
interaksi antara kedua perlakuan (KxP) tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang
tersier. Perlakuan pemberian media penghambat (K) berbeda nyata sejak minggu
ke-1 hingga 3 MST dan juga minggu ke-5 dan 7 MST, dimana pada minggu ke-2
dan 3 perlakuan K0 berbeda sangat nyata.. Perlakuan konsentrasi zat penghambat
tumbuh (P) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang tersier.
Pada minggu ke-7 perlakuan kontrol (P0) memiliki jumlah cabang tersier
terbanyak yakni sebanyak 2.8 cabang, sedaangkan P1 memiliki jumlah cabang
tersier sebanyak 2.7 cabang, P2 sebanyak 2.4 cabang tersier. Perlakuan P3
cenderung memiliki jumlah cabang tersier terendah yakni sebesar 2.1 cabang.
(Gambar 8).

17

P0

P1

P2

P3

3

Cabang

2.5
2
1.5
1
0.5
0
1

2

3

4
5
Minggu ke-

6

7

Gambar 8 Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan ketebalan media
Tabel 4 Jumlah cabang tersier dari minggu ke-1 hingga 7 MST
Perlakuan

Jumlah cabang tersier minggu ke1

2

3

4

5

6

7

2b
1a
0.7a

2.7b
1.7a
1.5a

2.8b
2a
1.5a

2.9
2.1
1.8

2.9b
2.1a
1.9a

3
2.2
2.1

3.1b
2.3a
2.1a

1.2
1.3
1.2
1.3

1.8
2.1
2
2.1

2.2
2.2
2.1
2.1

2.4
2.4
2.2
2.1

2.5
2.4
2.2
2.1

2.7
2.6
2.3
2.1

2.8
2.7
2.4
2.1

Ketebalan
K0
K1
K2
Paclobutrazol
P0
P1
P2
P3

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Mulai dari minggu pertama hingga minggu ke-7 perlakuan kontrol (K0)
memiliki jumlah cabang tersier terbanyak dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya, kecuali di minggu ke-4 dan 6 MST perlakuan kontrol tidak berbeda nyata.
Sementara itu K1 memiliki cabang tersier yang lebih banyak dibandingkan dengan
K2, pada minggu ke-7. (Gambar 9).
Jumlah Daun
Jumlah daun pada tanaman sangat berfluktuasi karena adanya daun yang
gugur di setiap minggu. Tabel 5 menunjukkan jumlah daun dari minggu ke-1 hingga
15 MST. Tabel lampiran 5 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah daun dari
minggu ke-1 hingga 15 MST. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa interaksi antar
perlakuan tersbut (KxP), tidak berpengaruh nyata. Perlakuan K juga tidak
berpengaruh nyata dalam hal jumlah daun. Perlakuan P berpengaruh nyata pada
minggu ke- 3, 5, 6 dan 11 MST.

18

Cabang

K0

K1

K2

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1

2

3

4
5
Minggu ke -

6

7

Gambar 9 Jumlah cabang tersier pada beberapa perlakuan konsentrasi zat
penghambat tumbuh
Perlakuan K dengan rata rata jumlah daun tertinggi dimiliki oleh K0 dengan
jumlah daun 133.61 daun, sedangkan K1 dan K2 masing-masing memiliki jumlah
daun sebanyak 133.5 dan 133.08 daun. Perlakuan ketebalan media penghambat
tidak mempunyai dampak terhadap jumlah daun pada tanaman.
Perlakuan P berbeda nyata pada minggu ke-3, 5 6, dan 11 MST. Pada
minggu ke-3, perlakuan kontrol memiliki jumlah daun terbanyak dengan jumlah
117 daun, berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada minggu ke-5 perlakuan P1
memiliki jumlah daun terbanyak dengan jumlah daun sebanyak 119.2 daun. Pada
minggu ke-6 jumlah daun terbanyak dimiliki oleh perlakuan P2 dengan total 120.6
daun. Sedangkan pada minggu ke 11 P1 memiliki jumlah daun terbanyak dengan
jumlah 159 daun.
Jumlah Bunga Non Cluster
Jumlah bunga non cluster sangat berfluktuasi karena selain adanya
pertambahan bunga, jumlah bunga juga berkurang seiring dengan gugurnya bunga.
Tabel 6 menunjukkan jumlah cabang tersier dari minggu ke-9 hingga 15 MST.
Tabel lampiran 6 menunjukkan hasil analisis ragam jumlah bunga non cluster dari
minggu ke-9 hingga 15 MST. Dapat dilihat juga bahwa interaksi antar kedua faktor
(KxP) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cluster. Perlakuan ketebalan media
penghambat berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga non cluster pada minggu ke9 hingga 15 MST, sedangkan perlakuan konsentrasi zat penghambat tumbuh
berpengaruh nyata pada minggu ke-9 hingga 11, dan juga minggu ke-15.

19

Tabel 5 Jumlah daun dari minggu ke-1 sampai 15 MST
Perlakuan

Jumlah daun minggu ke1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

K0

98.9

108

112.2

110.5

115.1

119.2

125.8

130.3

134.3

140.9

K1

102.6

107

110.4

110.8

114.1

117.6

125.3

129.6

134.5

132.2

K2

100.7

110.3

114

113.7

114.7

113

119.6

124.1

134

131.3

P0

100.6

112.5

117.1b

110.1

113ab

117.7ab

121.1

125.6

132.3

P1

101.3

107

109.3a

114

119.2c

118.7ab

123.4

127.7

136.5

P2

103.1

109.1

112.3ab

112

117.2bc

120.6b

129.8

134.2

P3

98

106.3

110.2a

110.7

109.3a

109.4a

120

124.5

Rata-rata

12

13

14

15

151.6

161

164

165.9

166.5

133.61

155.1

161.5

162

168

171.8

133.50

155.4

163

164.1

168.3

170

133.08

129.7

153a

161.4

162.6

167.6

170.2

135.79

141.1

159.5b

164

165.2

169.2

170.2

135.09

134.1

127.3

154.6ab

160

166.3

166.8

170.2

134.51

134.1

141.1

149.1a

161.3

160.2

165.8

167.3

131.15

Ketebalan

Paclobutrazol

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda
Duncan).

20

Tabel 6 Jumlah bunga non cluster dari minggu ke-9 hingga 15 MST
Perlakuan

Jumlah bunga non cluster minggu ke10
11
12
13
14

9

Ketebalan
K0
K1
K2
Paclobutrazol
P0
P1
P2
P3

Rata-rata

15

0.4a
0.5a
1b

0.6a
1.5b
1.9b

1a
2.5b
2.7b

2.3a
4.1b
4.2b

2.6a
5.1b
5b

3.7a
6.1b
5.8b

4.4a
7.2b
6.3ab

2.71
2.75
3.94

0.1a
0.3ab
1.3b
0.7c

1a
0.7a
2.5b
1.2a

1.5a
1.7ab
3.1b
2a

3.1
3.1
4.2
3.8

3.6
4.1
4.7
4.6

4.6
4.6
5.6
6

5.1a
4.8a
6.2ab
7.7b

3.71
2.14
3.85
3.84

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Pada minggu ke-9 perlakuan dengan ketebalan media penghambat 10 cm
(K2) berbeda nyata dengan dua pengaruh lainnya, yakni memiliki bunga non cluster
sebanyak 1 bunga. Pada minggu ke-10 hingga 15 MST perlakuan kontrol berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya dengan bunga terendah hingga minggu ke-15 yakni
sebesar 4.4 bunga. Pada minggu ke-9 hingga minggu ke-12 K2 memiliki jumlah
bunga non cluster tertinggi, yakni sebesar 4.2 bunga. Namun mulai dari minggu ke13 hingga 15 MST K1 memiliki jumlah bunga tertinggi, yakni sebesar 7.2 bunga.
(Gambar 10).
Perlakuan dengan konsentrasi zat penghambat tumbuh 100 ppm (P2)
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-9 hingga 11 MST.
Sedangkan P3 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada minggu ke-15. Pada
minggu ke-9 dan 10 P1 memiliki jumlah bunga terendah, yakni sebesar 0.7 bunga
pada minggu ke-10. Pada mingggu ke-11 hingga 13 MST perlakuan P0 memiliki
jumlah bunga terendah, yakni sebesar 4.6 pada minggu ke-14 sedangkan pada
minggu ke-15 P1 memiliki jumlah bunga non cluster terendah, yakni sebesar 4.8
bunga.

Jumlah bunga

K0

K1

K2

8
7
6
5
4
3
2
1
0
9

10

11

12

13

14

15

Minggu ke-

Gambar 10 Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan ketebalan media

21

Jumlah bunga non cluster tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 mulai dari
minggu ke-9 hingga 13 MST, yakni sebesar 4.7 bunga. Sedangkan pada minggu ke14 dan 15 MST P3 memiliki jumlah bunga non cluster tertinggi dengan 7.7 bunga
pada minggu ke-15. (Gambar 11).
P0

P1

P2

P3

10

Bunga

8

6
4
2
0
9

10

11

12
13
Minggu ke-

14

15

Gambar 11 Jumlah bunga non cluster pada beberapa perlakuan konsentrasi
zat penghambat tumbuh
Jumlah Cluster
Tabel 7 menunjukkan jumlah clust