Peran Verbal Baseline Information Dan Content Familiarity Dalam Identifikasi Penipuan.

PERAN VERBAL BASELINE INFORMATION DAN CONTENT FAMILIARITY
DALAM IDENTIFIKASI PENIPUAN

FAIZ AGUNG BASKORO

ABSTRAK

Manusia cenderung buruk dalam mengidentifikasi penipuan (Bond & DePaulo, 2006;
Aamodt & Custer, 2006). Salah satu alasannya adalah manusia cenderung menggunakan tandatanda yang valid dalam identifikasi penipuan (Reinhard et al., 2011; Reinhard et al., 2013),
tanda-tanda nonverbal di bandingkan verbal. Eksperimen ini berusaha melihat pengaruh
familiaritas pada konten pesan dan verbal baseline information terhadap akurasi identifikasi
penipuan untuk menjelaskan penyebab individu cenderung buruk dalam mengidentifikasi
penipuan dalam bentuk suatu proses kognisi sosial. Hasil penielitian menunjukan indikasi
bahwa proses identifikai penipuan bersifat sangat kompleks.
Kata Kunci: Penipuan, Familiaritas, Tanda-Tanda Verbal, Baseline Information

PENDAHULUAN
Hasil dari penelitian-penelitian tentang penipuan belakangan ini semakin mengarahkan
para peneliti pada kesimpulan bahwa manusia cenderung buruk dalam mengidentifikasi
penipuan (Reinhard et al., 2013; Reinhard et al., 2011). Akurasi rata-rata dari individu (tanpa
pelatihan khusus) dalam mendeteksi penipuan adalah 54% (Bond & DePaulo, 2006) atau

berada dalam rentang 45% sampai dengan 60% (Aamodt & Custer, 2006; Vrij, 2008). Hal ini
tidak jauh berbeda dari peluang yang ada, 50% (½ jujur : ½ tipuan).
Beberapa peneliti meyakini bahwa fenomena tersebut terjadi akibat individu seringkali
menggunakan tanda-tanda (cues) yang tidak valid dalam mengidentifikasi penipuan (Reinhard
et al., 2013; Reinhard et al., 2011). Dalam hal ini, individu memiliki kecenderungan untuk
menggunakan tanda-tanda nonverbal dibandingkan tanda-tanda verbal yang ditampilkan
penipu.
Individu pada umumnya sering lebih sering menyabutkan tanda-tanda nonverbal
sebagai indikator penipuan dibandingkan tanda-tanda verbal (Global Deception Research
Team, 2006; Akehurst et al., 1996). Padahal tanda-tanda nonverbal tidak terbukti secara
objektif mampu menjadi indikator penipuan, sebaliknya dengan tanda-tanda verbal (DePaulo
et al., 2003; Vrij, 2008).
Kapan

individu

menggunakan

tanda-tanda


verbal

atau

nonverbal

dalam

mengidentifikasi penipuan? Individu akan memilih menggunakan tanda-tanda verbal saat
dirinya mengenali topik atau fakta yang dibicarakan oleh pemberi pesan (familiar terhadap
konten pesan). Sebaliknya, pada situasi tidak mengenali topik yang dibicarakan pemberi pesan,
individu akan menghindari penggunaan tanda-tanda verbal dan memilih mendasarkan
penilaian pada ekspektasi atau stereotip budaya, yakni tanda-tanda nonverbal (Stiff et la., 1989;
Reinhard et al., 2011).

Berdasakan penjelasan tersebut, akurasi identifikasi penipuan dapat meningkat jika
individu menggunakan tanda-tanda verbal. Namun, hasil studi meta-analisi menujukan adanya
fektor lain yang dapat meningkatkan akurasi identifikasi penipuan (Bond & DePaulo, 2006).
Baseline information telah menjadi konsep yang relatif disepakati para peneliti yang mengkaji


fenomena penipuan sebagai salah satu faktor yang memiliki asosiasi dengan peningkatan
akurasi identifikasi penipuan pada penerima pesan (Bond & DePaulo, 2006).
Mencari kaitan antara familiaritas pada konten pesan dan baseline information dalam
proses identifikasi penipuan menjadi hal yang penting karena berkaitan dengan konsistensi
hipotesis familiaritas dalam mentelaskan fenomena identifikasi penipuan. Hipotesis
familiaritas didasarkan pada asumsi yang secara spesifik menganggap tanda-tanda verbal
sebagai tanda-tanda yang cenderung valid sebagai indikator penipuan dan menganggap tandatanda nonverbal sebagai tanda-tanda yang cenderung tidak valid sebagai indikator penipuan
(Stiff et al., 1989; Reinhard et al., 2011; Reinhard et al., 2013). Sebagi konsekuensinya,
individu akan memiliki akurasi identifikasi yang bagus saat menggunakan tanda-tanda verbal
(dijumpai saat individu merasa familiar pada konten pesan) dan akan memiliki akurasi
identifikasi yang buruk saat menggunakan tanda-tanda nonverbal (dijumpai saat individu
merasa tidak familiar pada konten pesan). Sedangkan baseline information tidak secara spesifik
nyatakan superioritas salah satu diantara kedua tanda-tanda (Bond & DePaulo, 2006). Namun,
salah satu eksperimen yang menunjukan signifikansi pengaruh baseline information terhadap
akurasi identifikasi penipuan menggunakan asumsi bahwa tanda-tanda nonverbal memiliki
peran sebagi indikator penipuan/kejujuran sebagai salah satu teori yang menjadi dasar
penelitian (Brandt et al., 1980). Jika tanda-tanda nonverbal ternyata terbukti secara signifikan
meningkatkan akurasi identifikasi penipuan di dalam penelitian yang menyertakan baseline
information dan familiaritas pada konten pesan sebagai variabel independennya, maka


diperlukan adanya penjelasan lain terkait hubungan familiaritas terhadap konten pesan,
penggunaan tanda-tanda verbal, dan akurasi identifikasi penipuan.
Pada penelitian kali ini, peneliti hanya menguji spekulasi Reinhard dan kolegakoleganya (2011) terkait pemberian verbal baseline information. Peneliti hanya menguji satu
bagian dari dua spekulasi (verbal baselini – nonverbal baseline) dari penelitian sebelumnya
karena keterbatasan waktu dan sumber daya (jumlah tenaga operasional dan dana). Penetapan
verbal baseline information juga didasari pada peran tanda-tanda verbal sebagai inti dari
hipotesis familiaritas yang berpengaruh dalam meningkatkan akurasi identifkasi penipuan
(Stiff et al., 1989).

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen karena
penelitian ini bertujuan mengetahui secara konseptual hubungan sebab akibat antara variable
independen (familiaritas terhadap konten pesan dan verbal baseline information) dan variabel
dependen (akurasi identifikasi penipuan), serta mengetahui pengaruh variabel mediasi
(penggunaan tanda-tanda verbal) dalam hubungan tersebut. Keberadaan dua variabel
independen membuat penelitian ini tidak hanya dapat melihat pengaruh dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen, tetapi juga interaksi diantara keduanya
(Christensen, 2007).
Rancangan penelitian kali ini adalah between participan factorial design 2x2
(familaritas yang tinggi terhadap konten pesan vs familaritas yang rendah terhadap konten

pesan x diberikan (ditunjukan) verbal baseline information vs tidak diberikan verbal baseline
information) yang memfasilitasi peneliti untuk melihat pengaruh masing-masing variabel
independen (main effect) dan melihat interaksi diantara variabel tersebut (interaction effect)

(Christensen, 2007) melalui perubahan yang terjadi pada variabel dependen (akurasi
identifikasi penipuan).
Partisipan dalam penelitian ini adalah individu yang sampai dengan pengambilan data
dilakukan tidak atau belum mengikuti KKN. Dalam hal ini, mahasiswa strata satu (S-1)
Universitas Padjadjaran angkatan 2013, 2014, dan 2015. Mahasiswa Universitas Padjadjaran
angkatan 2012 yang belum mengikuti KKN dan mahasiswa dari institusi pendidikan tinggi di
Jatinangor yang tidak memiliki program serupa dengan KKN (contoh: IKOPIN) juga termasuk
dalam kriteria peserta penelitian. Partisipan berjumlah 120 dengan rentang usia 19-21 tahun.
Prosedur penelitian diadaptasi dari penelitian sebelumnya (Reinhard et al., 2011)
Partisipan direkrut dalam rangka penelitian menilai kebohongan dan kebenaran. Mereka
didudukan di depan laptop dan diberitahu bahwa nantinya mereka menyaksikan dan
memberikan penilaian (bohong/jujur) pada sejumlah video individu yang sedang di interview,
sebagian diantara video-video tersebut berisi pernyataan tipuan/bohong dan sebagaian
benar/jujur. Kemudian familiaritas pada konten pesan dimanipulasi. Pada kelompok
eksperimen I dan II, partisipan diminta untuk membaca fakta-fakta singkat terkait konten yang
nantinya akan dibicarakan oleh orang-orang di dalam video. Kelompok lain langsung

memasuki tahap beriutnya.
Pada tahap selanjutnya, bagi kelompok I dan III, partisipan diberikan informasi tentang
kebiasaan verbal pemberi pesan melalui secarik kertas dan audio dimana target sedang
menceritakan sesuai. Pengeksposan dilakukan sebanyak tiga kali (Brandt et al., 1980a). Ini
selalu dilakukan sebelum mulai menyaksikan video yang kemudian diikuti dengan
mengidentifikasi video. Bagi kelompok yang lain, langsung menyaksikan dan mengidentifikasi
video.

Setelah partisipan selesai mengidentifikasi seluruh video, eksperimenter memberikan
self-report questionnaire tentang familiaritas terhadap konten pesan. Kemudian, ekserimenter

meberikan kuesioner penggunaan tanda-tanda verbal/nonverbla pada partisipan. Tidak ada
pembatasan waktu bagi partisipan saat menjawab kuesioner. Akhirnya partisipan di debrief dan
diberikan kompensasi.

HASIL
Akurasi dalam mengidentisikasi penipuan dalam penelitian ini dilihat melalui
persentase akurasi partisipan dalam mengidentifikasi penipuan. Sebelum melihat persentase
akurasi identifikasi penipuan pada keempat kelompok (familiaritas tinggi vs. familiaritas
rendah dan diberikan VBI vs. tidak diberikan VBI) menggunakan two way ANOVA, setiap

data persentase akurasi identifikasi penipuan pada keempat kelompok harus memenuhi dua
asumsi yang menjadi persyaratan penggunaan ANOVA. Kedua asumsi tersebut adalah
keempat kelompok (1) memiliki data yang berdistribusi normal dan (2) memiliki distribusi
varians yang sama (varians homogen) (Glass et al., 1972).
Langkah pertama, peneliti melakukan uji normalitas pada data persentase akurasi
identifikasi penipuan di keempat kelompok menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
dengan α = 0.05. Kelompok 1 (familiaritas tinggi dan diberikan VBI) memenuhi persyaratan
distribusi normal, N = 30, M = 0.603, SD = 0.162, Z = 1.051, sig = 0.22, p > α. Demikian juga
pada kelompok 2 (familiaritas tinggi dan tidak diberikan VBI, N = 30, M = 0.546, SD = 0.173,
Z = 0.843, sig = 0.476, p > α) dan kelompok 3 (familiaritas rendah dan diberikan VBI, N = 30,
M = 0.570, SD = 0.137, Z = 1.071, sig = 0.202, p > α). Hasil yang berbeda ditemukan pada
kelompok 4 (familiaritas rendah dan tidak diberikan VBI) dimana data tidak berdistribusi
normal, N = 30, M = 0.577, SD = 0.133, Z = 1.375, sig = 0.046, p < α.

Untuk mengatasi permasalah akibat yang tidak berdistribusi normal, peneliti mengacu
pada pendapat teoritis yang menyatakan bahwa penyimpangan terhadap distribusi normal tidak
akan terlalu signifikan mempengaruhi hasil yang sesungguhnya dari uji ANOVA jika ia
memenuhi beberapa persyaratan (Glass et al., 1972). Diantaranya, (1) skewness sedikit sekali
mempengaruhi tingkat signifikasi (α) dan kekuatan (power) dari tes (kecuali dilakukan one
tailed test), (2) distribusi platykurtic (kurtosis dengan β < 3) hanya sedikit memberikan efek

pada α jika setiap kelompok memiliki jumlah sampel yang sama, (3) kurtosis akan
mempengaruhi kekuatan dari tes jika dilakukan pada sampel kecil (< 25), dan (4) varians yang
heterogen tidak akan banyak mempengaruhi α.
Dengan mengacu pada ke-4 poin tersebut, peneliti hanya perlu melihat β dari kurtosis
pada data persentase akurasi identifikasi penipuan di kelompok 4 untuk melihat apakah
distribusi data berbentuk platykurtic. Perhitungan statistik menunjukan bahwa kurtosis data di
kelompok 4 memiliki β = - 0.532, β < 3. Sehingga, data berbentuk platykurtic. Oleh karena itu,
two way ANOVA masih menjadi uji yang terpercaya untuk melihat keberadaan hubungan
deterministik antara variabel independen (familiaritas terhadap konten pesan dan VBI) dan
variabel dependen (persentase akurasi identifikasi penipuan) dalam penelitian ini.
Langkah kedua setelah melakukan uji normalitas adalah melakukan uji homogenitas
varians pada keempat kelompok tersebut. Dengan menggunakan uji Levene’s dengan α = 0.05,
diperoleh hasil bahwa setiap kelompok memiliki distribusi varians yang sama atau homogen,
F = 0.864, sig = 0.462, p > α.
Langkah ketiga, peneliti melakukan uji two way ANOVA dengan α = 0.05 untuk
melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen (main effect) dan pengaruh dari
interaksi diantara kedua variabel independen (interaction effect) terhadap persentase akurasi
identifikasi penipuan sebagai variabel dependen. Hasil yang diperoleh adalah tidak terdapat

perbedaan pada persentase akurasi identifikasi penipuan di variabel familiaritas pada konten

pesan (KKN), F = 0.003, sig = 0.967, p > α, dan di variabel VBI, F = 0.623, sig = 0.575, p > α.
Tidak ditemukan juga interkasi diantara kedua variabel, F = 1.292, sig = 0.258, p > α. Hasil
pengujian statistik tersebut menunjukan bahwa baik familiaritas terhadap konten pesan,
maupun VBI tidak memunculkan pengaruh terhadap akurasi dalam identifikasi penipuan.
Kedua variabel independen tersebut juga tidak menunjukan adanya saling mempengaruhi satu
sama lain.

DISKUSI
Hasil pengujian statistik menunjukan bahwa familiaritas terhadap konten pesan tidak
mempengaruhi akurasi individu dalam mengidentifikasi penipuan. Tidak ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan pada akurasi identifikasi penipuan di antara kelompok dengan
familiaritas yang tinggi terhadap konten pesan dan kelompok dengan familiaritas yang rendah
terhadap konten pesan. Situasi ini bertentangan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan
bahwa familiaritas terhadap konten pesan mempengaruhi akurasi identifikasi penipuan.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa ada variabel lain
yang turut mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini, terdapat variabel lain selain
familiaritas pada konten pesan yang turut aktif saat proses identifikasi penipuan bersangsung.
Sehingga, individu tidak semerta-merta menggunakan tanda-tanda verbal ketika kondisi
familiaritasnya mencukupi. Variabel asing tersebut nampaknya hanya dapat diidentifikasi pada
tahap yang lebih mendasar atau terdapat pada akar dari konsep yang peneliti gunakan dalam

menjelaskan proses identifikasi penipuan.
Informasi tentang kecenderungan verbal dari pemberi pesan (verbal baseline
information/VBI) tidak berperan secara langsung dalam mengarahkan individu untuk

menggunakan tanda-tanda yang valid, tetapi VBI hanya berperan sebagai pembanding atau
menyajikan informasi tentang tanda-tanda verbal yang tidak valid. Sesuai dengan prinsip
tersebut, informasi tentang kecenderungan verbal dari pemberi pesan (VBI) tidak memberikan
pengaruh terhadap peningkatan akurasi identifikasi penipuan akibat familiaritas terhadap
konten pesan tidak mempengaruhi akurasi identifikasi penipuan. Peran VBI yang hanya
sebagai pembanding juga didukung oleh hasil penghtungan statistik yang menunjukan tidak
ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan tanda-tanda verbal diantara kelompok yang
diberikan VBI dan kelompok yang tidak diberikan VBI (sig = 0.447).

DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, M. G., & Custer, H. (2006). Who Can Best Catch a Liar? A Meta-analysis of
Individual Differences in Detecting Deception. Forensic Examiner , 15, 6–11
Aarts, Henk, & Dijksterhuis, Ap. 2000. Habits as knowledge structures: Automaticity in goaldirected behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 53-63
Akehurst, L., Koehnken, G., Vrij, A., & Bull, R. 1996. Lay Persons’ and Police Officers’
Beliefs Regarding Deceptive Behaviour. Applied Cognitive Psychology, 10, 461– 471
Bohner, Gerd, Moskowitz, Gordon B, & Chaiken, Shelly. 1995. The Interplay of Heuristic and

Systematic Processing of Social Information. European Review of Social Psychology,
6, 34-68
Bond, C. F., Jr., & DePaulo, B. M. 2006. Accuracy of deception judgments. Personality and
Social Psychology Review, 10, 214–234

Bond, C. F., Jr., & DePaulo, B. M. 2008. Individual differences in judging deception: Accuracy
and Bias. Personality and Social Psychology Review, 134, 477–492

Brandt, D. R., Miller, G. R., & Hocking, J. E. 1980a. The Truth-Deception Attribution: Effects
of Familiarity on The Ability of Observers to Detect Deception. Human
Communication Research, 6, 100-109

Brandt, D. R., Miller, G. R., & Hocking, J. E. 1980b. Effects of self‐monitoring and familiarity
on deception detection 1. Communication Quarterly, 28(3), 3-10
Carson, Thomas L. 2010. Lying and Deception. New York: Oxford University Press
Castelfranchi, Cristiano & Falcone, Rino. 2001. Social Trust: A Cognitive Approach. National
Research Council-Institute of Psychology

Castelfranchi, Cristiano, Giardini, Francesca, & Marzo, Francesca. 2006. Cognition and
rationality: Part I Relationships between rational decisions, human motives, & emotion.
Simposiom Mind & Society, 5, 173-197

Chaiken, Shelly, & Maheswaran, Durairaj. 1994. Heuristic Processing Can Bias Systematic
Processing: Effects of Source Credibility, Argument Ambiguity, and Task Importance
on Attitude Judgement. Journal of Personality and Social Psychology, 66, 460-473
Chaiken, Shelly, & Stangor. 1987. Attitudes and Attitude Change. Ann. Rev. Psychol, 38, 575630
Chaiken, Shelly. 1980. Heuristic Versus Systematic Information Processing and the Use of
Source Versus Message Cues in Persuasion. Journal of Personality and Social
Psychology, 39, 757-766

Chen, S., & Chaiken, S. 1999. The heuristic-Systematic Model in Its Broader Context. In S.
Chaiken & Y. Trope (Eds.), Dual-process theories in social psychology (pp. 73–96).
New York, NY: Guilford Press
Christensen, Larry B. 2007. Experimental Methodology 10th Edition. Boston: Pearson
DePaulo, B. M. Et al. 1996. Lying in Everyday Life. Journal of Personality and Social
Psychology, 70, 979-995

DePaulo, B. M. et al. 2003. Cues to deception. Psychological Bulletin, 129, 1, 74-178
Ekman, Paul. 1992. Telling Lies: Clues to Deceit in the Marketplace, Politics, and Marriage.
New York: Norton & Company
Global Deception Research Team. 2006. A world of lies. Journal of Cross-Cultural
Psychology, 37, 60–74

Granhag, Par Anders & Stromwall, Leif A. 2002. Repeated interrogation: Verbal & non-verbal
cues to deception. Applied Cognitive Psychology, 16, 243-257
Hartwig, Maria & Bond Jr., Charles F. 2011. Why Do Lie-Catchers Fail? A Lens Model MetaAnalysis of Human Lie Judgments. Psychological Bulletin, 137, 4, 643-659
Kumpulan Surat Laporan Kasus Dalam Penyelidikan tahun 2012. Kepolisian Sektor
Jatinagnor. Admin: Brigadir Irfan Krisdoanto
Kumpulan Surat Laporan Kasus Dalam Penyelidikan tahun 2013. Kepolisian Sektor
Jatinagnor. Admin: Brigadir Irfan Krisdoanto
Masip, J., Garrido, E., & Herrero, C. 2009. Heuristic Versus Systematic Processing of
Information in Detecting Deception: Questioning The Truth Bias. Psychological
Reports, 105, 11–36

Myers, David G. 2013. Social Psychology 11th Edition. New York: McGraw Hill
Oxford Learner’s Pocket Dictonary (4th ed.). (2011). Great Clarendon Street, Oxford: Oxford
University Press
Peters, Michele, & Passchier, Jan. 2006. Translating Instruments for Cross-Cultural Studies in
Headache Research. Headache, 46, 82-91
Poole, C. J. M. 2010. Illness Deception and Work: Incidence, manifestation and detection.
Occupational Medicine, 60, 127-132

Reinhard, Marc-Andre & Sporer, Siegfried L. 2011. Listening, Not Watching: Situational
Familiarity and the Ability to Detect Deception. Journal of Personality and Social
Psychology, 101, 3, 467-484

Reinhard, Marc-Andre, & Sporer, Siegfried L. 2008. Verbal and Nonverbal Behavior as a Basis
for Credibility Attribution: the Impact of Task Involvement and Cognitive Capacity.
Journal of Experimental Social Psychology, 44, 477

Reinhard, Marc-Andre, & Sporer, Siegfried L. 2010. Conten Versus Source Cue Information
as a Basis for Credibility Judgements: The Impact of Task Involvement. Social
Psychology, 42, 93-104

Reinhard, Marc-Andre, Siegfried L. Sporer & Martin Scharmach. 2013. Percieved Familiarity
with a Judgmental Situation Improves Lie Detection Ability. Swiss Journal of
Psychology, 72, 1, 43-52

Reinhard, Marc-Andre. 2010. Need for cognition and the process of lie detection. Journal of
Experimental Social Psychology, 46, 961–971

Ruffman, Ted et al. 2012. Age-Related Differences in Deception. Psychology and Aging, 27,
543-549
Sobel, Michael E. 1982. Asymptotic confidence intervals for indirect effects in structural
equation models. Sociological methodology, 13, 290-312
Stiff, J. B., Miller, G. R., Sleight, C., Mongeau, P., Garlick, R., & Rogan, R. 1989. Explanations
for visual cue primacy in judgments of honesty and deceit. Journal of Personality and
Social Psychology, 56, 555–564

Tim Pusbang KKNM dan PKM Universitas Padjadjaran. 2013. Buku Materi Pembekalan
KKNM-PPMD Integratif Univeristas Padjadjaran. Jatinangor: Universitas Padjadjaran

Press

Vrij, Aldert, Granhag, Par Anders, & Porter, Stephen. 2010. Pitfalls and Opportunities in
Nonverbal and Verbal Lie Detection. Psychological Science in the Public Interest, 133
Vrij, Aldert. 2008. Detecting lies and deceit: Pitfalls and opportunities. Chichester, England:
Wiley.