PEMAKNAAN IDENTIFIKASI SIMBOL VERBAL DAN NON VERBAL PADA KAUM LESBIAN(Studi Deskriptif Identifikasi Simbol Verbal dan Non Verbal Pada Kaum Lesbian Butch di Surabaya).

PEMAKNAAN IDENTIFIKASI SIMBOL VERBAL DAN NON VERBAL
PADA KAUM LESBIAN
(Studi Deskriptif Identifikasi Simbol Verbal dan Non Verbal Pada Kaum
Lesbian Butch di Surabaya)

SKRIPSI

OLEH :

NINDI RAGIL KUSUMANINGRUM
0843010132

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2012
i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PEMAKNAAN IDENTIFIKASI SIMBOL VERBAL DAN NON VERBAL PADA
KAUM LESBIAN
(Studi Deskriptif Identifikasi Simbol Ver bal dan Non Ver bal Pada Kaum Lesbian
Butch di Surabaya)
Oleh:
NINDI RAGIL KUSUMANINGRUM
0843010132
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Pembangunan nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada 14 Juni 2012

TIM PENGUJ I

Pembimbing Utama

1.


Ketua

J uwito S.Sos, M.Si
NPT. 3 6704 95 0036 1

Drs. Kusnar to, M.Si
NIP. 1958 0801 1984 0210 04

2.

Seker taris

Drs. Saifuddin Zuhr i, MSi
NPT 3 6704 95 00361
3.

Anggota

Dr s. Kusnar to, M.Si
NIP. 1958 0801 1984 0210 04

Mengetahui,
DEKAN

Dr a. EC. Hj. Suparwati, M.Si
NIP : 195 5071 8198 3022 001
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iii

PEMAKNAAN IDENTIFIKASI SIMBOL VERBAL DAN NON VERBAL
PADA KAUM LESBIAN
(Studi Deskr iptif Identifikasi Simbol Ver bal dan Non Verbal Pada Kaum
Lesbian Butch di Surabaya)

Disusun Oleh:

NINDI RAGIL KUSUMANINGRUM
0843010132


Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr s. Kusnar to, M.Si
NIP. 1958 0801 1984 0210 04

Mengetahui,
DEKAN

Dr a. EC. Hj. Supar wati, M.Si
NIP. 195 5071 8198 3022 001

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK

NINDI RAGIL KUSUMANINGRUM . PEMAKNAAN IDENTIFIKASI
SIMBOL VERBAL DAN NON VERBAL PADA KAUM LESBIAN
BUTCH(Studi Deskr iptif Identifikasi Simbol Ver bal dan Non Verbal Pada
Kaum Lesbian Butch di Surabaya)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pemaknaan akan simbol
verbal dan non-verbal kaum Lesbian Butch di Surabaya, Jawa Timur
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengertian
komunikasi, komunikasi interpersonal, konsep makna, komunikasi verbal dan nonverbal, komunikasi sebgai proses simbolik, teori semiotik Saussure, konsep
identifikasi, sosiologi, perilaku wanita dan perihal lesbianisme
Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yang menggunakan
teori semiotik (simbol) Saussure terhadap simbol verbal dan non-verbal pada kaum
Lesbian Butch di Surabaya, Jawa Timur.
Hasil obeservasi dan identifikasi ditemukan dua symbol non-verbal yang
digunakan Butch, yaitu “bintang biru” dan “kapak hitam”. Sedangkan simbol
verbalnya yang terdiri dari “adinda, ananda, bismila, cekong, polo, Mawar,
Makassar, Belalang, Ngemes, dan Organda”.
Kata Kunci : Studi Deskriptif Kualitatif kaum Lesbian Butch
ABSTRACT
NINDI
RAGIL

KUSUMANINGRUM.
THE
MEANING
OF
IDENTIFICATION SYMBOLS VERBAL AND NON-VERBAL ON THE
LESBIAN (Descriptive Study Identification Symbol Ver bal and Non Ver bal In
The Lesbian Butch in Surabaya)
The purpose of this research is for knowing the meaning of verbal and non-verbal
symbols of lesbian community in Surabaya, East Java.
The theory base that used in this research is The meaning of communications,
interpersonal communications, Communications is the part of symbolic, the meaning theory,
verbal and non-verbal communications, semiotic theory by Saussure, identifications consep,
sociologhy, woman exercise and lesbianism .
The method that used in this research is a descriptive qualitative of research method,
that used in the semiotic theory by Saussure. The research object is verbal and non-verbal
symbols in the lesbian community at Surabaya, East Java.
The results from observations and identifications is knowing two non verbal
symbols, “blue star and black axe”. And rhe verbal symbols is “adinda, ananda, bismila,

cekong, polo, Mawar, Makassar, Belalang, Ngemes, dan Organda”.

Keywords: Qualitative Descriptive Study of Lesbian Butch

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, penulis panjatkan karena
dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi penelitian yang berjudul “Identifikasi Simbol Pada Kaum Lesbian (Studi
Deskriptif Identifikasi Simbol Verbal dan Non Verbal Pada Kaum Lesbian Butch di
Surabaya).
Dalam proses penyelesaian skripsi penelitian ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.

Bapak Drs. Kusnarto, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Penulis. Terima Kasih
atas segala waktu bimbingan dan masukannya.


2.

Ibu Dra. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

3.

Bapak Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4.

Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

5.

Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP
hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.


6.

Papa dan Mama serta Kakak tercinta yang selalu memberikan dukungan dan
kasih sayangnya.

7.

Buat semua keluarga yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta
doanya.

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8.

Sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan mengingatkan untuk cepat lulus,
Nanda, Riko, Estika, Sheila, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satupersatu.


9.

Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini,
untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh

sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik
dari penelitian ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi penelitian ini dapat
memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, Juni 2012

Penulis

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN J UDUL .............................................................................

i

HALAMAN PERSETUJ UAN ..............................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………...

iii

KATA PENGANTAR ............................................................................

iv

DAFTAR ISI ..........................................................................................

vi

ABSTRAKSI ..........................................................................................

ix

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................

1

1.2. Perumusan Masalah .....................................................

10

1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................

10

1.4. Kegunaan Penelitian ...................................................

11

1.4.1. Secara Teoritis ....................................................

11

1.4.2. Secara Praktis .......................................................

11

KAJ IAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori ...............................................................

12

2.1.1. Pengertian Komunikasi ......................................

12

2.1.2. Komunikasi Interpersonal ...................................

13

2.1.3 Konsep Makna. ....................................................

18

2.1.4 Komunikasi Verbal ............................................

21

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III

2.1.5 Komunikasi Non Verbal . ...................................

23

2.1.6. Komunikasi Sebagai Proses Simbolik ...............

24

2.1.7. Teori Semiotik Saussure .....................................

25

2.1.8. Konsep Identifikasi ............................................

41

2.2. Sosiologi ........................................................................

44

2.3. Tinjauan Mengenai Wanita dan Lesbianisme ..................

45

2.3.1. Prilaku Wanita ...................................................

45

2.3.2. Definisi Lesbianisme .........................................

48

2.3.3. Lesbian dan Dinamikanya .................................

49

2.4. Kerangka Berfikir ..........................................................

51

2.5. Skema Kerangka Berfikir ................................................

53

METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Konsep ......................................................

54

3.1.1. Metode Penelitian ..............................................

54

3.1.2. Konsep dan Definisi Operasional .......................

55

3.2. Metode Pengumpulan Data ............................................

58

3.3. Metode Analisis Data ....................................................

59

3.4. Subjek dan Objek Penelitian ........................................

60

3.5. Unit Analisis ……………………………………………

60

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

vii

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Analisis Data …..

BAB V

65

4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ......................

65

4.1.2. Penyajian Data .....................................................

84

4.1.3. Deskripsi dan Analisis Data ...................................

87

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ……………………………………………….

103

5.2. Saran ………………………………………………………

104

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

105

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan masyarakat yang terdapat permasalahan-permasalahan

yang begitu kompleks, ternyata lahir berbagai macam proses gaya hidup yang
ditempuh oleh setiap individu dalam masyarakat. Salah satunya adalah proses
berinteraksi. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan
antara laki-laki dan perempuan dan kemudian menjalin hubungan untuk
membangun sebuah keluarga yang harmonis. Namun ternyata, dalam kehidupan
manusia yang sebenar-benarnya muncul suatu hal yang berbeda serta dianggap
tidak wajar, dikarenakan dua insan yang sejenis menjalin hubungan percintaan
atau dikenal dengan istilah homeseksual. Hal ini terjadi pada kaum laki-laki
maupun perempuan (LGBT). Kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender) telah marak dikalangan anak muda sekarang. Namun penelitaian kali
ini terfokus pada percintaan sejenis pada kaum perempuan.
Homoseksualitas dikalangan wanita disebut cinta lesbi atau lesbianisme.
Dalam prosesnya, Lesbianisme biasanya diperankan oleh pasangan wanita dengan
penampilan tomboy dan perempuan dengan sisi feminimnya. Namun tidak semua
wanita yang berpenampilan tomboy menjalin hubungan dengan sesama jenis.
Tomboy akan tampak pada diri seorang perempuan yang lebih maskulin atau
mempunyai ciri-ciri kelaki-lakian baik secara biologis maupun psikologinya.

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Lesbian tidak hanya tampak pada perempuan yang berpenampilan tomboy,
tetapi juga dapat tampak dalam rupa seorang perempuan semodis model iklan di
televisi, dengan pakaian serba minim dan modis serta gerak-gerik serba feminine.
Lesbian dengan sosok feminin ini dapat berperan ganda, artinya sekaligus dapat
menjalin hubungan dengan seorang pria, dengan kata lain hasrat biseksual masih
tampak dalam menjalin hubungan.
Faktor ekologi atau lingkungan yang memiliki peranan penting mengapa
terjadinya homoseksualitas wanita atau yang disbut dengan lesbian. Ternyata pada
umumnya mereka tidak mengetahui mengapa memilih untuk menjadi seorang
lesbian. Jadi dapat dikatakan keadaan yang terjadi pada lesbian tersebut bukan
atas keinginan sendiri. Lesbian yang telah dianggap kronis orang sekitarnya, tidak
bisa berbuat banyak untuk penyembuhannya. Itulah sebabnya ada beberapa
diantara mereka yang merasa belum dapat menerima keadaan dirinya sebagai
lesbian sehingga mereka terus saja berada dalam konflik batin yang
berkepanjangan, apalagi mereka sadar betul telah menyalahi norma-norma yang
telah berlaku dalam masyarakat. Dengan fenomena tersebut, peneliti mencoba
untuk menggunakannnya sebagai acuan dalam penelitian, khususnya dalam hal
penggunaan simbol atau diistilahkan sebagai bahasa komunikasi kelompok.
Gejala

lesbianisme

antara

lain disebabkan karena wanita

yang

bersangkutan terlalu mudah jenuh terhadap relasi heteroseksualnya. Wanita
lesbian menganggap relasi heteroseksualnya tidak bisa membuat dirinya bahagia,
relasi seksnya dengan sesama wanita dianggap sebagai kompensasi dari rasa
ketidak bahagiannya tersebut.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

Dari sebagian masyarakat yang memandang bahwa lesbian adalah hal
yang biasa saja dan juga terdapat sebagian masyarakat lagi yang memandang
bahwa lesbian adalah suatu hal yang tabu dan tidak boleh dilakukan. Hal ini juga
mendapat perlawanan dari sudut pandang agama dan norma-norma yang di
masyarakat. Terdapat dalam Alkitab Roma 1:27, disitu dikatakan bahwa
“Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan
istri mereka dan menyala-nyala dan birahi mereka seorang terhadap yang lain,
sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki dan arena itu
mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesetiaan
mereka”. Disini menerangkan bahwa hubungan sejenis itu adalah salah karena
membawa hubungan yang sesat. Di dalam Alkitab juga menerangkan dengan jelas
bahwa Tuhan tidak menciptakan seorangpun sebagai homoseks. Tuhan
menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Ia memerintahkan untuk menjadi satu
daging. Juga terdapat di dalam Al-Qur’an dalam surat Asy-Syu’ara ayat 165-166 :
“Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki diantara manusia (homoseks) (QS :
Asy-Syu’ara: 165). Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan
untuk menjadi istri-istri kamu. Kamu (memang) orang-orang yang sudah
melampui batas (QS : Asy-Syu’ara: 166). Maka ketika keputusan kami datang,
Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth dan Kami hujani mereka bertubi-tubi
dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan
siksaan itu tidalah jauh dari orang yang zalim (QS : Hud : 82-83). Hal ini berarti
bahwa seorang lesbian atau seseorang yang memilki hubungan cinta sejenis
adalah haram hukumnya dan dilarang agama. Mereka melakukan hal tersebut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

karena pilihan mereka sendiri. Mereka merasa nyaman dengan sesama jenis
mereka, merasa nyaman dengan perubahan kelamin pada diri mereka dan merasa
nyaman dengan tidak ber-Tuhan atau tidak beragama, dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, mereka sebenarnya telah menjadi diri mereka sendiri dengan
pilihan-pilihan mereka. Mereka adalah manusia bebas yang diikat oleh rantairantai opini umum di masayarakat sehingga mereka nampak salah, padahal
sebenarnya itu adalah buah pilihan mereka sendiri.
Kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) telah
menggunakan simbol-simbol untuk menunjukkan eksistensi dan sebagai media
komunikasi didalamnya. Simbol-simbol tersebut ikut berkembang dengan
seiringnya waktu dan perkembangan zaman. Ada beberapa terminologi yang
sering dihubungkan dengan menjadi lesbian, antara lain “Butch, Femme dan
Andro”. Walaupun ketiganya tergolong kaum lesbian, namun penggunaan
simbol-simbol didalamnya berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut
memberikan daya tarik tersendiri antar ketiganya dalam proses komunikasi dan
kehidupan sosial didalamnya. Hal ini dapat dilihat dari pembentukan karakter, ciri
dan prilaku ketiganya. Dari ketiga jenis tersebut, Butch terlihat lebih kompleks
dan sulit untuk dipahami secara jelas dan detail. Dengan adanya keunikan dan
pembeda tersebut, peneliti mencoba meggunakannya sebagai objek penelitian kali
ini.
Hal ini dapat dilihat pada simbol secara fisik maupun nonfisik yang
menjadi ciri khas atas prilaku dan sikap kelompok butch cenderung lebih unik dan
sulit untuk dipatenkan. Komunikasi yang timbul di dalamnyapun tergolong hal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

yang lebih kompleks dan rumit. Bahasa – bahasa kelompok yang cenderung
diambil atau mengcopy dari bahasa Indonesia baku menjadi sebuah makna baru
yang berupa kiasan dan beberapa gambar atau lambang yang digunakan menjadi
sebuah peruwujudan akan eksistensi dan cara komunikiasi mereka.
Istilah komunikasi sendiri berasal dari kata latin communicar e atau
Communis yang berarti untuk berbagi, membagi keluar, berkomunikasi,
menanamkan, menginformasikan, bergabung, bersatu dan berpartisipasi dalam.
Jadi dari asal katanya, diketahui bahwa komunikasi itu memerlukan pesan yang
hendak dibagi, penyampaian pesan dan objek pesan.
Adapun beberapa definisi komunikasi menurut para ahli, antara lain (1)
komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan sumber mentransmisikan
suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mepengaruhi
perilaku penerima (Gerald R. Miller), (2) komunikasi adalah suatu proses yang
membuat sama bagi dua orang atau lebih apa yang tadinya merupakan monopoli
seseorang atau sejumlah orang (Alex), (3) komunikasi adalah pertukaran verbal
pikiran atau gagasan (John B. Hooben), (4) komunikasi adalah proses penciptaan
makna dua orang (komunikator I dan komunikator II) atau lebih (Tubbs dan
Moss) dan (5) komunikasi adalah transmisi informasi (Bernard Berelson dan
Gary Stainer).
Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi dua, komunikasi verbal dan
nonverbal. Komunikasi verbal disampaikan dengan bahasa verbal. Bahasa verbal
menggunakan kata-kata yang mewakili berbagai aspek realitas individu. Aspek
realitas ini meliputi bahasa asal, kebiasaan, tingkat pengetahuan dan intelejensia

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

sampai aspek budaya. Komunikasi verbal adalah jenis komunikasi yang seharihari dilakukan manusia. Sedangkan komunikasi nonverbal secara sederhana bisa
diartikan sebagai semua isyarat yang bukan kata-kata.
Dengan pengertian atas komunikasi yang terbagi menjadi dua tersebut,
memiliki pengaruh yang cukup kuat atas kondisi sosial masyarakat, khususnya
dalam penerapan komunikasi didalamnya. Kondisi sosial pada dasarnya bersifat
heterogen dan sangat kompleks. Keragaman sosial tidak terlepas dari kenyataan
bahwa setiap manusia lahir dengan identitas fisik dan mental yang berbeda satu
sama lain, kemudian berkembang menjadi dewasa dalam kondisi ruang dan waktu
yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan keragaman identitas individual
berkembang dan membentuk kehidupan masyarakat sebagai identitas sosial.
Keragaman berpikir dan bertindak manusia pada dasarnya menyatakan bahwa
identitas manusia bersifat plural.
Keragaman identitas memungkinkan berkembangnya keragaman ideologi
dalam kehidupan bermasyarakat. Komunitas sosial yang memiliki ideologi
beragam akan memproduksi berbagai pandangan mengenai permasalahan sosial.
Keragaman ideologi memberikan kekompleksan tersendiri yang terwujud dalam
berbagai fenomena yang terjadi pada kehidupan sosial.
Keragaman

nilai

ideologis

yang

terkandung di dalam

ideologi

memunculkan keragaman perspektif dalam memandang suatu obyek, teks dan
peristiwa tertentu. Kenyataan tersebut di satu sisi memberikan keunikan tersendiri.
Namun di sisi lain, keheterogenan sosial seringkali menjadi polemik di tengah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

kehidupan bermasyarakat. Polemik terjadi karena setiap komunitas sosial
memiliki pendapat yang bervariasi dalam menghadapi fenomena sosial.
Sebuah peristiwa pada dasarnya terjadi dalam sebuah kerangka paradigma
yang mengandung nilai ideologis. Realitas sosial tidak terlepas dari nilai-nilai
yang terkonsepkan di tengah masyarakat. Fakta bukan sesuatu yang hadir dengan
sendirinya, melainkan sesuatu berhubungan dengan perspektif masyarakat yang
hidup di dalamnya sebagai pelaku sosial. Dewasa ini, pemanfaatan terhadap halhal yang diyakini memiliki kandungan status yang lebih dikenal dengan “Gaya
Hidup”. Oleh karenanya gaya hidup dipahami sebagai strategi seseorang dalam
memanfaatkan benda-benda tertentu atau apa saja, dalam rangka usaha untuk
mendapatkan status sosial.
Begitupun dalam proses berkehidupan suatu masyarakat, pilihan-pilihan
atas apa yang seseorang kehendaki dalam kehidupannya sehari-hari, menjadi
suatu tolak ukur dimana status sosial ia berada. Dalam kehidupan sehari-hari juga
pastilah norma-norma yang mengatur setiap anggotanya.
Ketika masyarakat majemuk berinteraksi dengan masyarakat lain yang
berbeda budaya, maka tatkala proses komunikasi dilakukan, simbol-simbol verbal
atau nonverbal secara tidak langsung dipergunakan dalam proses tersebut.
Penggunaan simbol-simbol ini acapkali menghasilkan makna-makna yang
berbeda dari pelaku komunikasi, walau tak jarang pemaknaan atas simbol akan
menghasilkan arti yang sama, sesuai harapan pelaku komunikasi tersebut.
Ferdinand De Saussure (1857-1913), dalam teorinya mengelompokkan
semiotik menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda dan (signifier) penanda

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat
dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna
yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nlai yang terkandung didalam
karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan
petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika
signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam
sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial
diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar,
disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim
makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.
Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang
mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur
tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing”
(signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan
(signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan
kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
Simbol tidak dapat hanya disikapi secara isolative terpisah dari hubungan
asosiatifnya dengan simbol lainnya. Simbol berbeda dengan bunyi, simbol telah
memiliki kesatuan bentuk dan juga makna. Maka, pada dasarnya simbol dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

dibedakan menjadi simbol-simbol universal, simbol kultural yang dilatar
belakangi oleh kebudayaan tertentu dan simbol individual (Hartoko-Rahmanto,
1998:133). Sedangkan dalam “bahasa” komunikasi, simbol ini seringkali
diistilahkan sebagai lambang. Di mana simbol atau lambang dapat diartikan
sebagai sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan
kesepakatan kelompok/masyarakat (Sobur, 2003:157). Lambang ini meliputi katakata (berupa pesan verbal), perilaku non-verbal dan objek yang maknanya
disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal dan nonverbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara
manusia dan objek (fisik, abstrak dan sosial) tanpa kehadiran manusia dan objek
tersebut.
Hubungan antara simbol dengan komunikasi adalah simbol dan juga
komunikasi tidak muncul dalam satu ruangan hampa sosial, melainkan dalam
konteks atau situasi tertentu. Di mana pada dasarnya konteks merupakan suatu
situasi dan kondisi yang bersifat lahir dan batin yang dialami para peserta
komunikasi.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas menjadi sebuah
gambaran bagaiamana ada keunikan tersendiri atas fenomena lesbian ini. Banyak
hal yang terjadi di dalamya, baik di dalam kelompok ataupun di lingkungan
masyarakat luas. Intinya terletak pada bagaimana cara mereka untuk mendapatkan
pengakuan dari kelompok maupun dari masyarakat luas. Oleh sebab itu peneliti
menggunakan metode deskrptif kualitatif.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Deskriptif kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang dilakukan
dengan proses observasi dengan kurun waktu tertentu, bahkan sampai harus
menjadi bagian didalam objek penelitian guna mendapatkan data atau hasil yang
maksimal dan kemudian dilakukan sebuah penggambaran secara mendetail dari
apa yang diamati menjadi sebuah deskripsi baru yang nantinya diambil sebuah
hipotesa atas deskripsi tersebut. Dengan kata lain, penelitian ini mengutamakan
sumber dan data yang valid guna mendapatkan deskripsi atau hasil yang
maksimal.

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
”Bagaimana pemaknaan identifikasi simbol verbal dan nonverbal kaum
lesbian Butch di Surabaya.”

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam peneltian ini
adalah : untuk mengidentifikasi simbol verbal dan nonverbal kaum lesbian
Butch di Surabaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

1.4

Kegunaan Penelitian

1.4.1

Secara Teoritis
Berguna untuk menambah wawasan mengenai analisis pemaknaan
simbol, bagaiamana memberikan pembuktian akan penjabaran arti sebuah
simbol sebagai wujud intepretasi atas interaksi sosial dan komunikasi
sosial pada komunitas sosial. Hal ini diwujudkan dalam sebuah penelitian,
dengan metode penelitian kualitatif.

1.4.2

Secara Praktis
Proses pemahaman dan pengenalan akan sebuah simbol dalam
komunitas sosial, khususnya komunitas lesbian butch dan dikaitkan
dengan aktifitasnya dalam melakukan interaksi dan komunikasi sosial.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teor i

2.1.1. Penger tian Komunikasi
Menurut Everett M Rogers definisi komunikasi adalah proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka (Cangara, 2002:19). Dan ada juga yang
mendefinisikan komunikasi sebagai sebagai proses penyampaian pesan dari
komunikator ke komunikan untuk mencapai efek tertentu. Individu berkomunikasi
untuk mendapat pemaknaan terhadap persepsi mereka. (Mulyana, 2001:167)
mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita
memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan sekitar
kita, dan proses tersebut mempengaruhi kita.
Manusia dalam berkomunikasi menggunakan tanda dan simbol-simbol.
Untuk itu setiap individu harus melakukan penafsiran terhadap tanda-tanda
(decoding). Untuk itu terdapat studi untuk pemaknaan terhadap tanda-tanda pada
umumnya, serta studi tentang sistem bekerjanya kode-kode atau symbol dalam
suatu budaya yang diberi nama “semiology” atau “semiotika”. Dalam hal ini
semiotika atau semiologi dibedakan menjadi dua jenis, yakni semiotika
komunikasi dan semiotika signifikan. Semiotika komunikasi lebih menekankan
pada teori produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya

12

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (system tanda),
pesan, saluran komunikasi dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan
semiotika signifikasi lebih menekankan pada teori tanda dan pemahamannya
dalam suatu konteks tertentu. Semiology adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Tanda-tanda adalah perangkat yang kita
pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia
dan bersama manusia-manusia. Begitu juga dengan grafiti yang merupakan
sebuah tanda atau simbol yang penuh dengan arti dan merupakan hasil dari
subculture.

2.1.2. Komunikasi Inter per sonal
Definisi komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah
proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara
sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika. Selain itu, komunikasi antar pribadi juga didefinisikan sebagai
komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang
terlihat jelas diantara mereka, misalnya percakapan seorang ayah dengan anak,
sepasang suami istri, guru dengan murid dan lain sebagainya (DeVito, 2007:5).
Berbeda dnegan pendapat Effendy (Liliweri, 1997) pada hakekatnya
komunikasi antarprobadi adalah komunikasi antara seorang komunikator, yaitu
yang menyampaikan pesan dengan komunikan, yaitu yang menerima pesan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Effendy berpendapat bahwa komunikasi tersebut dianggap sebagai cara
komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku
manusia.
Ciri unik lainnya adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menuntut
adanya tindakan saling memberi dan menerima antar pelaku yang terlibat dalam
komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang ada dalam proses komunikasi
antarpribadi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan (Sandjaja, 1993:117).
Lebih khususnya dalam komunikasi antarpribadi arus komunikasi yang terjadi
adalah sirkuler atau berputar, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang
sama untuk menjadi komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi.
Karena dalam komunikasi antar pribadi efek atau umpan balik dapat terjadi
seketika. Untuk dapat mengetahui komponen-komponen yang terlibat dalam
komunikasi antarpribadi. Komponen-komponen komunikasi antara lain (DeVito,
2007:10) :
1)

Pengirim-Penerima
Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang
terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan
pesan dan sekaligus menerima serta memahami pesan. Istilah pengirimpenerima ini digunakan untuk menekunkan bahwa, fungsi pengirim dan
penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi
antarpribadi. Contoh komunikasi antar orang tua dengan anak, guru dengan
murid, dll.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

2)

Encoding-Decoding
Encoding adalah tindakan menghasilkan pesan, artinya pesan-pesan yang
akan disampaikan dikode atau diformulasikan terlebih dahulu dengan
menggunakan kata-kata simbol dan sebagainya. Sebaliknya, tindakan untuk
mengintepretasikan dan memahami pesan-pesan yang diterima, disebut
sebagai decoding. Dalam komunikasi antarpribadi karena pengirim juga
bertindak sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh
setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Misalnya dalam
penggunaan bahasa daerah.

3)

Pesan-pesan
Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa berbentuk verbal
(seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan
antara individu bentuk verbal dan nonverbal. Misalnya materi pelajaran.

4)

Saluran
Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara
pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal,
baik yang bersifat langsung, pererongan maupun kelompok lebih persuasif
dibandingkan dengan saluran media massa. Hal ini disebabkan karena
pertama, penyampaian pesan melalui saluran komunikasi personal dapat
dilakukan secara langsung kepada khalayak yang dituju bersifat pribadi dan
manusiawi. Kedua, penyampaian melalui komunikasi personal dapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

dilakukan secara rinci dan lebih fleksibel dengan kondisi nyata khalayak.
Ketiga, keterlibatan khalayak dalam komunikasi cukup tinggi. Keempat,
pihak komunikator atau sumber dapat langsung mengetahui reaksi, umpan
balik dan tanggapan daro pihak khalayak atas

isi pesan

yang

disampaikannya. Kelima, pihak komunikator atau sumber dapat dengan
segera memberikan penjelasan apabila terdapat kesalahpahaman atau
kesalahan persepsi dari pihak khalayak atas pesan yang disampaikannya.
5)

Gangguan atau Noise
Seringkali pesan-pesan yang dikirim berbeda dengan pesan yang diterima.
Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi,
antara lain:
a)

Gangguan Fisik
Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik
pesan seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya.

b)

Gangguan Psikologis
Gangguan ini timbulnya karena adanya perbedaan gagasan dan
penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi
seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap dan sebagainya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

c)

Gangguan Semantik
Gangguan ini terjadi karena kata-kata atau simbol yang digunakan
dalam

komunikasi,

seringkali

memiliki

arti

ganda,

sehingga

menyebabkan penerima gagal dalam menangkap maksud-maksud pesan
yang disampaikan.
6)

Umpan balik
Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses
komunikasi antarpribadi, karena pengirim dan penerima pesan secara terusmenerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara,
baik secara verbal maupun nonverbal. Umpan balik ini bersifat positif
apabila dirasa saling menguntungkan. Bersifat netral apabila tidak
menimbulkan efek. Bersifat negative apabila merugikan.

7)

Konteks
Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah konteks yang mempengaruhi isi dan
bentuk pesan yang disampaikan. Ada 2 dimensi konteks dalam komunikasi
atarpribadi, yaitu:
a)

Dimensi fisik, mencakup tempat dimana komunikasi berlangsung,
misalnya komunikasi antar guru dengan murid di dalam kelas disini
bereperan sebagai dimensi fisik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

b)

Dimensi sosial psikologi, mencakup hubungan yang memperhatikan
masalah status, peranan yang dimainkan, norma-norma kelompok
masyarakat, keakraban, formalitas dan sebagainya.

8)

Bidang Pengalaman (Field of Experience)
Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam
komunikasi antarpribadi, komunikasi akan terjadi apabila pelaku yang
terlibat dalam komunikasi mempunyai bidang pengalaman yang sama.

9)

Efek
Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi
dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini
komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka
(DeVito, 2007:10).

2.1.3. Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata
dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning Of Meaning
(Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008:27) telah mengumpulkan
tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur, 2004:248),
merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

dan para teoritis ilmu social selama dua ribu tahun silam. Semenjak Plato
mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultrarealitas”, para
pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang
sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai respon
yang dikeluarkan dari Skinner. “Tetapi”, (kata Jerold Katz dalam Kurniawan,
2008:47), “Setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal.
Beberapa misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban yang salah”.
Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata-kata melainkan pada
manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna
yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap
menggambarkan mkan yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat
pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita
komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi
dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filosof dan linguis sehubungan dengan
usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan
makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan
makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004: 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna.
Model konsep makna (Johnson dalam Devito, 1997: 123-125) sebagai berikut:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

1)

Makna dalam diri manusia. Makan tidak terletak pada kata-kata melainkan
pada manusia. Kitan menggunakan kata-kata untuk mendekati maknamakna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata tersebut tidak secara
sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang ingin kita gunakan
untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan
proses ini adalah proses yang bias salah.

2)

Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang kita
gunakan 200 atau 300 tahun lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan
berubah khusus yang terjadi pada dimensi emosional kita.

3)

Makna membuat acuhan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada
dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan
dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4)

Penyingkiran berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat bahwa
gagasan atau acuhan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah
komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanda mengaitkan acuhan
yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagiaan,
kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanoa mengaitkannya dengan
sesuatu yang spesifik, kita tidak akan berbagi makna dengan lawan bicara.

5)

Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam
suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu
kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang
berkomunikasi.
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh
dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks. Tetapi hanya dari
suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks. Tetapi hanya sebagian
saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna
tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang
sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetapi tidak
pernah tercapai (Sobur, 2003: 285-289)

2.1.4. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah salah satu bentuk komunikasi yang ada dalam
kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian
“komunikasi verbal (communication verbal)” adalah bentuk komunikasi yang
dismpaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan (oral) atau dengan
tertulis (written).
Peranannya sangat besar karena sebagian besar dengan komunikasi verbal
ide-ide, pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal
dibandingkan non-verbal. Komunikan juga juga lebih mudah memahami pesan –
pesan yang disampaikan dengan komunikasi verbal ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Pesan yang disampaikan berupa pesan verbal yang terdiri dari kode verbal.
Dalam penggunaannya kode-kode verbal ini berupa bahasa. Bahasa adalah
seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi
kumpulan kalimat yang mengandung arti. Bahasa ini memiliki tiga fungsi pokok,
yaitu:
1)

Untuk mempelajari tentang segala hal yang ada disekeliling kita

2)

Untuk membina hubungan yang baik dalam hubungan manusia sebagai
makhluk sosial antara satu individu dengan individu lainnya.

3)

Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam perjalanan kehidupan manusia
Bahasa dapat dipelajari dengan berbagai cara. Hal ini dijelaskan dalam

bebarapa teori, seperti teori operant conditioning, teori kognitif yang terakhir
adalah mediating theory.
1)

Menurut teori operant conditioning bahasa dipelajari dengan adanya
stimulus dari luar yang menyebabkan seseorang pada akhirnya berbicara
dengan bahasa yang dimengerti oleh orang yang memberinya stimulan.

2)

Dalam teori kognitif bahasa merupakan pembawaan manusia sejak lahir
yang merupakan pembawaan biologis. Di sini ditekankan bahwa manusia
yang lahir ke dunia berpotensi untuk bisa berbahasa.

3)

Mediating theory dikenal dengan istilah teori penengah. Di sini menekankan
bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

hanya sekedar sebagai reaksi dari adanya stimulus dari luar, tapi juga
dipengaruhi proses internal yang terjadi dalam diri manusia itu sendiri.
Tanpa bahasa, manusia tidak bisa berpikir, bahasalah yang mempengaruhi
persepsi serta pola-pola pikir yang ada pada seseorang. Hal tersebut dinyatakan
oleh Benyamin Lee Whorf dan Edwardb Sapir dalam hipotesa yang dibuatnya.
Uniknya, bahasa ini hanya ada bawaan biologis manusia saja sebagai
bentuk anugerah dari Tuhan. Secerdas apapun hewan, aka kecerdasannya tidak
akan melewati kecerdasan manusia karena kemampuan berbahasa ini.

2.1.5. Komunikasi Non Verbal
Pengertian komunikasi nonverbal menurut Mark L. Knapp, biasanya
digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap
dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari banyak peristiwa dan
perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian
ini, peristiwa dan perilaku nonverbal itu tidak sungguh-sungguh bersifat
nonverbal (Mulyana, 2001:312).
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dala suatu setting
komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh
individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerima. Definisi
ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Seringkali kita mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain
atau tidak (Mulyana, 2001:308). Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard
E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua kategori besar, yaitu :
pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur
tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan pribahasa. Kedua,
ruang dan diam. Klasifikasi Larry dan Richard ini sejajar dengan klasifikasi John
R. Wenburg dan William W. Wilmot, yakni isyarat-isyarat nonverbal bersifat
publik sebagai ukuran ruangan dan faktor-faktor situasional lainnya (Mulyana,
2001:317).

2.1.6. Komunikasi Sebagai Pr oses Simbolik
Salah satu kebutuhan manusia adalah berkomunikasi dan komunikasi
manusia tidak terlepas dari unsur-unsur simbol dan tanda. Lambang atau simbol
adalah tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada orang
(Herusatoto, 2000:10). Secara semilogi simbol (symbol) berasal dari kata Yunani
“sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan)
dikaitkan dengan suatu ide (Hartoko & Rahmanto, 1998:133).
Lambang atau simbol digunakan berdasarkan pada kesepakatan bersama.
Menurut Alex Sobur lambang atau simbol melibatkan tiga unsur, yaitu simbol itu
sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara simbol dengan rujukan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik (Sobur, 2004:156).
Hubungan lambang objek dapat diintepretasikan oleh ikon dan indeks, namun
ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik
(dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikan.
Representasi ini berdasar pada kemiripan. Sedangkan indeks adalah suatu tanda
yang secara alamiah.

2.1.7. Teori Semiotik Saussur e
Pemikiran Saussure mengenai bahasa dilandasi oleh reaksinya terhadap
aliran Neogrammarian yang telah menjadi pusat kajian di Leipzig. Di abad di
mana Saussure hidup (abad 19), aliran ini mempunyai kecenderungan saintifis
positifistik dan naturalistik. Sejalan dengan seorang sosiolog, yakni Emile
Durkheim,

lalu

Bergson

dengan

Vitalismenya

serta

Husserl

dengan

fenomenologinya, Saussure bereaksi terhadap aliran Neogrammarian ini. Reaksi
Saussure adalah babak sejarah yang minor di dalam sejarah intelektual.
Terdapat sejumlah pemikiran dari aliran Neogrammarian yang dikritik
oleh Saussure : Pertama, para Neogrammarian tertarik kepada fakta-fakta
individual. Hal ini terkait dengan atomisme saintifis positifisme. Kedua, dengan
penglihatan kepada fakta-fakta individual, fakta-fakta ini pun dilihat secara
substantif (seolah-olah mereka ada di dalam dirinya sendiri). Fakta-fakta ini
dilihat sebagai entitas-entitas atomistik. Ketiga, perspektif Neogrammarian adalah
perspektif evolusioner. Mereka tertarik di dalam evolusi sejarah fakta-fakta yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

mereka kaji. Mereka lalu menganggap bahwa perubahan kata atau pun sistem
bahasa mengandaikan prinsip teleologis (mempunyai tujuannya sendiri).
Keempat, Neogrammarian, seperti Neogrammarian Itali Goidanich, mengatakan
bahwa perubahan kata dan sistem bahasa diakibatkan karena ketidaksempurnaan
organ-organ pendengaran dan oral, dan hal ini adalah persoalan ‘takdir’
(kemampuan artikulatori seseorang di dalam kelompok rasial yang telah
terwariskan secara genetik).
Saussure lalu merespon pemikiran-pemikiran aliran ini; Pertama, Saussure
tidak melihat fakta-fakta bahasa sebagai fakta-fakta individual melainkan ia
mengkajinya dari sudut pandang organisasi internal (bahwa bahasa mempunyai
sistem). Kedua, Saussure menunjukkan sejarah fonetik yang hanya tertarik di
dalam dimensi material bunyi kata. Ini yang disebut sebagai pendekatan
substantif. Jawaban Saussure; “Untuk mempelajari sejarah bunyi-bunyi kata,
berarti

seseorang

telah

mengabaikan

peran

fungsional

dan

hanya

mempertimbangkan bungkusannya saja ; ia hanya meletakkan kata ke dalam
bagian-bagian foniknya tanpa menyelidiki adakah ia punya makna (signifikasi)”.
Ketiga, Saussure menjawab bahwa konsep teleologis tidak dapat dikenakan
kepada sistem analitik grammatikal bahasa. Konsep perubahan hanya dapat
dikenakan di wilayah kultural. Poin ketiga Saussure ini juga sekaligus menjawab
pendapat Neogrammarian keempat di atas, yakni bahwa perubahan di dalam fakta
bahasa bukan karena ketidaksempurnaan biologis-genetis, tetapi karena
perubahan kultural.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

D