RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum.

RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEADILAN
RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN
ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna
Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
RM. FAJAR HARMANTO BAYU KUSUMA ATMAJA
C.100.090.046

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

IIALAMAN PENGESAIIAN

Naskah publikasi skripsi ini
terah diterima dan disahkan
oleh


Dewan penguji Skripsi Fakultas
Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing

&

I

Pembimbing

(Dr. Natangsa Surbakti, S.H.,
M.Hum.)

II

(Kuswardani, S.H., M.Hum.)


Itas Hukum UMS

Iksan, S.H.,M.H.)

SURAT PERNYATAAFI

PT'BLIKASI KARYA

B

ILMIAII

ismillahirahmanirrahim

ini' saya
Yang bertanda tangan di bawah
ATMAJA
HARMANTO BAYU KUSUMA
FAJAR
:

RM,
Nama
: C 100 090 046

NIM

Fakultas/Jurusan
Jenis

Judul

:

HUKUIW ILMU HUKUM
SKRIPSI
I{UKUM TERHADAP
RESPON APARAT PENEGAK
TIVE JUSTIC
KEADILAN RESTORATIF (REsron',4
BERHADAPAN

DALAM PENYELESAIAN ANAK
DENGAN HUKUM

n

saya menyetujui untuk:
Dengan ini menyatakan bahwa

l.MemberikanhakbebasroyaltykepadaperusahaanUMSataspenulisarrkarya
ilmu pengetahuan'
ilmiah saya, demi pengembangan

z.Memberikanhakmenyimpan'mengatitr-meaiarar/mengatihformatkan,
aa (database), mendisfiibusikannya'
mengelola daram b€nt rk pangmranl
bentuk
serta menampilkannya dalam

untuk kegentingan akademis


'oPcipy
kepadaperpustakaanUMs,tanpaperlumintaijindarisayaselamatetap

3.

penulis/pencipta'
mencantumkan saya sebagai
tanpa melibatkan
menanggung secara pribadi
Bersedia dan menjamin untuk
tuntutan hukum yang timbul
pihak perpustakaan uMS, oari semuiir"*t
dalam karya ilmiah ini'
atas pelanggaran hak cipta

dan semoga daPat
saya buat dengan sesungguhnYa
digunakan sebagaimana semestinya'

Demikian pemyamrrn


ini

Surakarta' 24 Juli20t3

tu

ypgp":Yatakan
BK)
GM. FAJfR HARMAT\mO

lll

Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keadilan Restoratif (Restorative
Justice) Dalam Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum. RM. Fajar
Harmanto Bayu Kusuma Atmaja, C100090046, Fakultas Hukum, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “RESPON APARAT PENEGAK HUKUM
TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM

PENYELESAIAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM” bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang bagaimana konsep keadilan restoratif
digunakan untuk menyelesaikan perkara anak yang berhadapan dengan hukum
serta respon dari aparat penegak hukum terhadap konsep keadilan restoratif di
kota Surakarta, sebagai salah satu kota layak anak. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan metode kulitatif, karena data dalam bentuk cerita yang diperoleh
dari wawancara dengan masing-masing aparat penegak hukum yang meliputi
polisi, jaksa dan hakim. Untuk data dalam bentuk tulisan atau teori-teori hukum
diperoleh dari buku literatur dan peraturan perundang-undangan. Adapun hasil
penelitian ini yakni berkaitan dengan konsep keadilan restoratif dalam
penyelesaian anak berhadapan dengan hukum, khususnya anak yang berkonflik
dengan hukum yang mana konsep keadilan restoratif dalam penyelesaian anak
yang berkonflik dengan hukum dirasa telah memenuhi rasa keadilan baik dari
pihak korban dan pelaku, yakni adanya kesetaraan, keseimbangan, pertanggung
jawaban serta kemanfaatan. Konsep keadilan restoratif ketika menyelesaikan
perkara anak khususnya sebagai pelaku tindak pidana, antara anak sebagai korban
dan anak sebagai pelaku duduk bersama untuk melakukan dialog atau
musyawarah yang mana korban dan pelaku didampingi oleh keluarga. Selain
keluarga dalam proses dialog juga ada masyarakat yang diwakili oleh lembaga
kemasyarakatan yang peduli terhadap anak berkonflik dengan hukum, serta aparat

penegak hukum sebagai perwakilan kehadiran Negara yang mewujudkan
pertanggung jawaban Negara terkait perlindungan anak. Keadilan restoratif ini
dalam penyelesaian anak berkonflik dengan hukum dilakukan di luar proses
peradilan formal supaya anak terhindar dari sanksi berupa pidana dan memberikan
sanksi lebih pada hal yang mendidik bagi si anak serta memulihkan kerugian
korban secepat mungkin. Sementara respon dari masing-masing aparat penegak
hukum di wilayah hukum kota Surakarta terhadap konsep kedilan restoratif cukup
positif hal ini terbukti telah diterapkannya konsep keadilan restoratif di kepolisian
dan pengadilan, dalam penerapannya kepolisian lebih mendekati keadilan
restoratif karena benar-benar diselesaikan di luar peradilan formal semantara
untuk pengadilan oleh hakim keadilan restoratif ini diterapkan dengan
memberikan sanksi pada anak berupa tindakan bukan pidana, hakim beralasan
bahwa sanksi tindakan mempunyai tujuan yang sama dengan konsep keadilan
restoratif yakni menjauhkan si anak dari sanksi pidana.
Kata kunci: Aparat penegak hukum, Keadilan restoratif, Anak berkonflik dengan
hukum.
iv 
 

Enforcer Agency Response Sentences to Restoratif's Justice (Restorative Justice)

In front Child Working Out With Jurisdictional. RM. Fajar Harmanto Bayu
Kusuma Atmaja, C100090046, Law Faculty, Muhammadiyah Surakarta's
university.
ABSTRACT
Research that gets title “RESPON APARAT PENEGAK HUKUM
TERHADAP KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM
PENYELESAIAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM” intent to give
picture about how restoratif's justice concept is utilized to solve front child matter
with law and response from enforcer agency sentences to restoratif's justice
concept at Surakarta's city, as one of childs reasonable city. Analisis is data in
observational it utilizes to methodic kulitatif, since data in shaped story which is
gotten from interview with their enforcer agency sentences that covers police,
attorney and judge. For shaped deep data writing or law theory are gotten from
literature book and legislation regulations. There is result even this research
namely gets bearing with restoratif's justice concept in front child working out
with jurisdictional, notably child which gets conflict with jurisdictional which
restoratif's justice concept in child working out that gets conflict with
jurisdictional being perceived has accomplished good justice taste from side
victim and agent, namely marks sense equivalence, balance, responsibility and
expediency. restoratif's justice concept while solve child matter in particular as

agent acts pidana, among child as victim and child as agent of seat with to do
dialogue or deliberation which victim and agent adjoined by family. Besides
family in processes dialogue also available represented society by social institute
that cares for child to get conflict with jurisdictional, and enforcer agency
sentences as delegation of State present that render State responsibility
concerning child protection. This restoratif's justice in child working out gets
conflict with jurisdictional being done process beyond formal jurisdiction so child
most dodge from sanction as pidana and gives sanction more on thing which
teach divides the child and recover victim loss as soon as possible. While
response from each enforcer agency sentences at Surakarta's city territory of
jurisdiction to restoratif's justice concept last positive it is evident has have been
applied by its restoratif's justice concept at police force and justice, in its
implement police force moring to approach restoratif's justice because quite a is
solved jurisdiction beyond formal while to justice by restoratif's justice judge this
was applied by gives sanction on child as action is not pidana, that well-grounded
judge action sanction has a purpose that equal to restoratif's justice concept
namely keeps away the child of sanction pidana.
Keywords: Aparat penegak hukum, Keadilan restoratif, Anak berkonflik dengan
hukum.
  


 

PENDAHULUAN
Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat merupakan tolak ukur
perdaban bangsa tersebut karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan
bangsa. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan
perlindungan anak,1 terlebih bagi anak yang berhadapan dengan hukum
khususnya anak nakal (juvenile delinquency) atau anak yang berkonflik dengan
hukum. Anak nakal (juvenile delinquency) atau anak yang berkonflik dengan
hukum merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan
tindak pidana. Penggunaan istilah tersebut untuk menghindari stigma dari
masyarakat, mengingat anak merupakan pribadi yang masih labil dan rentan untuk
mengalami tekanan.
Di Solo berdasarkan hasil beberapa kali pengamatan di Pengadilan Negeri
Solo, terdapat beberapa anak yang dihadapkan kepersidangan. Salah satunya anak
berinisial BT, 15 tahun, karena mencuri sandal, atau juga DSW, 14 tahun karena
melakukan pemerasan terhadap teman sekolahnya. Karena kasus itu, keduanya
harus mengeyam udara di Rumah Tahanan (Rutan) Solo beberapa bulan selain itu
dari 20 anak usia sekolah yang berada di Rutan Solo, hanya satu anak yang
sempat merasakan ujian akhir semester.2 Sementara itu, pada tahun 2011 Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat adanya peningkatan kasus
anak yang berhadpan dengan hukum yang diajukan ke pengadilan hingga 70
persen. Komnas PA menerima 1.851 pengaduan angka ini mengalami peningkatan
dibanding pengaduan pada tahun 2010, yakni 730 kasus. Dari jumlah kasus
pengaduan itu, hampir 89,8 persen kasus anak yang berhadapan dengan hukum
berakhir pada pemidanaan atau diputus pidana.3
Seiring perkembangan pengetahuan dan permasalahan anak yang berhadapan
dengan hukum, lahirlah model penghukuman yang bersifat restoratif (restorative
                                                            
1

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, hal. 3.
2
 Dian Sasmita, 2009, Anak-anak di Balik Teralis Besi, dalam
http://www.kotalayakanak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=444:anakanak-di-balik-terali-besi&catid=56:artikel&Itemid=77, di unduh Selasa, 02 Oktober 2012. pukul
05:10.  
3
Eko Priliawito dan Luqman Rimadi, 2011, Anak Indonesia Mendekam di Penjara, dalam
http://metro.news.viva.co.id/news/read/273781-4-622-anak-indonesia-mendekam-di-penjara,
diunduh Rabu, 03 Oktober 2012. Pukul. 15:05.


 


 

justice). Terminologi restorative justice dapat diartikan dalam dua pengertian,
pertama, diartikan konteks proses penyelesaian masalah, kedua, bisa juga
diartikan dalam konteks produk dari proses penyelesain masalah berupa tipe atau
kualitas hasil penyelesaian masalah. Dalam konteks penyelesaian masalah,
restorative justice diterjemahkan menjadi peradilan restoratif, seperti halnya
criminal justice system diterjemahkan menjadi sistem peradilan pidana, dan
juvenile justice menjadi peradilan anak. Dalam konteks produk, retributive justice
diterjemahkan menjadi keadilan retributif, dan restorative justice diterjemahkan
menjadi keadilan restoratif.4
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas serta kota Solo yang telah ditunjuk
sebagai salah satu kota layak anak oleh Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang respon
aparat penegak hukum terhadap keadilan restoratif (restorative justice) dalam
penyelesaian anak berhadapan dengan hukum. Dalam penelitian ini yang hendak
peneliti uraikan adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana konsep keadilan restoratif
(restorative justice) dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum, (2)
Bagaimana respon Aparat Penegak Hukum terhadap keadilan restoratif
(restorative justice) dalam rangka penyelesaian anak berhadapan dengan hukum.
Tujuan dari penelitian ini ialah memahami konsep keadilan restoratif
(restorative justice) dalam penyelesaian anak berhadapan dengan hukum serta
mengetahui respon aparat penegak hukum tentang penerapan keadilan restoratif
(restorative justice). Sementara manfaat yang diharapkan ialah Pertama, manfaat
praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan bahwa hasil penelitian dapat
memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan keadilan restoratif
(restorative justice) serta gambaran dari respon aparat penegak hukum dalam
penyelesaian anak berhadapan dengan hukum. Kedua, manfaat teoritis, dapat
menambah pengetahuan, pengalaman dan pemahaman terhadap konsep keadilan
restoratif dan memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum

                                                            
4

Natangsa Surbakti, 2012, Dari Keadilan Retributif Ke Keadilan Restoratif (Rangkuman Hasil
Penelitian Penyelesaian Perkara Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif), Surakarta:
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 2.


 

dalam menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan anak
berhadapan dengan hukum.

Kerangka Pemikiran
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik, karena yang diutamakan
adalah kepentingan umum bukan kepentingan pribadi. Selain itu apabila ada
pelanggaran maka yang bertindak adalah Negara bukan pribadi atau individu yang
sudah dirugikan akibat perbuatan yang melanggar tersebut. Negara bertindak
melalui alat-alatnya guna menangani dan menyelesaikan masalah yang
ditimbulkan akibat dari perbuatan seseorang yang sudah melanggar aturan dan
membuat masyarakat tidak nyaman serta mengganggu ketertiban umum, alat-alat
Negara bertindak dengan cara memberikan atau menjatuhkan sanksi berupa
pidana atau tindakan guna melindungi kepentingan umum atau masyarakat.5
Moeljatno memberikan definisi hukum pidana seperti berikut. Hukum pidana
adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: (1) Menentukan perbuatanperbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan sertai ancaman
atau saksi yang berupa pidana tertentu bagi yang telah melanggar larangan
tersebut; (2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi sanksi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan; (3) Menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.6
Selama ini penerapan sanksi hukum yang diberikan pada para pelaku tindak
pidana baik dewasa maupun anak-anak lebih berupa pemidanaan. Walaupun
sanksi yang diberikan merupakan sanksi yang memeberikan pederitaan, namun
tetap saja tidak mengurangi jumlah peristiwa kejahatan di masyarakat, justru
semakin meningkat hal ini dapat kita dengar dan lihat di pemberitaan mass media.
Oleh karena itu muncul suatu gagasan untuk memberikan sanksi yang lebih
bermanfaat serta mendidik bagi para pelaku kejahatan, yang sanksi tersebut tidak
                                                            
5
6

Andi Hamzah, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Renika Cipta, hal. 5.
Ibid .


 

melulu memidanakan pelaku khususnya anak. Sanksi tersebut berupa pemulihan
atau memperbaikinya pelaku serta memulihkan kerugian yang dialami korban
yang mana pemulihan melibatkan pihak pelaku.
Konsep keadilan restoratif (restorative justice) muncul lebih dari dua puluh
tahun yang lalu sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana dengan pelaku
anak. Kelompok kerja peradilan anak perserikatan bangsa-bangsa (PBB)
mendefinisikan keadilan restoratif (restorative justice) sebagai suatu proses semua
pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu duduk bersama-sama
untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana mengatasi akibat pada
masa yang akan datang. Proses perwujudan keadilan restoratif (restorative justice)
pada dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijaksanaan) dan diversi, yaitu
pengalihan dari proses peradilan pidana ke luar proses formal untuk diselesaikan
secara musyawarah.7
Dengan menggunakan konsep keadilan restoratif (restorative justice), hasil
yang diharapkan ialah berkurangnya jumlah anak-anak yang ditangkap, ditahan,
dan divonis penjara; menghapuskan stigma/cap dan mengembalikan anak menjadi
manusia normal sehingga diharapkan dapat berguna kelak di kemudian hari;
pelaku pidana anak dapat menyadari kesalahannya sehingga tidak mengulangi
perbuatan; mengurangi beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas;
menghemat keuangan Negara; tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku
dimaafkan

oleh

korban;

korban

cepat

mendapatkan

ganti

kerugian;

memberdayakan orang tua dan masyarakat dalam mengatasi kenakalan anak; dan
pengintegrasian kembali anak kedalam masyarakat.8

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Karena dalam penelitian ini akan
menjelaskan atau menggambarkan bagaimana konsep keadilan restoratif
(restorative justice) diterapkan untuk menyelesaikan perkara anak yang
berhadapan dengan hukum serta respon dari aparat penegak hukum terhadap
                                                            
7

Rika Saraswati, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
hal. 135.
8
Ibid, hal. 135-136.


 

konsep keadilan restoratif. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode pendekatan normatif empiris. Sementara untuk
metode pengumpulan data, menurut Soerjono Soekanto dalam penelitian lazimnya
dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,
pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview,9 untuk penelitian ini
peneliti menggunakan studi dokumen dan wawancara. Untuk menganalisis atau
membahas masing-masing rumusan masalah peneliti akan melakukan analisis
yang bersifat kualitatif karena data yang diperoleh berupa cerita dari hasil
wawancara dengan aparat penegak hukum dan teori-teori hukum tentang
perlidungan anak.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Anak
Berhadapan Dengan Hukum.
Pancasila khususnya sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” dan sila ke
lima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Maksud
dari sila ke empat dan ke lima bahwa pada saat masyarakat dalam hal ini warga
Negara Indonesia ketika mengahadapi suatu permasalahan maka diharapkan
diselesaikan dengan jalan bermusyawarah dengan tujuan tercapainya suatu
keadilan dalam masyarakat, karena adanya proses diskusi dari segala pihak guna
menyampaikan

pendapat

jadi

tidak

ada

perlakuan

sewenang-wenang.

Penyelesaian masalah dengan musyawarah ini tentunya diharapkan dapat
diterapkan untuk berbagai masalah di berbagai bidang seperti bidang ekonomi,
sosial, politik dan hukum termasuk penyelesaian terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum yang merupakan fokus dari penelitian ini.
Penyelesaian dengan jalan musyawarah terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum dilakukan karena mengingat anak merupakan aset yang berharga bagi
suatu kelanjutan kehidupan, sehingga ketika ada anak yang berkonflik dengan
hukum tidak cukup hanya terhenti dalam penjatuhan sanksi, tanpa tau apa
                                                            
9

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, hal. 67.


 

penyebabnya si anak melakukan perbutan pidana. Untuk mengetahui apa yang
mendorong si anak untuk berbuat jahat maka diperlukanlah dialog, yang mana
dialog ini melibatkan semua pihak seperti pelaku, korban, keluarga pelaku dan
korban, aparat penegak hukum sebagai penengah dan tokoh masyarakat. Hal
tersebut dilakukan terkait bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana tidak hanya
terdorong dari dalam diri si anak, terkadang terpengaruh juga oleh keadaan
lingkungan baik keluarga maupun masyarakat, ini tidak terlepas dari sifat dasar
seorang anak yang belum mempunyai pola pikir yang matang sehigga ia dalam
mengambil keputusan dan bertindak kurang perhitungan.
Berdasarkan hal tersebut menurut peneliti, anak yang terlibat dalam kasus
hukum perlu adanya solusi tersendiri mengingat anak adalah future generation
(penerus masa depan) sehingga perlu dipertimbangkan untuk pemenuhan hak–
haknya. Solusi yang tepat saat ini adalah penyelesaian di luar peradilan yang dapat
mencerminkan keadilan restoratif.
Keadilan merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dengan perjalanan
perkembangan manusia, terlebih perkembangan dalam bidang hukum, dikatakan
demikian karena hukum dibuat untuk memberikan kepastian terwujudnya
keadilan dalam masyarakat. Berikut keadilan menurut beberapa ahli serta ajaran
agama. Menurut Hans Kelsen keadilan dapat dimaknai sebagai legalitas, keadilan
dalam arti legalitas adalah suatu kualitas yang tidak berhubungan dengan isi tata
aturan positif, tetapi dengan pelaksanaannya. Jadi adil atau tidak adil berarti legal
atau ilegal, yaitu tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan norma hukum
positif.10 Menurut John Rawls keadilan adalah kesetaraan, namun juga berupa
ketidak setaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka dapat
memberikan keuntungan terbesar bagi pihak yang kurang beruntung dan
kesetaraan yang adil terhadap kesempatan, dilekatkan pada jawatan dan jabatan
kepemerintahan yang terbuka bagi semua orang.11

                                                            
10

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hal. 17-23.
11
Karen Leback, 2012, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Bandung:
Nusa Media, hal. 53-57.


 

Sementara itu, menurut ajaran Islam berdasar penelitian M. Quraish Shihab,12
paling tidak ada empat makna keadilan. Pertama, ‘adl dalam arti “sama”, Kedua,
‘adl dalam arti “seimbang”. Ketiga, ‘adl dalam arti “perhatian terhadap hak
individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya”. Keempat, ‘adl dalam
arti yang dinisbahkan kepada Allah.
Menurut ajaran Hindu, Tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi
bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaan-Nya. Hukum itu disebut hukum rta,
rta berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adil, tuhan sebagai pencipta dan
pengendali hukum rta disebut rtawan. Contoh hukum rta; adanya siklus
kehidupan. Apabila rta tidak dijalankan maka akan terjadi ketidak seimbangan
atau keharmonisan dalam kehidupan ini.13 Selain itu keadilan juga tercermin di
dalam hukum karmaphala, “Karma” yang maksudnya ialah segala gerak atau
aktivitas yang dilakukan, disengaja atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah,
Hukum sebab akibat inilah yang disebut dengan hukum karmaphala. Jadi setiap
orang berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima hasil dari perbuatan
baiknya, demikian pula sebaliknya, setiap yang berbuat buruk (acubha karma)
maka keburukan itu sendiri tidak akan terelakkan dan pasti akan diterima.14
Dari penjelasan keadilan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
keadilan terdiri bebarapa unsur yang sama diantaranya: (1) Kesetaraan,
maksudnya setiap orang mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hak-hak
yang melekat padanya tanpa memandang status. (2) Keseimbangan, (3)
Pertanggung jawaban, dan (4). Kemanfaatan.
Sementara konsep asal dari praktik keadilan restoratif berasal dari praktik
pemelihara perdamaian yang digunakan suku bangsa Maori, penduduk asli
selandia baru. Menurut Helen Cowei dalam Hadi Supeno, keadilan restoratif pada
intinya terletak pada konsep komunitas yang peduli dan inklusif. Bilamana timbul
konflik, praktik restoratif akan menangani pihak pelaku, korban, dan Negara
                                                            
12

Ibrahim Lubis, 2012, Pengertian Keadilan Dalam Alquran, dalam
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalam-alquran.html, di
unduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20.
13
Didik , 2012, Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan, dalam
http://dikdiklove.blogspot.com/2012/02/hukumdalam-rangka-menegakkan-keadilan.html,
diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20.
14
Anak Agung Gde Oka Netra, 2001, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta:
Hanuman Sakti, hal. 28-29.


 

melalui aparat penagak hukumnya komunitas tersebut, yang secara kolektif
memecahkan masalah. Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan, memulihkan
kualitas hubungan, dan memfasilitasi reintegrasi para pihak yang terlibat dan
terkait. Praktik keadilan restoratif lebih menekankan kepada para pelaku dan
korban, sehingga penyelesaiannya tidak sekedar berhenti pada penghukuman
pelaku, tetapi pencapaian kedewasaan pada para pihak terkait untuk memperkuat
kualitas hubungan untuk kurun waktu yang lebih panjang.15 Halen Cowie dan
Dawn Jeniffer dalam Hadi Supeno mengidentifikasikan aspek-aspek utama
keadilan restoratif sebagai berikut: (1) Perbaikan, (2) Pemulihan hubungan, dan
(3) Reintegrasi, pada tingkatnya yang terluas, memberikan arena tempat anak dan
orang tua dapat memperoleh proses yang adil. Maksudnya agar mereka belajar
tentang konsekuensi kekerasan dan kriminalitas serta memahami dampak perilaku
mereka terhadap orang lain. 16 
Dari pengertian teori kedilan serta kedilan restoratif (Restorative Justice)
maka dapat dilihat bahwa keadilan restoratif ini memenuhi prinsip-prinsip
keadilan yakni kesetaraan, keseimbangan, pertanggung jawaban dan kemanfaatan
dikatakan demikian karena dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik
dengan hukum melibatkan semua elemen yakni korban yang telah dirugikan hakhaknya oleh pelaku, juga pelaku yang seharusnya berkewajiban untuk menghargai
hak-hak korban tapi malah dilanggarnya selain itu keluarga dan masyarakat yang
mewujudkan suatu pertanggung jawaban atas si anak yang telah melakukan
perbuatan jahat tersebut, keluarga dan masyarakat berhak tau sekaligus turut
bertanggung jawab kenapa dilingkungannya bisa sampai terjadi peristiwa tersebut
serta negara berkaitan dengan perlindungan anak, terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum.
Dilihat dari kemanfaatanya penyelesaian perkara anak yang berkonflik
dengan hukum, dengan cara keadilan restoratif yakni di luar peradilan formil,
menghindarkan anak dari proses peradilan yang panjang serta menghindarkan
anak dari tekanan secara psikis selain itu juga kemungkinan untuk dikenai sanksi
                                                            
15

Hadi Supeno, Hadi Supeno, 2010, Kriminalisasi Anak (Tawaran Gagasan Radikal Peradilan
Anak Tanpa Pemidanaan), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 196.
16
Ibid, hal 203.


 

pidana juga terminimalisir. Disisi lain dengan penyelesaian yang melibatkan
semua elemen mulai dari korban, pelaku, keluarga, aparat penegak hukum dan
masyarakat akan diketahui apa yang sebenarnya menjadi permasalahan utama,
dengan dikatahui hal tersebut maka akan dapat diperbaiki sebagai langkah
preventif atau pencegahan supaya perbuatan anak tidak terulang lagi serta tidak
terjadi pada anak-anak lainnya.
Jadi konsep keadilan restoratif yakni berupa dialog atau duduk bersama
antara pelaku, korban, keluarga pelaku maupun korban, masyarakat dan aparat
penegak hukum guna menjamin legalitas apa-apa yang sudah disepakati di antara
masing-masing pihak guna mencari solusi dari permasalahan yang timbul. Yang
mana kesepakatan tersebut berbentuk pemulihan kerugian korban baik berupa
materiil dan imateriil yang dilakukan oleh pelaku sebagai bentuk tanggung jawab
dan perwujudan dari rasa bersalahnya pelaku, serta masyarakat ikut serta
mengawasi proses pemulihan sebagai bentuk kepedulian baik pada korban dan
pelaku. Sementara pemulihan terhadap pelaku dengan cara memperbaiki pelaku
kejahatan agar dapat diterima oleh lingkungan keluarga ataupun masyarakat
seperti sebelum pelaku melakukan kejahatan sehingga terwujud keseimbangan
dalam masyarakat.
Apabila dilihat dari segi hukum positif perihal konsep keadilan restoratif
(restorative justice) dapat dilihat dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, secara tersirat Undang-Undang ini sudah megajarkan
tentang keadilan restoratif (restorative justice), hal ini terlihat dari jenis sanksi
yang diterapkan pada anak yang berkonflik dengan hukum atau anak nakal,
didalam undang-undang tersebut terdapat sanksi tindakan selain sanksi pidana, hal
ini dicantumkan secara tegas di dalam Pasal 22 Undang-Undang No 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak.
Keadilan restoratif (restorative justice) dalam Undang-Undang No. 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak menurut hemat penulis telah ada dengan
dimasukkannya sanksi yang berupa tindakan, macam sanksi demikian ini jika
dikaitkan dengan pendapat bapak Johny Aswar selaku hakim anak di pengadilan
negeri Surakarta yang menyatakan “menyelesaikan perkara anak yang berkonflik
dengan hukum atau anak yang di duga melakukan tindak pidana dengan

10 
 

memulihkan kerugian korban serta menjauhkan anak dari sanksi pemidanaan
tetapi tidak juga menghapuskan pertanggung jawaban si anak pelaku tindak
pidana atas perbuatan yang telah dilakukan, dengan pemberian sanksi berupa
tindakan.“17 ini menunjukan bahwa sanksi berupa tindakan menurut beliau
mempunyai tujuan yang sama dengan keadilan restoratif yakni menjauhkan anak
yang berkonflik dengan hukum dari sanksi pemidanaan serta memberikan sanksi
yang bermanfaat bagi masa depan si anak. Penyusunan Undang-Undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ada paradigma menuju kearah keadilan
restoratif. Namun disatu sisi Undang-Undang Pengadilan Anak sama sekali belum
mengakomodir konvensi hak anak khususnya pada pasal 37 huruf b18 karena
dalam praktik setiap anak yang dimajukan ke Pengadilan selama ini diproses
melalui pengadilan, sebagaimana tergambar dalam table dibawah ini.
Sumber Data Dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Di Kota
Surakarta

Jumlah perkara anak yang di
Tahun

sidangkan di Pengadilan Negeri

Keterangan

Surakarta
1. Tiga kasus pencurian.
2012

5 (lima) orang anak

2. Dua kasus pencabulan.
1. Satu kasus penggelapan.

2013

5 (lima) orang anak

2. Satu kasus perjudian.
3. Satu kasus kekerasan.
4. Dua kasus pencabulan.

                                                            
 Johny Aswar, Hakim Anak Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 13
Maret 2013, pukul 11:00 WIB.
18
Bunyi Pasal 37 huruf b “Tidak seorang anakpun akan kehilangan kebebasannya secara tidak
sah dan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau penghukuman anak akan
disesuaikan dengan undang-undang dan akan dugunakan hanya sebagai langkah terakhir dan
untuk masa yang paling singkat dan layak.”  

17

11 
 

Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keadilan Restoratif (Restorative
Justice) Dalam Rangka Penyelesaian Anak Berhadapan Dengan Hukum.
1.

Respon Polisi (Kepolisian Resor Kota Surakarta) Terhadap Konsep
Keadilan Restoratif (Restorative Justice)
Polresta Surakarta dalam menangani perkara anak, telah membentuk unit
tersendiri namun masih bagian dari reskrim, unit tersebut diberi nama unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Unit PPA bukan merupakan suatu
unit baru dalam organisasi Polri, karena sebelumnya unit ini dinamakan
rendawan (Remaja, Pemuda dan Wanita) yang berada di bawah naungan
fungsi Binmas (Pembinaan Masyarakat dan sekarang dinamakan Binamitra).
Sesuai dengan namanya unit ini difokuskan pada penanganan wanita dan
anak yang rentan terhadap perilaku kekerasan baik secara fisik maupun
seksual, ini dikarenakan posisi mereka yang lemah dalam masyarakat. 19
Penyelesaian perkara yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana
dengan sistem keadilan restoratif bagi Polresta Surakarta khususnya unit PPA
bukan suatu hal yang baru atau asing, hal ini dikarenakan sudah ada untuk
beberapa kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana yang
diselesaikan dengan jalan damai tidak diproses ketingkat penuntutan. Namun
demikian perkara-perkara yang diselesaikan dengan melibatkan korban dan
pelaku secara aktif masih terbatas dengan perkara tertentu saja semisal hanya
dalam kasus tindak pidana ringan seperti pencurian, perkelahian sesama anak.
Sementara untuk kasus yang berat seperti pembunuhan, kejahatan asusila
belum pernah ada yang diselesaikan dengan sistem keadilan restoratif yang
melibatkan secara langsung baik keluarga korban maupun keluarga pelaku,
kebanyakan perkara tindak pidana berat diselesaikan hingga tingkat
pengadilan.

2.

Respon Jaksa (Kejaksaan Negeri Kota Surakarta) Terhadap Konsep
Keadilan Retoratif (Restorative Justice)
Jaksa sangat mendukung dengan adanya sistem keadilan restoratif yang
diterapkan dalam rangka penanganan perkara anak yang berhadapan dengan

                                                            
19

 Sri Rayahu, Kanit PPA Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 18 Februari 2013,
pukul 13:00 WIB.  

12 
 

hukum khususnya anak sebagai pelakunya. Meskipun demikian tidak semua
kasus yang melibatkan anak dapat diselesaikan dengan sistem atau konsep
keadilan restoratif ini serupa dengan konsep mediasi penal. Untuk kasus atau
perkara tindak pidana tertentu terutama yang bukan merupakan kasus-kasus
pidana berat masih dapat untuk diselesaikan dengan cara restoratif.
Kasus-kasus tindak pidana tertentu yang melibatkan anak sebagai pelaku
menurut Jaksa kurang tepat apabila diselesaikan dengan cara restoratif, hal ini
dikarenakan mempertimbangkan rasa keadilan dari pihak korban, perkara
tersebut diantaranya adalah perkara asusila, pembunuhan atau perbuatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dan narkotika. Untuk perkaraperkara tersebut kurang tepat apabila diselesaikan dengan cara restoratif
dikarenakan akibat atau dampak dari perbuatan itu sudah sangat merugikan
dan meresahkan sehingga apabila pelanggaran hukum pidana itu diselesaikan
dengan konsep keadilan restoratif maka akan dikhawatirkan adanya sikap
meremehkan. Selain itu adanya perbuatan dari pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab yang bisa jadi memanfaatkan anak-anak utuk melakukan
kejahatan tersebut.
Harapan dari Jaksa mengenai sistem keadilan restoratif ialah segera untuk
dilaksanakan dan peraturan pelaksananya untuk secapatnya di buat, guna
mempermudah aparat pada saat menerapkannya, jadi diharapkan untuk secara
jelas diatur perkara-perkara apa saja yang dapat diselesaikan dengan
restoratif, supaya tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam dari
aparat.
3.

Respon Hakim Anak (Pengadilan Negeri Surakarta) Terhadap Konsep
Keadilan Restoratif (Restorative Justice)
Beliau (Johny Aswar)20 sebagai hakim anak sangat mendukung dengan
adanya sistem keadilan restoratif guna menyelesaikan perkara anak yang
berhadapan dengan hukum khususnya bagi anak yang berkonflik dengan
hukum atau seorang anak yang diduga melakukan tindak pidana. Keadilan
restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan

                                                            
20

 Johny Aswar, Hakim Anak Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, 13
Maret 2013, pukul 11:00 WIB.  

13 
 

pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Jadi dengan
sistem keadilan restoratif menjauhkan anak yang berkonflik dengan hukum
dari sanksi pidana atau pemenjaraan sementara untuk korban segera
terpulihkan kerugian karena dalam hal ini dapat diketahui apa yang dialami
korban secara langsung dengan keterlibatan korban untuk menyelesaikan
perkara. Dalam “Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana
Umum dan Pidana Khusus” yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa terhadap terdakwa anak
sedapat mungkin tidak dijatuhi pidana penjara.
Pada dasarnya sebagai hakim yang menangani perkara anak yang
berkonflik dengan hukum, sangat mendukung serta mendorong untuk segera
diterapkannya dan dikeluarkannya peraturan pelaksana guna pelaksanaan
sistem keadilan restoratif sehingga hakim mempunyai pijakan untuk
melaksanakan konsep keadilan restoratif. Selain itu mengingat hubungan
antara orang tua dengan anaknya merupakan suatu hubungan yang hakiki,
baik hubungan psikologis maupun mental spiritualnya, maka dalam
menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap anak nakal diusahakan agar anak
dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya. Apabila karena hubungan
antara orang tua dan anak kurang baik, atau karena sifat perbuatannya sangat
merugikan masyarakat sehingga perlu memisahkan anak dari orang tuanya,
hendaklah tetap dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata
demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar.

PENUTUP
Kesimpulan
Konsep keadilan restoratif (Restorative Justice) ialah suatu konsep yang
dilandasi dengan musyawarah guna menyelesaikan maslah atau konflik dalam
bidang hukum yang melibatkan semua eleman mulai dari korban, pelaku,
keluarga, masyarakat serta aparat penegak hukum untuk kasus yang sangat serius.

14 
 

Konsep keadilan restoratif (Restorative Justice) menyelesaikan perkara anak yang
berkonflik dengan hukum di luar proses perdilan formal.
Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah secara
tersirat sudah mengarah pada keadilan restoratif, hal ini dapat dilihat dari jenis
sanksi yang ada, karena undang-undang pengadilan anak mencantumkan sanksi
tindakan selain sanksi pidana. Namun demikian Undang-Undang No 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak belum mengakomodir ketentuan yang ada dalam
Konvensi Hak-Hak Anak khususnya pasal 37 huruf b.
Respon dari aparat penegak hukum khususnya di kota Surakarta mengenai
keadilan restoratif cukup positif. Kepolisian, penerapan keadilan restoratif lebih
mendekati pada konsep keadilan restoratif yakni dengan melibatkan anak sebagai
pelaku dan korban (anak atau dewasa) serta keluarga baik dari pihak pelaku
maupun korban yang mana kedua pihak duduk bersama dengan penengahnya
adalah aparat kepolisian khususnya dari unit Pelayanan Perempuan dan Anak
(PPA), jadi benar-benar di selesaikan diluar proses peradilan. Hakim, penerapan
keadilan restoratif dilakukan dengan memberikan sanksi pada si anak berupa
sanksi tindakan. Sanksi berupa tidakan ini mempunyai tujuan yang sama dengan
keadilan restoratif yakni menjauhkan anak dari sanksi berupa pemidanaan yang
sifatnya lebih kepada pemberian penderitaan serta perampasan kemerdekaan si
anak.
Saran
Perlu adanya diklat tentang implementasi keadilan restoratif (restorative
justice) bagi jajaran aparat penegak hukum dari tinggkat kepolisian sampai
dengan hakim dan bisa jadi advokat, khususnya di wilayah hukum Kota Surakarta.
Perlu adanya divisi atau bagian atau focal point tentang penanganan perkara
anak ditingkat kejaksaan sebagaimana di kepolisian yang diberi nama unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Jadi para petugasnya benar-benar terlatih
serta mempunyai perhatian khusus terhadap penanganan anak yang berkonflik
dengan hukum, guna menjalankan sistem keadilasn restoratif.

15 
 

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Hamzah, Andi, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Renika Cipta.
Leback, Karen, 2012, Teori-Teori Keadilan (Six Theories of Justice), Bandung:
Nusa Media.
Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia (Pengembangan konsep
Diversi dan Restorative Justice), Bandung: Refika Aditama.
Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Netra, Anak Agung Gde Oka, 2001, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta:
Hanuman Sakti.
Saraswati, Rika, 2009, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Supeno, Hadi, 2010, Kriminalisasi Anak (Tawaran Gagasan Radikal Peradilan
Anak Tanpa Pemidanaan), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Surbakti, Natangsa, 2012, Dari Keadilan Retributif Ke Keadilan Restoratif
(Rangkuman Hasil Penelitian Penyelesaian Perkara Pidana dengan
Pendekatan Keadilan Restoratif), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Didik , 2012, Hukum Dalam Rangka Menegakkan Keadilan, dalam
http://dikdiklove.blogspot.com/2012/02/hukumdalam-rangka-menegakkankeadilan.html, diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20.
Lubis, Ibrahim, 2012, Pengertian Keadilan Dalam Alquran, dalam
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/02/keadilan-dalamalquran.html, diunduh Jumat, 17 Mei 2013 pukul 09:20.
Priliawito, Eko dan Luqman Rimadi, 2011, Anak Indonesia Mendekam di
Penjara, dalam http://metro.news.viva.co.id/news/read/273781-4-622-anakindonesia-mendekam-di-penjara, diunduh Rabu, 03 Oktober 2012. pukul
15:05.