Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Sebelum dan Setelah Pergantian Chieff Executive Officer (Studi Empiris pada Prusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

(1)

i

PERBEDAAN KINERJA PERUSAHAAN DAN NILAI PERUSAHAAN SEBELUM DAN SETELAH PERGANTIAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

SKRIPSI

Oleh :

I KETUT PRASANTIA NOOR NIM. 1206305077

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(2)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 27 Januari 2016

Tim Penguji: Tanda Tangan

1. Ketua : Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE, MSi ...

2. Sekretaris : Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak ...

3. Anggota : Pande Dwiana Putra, SE., MM, Ak ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing,

Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE., M.Si., Ak Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, NIP. 196503231991031004 NIP. 195807181986011001


(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 27 Januari 2016

Mahasiswa,

I Ketut Prasantia Noor NIM.1206305077


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah saya dibiberi kesehatan dan kesempatan dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai

Perusahaan Setelah dan Sebelum Pergantian Chief Executive Officer (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya ada kesulitan yang penlis hadapi, namun berkat adanya bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terkira kepada:

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S, selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

3. Ibu Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE., M.Si, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

4. Dr. I Dewa Gde Dharma Suputra, SE., M.Si., Ak, selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE., M.Si., Ak, selaku Ketua Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

7. Bapak Drs. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak, selaku dosen pembimbing

yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE., MSi, selaku dosen pembahas yang telah

memberi banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Pande Dwiana Putra, SE., MM, Ak, selaku dosen penguji yang telah menguji

dan memberi masukan dalam penulisan skripsi ini.

10. Ibu Dr. I Gusti Kt. Agung Ulupui, SE, M.Si, Ak, selaku dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis mengikuti studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

11. Pimpinan, Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana yang telah memberikan informasi yang diperlukan.

12. Drs. Made Nuryawan dan Dra. Mulya Sri Utami selaku orangtua, serta

saudara dan keluarga lainnya yang sudah memberikan perhatian, dukungan dan semangat dalam penulian skripsi ini.

13. Putu Ayu Astya Dewanthi, sebagai teman dekat yang selalu memberi


(5)

v

14. Teman-teman khususnya di Jurusan Akuntansi angkatan 2012.

15. Teman-teman lainnya: Yoga, Fredy, Doplang, Belek, April, Benny, Domble,

Werdhi, Ghana, Penjor, Nita, Menyok, Adi, Cuyak, Wahid, Om Yudha, Soplok, Pekak, Gus Adi, Jeko, Pria, Konyek, Caplus, Gekrini, Bion, Pleti, Juna, Krisna, Bias, Dayu, Gus Puja, Cok Meggy, dan lain lain yang telah memberikan masukan dan semangat selama penyusunan skripsi ini.

16. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa skripsi ini sangatlah jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 27 Januari 2016


(6)

vi

Judul : Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Setelah dan Sebelum Pergantian Chief Executive Officer (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Nama : I Ketut Prasantia Noor

NIM : 1206305077

Abstrak

CEO (Chief Executive Officer) banyak memberikan pengaruh terhadap

jalannya perusahaan. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah pergantian CEO dan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO.

Penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur yang melakukan pergantian CEO dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 perusahaan dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda.

Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO. Hal ini

artinya, CEO yang baru melakukan income decreasing, bahkan big bath pada

tahun pertama ia menjabat. Kinerja yang buruk dilimpahkan kepada CEO yang lama dengan memperkecil laba pada awal CEO yang baru menjabat. Dengan penurunan laba tersebut tentunya akan memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode berikutnya.


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 9

1.5 Sistematika Penulisan... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori... 12

2.1.1 Teori Keagenan... 12

2.1.2 Asimetri Informasi... 15

2.1.3 Efisiensi Pasar... 17

2.1.4 Laporan Keuangan... 18

2.1.4.1 Tujuan Laporan Keuangan... 18

2.1.4.2 Pemakai Informasi Laporan Keuangan... 19

2.1.5 Retturn on Assets (ROA)... 21


(8)

viii

2.1.7 Kinerja Perusahaan... 26

2.1.8 Nilai Perusahaan... 27

BAB III HIPOTESIS & METODELOGI PENELITIAN 3.1 Model Penelitian... 29

3.2 Obyek Penelitian... 30

3.3 Identifikasi Variabel... 30

3.4 Definisi Operasional Variabel... 30

3.5 Jenis dan Sumber Data... 33

3.5.1 Jenis Data... 33

3.5.2 Sumber Data... 33

3.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel... 33

3.6.1 Populasi... 32

3.6.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel... 34

3.7 Metode Pengumpulan Data... 35

3.8 Teknik Analisis Data... 35

3.8.1 Uji Beda... 36

3.8.1.1 Uji Normalitas... 36

3.8.1.2 Uji Beda... 37

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Pasar Modal Indonesia... 41

4.2 Deskripsi Sampel dan Variabel Penelitian... 42

4.3 Hasil Analisis Data... 44

4.3.1 Statistik Deskriptif Penelitian... 44

4.3.2 Hasil Uji Normalitas Data... 46

4.3.3 Hasil Uji Non Parametrik... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 51


(9)

ix

5.2 Saran... 52 DAFTAR RUJUKAN... 53 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 60


(10)

x

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

4.1 Penentuan Sampel Penelitian... 43

4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 44

4.3 Hasil Uji Normalitas... 47

4.4 Descriptive Statistics... 48

4.5 Ranks... 48


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Laporan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Manufaktur Yang

melakukan pergantian CEO dan Terdaftar di BEI (2010-2014).


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kinerja perusahaan yang berhubungan dengan informasi akuntansi merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Salah satu sumber informasi tersebut adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam menilai maupun memprediksi kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007).

Namun disisi lain, penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahan berbanding terbalik dengan tujuan pribadi manajer. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih lebih


(14)

2

banyak mengetahui informasi internal perusahaan dibandingkan dengan pemilik atau pemegang saham. (Lako, 2007).

Manajer sendiri sebagai agen juga bersaing dalam pasar tenaga kerja. Manajer dengan reputasi yang baik berpeluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu seorang manajer memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap kinerja suatu perusahaan yang ia kelola karena berhubungan erat dengan reputasinya sebagai wujud keberhasilan. Sedangkan pemegang saham juga berkepentingan dengan kinerja perusahaan dalam arahan seorang manajer. (Lako, 2007). Pemegang saham dapat menghentikan manajer dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham menggantinya dengan manajer lain (Trisnantari, 2010).

Manajer memiliki beberapa tingkatan atau level, yaitu: manajer tingkat pertama, manajer tingkat menengah, dan manajer puncak. Manajer puncak terdiri

dari beberapa direktur, yang disebut dengan dewan direksi atau Board of

Directors. Menurut Neumann dan Voetmann (1999) dalam Setiawan (2007), fungsi manajer puncak lebih mengarah pada fungsi strategik, misalnya: menentukan tujuan perusahaan, perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Manajer puncak ini mempunyai seorang pemimpin yang disebut sebagai presiden direktur atau direktur utama, atau disebut juga sebagai Chief Executive Officer (CEO).


(15)

3

CEO banyak memberikan pengaruh terhadap jalannya perusahaan. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. CEO dikatakan kinerjanya bagus apabila memiliki prestasi yang baik tiap tahunnya dan dapat mencapai tujuan bersama, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya pergantian CEO, sebab CEO tidak dapat mencapai tujuan utama di perusahaan. Pergantian CEO memberikan indikasi kepada perusahaan bahwa akan ada perubahan dalam pengelolaan perusahaan dengan menerapkan peraturan dan prosedur baru, serta perubahan kebijakan yang ditetapkan oleh CEO baru yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Pergantian CEO suatu perusahaan biasanya diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Kinerja yang buruk dapat mendorong pemegang saham melakukan pergantian CEO yang kemudian dapat menurunkan nilai pasar manajer yang bersangkutan di pasar tenaga kerja. Hal inilah yang dapat mendorong manajer melakukan big bath agar tidak terjadi pergantian CEO karena kinerja yang buruk.

Pergantian CEO merupakan strategi terbaik bagi sebuah perusahaan yang sedang turun demi menentukan nasib barunya di masa depan. Dalam pemilihan


(16)

4

CEO baru juga memiliki ketentuan yang berlaku sesuai dengan peraturan perusahaan biasanya mengutamakan pengalaman seseorang yang berkopeten, orang yang mampu mengikuti perkembangan jaman, orang yang berpengalaman di bidang ekonomi, orang yang tidak ceroboh, bisa dipercaya, bijaksana, ulet dan kerja keras. Namun perusahaan juga dikatakan tidak stabil apabila terlalu sering mengalami pergantian CEO tiap tahunnya. Pergantian CEO juga memiliki sebab lain selain tidak tercapai tujuan perusahaan yaitu terjadi pergantian CEO karena masa waktu jabatan kerjanya sudah habis dan pergantian.

CEO memiliki tanggung jawab utama pada pelaporan keuangan perusahaan. Perilaku menyimpang CEO yang muncul pada saat periode akan diganti atau ketika menggantikan CEO pada suatu perusahaan merupakan hal yang menarik untuk diteliti mengingat tanggung jawab CEO terhadap pelaporan keuangan perusahaan. Penelitian inilah yang menguji apakah CEO yang baru berhenti dan CEO yang baru saja diangkat di perusahaan Indonesia akan membawa pengaruh bagi kinerja dan nilai perusahaan tersebut.

Khurana (2003); Murphy dan Zabonzik (2004) dalam Kaplan dan Minton (2006) menyampaikan adanya peningkatan pergantian CEO di Amerika Serikat pada tahun 1990-an dibandingkan pada tahun 1970 sampai dengan 1980-an walaupun besarannya sangat kecil, yaitu dari 10% per tahun pada tahun 1970-an dan 1980-an menjadi 11% pada tahun 1990-an. Seiring dengan meningkatnya tingkat pergantian CEO, maka Kaplan dan Minton (2006) menyatakan bahwa


(17)

5

CEO memiliki risiko kehilangan pekerjaan yang semakin meningkat. Hazarika et

al. (2009) membuktikan bahwa CEO yang memiliki risiko kehilangan pekerjaan

cenderung akan melakukan hal yang menyimpang dengan meningkatkan laba perusahaan agar mereka dapat tetap mempertahankan posisinya, namun hal tersebut tidak secara signifikan ditemukan pada CEO yang secara sukarela mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh

Bengsston et al. (2006) membuktikan bahwa hal tersebut terjadi pada tahun saat

digantinya CEO dan pada tahun-tahun sesudahnya. Scott (2000: 362) menyatakan bahwa CEO yang baru menjabat kemungkinan akan melakukan big bath untuk memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode berikutnya. Alasan CEO baru tersebut melakukan taking a bath karena ia tidak mau bertanggung jawab atas kinerja buruk CEO sebelumnya (Adiasih dan Indra, 2011).

Di Indonesia juga terjadi kasus yang serupa, misalnya saja skandal Lippo Bank dan PT Qsar pada tahun 2002. Eksekutif perusahaan diperbolehkan untuk membeli saham dari perusahaan yang mereka kelola. Sikap oportunistik tersebut didukung oleh sistem kompensasi yang berlebihan (stock option dengan harga jauh di bawah harga normal). kasus yang terjadi itu membuat masyarakat mencermati peran eksekutif perusahaan atau direktur utama dalam mengelola perusahaan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemangku kepentingan. Topik penelitian mengenai penyebab perilaku oportunistik CEO memanipulasi


(18)

6

laba, cara CEO melakukan big bath, dan konsekuensi dari perilaku CEO memanipulasi laba semakin berkembang (McNichols, 2000).

Beberapa penelitian lainnya juga telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dan nilai dari suatu perusahaan. Hannan dan Freman (1997) menemukan bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch (1964) bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Davis Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan teori yang diungkapkan oleh Scott (2000: 362) diketahui bahwa CEO yang akan kehilangan pekerjaannya akan berusaha untuk memperlihatkan kinerja yang baik dengan meningkatkan laba


(19)

7

perusahaan (income decreasing), demikian pula yang akan dilakukan oleh CEO

yang baru menjabat. Artinya, ia akan melakukan income decreasing, bahkan big

bath pada tahun pertama ia menjabat. Kinerja yang buruk dapat dilimpahkan

kepada CEO yang lama. Penurunan laba pada tahun ini akan memperbesar kemungkinan memperoleh laba yang lebih tinggi pada periode berikutnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul “Perbedaan Kinerja Perusahaan dan Nilai Perusahaan Sebelum dan Setelah Pergantian Chief Executive Officer”. Keistimewaan penelitian ini yakni kita bisa membandingkan kinerja dan nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebelum dan setelah peristiwa pergantian CEO. Alasan peneliti memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang menjual produknya yang dimulai dengan proses produksi yang tidak terputus mulai dari pembelian bahan baku, proses pengolahan bahan hingga barang jadi. Perusahaan manufaktur lebih membutuhkan sumber dana jangka panjang untuk membiayai operasi perusahaan mereka, salah satunya dengan investasi saham oleh para investor, sehingga nantinya dapat mempengaruhi nilai perusahaan. (Herawaty, 2008).


(20)

8 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1) Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah pergantian

CEO?

2) Apakah terdapat perbedaan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian

CEO?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan kinerja keuangan sebelum dan

setelah pergantian CEO.

2) Untuk mendapatkan bukti empiris perbedaan nilai perusahaan sebelum dan


(21)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perbedaan kinerja perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO serta mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh perbedaan

tersebut pada ROA yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan go public.

Diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian empiris dan dijadikan perbandingan maupun pengembangan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai informasi bagi manajer dan pemegang saham dalam mengambil keputusan. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dan sumber informasi dalam menilai kinerja perusahan dan nilai perusahaan sebelum dan setelah pergantian CEO.


(22)

10 1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran dalam penelitian ini, maka penyajian akan disusun menjadi bab secara sistematis sehingga antara satu bab dengan lainnya memiliki hubungan erat. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Masalah

Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori atau konsep-konsep yang relevan sebagai acuan dan landasan dalam memecahkan permasalahan yang ada, penelitian terdahulu dan perumusan hipotesis.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini akan menguraikan desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data serta teknik analisis data.


(23)

11

Bab ini menguraikan gambaran umum perusahaan yang diteliti dan hasil analisis data.

Bab V Simpulan dan Saran

Dalam bab ini dijelaskan simpulan dari permasalahan yang dibahas serta saran-saran yang dipandang perlu atas simpulan yang dicapai.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN MASALAH

Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan

Masalah konflik agensi dalam korporasi biasanya terjadi karena pemilik perusahaan (principal) tidak dapat berperan aktif dalam manajemen perusahaan. (Eisenhardt, 1989). Mereka mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab

pengelolaan perusahaan kepada para manajer profesional (agent) untuk

bekerja atas nama dan untuk kepentingannya. Delegasi otoritas ini menyebabkan para manajer memiliki insentif untuk membuat keputusan-keputusan strategik, taktikal dan operasional yang dapat menguntungkan mereka sendiri.

Menurut teori keagenan, konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Di satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa jika kedua


(25)

memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi kos keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal

adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost

adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan

prinsipal kepada agen; dan 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat

berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenanan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya

hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan

pekerjaan kepada pihak lain (agent), yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan

ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko


(26)

yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi terhadap risiko.

Teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, sehingga fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa

manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki

kcterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk avertion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Jensen dan Meckling (1976) juga menunjukkan adanya tiga unsur tambahan yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial, bekerjanya pasar modal dan unsur bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai

dan mendominasi kepemilikan perusahaan (market for corporate control). Agen

bisa tidak bermasa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga kerja manajerial akan menghapus kesempatan


(27)

pengelola yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya. Bekerjanya pasar modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham

perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat

tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan pengelola lain setelah perusahaan diambil alih. (Schleifer dan Vishny, 1986).

2.1.2 Asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan di mana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ada dua tipe asimetri informasi, yaitu: adverse selection dan moral hazard.

1) Adverse selection

Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas

pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti


(28)

mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.

2) Moral hazard

Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan

pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya

pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

Terjadinya moral hazard dan adverse selection bias menimbulkan

sejumlah implikasi serius bagi kinerja dan sustainabilitas perusahaan. Dua masalah tersebut dapat mendorong para manajer berperilaku malas dan tidak

etis. Mereka dapat mengelabui pemilik dan stakeholder lainnya dalam

pelaporan informasi tentang kinerja dan sumber daya ekonomi perusahaan. Selain itu, mereka dapat pula membiaskan atau mendistorsi penyajian informasi tentang peluang investasi dan prospek perusahaan (Lako, 2007).

2.1.3 Efisiensi Pasar

Menurut Fama (1970) dalam Hartono (2013:548 – 553) suatu pasar modal

dikatakan efisien apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya secara penuh mencerminkan seluruh informasi yang relevan. Efisiensi dalam pengertian ini disebut sebagai efisiensi secara informasional. Informasi relevan yang dimaksud bisa berupa informasi masa lalu, informasi yang tersedia kepada publik,


(29)

atau informasi yang tersedia baik kepada publik maupun tidak. Tingkat efisiensi pasar modal terbagi atas tiga jenis, yakni:

1) Efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency)

Pasar dianggap efisien bentuk lemah apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi masa lalu.

Efisiensi pasar bentuk lemah berhubungan dengan random walk theory yang

mana menyatakan bahwa informasi masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga-harga sekuritas sekarang. Jadi, dalam kondisi seperti ini

investor tidak bisa memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan

informasi masa lalu.

2) Efisiensi bentuk setengah kuat (semi strong form efficiency)

Pasar dianggap efisien bentuk setengah kuat apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh informasi yang dipublikasikan. Informasi yang dipublikasikan itu sendiri dapat mempengaruhi harga saham berbagai perusahaan. Ada jenis informasi yang hanya mempengaruhi harga saham dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut, misalnya informasi laba dan pergantian CEO. Ada pula jenis informasi yang bisa mempengaruhi harga saham beberapa perusahaan, misalnya pemerintah memberlakukan peraturan perpajakan baru terhadap suatu industri. Ada juga jenis informasi yang mempunyai dampak pada harga saham seluruh perusahaan di suatu pasar modal, misalnya pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi baru terhadap seluruh perusahaan di


(30)

Indonesia. Dalam kondisi seperti ini investor tidak bisa memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan informasi yang dipublikasikan.

3) Efisiensi bentuk kuat (strong form efficiency)

Pasar dianggap efisien bentuk kuat apabila harga-harga sekuritas yang terdaftar di dalamnya mencerminkan secara penuh baik informasi yang dipublikasikan maupun informasi privat perusahaan. Dalam kondisi seperti ini

tidak ada satupun investor yang bisa memperoleh abnormal return karena

setiap investor memiliki akses yang sama terhadap informasi privat perusahaan, sehingga tidak terjadi asimetri informasi di mana pihak tertentu mempunyai informasi lebih yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan keuntungan.

2.1.4 Laporan Keuangan

2.1.4.1 Tujuan Laporan Keuangan

PSAK No. 1 (IAI, 2004) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi

serta menunjukkan pertanggungjawaban sumberdaya-sumberdaya yang

dipercayakan kepada mereka. Suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan, meliputi: aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian serta rus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi laba dan arus kas masa depan.


(31)

2.1.4.2 Pemakai Informasi Laporan Keuangan

Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2004) pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan informasi ini meliputi:

1) Investor

Investor membutuhkan informasi untuk membantu mereka dalam menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi saham mereka. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

2) Karyawan

Karyawan sebagai pengguna informasi keuangan tertarik dengan stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

3) Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta


(32)

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

4) Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.

5) Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai

kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

6) Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan dalam menetapkan kebijakan pajak, sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lainya.

7) Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara

misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada

perekonomian nasional, dalam hal banyaknya orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.


(33)

2.1.5 Return on Assets (ROA)

Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan

rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.

Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan

keberhasilan perusahaan. Laba dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapat pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk berubah. Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh

secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat

merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian penganalisa di dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan. Munawir (2001:57) menjelaskan bahwa profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa

perusahaan itu rentable. Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas

yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar.

Menurut Mardiyanto (2009: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari


(34)

aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.

Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik

produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya

akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau deviden akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) angka ROA dapat dikatakan baik apabila > 2%.

ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Dalam penelitian ini hanya menggunakan ROA sebagai proksi dari kinerja perusahaan karena penelitian ini dalam menghitung kinerja perusahaan hanya menggunakan


(35)

rasio antara laba bersih sesudah pajak (net income after tax) tehadap total asset terhadap perusahaan yang melakukan pergantian CEO.

2.1.6 Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

Perubahan kepemilikan suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Biasanya, restrukturisasi organisasi akan diikuti dengan pergantian CEO. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja dan nilai perusahaan tersebut. Prediksi ini diperkuat oleh temuan empiris

Lopez-de-Silanes (1997) yang mengakui bahwa manajemen BUMN yang existing

kemungkinan mengalami kesenjangan kompetensi dalam memimpin BUMN yang baru diprivatisasi untuk membawa BUMN-nya berkompetisi di pasar. Lopez-de- Silanes (1997) juga menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO

dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996)

menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting

dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga

menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian

pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dan nilai dari suatu


(36)

perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta

Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason, 1984).

Berdasarkan studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers

melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan

proses pergantian kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu

konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s

origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh pergantian pemimpin terhadap kinerja keuangan perusahaan besar. Penelitian ini


(37)

diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1997). Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan

hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets

serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan

Williams, 1978).

2.1.7 Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Bastian, 2001). Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2001), kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Pengukuran terhadap kinerja perusahaan diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan baik atau buruk. Kinerja perusahaan secara

umum mengukur keefektifan dan keefisienan (Horngren, et al. 2000). Demikian


(38)

evaluasi terhadap kinerja perusahaan adalah efektif dan efisien. Pengukuran kinerja perusahaan menyediakan indikator-indikator untuk mengetahui bagaimana menjalankan suatu organisasi secara baik. Aspek keuangan terlebih dahulu diukur dengan rasio keuangan.

Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

ROA (Retturn On Assets). Pengukuran kinerja dengan ROA diyakini bisa

memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan. ROA memberikan sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor.

2.1.8 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai

perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm

adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)

(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham.


(39)

Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004).

Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset


(40)

perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan


(1)

rasio antara laba bersih sesudah pajak (net income after tax) tehadap total asset terhadap perusahaan yang melakukan pergantian CEO.

2.1.6 Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

Perubahan kepemilikan suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Biasanya, restrukturisasi organisasi akan diikuti dengan pergantian CEO. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja dan nilai perusahaan tersebut. Prediksi ini diperkuat oleh temuan empiris Lopez-de-Silanes (1997) yang mengakui bahwa manajemen BUMN yang existing kemungkinan mengalami kesenjangan kompetensi dalam memimpin BUMN yang baru diprivatisasi untuk membawa BUMN-nya berkompetisi di pasar. Lopez-de- Silanes (1997) juga menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dan nilai dari suatu


(2)

perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason, 1984).

Berdasarkan studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan proses pergantian kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh pergantian pemimpin terhadap kinerja keuangan perusahaan besar. Penelitian ini


(3)

diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1997). Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan Williams, 1978).

2.1.7 Kinerja Perusahaan

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Bastian, 2001). Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2001), kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Pengukuran terhadap kinerja perusahaan diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan baik atau buruk. Kinerja perusahaan secara umum mengukur keefektifan dan keefisienan (Horngren, et al. 2000). Demikian pula menurut Hitt (1995) bahwa nilai utama yang akan dihasilkan dari


(4)

evaluasi terhadap kinerja perusahaan adalah efektif dan efisien. Pengukuran kinerja perusahaan menyediakan indikator-indikator untuk mengetahui bagaimana menjalankan suatu organisasi secara baik. Aspek keuangan terlebih dahulu diukur dengan rasio keuangan.

Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ROA (Retturn On Assets). Pengukuran kinerja dengan ROA diyakini bisa memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan. ROA memberikan sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor.

2.1.8 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham.


(5)

Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004).

Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset


(6)

perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan


Dokumen yang terkait

Perbandingan Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Pengadopsian Employee Stock Ownership Program (Studi Kasus pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

4 64 123

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI SEBELUM DAN SESUDAH MERGER ATAU AKUISISI (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

1 5 21

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian kantor akuntan publik: studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2008-2012

1 8 137

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 3 7

PENGARUH PERGANTIAN CEO (CHIEF EXECUTIVE Pengaruh Pergantian Ceo (Chief Executive Officer) Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 1 14

BAB I Pengaruh Pergantian Ceo (Chief Executive Officer) Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 1 8

PENGARUH PERGANTIAN CEO (CHIEF EXECUTIVE Pengaruh Pergantian Ceo (Chief Executive Officer) Terhadap Kinerja Perusahaan Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 6 19

Perbandingan Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sebelum dan Setelah Implementasi Corporate Sosial Responsibility (CSR) (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 0 6

Perbedaan sebelum dan sesudah penerapan Corporate Social Responsibility terhadap profitabilitas dan likuiditas perusahaan : studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

0 1 67

Tingkat Profitabilitas, Laba Dan Nilai Ekuitas (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 0 16