HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP SERTIFIKASI DENGAN PROFESIONALISME DALAM MENGAJAR.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP SERTIFIKASI

DENGAN PROFESIONALISME DALAM MENGAJAR

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

dalam mencapai derajat S-1

Diajukan oleh :

Toni Gunawan Rahmanto

F. 100 030 211

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di era global ini, semua pihak perlu menyamakan pemikiran dan sikap untuk mengedepankan peningkatan mutu pendidikan. Pihak-pihak yang ikut meningkatkan mutu pendidikan adalah pemerintah,

masyarakat, stakeholder, kalangan pendidik serta semua subsistem bidang pendidikan

yang harus berpartisipasi mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi yang telah diraih. Dari pihak yang disebutkan di atas, dalam pembahasan tulisan ini yang disoroti hanya masalah “guru”, sebab ”guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas ketidakberesan sistem pendidikan”. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa, “pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling diharapkan dapat mereformasi tataran pendidikan.

Guru menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan di sekolah yang lebih baik” Pandangan di atas, rasanya tidak mudah untuk menjadi guru dewasa ini, sebab guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik permasalahan pendidikan di Indonesia. Menjadi guru merupakan profesi yang penuh dengan tantangan. Guru berhadapan dengan tuntutan kualitas profesi, amanah dari orang, masyarakat, pemerintah dan karena guru tetap dianggap memiliki akuntabilatas atas keberhasilan pembalajan akademis siswa. Guru juga berhadapan dengan tuntutan perubahan yang begitu cepat, seperti informasi yang begitu mudah diakses melalui internet yang sudah berang tentu akan mengubah


(3)

aspek-aspek pendidikan konpensional yang selama ini ditekuni. Hal ini, tentu saja akan memaksa para guru untuk mengubah model dan metode belajar – mengajar yang selama ini ditekuni serta materi dan jenis tugas-tugas yang diberikan kepada murid.

Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai dan jelas hal ini ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional. Kualitas guru berdasarkan penelitian Tillar (1995) pada tahun 1995/1996 diketahui bahwa dari 2,17 juta guru SD,SLTP, dan SLTA hanya 27 % yang memenuhi syarat dan selebihnya tidak memenuhi syarat. Yang tidak memenuhi syarat adalah 54% guru SD dan 19% guru SLTP/SLTA.

Masalah lain yang dihadapi yang dihadapi Indonesia terkait dengan guru menyangkat pembinaan dan penempatan mereka sesuai dengan bidang ilmu yang dikuasainya (Haryono, 1992). Penempatan guru untuk menjalankan tugasnya disekolah-sekolah seringkali tidak sesuai dengan bidang ilmu yang menjadi spesifikasinya. Data yang diperoleh dari Sekretariat Jendral Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1990 terdapat sekitar 30 % guru SLTA yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya,sedangkan di SLTP sekitar 40% guru matematika adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan agama dan ilmu sosial lainnya. Hal seperti ini jelas memberikan hasil yang kurang optimal bagi proses belajar mengajar karena guru tersebut belum tentu secara profesional mengusai materi diluar spesifikasinya dan pada akhirnya akan merugikan peserta didik. Selain itu, proses penempatan guru tidak didukung dengan dana yang memadai dan sering memakan waktu yang lama serta tidak dilakukan secara terencana (Soedijarto, 1997)


(4)

Seorang politis Amerika Serikat Hugget (Catty, 2007) mengatakan guru kurang profesional, sedang orang tua menuduh, guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Tuduhan dan protes ini telah merendahkan harkat dan martabat para guru. Masalah lain yang muncul yaitu rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru.

Upaya peningkatan profesionalisme guru harus menyangkut peningkatan kualitas pengetahuannya sekaligus sikapnya. Seorang calon guru harus dibekali dengan pengetahuan dan motivasi yang menyebabkan adanya komitmen terhadap kualitas dirinya, sehingga ia sadar akan perlunya meningkatkan pelayanannya kepada peserta didik melalui ketrampilan mengajarnya dan peningkatan pengetahuannya dengan terus menerus belajar (Bambang, 1999).

Masih lesunya pendidikan di Indonesia sendiri tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah yang tidak konsisten dalam memajukan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini kurangnya penghargaan profesi guru. Banyak faktor-faktor yang melatar belakangi rendahnya penghargaan profesi guru oleh pemerintah diantaranya gaji yang masih sangat rendah dan kecilnya tunjangan. Sehingga itu sangat mempengaruhi kinerja guru itu sendiri yang mengarah pada profesionalisme guru karena banyak ditemukan guru diinstitusi sekolah negeri sering meninggalkan muridnya dengan memberikan tugas. Bahkan banyak guru yang ijin mengajar dengan alasan yang kurang jelas.

Gaji guru diIndonesia yang hanya mencapai rata-rata 1 juta rupiah perbulan, dapat kurang atau lebih sedikit. Jadi, dengan gaji yang diterima, ada sebagian guru yang bercanda " Bagaimana dapat menabung,untuk keperluan hidup saja,sudah habis setengah bulan?" Bagaimana cara untuk menyambung hidup keluarga untuk setengah


(5)

bulan sisanya? Sebagian guru mengakui ada yang mencari objekan diluar tugas mengajar, seperti menjadi guru private menjadi tukang ojek,yang lebih seru lagi harus menjadi tukang kredit, dan lain-lain. Tidak dipungkiri, guru juga menjadi langganan mengambil kredit dibank untuk keperluan perbaikan rumah, anak sekolah, kredit sepeda motor, dan lain-lain. Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang

memprihatinkan itulah, pemerintah Indonesia ingin memberikan Reward berupa

pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima. Harapan kedepan adalah tidak ada lagi guru yang bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah terpenuhi. Akan tetapi, syaratnya tentu saja guru harus lulus ujian sertifikasi, baik guru yang mengajar di sekolah TK, SD, SMP, maupun SMA. (Muslich, 2007).

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia belum bisa dikatakan berhasil. Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan mempunyai peran dan tanggung jawab yang berat untuk mensukseskan tujuan pendidikan nasional. Masih banyak lembaga pendidikan yang tenaga pengajarnya masih belum layak untuk menjadi tenaga pengajar yang professional. Adanya program sertifikasi guru menumbuhkan motivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, namun dilain pihak juga merugikan bagi guru yang notabene memiliki keterbatasan dalam bidang administrasi. Pembenahan system pelaksanaan program sertifikasi harus dilakukan agar dapat lebih berdaya guna. (Depdiknas 2004).

Program sertifikasi ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan profesionalisme guru. Hal itu dapat dilihat dari maraknya kegiatan seminar, lokakarya, simposium maupun sampai diklat pelatihan yang banyak dihadiri atau diikuti oleh guru


(6)

baik dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas swasta dan negeri. Dulu sebelum adanya program sertifikasi didengungkan pemerintah sangat jarang guru yang antusias untuk melakukan kegiatan itu dan sekarang banyak guru yang semangat untuk meneruskan jenjang pendidikan dengan mengikuti program penyetaraan. Diharapkan dengan antusiasme melakukan kegiatan guru menjadi lebih profesional. Karena dengan guru mengikuti program penyetaraan dan kegiatan ilmiah meningkatkan intelektualitas dalam mengajarkan anak didiknya.

Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru gencar dilakukan sertifikasi guru adalah salah satunya. Betapa berharga dan pentingnya guru dalam transformasi pendidikan mulai disadari oleh semua elemen. Hingga mereka para calon guru yang tak lulus dalam uji sertifikasi harus rela dengan lapang dada untuk belajar ulang dengan mengikuti diklat demi meningkatkan kompetensinya. Uji sertifikasi hanya sekedar penyaringan. Setelah disaring, guru mempunyai tugas terberat untuk mengemban amanah mengejar secara lebih demokratis, humanis dan transformatif. Bagaimana komitmen dan spirit guru dalam memfasilitatori peserta didik adalah tantangan tersendiri bagi guru.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.


(7)

Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus,diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Muslich, 2007)

Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua pihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.


(8)

Berkaitan dengan proses belajar mengajar, seorang guru harus dapat mengimplementasikan kurikulum dengan kreatif. Kurikulum harus dipahami secara komprehensif dan disadari sebagai suatu pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Seorang guru tidak boleh terpaku kepada GBPP secara kaku. Ia harus kreatif memodifikasi proses belajar mengajarnya dengan disesuaikan kebutuhan siswa.

Adanya program sertifikasi dari pemerintah diharapkan membangkitkan motivasi para guru dalam meningkatkan profesionalitas guru terutama dalam hal pendapatan. Guru yang lulus sertifikasi dengan otomotis dapat tunjangan profesi. Oleh sebab itu dengan mendapatkan tunjangan profesi profesionalitas dapat naik dengan sendirinya. Kenyataannya masih banyak dilihat diberbagai sekolah negeri dari mulai tingkat dasar sampai sekolah tingkat menengah umum banyak sekali guru yang tidak menjunjung profesionalitas dalam mengajar. Hal ini memicu tidak berkembangnya prestasi belajar siswanya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan rumusan masalah: “Apakah ada hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar?”.Berlandaskan dari rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk menguji secara empirik dengan melakukan penelitian berjudul“ Hubungan antara Persepsi Guru terhadap Sertifikasi dengan Profesionalisme dalam Mengajar.


(9)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.

2. Tingkat persepsi guru terhadap sertifikasi. 3. Tingkat profesionalisme dalam mengajar.

4. Peranan persepsi guru terhadap sertifikasi terhadap profesionalisme dalam

mengajar.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1. Guru

Memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi diri sendiri untuk mengetahui profesionalisme dalam mengajar dan persepsi terhadap sertifikasi yang selama ini dimiliki.

2. Kepala Sekolah

Memberikan informasi empiris mengenai hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar sehingga kepala sekolah mampu memilih pendekatan pembelajaran yang tepat untuk dapat mengimplementasikan manfaat pengujian dalam sertifikasi guru sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.


(10)

3. Departemen pendidikan pemuda dan olahraga

Sebagai sumber informasi dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.

4. Peneliti

Memberikan kontribusi akademis dan hasil empiris sebagai perluasan cakrawala pada ilmu pengetahuan khususnya pada disiplin ilmu psikologi pendidikan tentang hubungan persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.


(1)

bulan sisanya? Sebagian guru mengakui ada yang mencari objekan diluar tugas mengajar, seperti menjadi guru private menjadi tukang ojek,yang lebih seru lagi harus menjadi tukang kredit, dan lain-lain. Tidak dipungkiri, guru juga menjadi langganan mengambil kredit dibank untuk keperluan perbaikan rumah, anak sekolah, kredit sepeda motor, dan lain-lain. Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memprihatinkan itulah, pemerintah Indonesia ingin memberikan Reward berupa pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima. Harapan kedepan adalah tidak ada lagi guru yang bekerja mencari objekan di luar dinas karena kesejahteraannya sudah terpenuhi. Akan tetapi, syaratnya tentu saja guru harus lulus ujian sertifikasi, baik guru yang mengajar di sekolah TK, SD, SMP, maupun SMA. (Muslich, 2007).

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia belum bisa dikatakan berhasil. Guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan mempunyai peran dan tanggung jawab yang berat untuk mensukseskan tujuan pendidikan nasional. Masih banyak lembaga pendidikan yang tenaga pengajarnya masih belum layak untuk menjadi tenaga pengajar yang professional. Adanya program sertifikasi guru menumbuhkan motivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, namun dilain pihak juga merugikan bagi guru yang notabene memiliki keterbatasan dalam bidang administrasi. Pembenahan system pelaksanaan program sertifikasi harus dilakukan agar dapat lebih berdaya guna. (Depdiknas 2004).

Program sertifikasi ternyata cukup ampuh untuk membangkitkan profesionalisme guru. Hal itu dapat dilihat dari maraknya kegiatan seminar, lokakarya, simposium maupun sampai diklat pelatihan yang banyak dihadiri atau diikuti oleh guru


(2)

baik dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas swasta dan negeri. Dulu sebelum adanya program sertifikasi didengungkan pemerintah sangat jarang guru yang antusias untuk melakukan kegiatan itu dan sekarang banyak guru yang semangat untuk meneruskan jenjang pendidikan dengan mengikuti program penyetaraan. Diharapkan dengan antusiasme melakukan kegiatan guru menjadi lebih profesional. Karena dengan guru mengikuti program penyetaraan dan kegiatan ilmiah meningkatkan intelektualitas dalam mengajarkan anak didiknya.

Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru gencar dilakukan sertifikasi guru adalah salah satunya. Betapa berharga dan pentingnya guru dalam transformasi pendidikan mulai disadari oleh semua elemen. Hingga mereka para calon guru yang tak lulus dalam uji sertifikasi harus rela dengan lapang dada untuk belajar ulang dengan mengikuti diklat demi meningkatkan kompetensinya. Uji sertifikasi hanya sekedar penyaringan. Setelah disaring, guru mempunyai tugas terberat untuk mengemban amanah mengejar secara lebih demokratis, humanis dan transformatif. Bagaimana komitmen dan spirit guru dalam memfasilitatori peserta didik adalah tantangan tersendiri bagi guru.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.


(3)

Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan bagus,diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya bagus maka KBM-nya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah mendasari bahwa guru perlu disertifikasi. (Muslich, 2007)

Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua pihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.


(4)

Berkaitan dengan proses belajar mengajar, seorang guru harus dapat mengimplementasikan kurikulum dengan kreatif. Kurikulum harus dipahami secara komprehensif dan disadari sebagai suatu pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Seorang guru tidak boleh terpaku kepada GBPP secara kaku. Ia harus kreatif memodifikasi proses belajar mengajarnya dengan disesuaikan kebutuhan siswa.

Adanya program sertifikasi dari pemerintah diharapkan membangkitkan motivasi para guru dalam meningkatkan profesionalitas guru terutama dalam hal pendapatan. Guru yang lulus sertifikasi dengan otomotis dapat tunjangan profesi. Oleh sebab itu dengan mendapatkan tunjangan profesi profesionalitas dapat naik dengan sendirinya. Kenyataannya masih banyak dilihat diberbagai sekolah negeri dari mulai tingkat dasar sampai sekolah tingkat menengah umum banyak sekali guru yang tidak menjunjung profesionalitas dalam mengajar. Hal ini memicu tidak berkembangnya prestasi belajar siswanya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan rumusan masalah: “Apakah ada hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar?”.Berlandaskan dari rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk menguji secara empirik dengan melakukan penelitian berjudul“ Hubungan antara Persepsi Guru terhadap Sertifikasi dengan Profesionalisme dalam Mengajar.


(5)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.

2. Tingkat persepsi guru terhadap sertifikasi. 3. Tingkat profesionalisme dalam mengajar.

4. Peranan persepsi guru terhadap sertifikasi terhadap profesionalisme dalam mengajar.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1. Guru

Memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi diri sendiri untuk mengetahui profesionalisme dalam mengajar dan persepsi terhadap sertifikasi yang selama ini dimiliki.

2. Kepala Sekolah

Memberikan informasi empiris mengenai hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar sehingga kepala sekolah mampu memilih pendekatan pembelajaran yang tepat untuk dapat mengimplementasikan manfaat pengujian dalam sertifikasi guru sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.


(6)

3. Departemen pendidikan pemuda dan olahraga

Sebagai sumber informasi dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.

4. Peneliti

Memberikan kontribusi akademis dan hasil empiris sebagai perluasan cakrawala pada ilmu pengetahuan khususnya pada disiplin ilmu psikologi pendidikan tentang hubungan persepsi guru terhadap sertifikasi dengan profesionalisme dalam mengajar.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Profesionalisme Mengajar Pada Guru.

0 3 14

PENDAHULUAN Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Profesionalisme Mengajar Pada Guru.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Profesionalisme Mengajar Pada Guru.

0 2 19

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP PROGRAM SERTIFIKASI, MOTIVASI KERJA GURU, IKLIM SEKOLAH Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Program Sertifikasi, Motivasi Kerja, Iklim Sekolah Dengan Kinerja Guru.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP SERTIFIKASI GURU DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP SERTIFIKASI GURU DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI.

0 0 16

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP SERTIFIKASI GURU DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI.

0 0 10

PERBEDAAN MOTIVASI MENGAJAR ANTARA GURU SERTIFIKASI DENGAN GURU NONSERTIFIKASI Perbedaan Motivasi Mengajar Antara Guru Sertifikasi Dengan Guru Nonsertifikasi.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR DENGAN KINERJA GURU Hubungan Antara Persepsi Terhadap Profesionalisme Mengajar Dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar Di Kecamatan Nawangan.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Profesionalisme Mengajar Dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar Di Kecamatan Nawangan.

0 2 9

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Persepsi Terhadap Profesionalisme Mengajar Dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar Di Kecamatan Nawangan.

0 0 4