IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ECOSHOOL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMP.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..…….. i

KATA PENGANTAR ………..……… ii

DAFTAR ISI ……….……….... iv

DAFTAR TABEL ……….……… vi

DAFTAR GAMBAR ……….……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……….. viii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A Latar Belakang Masalah ………. 1

B Rumusan Masalah ……….. 5

C Tujuan Penelitian ……… 6

D Manfaat Penelitian ……….. 6

E Hipotesis ………. 7

F Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 7

BAB II PROBLEM BASED LEARNING (PBL) BERBASIS ECOSCHOOL DAN DIRECT INSTRUCTION (DI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA … 9 A Problem Based Learning ……….. 9

B Direct Instruction ……….. 17

C Ecoschool ……….. 22

D Pengembangan PBL berbasis Ecoschool ……….. 22

E Hasil Belajar ………. 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A Metode dan Desain Penelitian ……….………… 25

B Populasi dan Sampel ……… 26

C Instrumen Penelitian ……… 27

D Prosedur dan Tahap-Tahap Penelitian ………. 34

E Tehnik Analisis Data ……… 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 38

A Hasil Penelitian ……… 37

B Pembahasan ………. ……… 45

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….. 54


(2)

B Rekomendasi………….………. 55

DAFTAR PUSTAKA ………. 57


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ………..………..25

3.2 Rekapitulasi Validitas Tes ……….…….………..….……29

3.3 Rekapitulasi Pembeda Soal ……….….……..………31

3.4 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran ………....32

4.1 Statistik Deskriptif Nilai Pretes dan Postes ……..……….38

4.2 Hasil Normalitas Distribusi …..….………..……….…39

4.3 Hasil Uji Homogenitas 2 Variansi …..………..40

4.4 Hasil Uji t ..………42

4.5 Hasil N-Gain ………..43

4.6 Hasil Belajar Afektif ……….……….44


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian ………35 4.1 Grafik Hasil Uji t ……….42


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1. Silabus ……….59

2. RPP PBL Berbasis Ecoschool ……….60

3. RPP Direct Instruction (DI) ………...………...65

4. Lembar Kegiatan Siswa Bioindikator ………...69

5. Lembar Kegiatan Siswa Penjernihan Air ………....72

6. Lembar Kegiatan Siswa Gunung Berapi ……….73

7. LKS Bumi yang Terancam ………..75

LAMPIRAN B 1. Penilaian (Judgement) Instrument Penelitian ……….……….77

2. Lembar Telaah Butir-Butir Soal Kognitif ………...……….78

3. Kisi-Kisi dan Kartu Soal Pilihan Ganda ……….……....80

4. Format Telaah Instrumen Afektif ………88

5. Lembar Observasi Prilaku diri ………...……….89

6. Format Telaah Butir Soal Psikomotor ……….………...90

7. Lembar Penilaian Psikomotor ……….91

LAMPIRAN C 1. Taraf Kesukaran, Daya Pembeda, dan Validitas Soal ………94

2. Uji Reliabilitas Soal ………..………..95

LAMPIRAN D 1. Daftar Nilai Kognitif Kelompok PBL berbasis ecoschool ……..…... 97

2. Daftar Nilai Kognitif Kelompok Direct Instruction .………..……. ..98

3. Daftar Nilai Afektif Kelompok PBL Berbasis Ecoschool Awal ...99

4. Daftar Nilai Afektif Kelompok PBL Berbasis Ecoschool Akhir ...100

5. Daftar Nilai Afektif Kelompok Direct Instruction Awal …...….101

6. Daftar Nilai Afektif Kelompok Direct Instruction Akhir ...….102

7. Daftar Nilai Psikomotor Kelompok PBL Berbasis Ecoschool ….… 103 8. Daftar Nilai Psikomotor Kelompok Direct Instruction …...…..…104


(6)

LAMPIRAN E

1. Uji Statistika Nilai Kognitif Awal ………....105 2. Uji Statistika Nilai Kognitif Akhir ………..…….111 LAMPIRAN F

1. Dokumentasi Foto-Foto Kegiatan PBL Berbasis Ecoschool ……....117 2. Dokumentasi Foto-Foto Kegiatan Direct Instruction (DI) ………...122


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia lebih banyak menekankan kepada hasil belajar berupa kognitifnya saja. Hal ini terlihat dari pengukuran hasil belajar yang lebih diarahkan pada dimensi akademik dan kemampuan logika saja.

Pengaruh pendekatan yang terlalu kognitif telah mengubah orientasi siswa menjadi semata-mata untuk meraih nilai tinggi. Hal ini dapat mendorong siswa untuk mengejar nilai dengan cara yang tidak jujur (Ratna, 1994).

Padahal seorang pembelajar sejati yang jujur biasanya mempunyai motivasi diri yang kuat, dimana motivasi adalah aspek paling penting dalam memberi dorongan kepada siswa dalam proses belajar. Siswa yang motivasi belajarnya ada, akan senang menghadapi tantangan, berpikir kreatif, dan senantiasa bekerja keras untuk mencari solusinya. Kehausan terhadap ilmu tidak pernah terpuaskan, sehingga ia akan terus menerus mencari tahu tentang ilmu yang dipelajarinya. Ia akan menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan.

Situasi pembelajaran biologi juga dapat semakin merumitkan permasalahan bila dalam kegiatannya para siswa tidak melihat keterkaitan dengan kehidupan nyata. Padahal, abad ke 21 ini ditandai oleh perubahan yang begitu cepat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan laju perubahan ini akan jauh


(8)

lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan abad sebelumnya. Agar dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah, pendidik harus mampu menciptakan model pembelajaran yang efektif dan kreatif dalam mencari solusi masalah, sementara siswa selalu mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar.

Direct Instruction (DI) dan Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang mendekati karakteristik di atas. Terdapat dua kegiatan penting dalam melaksanakan Direct Instruction (DI) yaitu tugas perencanaan dan tugas-tugas interaktif. Pada tugas perencanaan ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru yaitu memilih isi, melakukan analisis tugas, merumuskan tujuan dan merencanakan waktu dan ruang, sedangkan tugas–tugas interaktif berkaitan dengan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas, yaitu menginformasikan tujuan dan menyiapkan siswa presentasi dan demontrasi, serta menyediakan latihan terbimbing.

Evaluasi merupakan tujuan yang berkaitan dengan Direct Instruction (DI), berpusat pada tes kertas dan pena untuk mengukur pengetahuan deklaratif dan berbagai macam tes kinerja untuk mengukur perkembangan keterampilan. Bentuk-bentuk tes yang dapat diberikan biasanya berupa tes kertas dan pena, tes kinerja, menulis portofolio dan jurnal, serta pemberian tugas rumah atau proyek.

Untuk menilai kinerja siswa, guru dapat meminta tiap siswa untuk menilai kinerja mereka masing-masing dengan menunjukkan kriteria atau rambu-rambu bagi kegiatan tertentu. Belajar bagaimana menilai keberhasilan kinerjanya sendiri dan memberikan umpan balik kepada dirinya sendiri merupakan hal penting yang perlu dipelajari oleh siswa. Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa


(9)

untuk menilai kinerja teman sebayanya dan membandingkannya dengan hasil kinerjanya sendiri. Guru dapat menekankan pentingnya pemonitoran diri dan penetapan tujuan dan tidak menjadi puas hanya dengan umpan balik positif dari guru. Model ini dapat meningkatkan ranah kognitif siswa dengan baik, tapi untuk peningkatan psikomotor dan afektif dinilai masih kurang berhasil oleh guru-guru di salah satu SMPN Kabupaten Bandung.

Dengan keterbatasan Direct Instruction (DI) yang telah dikemukakan di atas, maka guru-guru di salah satu SMPN Kabupaten Bandung tersebut mencoba untuk melaksanakan model pembelajaran yang melibatkan siswa lebih aktif (student centered).

Salah satu model pembelajaran yang berciri konstruktivis, student centered dan menekankan pada learning adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini menerapkan prinsip bahwa pembelajaran biologi merupakan proses aktif. Dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dapat dikatakan proses aktif, karena guru dan siswa tertantang untuk memecahkan suatu permasalahan aktual dan nyata.

Secara garis besar Problem Based Learning (PBL) terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan. Peranan guru dalam Problem Based Learning (PBL) adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. Problem Based Learning (PBL) diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang


(10)

menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing. Adapun ciri-ciri utama Problem Based Learning (PBL) meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama serta menghasilkan karya atau peragaan.

Suatu pembelajaran yang berorientasi kepada Problem Based Learning (PBL) dikatakan berhasil apabila timbul perubahan hasil belajar siswa ke arah positif yang didalamnya terkandung ranah kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Konteks ini pada dasarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran, memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apabila seorang guru menjadi dominator kegiatan pembelajaran di kelas, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar, untuk mewujudkan tanggungjawab tersebut guru harus selalu proaktif dan responsif terhadap semua fenomena-fenomena yang dijumpai di kelas. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggung jawab dan berperan aktif dalam melakukan pembaharuan pendidikan serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran di kelasnya.

Guru-guru biologi di salah satu SMPN Kabupaten Bandung telah menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) saat menyampaikan materi Pencemaran Lingkungan pada tahun ajaran 2005/2006 sampai dengan sekarang, meskipun tidak melakukan penelitian, namun menurut pengamatan 2 orang guru biologi yang mengajar di kelas VII, model ini cukup


(11)

berhasil dalam meningkatkan prestasi belajar siswa (kognitif) dan psikomotor, namun sisi peningkatan afektif masih kurang berhasil, hal ini dapat terlihat dari kurangnya sikap kepedulian siswa terhadap penataan lingkungan sekolah meski sering diingatkan saat materi pencemaran lingkungan disampaikan. Penyebabnya diduga siswa mendapatkan materi pencemaran lingkungan secara global bukan bersumber dari lingkungan sekitar SMPN tersebut. Penyebab lainnya berupa belum diterapkannya muatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di sekolah-sekolah yang berada di kawasan Kabupaten Bandung. Sehingga pada kesempatan penyampaian materi Pencemaran Lingkungan ini peneliti berkeinginan mengimplementasikan Problem Based Learning (PBL) dengan menggunakan lingkungan sekitar salah satu SMPN Kabupaten Bandung tersebut sebagai sumber pembelajaran, model pembelajaran seperti ini selanjutnya peneliti istilahkan sebagai model Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool, melalui model ini diteliti peningkatan hasil belajar siswa yaitu peningkatan dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor, diharapkan model Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool dapat membuat siswa bersikap kritis terhadap lingkungan SMPN tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ” Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran biologi setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool?”


(12)

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan kognitif siswa dalam pembelajaran biologi setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool?

2. Bagaimana peningkatan afektif siswa dalam pembelajaran biologi setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool?

3. Bagaimana peningkatan psikomotor siswa dalam pembelajaran biologi setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi peningkatan kognitif siswa dalam pembelajaran biologi setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. 2. Mengidentifikasi peningkatan afektif siswa dalam pembelajaran biologi

setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. 3. Mengidentifikasi peningkatan psikomotor siswa dalam pembelajaran biologi

setelah menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk:

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi Pencemaran Lingkungan melalui Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. 2. Memberi alternatif pembelajaran biologi pada materi Pencemaran Lingkungan


(13)

E. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: ”Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool dengan siswa yang menggunakan Direct Instruction (DI).”

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool, sedangkan variabel terikatnya adalah peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran.

2. Definisi Operasional

Agar lebih fokus dan memperjelas ruang lingkup penelitian, berikut dijelaskan definisi-definisi oeprasional yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang

berlandaskan pada masalah autentik dimana siswa dihadapkan dengan permasalahan yang memotivasi semangat belajarnya. Dilaksanakan pada setiap pertemuan pada kelompok eksperimen.

2. Ecoschool adalah perbuatan yang dikenakan pada lingkungan sekolah untuk menerapkan pengetahuan tertentu. Pada pelaksanaannya dimodifikasi dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada kelas eksperimen 3. Direct Instruction (DI) merupakan model pembelajaran yang membantu siswa


(14)

mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi selangkah demi selangkah pada materi Pencemaran Lingkungan. Model pembelajaran ini dilaksanakan pada setiap pertemuan pada kelompok kontrol.

4. Kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah yang ada di lapangan. Nilai yang diperoleh siswa dari tes kognitif berbentuk pilihan ganda pada materi Pencemaran Lingkungan yang mencakup tingkat kognitif C1 (mengingat), C2 (pemahaman), dan C3 (aplikasi). Soal tes kognitif hanya menyangkut tingkat kognitif C1, C2 dan C3 mengingat siswa kelas VII masih berada dalam masa peralihan tingkat perkembangan kognitif dari tingkat operasional konkret ke operasional formal. 5. Afektif adalah watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai.

Kemampuan afektif dijaring melalui lembar observasi prilaku diri yang berisi sejumlah kriteria yang berkaitan dengan prilaku siswa sehari-hari untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan sekolah dengan opsi ya dan tidak.

6. Psikomotor adalah kemampuan yang berkaitan dengan gerak yang

terkoordinasi dalam susunan saraf dalam otak atau pikiran. Kemampuan psikomotor dijaring melalui lembar penilaian kinerja yang


(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment (Wiersma 1994:132), dengan desain static group pretes-postes design (Fraenkel & Wallen, 2006). Menurut Wiersma penelitian quasi eksperimen adalah penelitian yang menggunakan kelompok subjek secara utuh dalam eksperimen yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas dan tidak mengontrol semua variabel yang ada.

Penelitian dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan setara, satu kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen, melibatkan dua orang guru. Pada kelompok eksperimen menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan Direct Instruction (DI).

2. Desain Penelitian

Bentuk desain penelitian yang digunakan mengikuti pola sebagai berikut: Tabel 3.1

Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Postest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan: O1 : Pretes O2 : Postes


(16)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMPN Kabupaten Bandung, semester genap tahun ajaran 2008/2009 sebanyak 5 kelas. Penentuan sekolah sebagai tempat penelitian karena memliki guru yang kompeten dalam melaksanakan variasi model pembelajaran. Populasi menurut Sugiyono, (2004:55) adalah objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.

Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara cluster (Ruseffendi, 1994:47). Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak dua kelas untuk mengetahui kemampuan belajar siswa di kelas eksperimen dan kontrol dalam pembelajaran biologi pada konsep pencemaran, sehingga sampel dalam penelitian ini ada dua kelas yaitu kelas VII B (kelas eksperimen) sebanyak 30 siswa dan kelas VII C (kelas kontrol) sebanyak 30 siswa. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan Direct Instruction (DI). Penentuan kelas yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1.Menetapkan kriteria pengambilan sampel sebagai berikut: a. Kelompok pertama sebagai kelompok eksperimen. b.Kelompok kedua sebagai kelompok kontrol.

2.Membuat gulungan-gulungan kertas yang berisi abjad dari tiap kelas kemudian dimasukkan ke dalam tempat yang diberi lubang.


(17)

4.Hasil yang diperoleh adalah:

a. Kelas VIIB sebagai kelompok eksperimen. b.Kelas VIIC sebagai kelompok kontrol.

Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pemutaran foto-foto pencemaran yang terjadi di sekitar sekolah, percobaan penjernihan air kekuningan yang berada di WC siswa dan pemberian tugas untuk mengobservasi pencemaran yang terjadi di sekolah serta solusi yang dapat diberikan atas masalah pencemaran tersebut yang dituangkan dalam CD dan karya tulis (proyek). Sementara kelas kontrol diberi perlakuan berupa pemutaran foto-foto pencemaran umum, percobaan penjernihan air kotor (yang dicampur dengan tanah) dan pemberian tugas kliping pencemaran yang terjadi di mana saja.

C. Instrumen Penelitian 1.Tes Kognitif

Tes kognitif terdiri dari pretes dan postes, berbentuk pilihan ganda. Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat kognitif siswa pada materi Pencemaran Lingkungan. Ranah kognitif yang diukur dalam soal-soal Pencemaran Lingkungan dalam penelitian ini mulai dari C1, C2 dan C3, yakni aspek ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3). Soal pilihan ganda yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 butir soal. Sebelum digunakan dalam penelitian, seperangkat butir soal tersebut sudah diujicobakan pada siswa kelas VIII di salah satu SMPN Kabupaten Bandung. Dari 37 soal yang diujicobakan diperoleh 20 soal yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan instrumen penelitian.


(18)

Langkah-langkah penyusunan tes kognitif adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan kisi-kisi soal yang tercakup dalam materi Pencemaran Lingkungan. b. Menyusun soal beserta kunci jawaban.

c. Soal dan kunci jawaban yang telah disusun di judgement oleh dosen pembimbing dan dosen ahli, hal ini bertujuan untuk mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan soal, dan kesesuaian soal dengan kunci jawaban.

d. Melakukan uji coba soal yang telah di judgement kepada siswa yang telah menerima materi Pencemaran Lingkungan. Sebelum digunakan dalam penelitian, seperangkat butir soal tersebut telah diujicobakan pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Bandung untuk mengetahui tingkat kesukaran, validasi, reliabilitas, daya pembeda, juga keterbacaan soal serta waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal secara keseluruhan.

e. Berkenaan dengan kualitas tes ini, Soewardi (1987) menjelaskan bahwa soal-soal yang baik harus memiliki kriteria:

1) Validitas

Suatu alat ukur dinyatakan valid apabila benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

2) Reliabilitas

Alat ukur dinyatakan reliabel bila senantiasa memberikan hasil yang sama setiap kali diterapkan pada situasi dan obyek yang sama.


(19)

4) Memiliki tingkat kesukaran yang memadai.

Selanjutnya melakukan perhitungan analisa soal dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menguji indeks validitas

Untuk menguji validitas tiap butir soal, dipakai rumus sebagai berikut: v.i = (RH –RL)

n (Soewardi, 1987) Keterangan:

RH= jumlah testee pada kelompok tinggi yang dapat menjawab betul

RL= jumlah testee pada kelompok rendah yang dapat menjawab betul

v.i = validity index n = 27% X N N = jumlah testee Kriteria penafsiran indeks validitas adalah: 0,00 – 0,20 : indeks validitas rendah 0,21 – 0,40 : indeks validitas cukup 0,41 – 0,70 : indeks validitas baik

0,71 - .... : indeks validitas baik sekali

Setelah dilakukan penghitungan maka diperoleh validitas tiap butir soal seperti pada tabel 3.2 berikut (selengkapnya lihat Lampiran C)

Tabel 3.2

Rekapitulasi Validitas Tes

No Interpretasi

Validitas Nomor Soal Jumlah Persentase (%)

1 Sangat baik 4, 11, 12, 13 4 20

2 Baik 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20


(20)

2) Menguji reliabilitas soal

Untuk menguji reliabilitas soal digunakan rumus Kuder Richardson 20. k 2n ∑ (WL +WH) - ∑ (WL+ WH)2

KR20 = --- 1 - --- k – 1 0,667 (∑(WL –WH)

Keterangan:

KR20 = Koefisien Reliabilitas k = jumlah item

n = 27% x N

WL = jumlah testee kelompok rendah yang menjawab salah WH = jumlah testee kelompok tinggi yang menjawab salah Kriteria penafsiran nilai KR20 adalah:

0,00 – 0,20 = reliabilitas rendah 0,21 – 0,40 = reliabilitas cukup 0,41 – 0,70 = reliabilitas tinggi

0,71 - .. ... = reliabilitas sangat tinggi

Setelah dilakukan penghitungan maka diperoleh Nilai KR20 adalah 0,79, karena 0,79 > 0,71 maka reliabilitas soal sangat tinggi.

3) Menguji daya pembeda soal

Untuk menguji daya pembeda soal digunakan rumus : i. Menghitung PH

PH = RH x 100%

NH (Soewardi, 1987)

Keterangan:

PH = Persentase jumlah kelompok tinggi yang betul RH = Jumlah testee pada kelompok tinggi yang dapat

menjawab betul

NH = 27% dari jumlah testee yang diambil dari urutan nilai yang tertinggi

ii. Menghitung PL PL = RL x 100%


(21)

Keterangan:

PL = Persentase jumlah kelompok rendah yang Betul

RL = Jumlah testee pada kelompok rendah yang dapat menjawab betul

NL = 27% dari jumlah testee yang diambil dari urutan nilai yang terendah

iii. Menentukan rbis untuk mengetahui pembeda soal.

Penentuan rbis ini menggunakan total normalized biserial coefficient. Kriteria penafsiran nilai rbis adalah jika rbis > 0,2 termasuk ke dalam soal yang daya pembedanya baik. Jika nilai rbis negatif termasuk ke dalam soal yang daya pembedanya jelek (Soewardi, 1987).

Setelah dilakukan penghitungan maka diperoleh daya pembeda tiap butir soal seperti pada tabel 3.3 berikut (selengkapnya lihat Lampiran C)

Tabel 3.3

Rekapitulasi Pembeda Soal

No Interpretasi rbis Nomor Soal Jumlah Persentase (%) 1 Baik 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

20 100

4) Menguji tingkat kesukaran

Digunakan rumus sebagai berikut: P = RH + RL x 100%

(NH + NL) (Soewardi, 1987)

Keterangan:

P = Tingkat kesukaran yang diukur

RH = Jumlah testee pada kelompok tinggi yang dapat menjawab betul

RL = Jumlah testee pada kelompok rendah yang dapat menjawab betul

NH = 27% dari jumlah testee yang diambil dari

urutan nilai yang tertinggi NL = 27% dari jumlah testee yang diambil dari


(22)

Kriteria soal dinyatakan mempunyai tingkat kesukaran yang memadai jika P = 10% < P < 90%.

Setelah dilakukan penghitungan maka diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal seperti pada tabel 3.4 (selengkapnya lihat Lampiran C)

Tabel 3.4

Rekapitulasi Tingkat Kesukaran

No Interpretasi P Nomor Soal Jumlah Persentase (%) 1 Memadai 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

20 100

2. Afektif (Lembar Observasi)

Menurut Depdiknas (2004:24) lembar observasi biasanya hanya memiliki dua pilihan, yaitu: “ya” atau “tidak”. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan prilaku diri siswa, untuk mengetahui aktivitas, sikap atau keyakinan siswa. Checklist atau daftar cek merupakan daftar yang berisi prilaku yang diterapkan siswa. Checklist atau daftar cek merupakan daftar yang berisi aspek-aspek yang diamati, checklist dapat menjamin bahwa peneliti dapat mencatat tiap-tiap kejadian sekecil apapun yang dianggap penting (Depdiknas, 2004:26). Teknik pengolahan data afektif dilakukan dengan menggunakan persentase jumlah tanggapan siswa.

Langkah penyusunan lembar observasi prilaku diri siswa adalah menyusun kisi-kisi angket dan konsultasi dengan pembimbing. Konsultasi dengan pembimbing, penilaian oleh dosen ahli dan teman sejawat dilakukan untuk


(23)

yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan (komunikatif), pertanyaan/ pernyataan jelas, tidak samar-samar dan tidak bias, format instrumen mudah untuk dibaca, dan ada kesesuaian indikator dengan butir pernyataan.

3. Psikomotor (Lembar Penilaian)

Menurut Depdiknas (2004:14) cara menyusun lembar penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

a. Mencermati indikator.

b. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan.

c. Menuliskan aspek keterampilan dalam bentuk pernyataan ke dalam tabel.

d. Membaca berulang-ulang lembar unjuk kerja untuk meyakinkan bahwa instrumen yang ditulis sudah tepat.

e. Meminta teman sejawat/ pakar dalam bidang yang diukur untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis itu untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah difahami oleh orang lain.

Langkah d adalah upaya penulis agar instrumen itu memiliki validitas isi tinggi, sedangkan langkah e adalah upaya penulis agar instrumen memiliki reliabilitas tinggi (Depdiknas, 2004:15).

Contoh penskoran menurut Depdiknas (2004:26) apabila instrumen penelitian mempunyai 9 butir soal untuk mengukur kemampuan psikomotor seorang siswa adalah sebagai berikut, jika seluruh butir dilakukan dengan


(24)

ada 3 butir yang mencapai skala 4, 5 butir mencapai skala 3 dan 1 butir memperoleh skala 1 karena tidak dikerjakan, maka skor yang diperoleh siswa tersebut = (3 x 4) + (5 x 3) + (1 x 1) = 28. Seorang siswa yang gagal akan memperoleh skor 9, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 36. Maka median skornya adalah (9 + 36) / 2 = 22,5.

Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor: 9 – 15 : gagal

16 – 22 : kurang berhasil 23 – 29 : berhasil

30 – 36 : sangat berhasil

Dengan demikian siswa dengan skor 28 dapat dinyatakan berhasil.

D. Prosedur dan Tahap-Tahap Penelitian 1. Persiapan

a. Melakukan observasi di salah satu SMPN Bandung untuk mengetahui keadaan siswa kelas VII.

b. Membuat proposal penelitian dengan bantuan dari dosen pembimbing. c. Membuat RPP yang akan digunakan saat pelaksanaan penelitian.

d. Melakukan uji coba soal yang akan dijadikan sebagai instrumen penelitian. e. Perbaikan dan perbanyakan soal

2. Pelaksanaan

a. Memberikan tes awal (pretes) terhadap subjek penelitian untuk mengetahui tingkat kognitif dan afektif siswa sebelum melakukan pembelajaran.

b. Melaksanakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol sebagai kelas


(25)

pembanding menggunakan model pembelajaran Direct Instruction (DI). c. Memberikan tes akhir (postes) kepada subjek penelitian.

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Laporan

Mengolah data hasil penelitian, kemudian melakukan analisis dan membahas hasil penelitian, menarik kesimpulan dan menyusun laporan penelitian.

Tahapan penelitian dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini.

Gambar 3.1 Alur Penelitian Kajian Teoritis

Studi tentang pencemaran secara umum dan yang terjadi di sekolah serta pengembangannya

Penyusunan instrumen : tes kognitif, lembar observasi prilaku dan lembar penilaian kinerja

Uji coba dan Validasi

Revisi

Pretes

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Perlakuan test Perlakuan test + Pengembangan

Postes

Membandingkan hasil perolehan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen

Kesimpulan


(26)

E. Tehnik Analisis Data

1. Analisis Data Secara Statistik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dari data yang diolah dilakukan dengan uji chi kuadrat. Bila kedua kelompok sampel ternyata χ2 hit < χ2 daf, maka kedua kelompok data berdistribusi normal.

b. Tes Homogenitas

Untuk mengetahui homogenitas kedua kelompok data dilakukan tes homogenitas 2 variansi. Jika diketahui F hitung < F daftar, maka kedua kelompok data homogen.

c. Pengujian Hipotesis dengan Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan dan peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata.

Hipotesis yang diuji Ho :

H1 :

Dalam penelitian ini sebaran data normal dan homogen, jumlah sampel ≤ 30, maka uji statistik yang digunakan adalah uji t.


(27)

d. Gain Ternormalisasi

Untuk melihat perbedaan penguasaan konsep siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain skor ternormalisasi:

(Meltzer, 2002:1260)

Keterangan:

Kategori:

Tinggi : g > 0,7 Sedang :

Rendah : g < 0,3

2. Pengolahan Data Kualitatif

Analisis data secara kualitatif dilakukan terhadap lembar observasi prilaku diri siswa, dan lembar penilaian kinerja siswa. Data observasi prilaku diri siswa disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui kecenderungan jawaban siswa secara keseluruhan. Data hasil lembar penilaian siswa dinilai secara kualitatif, selanjutnya dikonversikan dalam bentuk data kuantitatif untuk menarik kesimpulan kecenderungan aktivitas siswa secara keseluruhan.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, kemampuan kognitif siswa lebih meningkat setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan perolehan rata-rata nilai postes kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil perhitungan akhir kognitif, diketahui bahwa pada taraf signifikan 1% hasil yang didapat adalah t hitung > t daftar, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, artinya penggunaan Problem Based Learning (PBL) Berbasis Ecoschool dan Direct Instruction (DI) mempunyai perbedaan signifikan.

Kedua, kemampuan afektif siswa kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool mempunyai selisih rata-rata presentase lebih besar daripada selisih rata-rata persentase kelompok kontrol yang menggunakan Direct Instruction (DI).

Ketiga, kemampuan psikomotor siswa kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool mempunyai selisih rata-rata jumlah skor lebih besar daripada selisih


(29)

rata-rata jumlah skor kelompok kontrol yang menggunakan Direct Instruction (DI).

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, beberapa hal direkomendasikan kepada beberapa pihak terkait.

Kepada guru biologi, model pembelajaran yang dinilai lebih sesuai untuk digunakan saat materi Pencemaran Lingkungan disampaikan adalah Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. Tetapi pada materi lain, terutama materi yang memerlukan banyak informasi dari guru, penerapan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool ini jangan dilakukan terus-menerus. Penulis menilai penggunaan Direct Instruction (DI) pada pembelajaran biologi perlu dilaksanakan sewaktu-waktu, apalagi terhadap materi pembelajaran yang sifatnya memerlukan penyampaian informasi lebih dari seorang guru kepada siswanya. Oleh karena itu, agar kedua model pembelajaran ini dapat digunakan secara efektif maka sebaiknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan kedua model pembelajaran tersebut perlu diperhatikan dengan baik. Penggabungan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan inovasi pembelajaran.

Kepada peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang skala sikap ilmiah siswa pada materi Pencemaran Lingkungan. Sebelum kegiatan pembelajaran sebaiknya siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi dari lingkungan seputar sekolah untuk meningkatkan minat dan pemahaman konsep yang akan dipelajari. Masalah


(30)

terbatasnya waktu dalam pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool hendaknya diperhatikan oleh guru, bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool ini memerlukan waktu yang lebih banyak, sebaiknya para guru mengatur alokasi waktu dengan tepat.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1998). Mengajar IPA dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud P2LPTK.

Arends. (1997). Classroom Instruction and Management. USA: Mc.Graw-Hill. Joyce, Bruce; Weil, Marsha, and Showers, Bweverly. (1992). Models of Teaching.

Fourth Edition. Boston. Allyn and Bacon.

Centre for Teaching, Learning and Scholarship (CTLS), (2001). Background of Problem-Based Learning. Tersedia pada http://www.samford.edu./ctls/pbl

process. Diakses tanggal 12 Maret 2008.

Dahar, R.W. (1994). Berbagai Permasalahan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di LPTK. Ujung Pandang: Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA III.

Dasna dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada http://www.lubisgrafura.wordpress.com.2007/09/19/pembelajaran-berbasis- masalah. Diakses tanggal 26 Maret 2008.

Dayakisni, T & Hudaniyah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Kognitif. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Afektif. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Psikomotor. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,.(2006). How to Design and Evaluate Research in Education. London: Mc. Graw Hill, Inc.

Killen, Roy. (1998). Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, 2ndEdition, Australia: Social Science Press.

Komalaningsih S. (2007). Problem-Based Learning. Makalah pada mata kuliah Pengajaran Biologi Sekolah Lanjut (tidak dipublikasikan).

Lang H.R. dan Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teacing. 1st edition. USA: Pearson Educatin, Inc.


(32)

Meltzer, D.E (2002). The Relationship Between Mathemathics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Journal of am J Phys. 70 (12) 1260.

Nur, M. (2000). PBL dan Pembelajaran Langsung. Surabaya: University Press. Nurhasnah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah pada Sistem Respirasi untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Russefendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Slavin, Robert E. (2003). Educational Psychology: Theory and Practice, 7thEdition, Boston: John Hopkins University.

Soewardi. (1987). Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Sinar Baru. Suparno. (1997). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Problem-Based

Learning, Especially in the Context of Large Classes. Tersedia pada http://www.udel.edu./pbl/cte/spr96-nutr.html. Diakses tanggal 12 Maret 2008. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius (Anggota IKAPI).

Wiersma, W. (1994). Research Methods In Education. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.


(1)

d. Gain Ternormalisasi

Untuk melihat perbedaan penguasaan konsep siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain skor ternormalisasi:

(Meltzer, 2002:1260)

Keterangan:

Kategori:

Tinggi : g > 0,7 Sedang :

Rendah : g < 0,3

2. Pengolahan Data Kualitatif

Analisis data secara kualitatif dilakukan terhadap lembar observasi prilaku diri siswa, dan lembar penilaian kinerja siswa. Data observasi prilaku diri siswa disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui kecenderungan jawaban siswa secara keseluruhan. Data hasil lembar penilaian siswa dinilai secara kualitatif, selanjutnya dikonversikan dalam bentuk data kuantitatif untuk menarik kesimpulan kecenderungan aktivitas siswa secara keseluruhan.


(2)

54 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, kemampuan kognitif siswa lebih meningkat setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata nilai postes kelas eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan perolehan rata-rata nilai postes kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil perhitungan akhir kognitif, diketahui bahwa pada taraf signifikan 1% hasil yang didapat adalah t hitung > t daftar, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, artinya penggunaan

Problem Based Learning (PBL) Berbasis Ecoschool dan Direct Instruction (DI) mempunyai perbedaan signifikan.

Kedua, kemampuan afektif siswa kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool mempunyai selisih rata-rata presentase lebih besar daripada selisih rata-rata persentase kelompok kontrol yang menggunakan Direct Instruction (DI).

Ketiga, kemampuan psikomotor siswa kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool mempunyai selisih rata-rata jumlah skor lebih besar daripada selisih


(3)

rata-rata jumlah skor kelompok kontrol yang menggunakan Direct Instruction (DI).

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, beberapa hal direkomendasikan kepada beberapa pihak terkait.

Kepada guru biologi, model pembelajaran yang dinilai lebih sesuai untuk digunakan saat materi Pencemaran Lingkungan disampaikan adalah Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool. Tetapi pada materi lain, terutama materi yang memerlukan banyak informasi dari guru, penerapan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool ini jangan dilakukan terus-menerus. Penulis menilai penggunaan Direct Instruction (DI) pada pembelajaran biologi perlu dilaksanakan sewaktu-waktu, apalagi terhadap materi pembelajaran yang sifatnya memerlukan penyampaian informasi lebih dari seorang guru kepada siswanya. Oleh karena itu, agar kedua model pembelajaran ini dapat digunakan secara efektif maka sebaiknya faktor yang mempengaruhi keberhasilan kedua model pembelajaran tersebut perlu diperhatikan dengan baik. Penggabungan kedua model pembelajaran tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan inovasi pembelajaran.

Kepada peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang skala sikap ilmiah siswa pada materi Pencemaran Lingkungan. Sebelum kegiatan pembelajaran sebaiknya siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi dari lingkungan seputar sekolah untuk meningkatkan minat dan pemahaman konsep yang akan dipelajari. Masalah


(4)

56 terbatasnya waktu dalam pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool hendaknya diperhatikan oleh guru, bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) berbasis ecoschool ini memerlukan waktu yang lebih banyak, sebaiknya para guru mengatur alokasi waktu dengan tepat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1998). Mengajar IPA dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud P2LPTK.

Arends. (1997). Classroom Instruction and Management. USA: Mc.Graw-Hill. Joyce, Bruce; Weil, Marsha, and Showers, Bweverly. (1992). Models of Teaching.

Fourth Edition. Boston. Allyn and Bacon.

Centre for Teaching, Learning and Scholarship (CTLS), (2001). Background of Problem-Based Learning. Tersedia pada http://www.samford.edu./ctls/pbl

process. Diakses tanggal 12 Maret 2008.

Dahar, R.W. (1994). Berbagai Permasalahan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di LPTK. Ujung Pandang: Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA III.

Dasna dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia pada http://www.lubisgrafura.wordpress.com.2007/09/19/pembelajaran-berbasis- masalah. Diakses tanggal 26 Maret 2008.

Dayakisni, T & Hudaniyah. (2006). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Kognitif. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Afektif. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Penilaian Psikomotor. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fraenkel, R.J, & Wallen, N.C,.(2006). How to Design and Evaluate Research in Education. London: Mc. Graw Hill, Inc.

Killen, Roy. (1998). Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice, 2ndEdition, Australia: Social Science Press.

Komalaningsih S. (2007). Problem-Based Learning. Makalah pada mata kuliah Pengajaran Biologi Sekolah Lanjut (tidak dipublikasikan).

Lang H.R. dan Evans, D.N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective Teacing. 1st edition. USA: Pearson Educatin, Inc.


(6)

58 Meltzer, D.E (2002). The Relationship Between Mathemathics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Journal of am J Phys. 70 (12) 1260.

Nur, M. (2000). PBL dan Pembelajaran Langsung. Surabaya: University Press. Nurhasnah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah pada Sistem Respirasi untuk

Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Russefendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Slavin, Robert E. (2003). Educational Psychology: Theory and Practice, 7thEdition, Boston: John Hopkins University.

Soewardi. (1987). Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Sinar Baru. Suparno. (1997). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Problem-Based

Learning, Especially in the Context of Large Classes. Tersedia pada http://www.udel.edu./pbl/cte/spr96-nutr.html. Diakses tanggal 12 Maret 2008. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius (Anggota IKAPI).

Wiersma, W. (1994). Research Methods In Education. Massachusetts: A Simon and Schuster Company.