INTRODUKSI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) HAMA BUAH KAKAO DI KENAGARIAN SIKUCUR, KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM, KABUPATEN PADANG PARIAMAN.

INTRODUKSI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
HAMA BUAH KAKAO DI KENAGARIAN SIKUCUR,
KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM, KABUPATEN
PADANG PARIAMAN

SKRIPSI

Oleh
WINANDA YUHENDRI
0910212196

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

INTRODUCTION OF INTEGRATED PEST MANAGEMENT
(IPM) FOR COCOA POD PESTS IN SIKUCUR VILLAGE, V
KOTO KAMPUNG DALAM, PADANG PARIAMAN

Abstract


The objectives of research were to study the technology of IPM
(Integrated Pest Management) for controlling pests on cocoa pods in cocoa
plantations in the Padang Pariaman district. The research was conducted in the
form of an experiment on cocoa plantation in Sikucur village. The criteria used in
determining the sample location were cocoa plantation older than four years and
had produced fruits. The treatments used were IPM and conventional. IPM
strategy covered pruning, fertilizing, frequent harvesting, and sanitation, making
black ant nests, and using fero Cocoa Pod Borer trap. The conventional treatments
based on farmers practice. Paramenters measured were the percentage of cocoa
plants infected, the percentage of cocoa pods infected, and the intensity of the
cocoa fruit pest damage. IPM treatment could suppress Cocoa Fruit borer (CPB)
and Ladybug Vacuum Fruit Cocoa (LVFc) attacts. The percentage of plants
attacked by CPB and LVFc on IPM treatment was 21,11% and 28,89%. The
intensity of the CPB and LVFc attack on IPM treatment was 26,96% and 5,74%.
Whereas the percentage of infected plants by CPB and LVFc on conventional
treatment were 61,11% and 61,48%. The intensity CPB dan LVFc attack on
conventional treatment was 62,44% and 27,09%. Attack rate in the IPM treatment
was lower than in the conventional one.
Keywords : IPM, conventional, attact rate, cocoa fruit pests


BAB I
PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.)

merupakan tanaman perkebunan yang

mempunyai peranan penting bagi perekonomian nasional khususnya dalam
penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Luas areal
kakao di Indonesia mencapai 1.462.000 ha dengan produktivitasnya mencapai
1.315.800 ton/ha/th. Hampir 90% dari luas areal kakao di Indonesia merupakan
perkebunan rakyat (Karmawati et al., 2010).
Kakao di Sumatera Barat merupakan komoditas ekspor ketiga setelah
kelapa sawit dan karet. Percepatan pengembangan kebun kakao di Sumatera Barat
telah dilakukan semenjak tahun 2005 yang lalu. Berdasarkan program
pengembangan tersebut, pemerintah dan masyarakat bertekad menjadikan
Sumatera Barat sebagai sentra produksi kakao di Kawasan Indonesia Barat (KIB).
Perkembangan luas tanam kakao dari tahun ketahun di Sumatera Barat sangat
pesat. Pada tahun 2004 luas tanam kakao hanya 13.197 ha dan akhir tahun 2009

sudah mencapai >82.450 ha (Disbun, 2010).
Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah satu kabupaten yang
dijadikan sebagai

pusat pengembangan produksi kakao di Sumatera Barat.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pertanian Kabupaten Padang
Pariaman pada tahun 2010, lahan produktif 9.587,00 ha dengan produksi
11.220,00 ton. Data terbaru tahun 2012 jumlah lahan produktif adalah 7.491 ha
dengan produksi 7.379,30 ton.
Kehilangan hasil pada kakao akibat serangan OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman) di lapangan merupakan kendala yang cukup dominan pada
budidaya kakao di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka serangan
OPT itu sendiri maupun dari besarnya angka input biaya pengendalian dalam
pengelolaan tanaman kakao. Kerugian hasil akibat serangan hama dan penyakit
kakao setiap tahunnya mencapai 30-40%, sedangkan biaya pengendalian hama
dan penyakit di perkebunan kakao di Indonesia rata-rata sebesar 40% dari
komponen biaya produksi (Sulistyowati et al., 2003).

Penelitian mengenai hama yang menyerang buah kakao di Sumatera Barat

sebelumnya telah dilakukan. Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha
cramerella dan Kepik Penghisap Buah Kakao (KPBk), Helopeltis spp. adalah
hama utama yang menyerang buah kakao. Menurut Prawoto (1995) dalam
Handayani (2013) PBK merupakan hama utama pada buah kakao dan terbukti
dapat menurunkan produksi 80-90%. Ikhsan (2012) melanjutkan bahwa
persentase tanaman kakao terserang PBK di Kabupaten Solok mencapai angka
32,90%. Serangan PBK dapat menyebabkan kerusakan buah dan kehilangan
produksi biji 82,20%. Menurut Handayani (2013) di kabupaten Padang Pariaman
Helopeltis spp. merupakan hama yang paling dominan menyerang bagian tanaman
kakao dengan persentase serangan 26,59%. Intensitas serangan Helopeltis spp.
merupakan intensitas serangan tertinggi dengan angka 19,17%. Topan (2012)
melaporkan bahwa di Kabupaten Pasaman Barat, Helopeltis spp. juga merupakan
hama dengan persentase serangan tertinggi yaitu 55,90%. Hasil penelitian
Primayoga (2012) menyatakan hama kepik penghisap buah merupakan hama yang
paling banyak ditemukan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Anantha (2012)
menyatakan tingginya serangan hama Helopeltis spp. di Kota Payakumbuh
disebabkan oleh kondisi lahan pertanaman kakao yang cocok bagi pertumbuhan
dan perkembangan hama Helopeltis spp.
Tingginya serangan hama yang menyerang buah kakao dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas produksi buah kakao. Hal ini memerlukan adanya tindakan

pengendalian yang tepat untuk menekan serangan hama pada buah kakao terutama
hama PBK dan kepik penghisap buah Helopeltis spp. sehingga produksi buah
kakao dapat ditingkatkan. Menurut Siswanto dan Karmawati (2011) untuk
memperoleh hasil yang optimal dalam Pengendalian hama utama buah kakao
dengan melihat kelebihan dan kekurangan komponen teknologi yang ada pada
kondisi agroekosistem yang berbeda, maka strategi Pengendalian yang paling
tepat adalah dengan Pengendalian secara terpadu.
Hasil Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman kakao di
Kalimantan Timur terutama untuk mengatasi hama PBK dan Helopeltis spp.
meliputi

penggunaan

komponen

pemangkasan,

pemupukan

berimbang,


penyiangan, panen sering, penimbunan limbah kakao dan pengerodongan buah

dapat mengurangi serangan PBK dari 41,29% menjadi 15% dan meningkatkan
persentase buah sehat hingga 18,66% serta menekan populasi Helopeltis spp.
hingga 24% (Mujiono et al., 2011). Berdasarkan hasil penelitian Ginting dan

Sumantri (2009) pencegahan serangan PBK juga dapat dilakukan dengan
pemasangan perangkap menggunakan feromon seks (fero-PBK).
Kecamatan V Koto Kampung Dalam adalah kecamatan yang memiliki
kebun kakao terluas yakni dengan total area 3.175 ha dengan produksi 2.809 ton
(Dinas Pertanian Padang Pariaman, 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih
satu nagari yakni Kenagarian Sikucur sebagai lokasi untuk menerapkan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) hama buah kakao. Dilakukan pengukuran
PHT untuk menekan serangan PBK dan KPBk
Pentingnya upaya untuk menekan serangan hama maka dilakukan tindakan
pengendalian yang efektif dengan mengintroduksikan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) hama buah kakao, meliputi pemangkasan, pemupukan, panen
sering dan sanitasi (P3S), pembuatan sarang semut hitam, dan pemasangan
perangkap fero-PBK. Untuk itu penelitian ini diberi judul ”Introduksi

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Hama Buah Kakao di Kenagarian
Sikucur, Kec. V Koto Kampung Dalam, Kabupaten Padang Pariaman”.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknologi PHT untuk menekan
serangan hama buah kakao pada pertanaman kakao rakyat di Kabupaten Padang
Pariaman.