MANAJEMEN MUTU TERPADU DAN KERAGAAN USAHA PENGOLAHAN PRODUK UDANG BEKU (Studi Kasus di PT Adijaya Guna Satwatama Kabupaten Cirebon Jawa Barat).

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi

dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan
dalam pembangunan nasional terutama bisa dilihat dari fungsinya sebagai
penyedia bahan baku, pendorong agroindustri, peningkatan devisa melalui
penyediaan ekspor hasil perikanan, penyedia kesempatan kerja, serta peningkatan
kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Perikanan dan Kelautan
Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi dan termasuk prospek bisnis
yang cukup besar sehingga dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk
mengatasi krisis ekonomi (Dahuri 2000).
Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang sampai sekarang masih
menjadi primadona dan mampu memberikan kontribusi signifikan dan cepat bagi
terwujudnya Indonesia yang maju dan makmur adalah udang. Hal ini disebabkan
permintaan (demand) udang, baik untuk pasar domestik maupun pasar
Internasional cenderung terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Indonesia memiliki areal lahan pesisir, yang cocok (suitable) untuk usaha
budidaya tambak udang, terluas di dunia sekitar 1,24 juta ha dan dapat menyerap
banyak tenaga kerja dan menghasilkan multiplier effects yang besar dan luas
(Dahuri 2014).
Jenis udang yang paling sering di eskpor adalah udang yang sudah
dibekukan atau diolah. Udang yang telah dibekukan umumnya memiliki nilai
tambah serta mampu mempertahankan mutu, memperlama pertumbuhan mikroba
dan mengawetkan udang dalam bentuk beku. Udang yang mudah rusak
(perishable) menjadi alasan utama untuk mendapat penanganan yang lebih baik.
Kegiatan ekspor atau perdagangan Internasional merupakan suatu kegiatan
yang diawali dengan pertukaran atau perdagangan tenaga kerja, barang dan jasa
lainnya dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Setiap negara yang akan
melakukan kegiatan ekspor atau importir tentu memiliki standar sebagai acuan

1

2

dalam penerapan barang atau jasa yang akan diterima. Indonesia seperti halnya
mengeskpor udang dengan harapan udang yang diekspor tidak mengalami

penolakan. Penolakan ekspor disebabkan adanya bakteri patogen serta toksin yang
dihasilkan, bahan kimia yang dilarang atau melebihi batas maksimum, adanya
bahan asing yang terdapat pada produk, serta kesalahan pengemasan.
Hazard Analysis Control Critical Point (HACCP) merupakan sistem yang
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi
keamanan pangan. Unsur bahaya meliputi bahaya biologi, kimia, dan fisika yang
berpotensi menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan. Tujuan utama
menerapkan HACCP adalah memberikan jaminan mutu meningkatkan mutu
produk, meminimalkan kecacatan produk dan keluhan konsumen serta
memberikan efisiensi jaminan mutu (Thaeheer 2005).
Industri pengolahan udang di Indonesia dapat dibagi menjadi udang segar dan
udang olahan. Udang segar adalah udang yang kondisinya dipertahankan tetap segar
degan pendinginan yang tidak dibekukan, sehingga kualitasnya masih sama atau
mendekati sama dengan kondisi saat masih hidup. Udang olahan adalah udang yang
sudah melewati proses pengolahan, baik dengan cara pembekuan, pengalengan atau
pengasapan (Leonardo 2000).

PT Adijaya Guna satwatama (AGS) merupakan salah satu perusahaan
pengolahan hasil perikanan yang terletak di Cirebon, Jawa Barat. PT AGS dalam
menjalankan produksinya, memproduksi berbagi macam produk udang beku

seperti HO (Head on), HL (Head less), PD (Peeled Devened), PTO (Peeled Tail
On) dan PDTO (Peeled Devined Tail On), dan breaded (udang yang dibalut
dengan tepung roti) yang pemasarannya ditujukan ke negara Jepang, Amerika
Serikat dan Uni Eropa. Berdasarkan perkembangannya perusahaan mulai
menerapkan program HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk
meningkatkan mutu produk. Program tersebut didukung dengan program GMP
(Good Manufacturing Process).
Suatu kegiatan usaha yang memerlukan modal besar dengan resiko besar
diperlukan suatu analisis kelayakan usaha (kadariah dkk 1978). Kelayakan dari
suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang

3

diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan keuntungan akan
tetapi kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila usaha tersebut tidak
memberikan keuntungan finansial (Gittinger 1986).
Keuntungan yang diperoleh erat kaitannya dengan besarnya nilai
penjualan output dan biaya total yang dikeluarkan. Biaya-biaya tersebut dihitung
dengan tujuan perusahaan memperoleh keuntungan dan kelangsungan usaha dapat
tercapai, diperlukan suatu analisis finansial sehingga diperoleh gambaran

perusahaan tentang keadaan saat ini dan pengembangan usaha yang akan datang.

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar

belakang

yang telah diuraikan maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi manajemen mutu terpadu di PT AGS.
2. Bagaimana kelayakan analisis finansial dari usaha udang beku di PT AGS.

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:


1. Menganalisis manajemen mutu pada produk udang beku untuk
menghasilkan produk yang berkualitas.
2. Mengkaji kelayakan analisis finansial pada produksi udang beku di PT
AGS untuk meningkatkan keuntungan.

1.4

Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi perusahaan sebagai pertimbangan untuk menerapkan manajemen
mutu yang baik selama proses produksi produk udang beku.
2. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis cara manajemen mutu yang baik sehingga dapat menghasilkan profit
serta sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana.

4

3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan
pengembangan ilmu khususnya mengenai penerapan HACCP pada produk

udang beku.

1.5

Kerangka Pemikiran
Kualitas atau mutu merupakan sesuatu yang dapat di sempurnakan

(Suardi 2003). Kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus
(Ariani 2003). Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah suatu cara yang
memerlukan performansi secara terus menerus sedangkan penerapan manajemen
mutu bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dalam produksi. Penerapan
sistem manajemen mutu memerlukan biaya kualitas yang terbagi terbagi dua yaitu
biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan biaya yang harus di
keluarkan menghasilkan produk cacat (Ariani 2003)
Hessel (2003) dalam Nasution (2004) telah meneliti hubungan antara
penerapan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) pada beberapa perusahaan
manufaktur di Indonesia. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kualitas
merupakan syarat penting dalam keberhasilan perusahaan. MMT merupakan suatu
pendekatan untuk mempertahankan hidup serta meningkatkan daya saing
perusahaan dan penerapan MMT memerlukan dukungan infrastruktur perusahaan.

Keuntungan yang didapatkan perusahaan karena menyediakan barang atau jasa
berkualitas baik berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya
yang lebih rendah, gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas dan
pertumbuhan perusahaan.
HACCP bukan suatu program yang berdiri sendiri tetapi merupakan
bagian dari suatu sistem yang lebih besar dalam sistem pengawasan. Fungsi
penerapan PMMT/HACCP dapat berjalan lebih efektif apabila setiap unit
pengolahan menerapkan PMMT/HACCP sesuai persyaratan kelayakan dasar.
HACCP akan dapat mengidentifikasi Critical Control Point (CCP) dalam sistem
produksi yang potensial dapat menurunkan mutu produk. CCP harus dikontrol
untuk menjamin mutu produk dan menjaga kadar kontaminan tidak melebihi
Critical limit (Prasetyono 2000).

5

Analisis bahaya dan titik kendali kritis yang biasa dikenal dengan Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan sistem penerapan konsep
keamanan pangan sebagai upaya untuk memenuhi persyaratan standar mutu
keamanan pangan di perdagangan Internasional. Bahaya (Hazard) merupakan
unsur biologi, kimia, fisika atau kondisi dari pangan yang berpotensi

menyebabkan dampak buruk pada kesehatan (BSN 1998).
Titik kendali kritis (Critical Control Point) merupakan suatu langkah
dimana pengendalian dapat dilakukan dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau
meniadakan bahaya keamanan pangan, atau menguranginya sampai pada tingkat
yang dapat diterima (BSN 1998). Penerapan HACCP tidak hanya dapat
meningkatkan keamanan pangan, namun dapat membantu inspeksi yang
dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan
Internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan.
Analisa bahaya (Hazard Analysis) merupakan proses pengumpulan dan
penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya
bahaya, untuk menentukan yang mana berdampak nyata terhadap keamanan
pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP (BSN 1998). Bahaya yang
sudah dianalisis dapat dikategorikan pada tingkat bahaya yang memberikan
bahaya nyata maupun tingkat bahaya yang tidak nyata bagi keamanan pangan.
Titik Pengendalian Kritis (CCP) diartikan sebagai suatu tahapan dalam
suatu proses, dimana jika tidak dikontrol sebagaimana mestinya akan
mengakibatkan bahaya resiko ketidaknyamanan, ketidaklayakan atau penipuan
ekonomis dari produk yang dihasilkan, dengan kata lain merupakan setiap tahapan
dalam


suatu

proses

dimana

faktor

biologis,

kimia

dan

fisik

dapat

dikontrol/dikendalikan (Dirjen Perikanan 2000).
Thaheer (2005) menyatakan HACCP merupakan sebuah sistem yang

mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi
kemanan pangan. HACCP juga manajemen yang digunakan untuk melindungi
bahan pangan/makanan dari bahaya (hazard) yang bersifat biologis, kimiawi
maupun fisik (Djazuli 2004). Bahaya yang bersifat biologis dapat berupa

6

dekomposisi, pertumbuhan mikroba, bahaya kimiawi adanya serpihan logam
sedangkan bahaya fisik adalah dehidrasi.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem
manajemen mutu, khusus untuk penanganan/pengolahan makanan termasuk hasil
perikanan yang didasarkan pada pendekatan sistematika untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bahaya (hazard) selama proses produksi dengan
menentukan titik kritis yang harus diawasi secara ketat (Dirjen Perikanan 2000).
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk analisis finanisal usaha
adalah rasio penerimaan terhadap biaya (Nurhasanah 2000). Analisis tersebut
dapat digunakan untuk melihat keuntungan berdasarkan perhitungan finansial,
menguji seberapa jauh nilai rupiah biaya yang dipakai dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan.
Analisis finansial dari suatu perusahaan akan memberikan manfaat

diantaranya untuk mengetahui keadaan dan perkembangan finansial dari
perusahaan, mengetahui hasil-hasil finansial yang telah dicapai pada waktu
lampau dan waktu yang sedang berjalan, serta mengetahui kelemahan dari
perusahaan untuk dapat diperbaiki.

7

Udang Beku
(Frozen Shrimp)

MMT

Uji Mutu

Analisis
Finansial

HACCP

Pendapatan
Revenue Cost
Ratio

Uji Peralatan
(SNI 2007)

GMP (SNI 2011)
SSOP (SNI 2011)

Benefit Cost
Ratio

Uji Organoleptik
(SNI 2007)
Uji Mikrobiologi
(SNI 2007)

Keamanan Pangan
Keuntungan
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran