Manajemen persediaan usaha adenium: studi kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat
MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM
(STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)
SKRIPSI
PAMELA
H34076118
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
RINGKASAN
PAMELA.
Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus
PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan
NUNUNG KUSNADI).
Permintaan tanaman hias yang sering berubah mengikuti tren menyebabkan persediaan tanaman hias cenderung menumpuk. Kondisi yang sama juga dialami oleh PT.Godongijo Asri (GIA). Sebagai gambaran penumpukan persediaan adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei 13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun.
Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar, yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias tersebut.
Pengusahaan tanaman hias yang cenderung menumpuk dapat membuat
dua rumusan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu apakah persediaan tanaman
hias dapat diminimumkan, dan apakah ada metode persediaan yang tepat untuk
meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias. Dengan demikian
tujuan penelitian adalah (1) mempelajari manajemen persediaan tanaman hias
dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, (2)
mempelajari model persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman hias
dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri, dan (3)
menentukan pilihan model pengendalian persediaan adenium yang paling
mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
persediaan ideal yang biasa digunakan pada perusahaan manufaktur. Model
tersebut adalah model EOQ klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan
metode two bin system tanpa kendala, EOQ dengan two bin system dengan
kendala investasi, probabilistik, peramalan permintaan dengan menggunakan
metode dekomposisi, Material Requirement Planning (MRP), dan Just In Time
(JIT).
Berdasarkan hasil di lapangan, perencanaan persediaan GIA didasarkan
pada target penjualan. Target penjualan disusun berdasarkan informasi data
penjualan adenium selama tiga tahun sebelumnya dan informasi pada industri
tanaman hias. Pengendalian persediaan adenium dilakukan dengan metode two
bin system . Manajemen persediaan yang dilakukan terorganisir dengan baik, dan
penumpukan persediaan adenium yang terjadi relatif masih dinilai wajar. Namun,
(3)
dari segi pengadministrasian persediaan, GIA relatif belum rapih dalam
penyimpanan data ataupun pencatatan data mengenai persediaan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal yaitu EOQ
klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system tanpa
kendala investasi, EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi ,
probabilistik, peramalan, MRP dan JIT, tidak ada satu pun model persediaan ideal
yang cocok dilakukan dalam manajemen persediaan usaha tanaman hias.
Model pengendalian persediaan adenium yang paling mungkin diterapkan
oleh GIA adalah model EOQ dengan metode two bin system dengan kendala
investasi. Hal ini dikarenakan manajemen persediaan yang berjalan selama ini di
perusahaan telah berjalan dengan menggunakan metode two bin system , dan
kendala investasi dapat menyesuaikan biaya persediaan dengan anggaran belanja
perusahaan, serta perhitungan EOQ akan membantu perusahaan dalam
menentukan jumlah kuantitas pesanan ekonomis.
(4)
MANAJEMEN PERSEDIAAN USAHA ADENIUM
(STUDI KASUS PT. GODONG IJO ASRI, DEPOK, JAWA BARAT)
PAMELA
H34076118
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(5)
Judul Skripsi
: Manajemen Persediaan Usaha Adenium
(Studi Kasus PT. Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat)
Nama
: Pamela
NIM
: H34076118
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
(6)
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Persediaan
Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat)” adalah
karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Pamela
H34076118
(7)
RI
WAYAT HIDUP
Pe
nulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 1986. Penulis adalah
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Aslan Situmorang dan
Ibunda Asnidar Rajaguk-guk.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Muara Beres,
Cibinong, Bogor pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2001 di SLTP Negeri 2 Cibinong, Bogor. Kemudian penulis
melanjutkan studi di SMA Negeri 3 Bogor, dan lulus pada tahun 2004.
Selanjutnya, penulis diterima di Program Studi Diploma Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004. Penulis
menyelesaikan pendidikan diploma III tahun 2007 dan melanjutkan studinya ke
jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan
Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2007.
(8)
K
A
TA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Manajemen Persediaan Usaha Adenium (Studi Kasus PT.Godongijo Asri,
Depok, Jawa Barat)”.
Persediaan merupakan
buffer
antara permintaan dan penawaran.
Manajemen persediaan perlu dilakukan untuk kelangsungan proses produksi,
termasuk pada perusahaan agribisnis. Sejumlah model persediaan ideal telah
ditemukan untuk membantu proses keputusan dalam manajemen persediaan.
Skripsi ini membahas manajemen persediaan usaha adenium yang
dilakukan oleh salah satu perusahaan agribisnis yaitu PT.Godongijo Asri.
Selanjutnya persediaan usaha adenium dianalisis dengan sejumlah model
persediaan ideal yang biasa diterapkan pada usaha manufaktur. Perbandingan
hasil antara metode perusahaan dengan model ideal dapat membantu melihat
kemungkinan pengendalian persediaan pada usaha adenium.
Skripsi ini bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang
sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut
Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan
oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah
maupun tugas akhir ini. Namun demikian, penulis pun menyadari masih
terdapatnya kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini.
Bogor, April 2011
Pamela
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
P
ada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril
serta materil kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain sebagai
berikut :
1.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan proposal penelitian.
3.
Eva Yolynda Aviny, SP, MM , dan Dra. Yusalina, MSi selaku dosen
penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Orangtua dan keluarga tercinta (Dian Febrina, Siska Situmorang, dan
Elizabeth Situmorang ) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang
diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
5. Karyawan PT.Godongijo Asri (Slamet, Nadeak, dan Susi) atas informasi
dan data yang diberikan kepada penulis.
6. Kandola yang telah meluangkan waktu dan memberikan semangat dan doa.
7. Dian Fitri sebagai pembahas pada seminar penulis.
8. Teman-teman Agribisnis IPB (Lia Wijaya, Marsella Sembiring, Merry
Sipayung, Wastin Midian, Hussein, dan masih banyak lainnya) atas motivasi
yang diberikan kepada penulis.
9. Sekretariat Program Sarjaan Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, atas
pelayanan yang diberikan.
Bogor, April 2011
Pamela
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
...
v
DAFTAR GAMBAR
... vii
DAFTAR LAMPIRAN
... viii
I PENDAHULUAN
...
1
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Perumusan Masalah ...
4
1.3 Tujuan penelitian ...
6
1.4 Manfaat ...
6
1.5 Ruang lingkup ... 6
II TINJAUAN PUSTAKA
...
7
2.1 Usaha Tanaman Hias ...
7
2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan ... 9
III KERANGKA PEMIKIRAN
... 12
3.1 Manajemen Persediaan ... 12
3.2 Fungsi Manajemen Persediaan ... 15
3.3 Pengendalian Persediaan ... 17
3.3.1 Biaya dalam Persediaan ... 18
3.3.2 Sistem Pengendalian Persediaan Ideal ... 20
3.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ... 20
3.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ... 21
3.4 Jenis dan Kegunaan Persediaan ... 22
3.5 Kerangka Pemikiran Operasional... 24
IV METODE PENELITIAN
...
26
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...
26
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ...
26
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...
27
4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Perusahaan ... 27
4.3.2 Penentuan Biaya Persediaan ...
28
4.3.3 Sistem Persediaan Permintaan Bebas ...
28
4.3.4 Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas ...
44
V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
...
51
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ...
51
5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ...
53
5.3 Organisasi Perusahaan ...
53
5.3.1 Deskripsi Kerja ...
54
(11)
5.4 Deskripsi Unit Bisnis ...
57
5.5 Deskripsi Unit Bisnis Adenium ...
58
5.6 Deskripsi Unit Bisnis Tanaman Hias Non Adenium ...
59
5.7 Deskripsi Produk ...
60
5.8 Deskripsi Pelanggan ...
62
5.9 Deskripsi Kegiatan Pemasaran ...
62
5.9.1 Produk ...
62
5.9.2 Harga ...
63
5.9.3 Tempat (
Place
) ...
65
5.9.4 Promosi (
Promotion
) ...
65
VI
MANAJEMEN PERSEDIAAN TANAMAN HIAS
ADENIUM
...
66
6.1 Penjualan Adenium...
66
6.2 Perencanaan Produksi ...
68
6.3 Perencanaan Input Adenium ...
69
6.4 Perencanaan Persediaan Adenium ...
71
6.5 Pelaksanaan Pengadaan Input Adenium ...
72
6.6 Penyimpanan Persediaan Input Adenium ...
74
6.7 Pengendalian Persediaan Input Adenium ...
75
6.8 Identifikasi Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A
Pada PT.Godongijo Asri...
75
6.9 Evaluasi terhadap Manajemen Persediaan yang
Dilakukan GIA ...
78
VII
ANALISIS BIAYA PERSEDIAAN METODE IDEAL
...
83
7.1 Model EOQ Klasik ...
83
7.2 Model EOQ dengan Kendala Investasi...
85
7.3 Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
Tanpa Kendala Investasi...
86
7.4 Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
dengan
Kendala Investasi ...
88
7.5 Model Probabilistik ...
89
7.6 Model Peramalan...
90
7.7 Model MRP...
91
7.8 Model
Just In Time
(JIT)...
93
VII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan...
94
8.2 Saran...
96
DAFTAR PUSTAKA
...
97
LAMPIRAN
...
99
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.
Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008...
2
2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok
Tahun 2008... 3
3.
Rumusan Asumsi Model EOQ Klasik ...
32
4.
Rumusan Asumsi Model EOQ dengan Kendala Investasi ...
33
5. Rumusan Asumsi Model Probabilistik ...
39
6.
Rumusan Asumsi Model Peramalan Permintaan ...
40
7.
Peramalan dengan Metode Dekomposisi...
42
8.
Pemisahan Indeks Musiman dari Faktor Random ...
42
9.
Rumusan Asumsi Model MRP ...
48
10. Format MRP...
48
11. Rumusan Asumsi MRP dan JIT...
50
12. Produk PT. Godongijo Asri Berdasarkan Unit Bisnis...
60
13.
Penjualan Adenium PT. Godongijo Asri Tahun 2005-2009...
67
14. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol Per Pesanan...
76
15. Biaya Pemesanan Kembali Bonggol
Grade
A PT.Godongijo
Asri Tahun 2009...
77
16. Biaya Penyimpanan Bonggol
Grade
A PT.Godongijo Asri
Tahun 2009...
78
17. Biaya Persediaan Bonggol
Grade
A PT.Godongijo Asri
Tahun 2009...
78
18. Penjualan Adenium, Perencanaan Bonggol , dan Realisasi
Pengadaan Bonggol Adenium...
79
19. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A dengan Model EOQ Klasik pada
PT.Godongijo Asri Tahun 2009...
83
20. Standar Deviasi Penjualan Adenium
Grade
A Tahun 2009...
84
(13)
22. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A dengan Model EOQ Klasik dengan Kendala Investasi
pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009...
85
23. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A dengan Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
Tanpa Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri
Tahun 2009...
86
24. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A dengan Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
dengan Kendala Investasi pada PT.Godongijo Asri
Tahun 2009...
88
25. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A dengan Model EOQ dengan Model Probabilistik
pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009...
90
26. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bonggol Adenium
Grade
A pada Model Peramalan dengan Metode EOQ Klasik
pada PT.Godongijo Asri Tahun 2009...
91
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.
Persediaan Sebagai
Buffer
Antara Penawaran
dan Permintaan ...
13
2. Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu ... 14
3.
Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan ...
20
4.
Klasifikasi Pengendalian Berdasarkan Jenis ...
22
5.
Kerangka Pemikiran Operasional...
25
6. Model EOQ... 29
7.
Asumsi Permintaan pada Model EOQ ...
30
8. Hirarki Model Probabilistik ...
37
9.
Hirarki Proses Perencanaan Produksi ...
45
10.
Bill of Materials
untuk Meja (sebagai contoh) ...
46
11. Proses MRP ...
47
12. Penetapan Harga Jual pada PT.Godongijo Asri...
64
13. Proses Perencanaan Produksi Adenium PT.Godongijo Asri...
69
14. Hirarki Keputusan Pengadaan Input Adenium
PT.Godongijo Asri ...
70
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1.
Struktur Organisasi PT.Godongijo Asri...
99
2. Daftar Harga Adenium Tahun 2009... 100
3.
Suku Bunga Simpanan Bulanan Bank Indonesia Periode 2009. .
101
4.
Pengadaan Input Bonggol PT. Godongijo Asri Tahun 2009...
102
5.
Perhitungan Biaya
Opportunity
Bonggol Adenium
Grade A
Tahun 2009...
103
6. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut
Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
Tanpa
Kendala Investasi... 104
7.
Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut
Model EOQ dengan Metode
Two Bin System
dengan
Kendala Investasi...
105
8. Peramalan Permintaan Adenium
Grade
A Tahun 2009...
106
(16)
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manajemen persediaan atau disebut juga inventory control adalah kegiatan
yang berhubungan dengan perencanaan , pelaksanaan, dan pengawasan penentuan
kebutuhan barang sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi
dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan dapat ditekan
secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan
efektivitas optimal dalam penyediaan barang. Dengan demikian, usaha yang perlu
dilakukan dalam manajemen persediaan secara garis besar dapat diperinci yaitu
menjamin terpenuhinya kebutuhan produksi, membatasi nilai seluruh investasi,
membatasi jenis dan jumlah barang, memanfaatkan seoptimal mungkin material
yang ada.
Manajemen persediaan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Suatu
perusahaan yang memiliki persediaan yang lebih banyak daripada perusahaan
lainnya relatif lebih terjamin proses produksinya. Namun, jumlah persediaan pun
perlu dikelola, karena di sisi lain, jumlah persediaan yang semakin banyak, akan
menimbulkan biaya persediaan yang semakin besar juga. Bila persediaan tidak
dikontrol dengan baik, biaya persediaan dapat meningkat, dan selanjutnya dapat
mengurangi kemampuan kompentensi perusahaan. Manajemen persediaan
menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam keberlangsungan hidup
perusahaan dalam jangka panjang.
Manajemen persediaan pun perlu dilakukan oleh perusahaan agribisnis.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis relatif lebih tidak stabil
persediaannya, dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bergerak dalam
bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan persediaan dalam perusahaan agribisnis
relatif dipengaruhi oleh faktor musim, hama dan penyakit, dan jumlah permintaan
yang relatif lebih tidak stabil daripada permintaan pada perusahaan yang tidak
bergerak dalam bidang agribisnis.
(17)
Salah satu sub sektor agribisnis yang berkembang adalah tanaman hias.
Perkembangan tanaman hias di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan
Tabel 1 produksi tanaman hias di Indonesia meningkat sebesar sembilan persen
pada tahun 2008 bila dibandingkan pada tahun 2007. Sejalan dengan peningkatan
produksi, luas panen tanaman hias pun meningkat di tahun 2008, sebesar lima
persen. Akan tetapi, nilai produktivitas tanaman hias menurun pada tahun 2008
sebesar tiga persen. Hal ini dikarenakan serangan organisme pengganggu tanaman
dan penyakit tanaman meningkat di tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 1, neraca perdagangan tanaman hias di Indonesia pada
tahun 2008 meningkat sekitar 84 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Hal
tersebut mengindikasikan adanya peningkatan permintaan dari pasar luar negeri
terhadap tanaman hias produksi dalam negeri. Dengan demikian, peningkatan
neraca perdagangan dapat menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh
produsen tanaman hias di dalam negeri.
Tabel 1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008
Uraian
2007
2008*
Perkembangan (%)
Produktivitas (Kg/M
2)
11,0
10,7
( 3,0)
Produksi (Kg)
15.775.751,0
16.597.668,0
9,0
Luas Panen (M
2)
1.427.534,0
1.556.012,0
5,0
Ekspor (US$)
6.899.222,0
9.690.804,0
40,6
Impor (US$)
2.019.309,0
732.898,0
(63,7)
Neraca Perdagangan
(US$)
4.879.913,0
8.957.906,0
84,0
ket : * : angka ramalan
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2009,diolah)
Tanaman hias telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Tanaman hias banyak dimanfaatkan untuk berbagai acara, seperti selamatan
kelahiran, perkawinan, kematian, dan upacara keagamaan. Tanaman hias juga
banyak dibutuhkan untuk memperindah lingkungan sekitar, termasuk dekorasi
ruangan dan halaman rumah. Pemanfaatan tanaman hias telah berkembang
menjadi sarana komunikasi personal untuk menyatakan rasa duka maupun suka
kepada teman dan kerabat karib.
(18)
Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura (2007),
rata-rata persentase tertinggi peningkatan produksi tanaman hias per tahun di
Indonesia selama tahun 2001-2006 terjadi di Jawa Tengah, dengan tingkat sebesar
39,38 persen. Di urutan kedua dan ketiga yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur
dengan tingkat sebesar 30,37 persen dan 27,93 persen. Dengan demikian Jawa
Barat merupakan sentra produksi tanaman hias di Indonesia.
Daerah pelaku usaha tanaman hias di Jawa Barat yaitu Kota Depok.
Pengusahaan tanaman hias di Kota Depok pada tahun 2008 yaitu sebesar 400.000
meter persegi (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2, tanaman hias yang paling luas
lahan panennya yaitu anggrek, yaitu sebesar 34 persen dari total wilayah
pengusahaan tanaman hias. Selain anggrek, tanaman hias lainnya yang juga
memiliki luas pengusahaan yang relatif luas yaitu aglaonema, heliconia, adenium,
euphorbia, dan phylodendron.
Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008
No Nama Tanaman Hias Luas Panen Tanaman Hias (M2)
Persentase (%)
1 Anggrek 135.593 34
2 Aglaonema 59.547 15
3 Heliconia 35.125 9
4 Adenium 30.344 8
5 Euphorbia 28.635 7
6 Phylodendron 23.964 6
7 Tanaman Hias Lainnya 86.792 22
Total 400.000 100
Sumber : Pemerintah Kota Depok (2009)
Pengusahaan tanaman hias memerlukan lahan yang luas. Hal tersebut
dikarenakan semakin luas lahan pengusahaan tanaman hias, semakin banyak jenis
tanaman hias yang dapat diusahakan. Usaha tanaman hias tergantung pada tren
permintaan. Tren permintaan yang relatif sulit diprediksi membuat pengusaha
tanaman hias menyediakan berbagai aneka jenis tanaman hias. Ketika tren suatu
tanaman hias meningkat, maka persediaan tanaman hias tersebut perlu
ditingkatkan. Namun, ketika tren
tanaman hias tersebut menurun, maka
persediaan akan tanaman hias tersebut perlu dikelola, agar opportunity cost dari
sumber daya lahan tidak meningkat, dan perusahaan dapat mengusahakan
(19)
tanaman hias lainnya yang sedang tren di masyarakat. Oleh karena itu,
manajemen persediaan pada usaha tanaman hias perlu dilakukan.
Salah satu perusahaan tanaman hias yang memiliki lahan yang luas di
Depok, dan menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia adalah
PT.Godongijo Asri (GIA). Wilayah pengusahaan adenium di GIA sebesar 1,5
Hekta are mencapai 50 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias
adenium di Kota Depok (Lihat Tabel 2). Selain memiliki wilayah pengusahaan
yang luas, GIA pun menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia, karena
GIA melakukan rilis baru untuk tanaman hias adenium yang lebih cepat daripada
pesaingnya, yaitu sebanyak dua kali dalam setahun. GIA sebagai suatu perusahaan
yang memiliki lahan yang luas, dan menjadi pusat tren tanaman hias tentunya
memiliki manajemen persediaan dalam mengelola persediaan tanaman hias yang
diusahakannya.
1.2
Perumusan Masalah
Bukti-bukti empiris mengenai persediaan tanaman hias masih terbatas.
Namun persediaan tanaman hias cenderung menumpuk . Hal tersebut dapat dilihat
pada persediaan tanaman hias, baik pada luasan kecil maupun pada luasan besar.
Luasan kecil misalnya yaitu show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter
persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor, Cibinong, sedangkan luasan besar
misalnya GIA yang berukuran 2,5 Hekta are., pengusaha tanaman hias baik luasan
lahan kecil maupun besar mengusahakan berbagai jenis tanaman hias. Sebuah
Show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan
Jakarta-Bogor mengusahakan tanaman hias sekitar 20 jenis tanaman. GIA
sebagai perusahaan yang memiliki luasan besar, mengusahakan sekitar 150 jenis
tanaman. Kecenderungan menumpuk ini, dimaksudkan untuk memenuhi
permintaan tanaman hias yang mengikuti tren yang relatif sulit diprediksi.
Pengusaha tanaman hias yang cenderung menumpuk, tentunya akan membawa
dampak pada biaya persediaan yang besar.
GIA sendiri memiliki persediaan tanaman dalam jumlah yang relatif
banyak dan cenderung menumpuk. Sebagai gambaran penumpukan persediaan
adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade
(20)
A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari
2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei
13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata
adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan
terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam
jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan
tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun.
Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan
menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium
grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar,
yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya
dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan
adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada
grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya
kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias
pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias
tersebut. Oleh karena itu dapat dirumuskan suatu pertanyaan, apakah persediaan
tanaman hias dapat diminimumkan ?
Jumlah persediaan yang semakin besar, pada akhirnya akan berdampak
pada biaya persediaan yang semakin besar pula. Oleh karena itu, dapat
dirumuskan suatu pertanyaan lainnya, yaitu adakah metode persediaan yang tepat
untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Mempelajari manajemen persediaan tanaman hias dengan mengambil studi
kasus adenium pada PT. Godongijo Asri.
2. Mengidentifikasi metode persediaan yang mungkin dilakukan pada tanaman
hias dengan mengambil studi kasus adenium pada PT. Godongijo Asri.
3. Menentukan pilihan metode pengendalian persediaan adenium yang paling
mungkin diterapkan di PT. Godongijo Asri.
(21)
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian adalah :
1. Bagi perusahaan adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen
persediaan tanaman hias yang dilakukan selama ini.
2. Bagi penulis adalah mengetahui mengenai manajemen persediaan tanaman hias
3. Bagi pembaca adalah sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan
pada tanaman hias.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah manajemen persediaan dalam
bentuk perencanaan dan pengendalian persediaan tanaman hias, dengan
mengambil contoh tanaman Adenium . Penelitian ini mempelajari mengenai
manajemen persediaan input adenium berupa bonggol dan entres adenium secara
keseluruhan, dan mengkaji biaya persediaan berupa bonggol adenium grade A.
(22)
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usaha Tanaman Hias
Sebagian besar orang menganggap belanja tanaman hias bukanlah
kebutuhan mendesak (Sunardi, 2007). Tanaman hias dapat dikatakan sebagai
kebutuhan sekunder, atau bahkan tersier mengingat sebagian komoditas tanaman
hias memiliki harga jual yang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan juta, yang
pemenuhannya setelah orang bisa memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan
dan papan. Kebutuhan diluar kebutuhan pokok, adalah barang-barang yang
memiliki sensitifitas yang tinggi. Suatu saat akan digemari dan harganya akan
melambung karena permintaan menjadi banyak, disaat lain akan menurun tajam
begitu permintaannya rendah
Tanaman hias dapat dikatakan sebagai suatu mode, yang setiap saat akan
berganti (Sintia,2006). Pergantian mode yang bisa berganti setiap saat ditentukan
oleh banyak faktor. Menurut Vinca Nusery (2009), mode sangat dipengaruhi
oleh : (1) Promosi bintang terkenal, atau tokoh masyarakat, contohnya suatu saat
ada seorang bintang film terkenal menyukai anggrek, maka dengan cepat jenis
anggrek akan disukai oleh banyak orang, terutama mereka yang juga menyukai
bintang film tersebut. Promosi yang dilakukan oleh bintang film atau tokoh
masyarakat menentukan mode tanaman hias karena pada umumnya apa yang
disukai oleh bintang film atau tokoh masyarakat akan lebih mudah disukai oleh
masyarakat; (2) Musim, karena tanaman hias tertentu hanya bisa dinikmati
dengan baik pada musim-musim tertentu saja, dan kondisnya tidak begitu baik
pada musim yang lain; (3) Fluktuasi perekonomian global maupun kondisi
perekonomian setiap individ, misalnya ada saat musim anak masuk sekolah, atau
memasuki bulan puasa dan lebaran, atau tahun baru, biasanya tren tanaman hias
menurun, dan akan naik lagi pada saat yang lain. Demikian pula perekonomian
global. Pada saat bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi, maka tanaman
hias adalah salah satu produk yang mendapat dampak sangat buruk. Banyak
petani tanaman hias yang gulung tikar karena tidak ada pembeli; (4)
Ketersediaan yang terbatas di suatu waktu, atau tanaman hias tidak bisa
diproduksi massal pada waktu yang instant. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi
(23)
oleh lingkungan. Sehingga pada saat menjadi tren, harganya bisa melonjak tajam
karena suplainya tidak bisa langsung tersedia secara massal.
Selanjutnya, berdasarkan komunikasi lisan pada tahun 2007 dengan
pemilik GIA, Chandra Gunawan, beliau memprediksikan tanaman hias yang
dapat tercipta trennya, adalah tanaman yang mudah perawatannya, mudah
ditransportasikan jarak jauh, mudah dihibridisasi atau disilangkan, dan dapat
tumbuh diketinggian yang relatif berbeda. Tanaman yang mudah perawatannya,
tentu akan disukai oleh konsumen tanaman hias, karena sebagian besar
konsumen tanaman hias merupakan orang yang awam terhadap tanaman hias.
Apabila konsumen , memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, mencoba untuk
merawat di rumah, dan berikutnya tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik,
maka tentu konsumen tersebut akan merasa suka, dan kemungkinan besar, pada
masa berikutnya konsumen akan mencari jenis tersebut, atau varietas lainnya
yang mungkin saja berharga lebih mahal dari varietas sebelumnya. Tanaman
harus bisa ditransportasikan dari satu kota ke kota yang lain dengan mudah, tidak
membutuhkan penanganan yang rumit, bisa ditumpuk sehingga efisien ruangan,
dan sampai ditempat tujuan walaupun memakan waktu beberapa hari tetapi
tanaman tetap dalam kondisi yang cukup prima untuk ditanam lagi. Tanaman
yang tidak mudah ditransportasikan jarak jauh dengan mudah, akan perlu biaya
tinggi dalam pemindahan antar kota, atau harus mendapat perlakuan yang sangat
khusus (contohnya ruangan dengan suhu terkendali, media tertentu), hanya akan
menjadi tren sesaat di kota tertentu saja, dan tidak akan menjadi tren yang meluas
dan lama. Khususnya, daerah perkotaan di Indonesia sebagian besar merupakan
dataran rendah, sehingga ciri khas tanaman hias yang mampu menjadi tren dan
terjaga trennya adalah tanaman hias yang mampu hidup di daerah dataran rendah.
Permintaan tanaman hias yang mengikuti
trend
permintaan yang bisa
berubah setiap saat menyebabkan permintaan tanaman hias cenderung sulit untuk
diprediksi. Bila permintaan suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan akan
permintaan tanaman hias tersebut diperbanyak. Ketika permintaan tanaman hias
tersebut menurun, sedangkan persediaannya terlanjur melimpah, maka
menimbulkan suatu konsekuensi bahwa persediaan tanaman hias tersebut
menumpuk. Oleh sebab itu permintaan tanaman hias yang cenderung sulit
(24)
diprediksi menyebabkan perusahaan dalam industri tanaman hias relatif sulit
mengatur strategi terkait persediaan tanaman hias yang dijual.
2.2 Bukti-Bukti Empiris Mengenai Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan pada umumnya dilakukan pada industri
manufaktur.
Trend
permintaan relatif tidak mendominasi pada industri
manufaktur. Hakim (2008), Kuraesin (2006), Kurniawan (2007), dan Halomoan
(2008) menganalisis manajemen persediaan pada industri manufaktur. Mereka
membandingkan biaya persediaan yang dilakukan oleh perusahaan atau biaya
persediaan menurut metode perusahaan, dengan biaya persediaan menurut
metode ideal.
Hakim (2008) dan Kuraesin (2006) sama-sama menganalisis manajemen
persediaan dengan menggunakan metode peramalan, dan metode EOQ di
perusahaan yang berbeda,. Terdapat persamaan dan perbedaan model peramalan
yang mereka gunakan. Hakim (2008) menggunakan metode peramalan dengan
model
Trend,
model peramalan bergerak rata-rata sederhana
(simple moving
average),
model pemulusan eksponensial tunggal
(single exponential
smoothing),
model pemulusan eksponensial ganda Holt
(Holt Double
Exponensial Smoothing),
model dekomposisi
dan ARIMA. Kuraesin (2006)
menggunakan metode peramalan dengan menggunakan model
Trend, simple
moving average, single exponential smoothing
dan
Expcted Oppurtunity Loss
.
Kuraesin (2006) menemukan bahwa model pemulusan eksponensial tunggal
merupakan model terbaik dalam metode peramalan permintaan yang diteliti,
sedangkan model dekomposisi merupakan model terbaik dalam metode
peramalan yang ditemukan oleh Hakim (2008). Model dekomposisi menjadi
yang terbaik menurut Hakim (2008), karena data yang dimiliki oleh Hakim
terdapat pengaruh musiman, kecenderungan, dan keteracakan, sedangkan model
eksponensial merupakan model yang terbaik menurut Kuraesin (2006), karena
data yang dimiliki oleh Kuraesin tidak menunjukkan kecenderungan atau
trend
dari waktu ke waktu dan dapat diasumsikan bahwa permintaan akan relatif stabil.
Hakim (2008) menganalisis manajemen persediaan pasokan belimbing
segar pada PT.Sewu Segar Nusantara (SSN). Metode ideal yaitu metode
(25)
pasokan yang diperoleh SSN (metode perusahaan atau MP), menghasilkan
adanya suatu selisih, dimana metode ideal menyarankan biaya persediaan yang
lebih tinggi sebesar 40 persen daripada biaya persediaan metode perusahaan,
sehingga menurut metode ideal, perusahaan perlu menambah pasokannya untuk
memenuhi potensi permintaan konsumen, atau menghindari kehilangan
penjualan (
stockout
cost
).
Berbeda halnya dengan Hakim (2008) yang menemukan bahwa metode
menyarankan jumlah yang lebih tinggi daripada metode perusahaan, Kuraesin
(2006) menemukan sebaliknya pada persediaan kedelai pada CV. AS Jaya (AJ).
Biaya persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 39 persen daripada
biaya persediaan menurut metode perusahaan. Dengan demikian bahwa terjadi
penumpukan persediaan yang selama ini dilakukan AJ melalui metode
perusahaan.
Kurniawan (2008) dan Halomoan (2007) sama-sama menganalisis
persediaan bahan baku dengan menggunakan metode MRP, teknik
Lot for Lot
(LFL),
dan EOQ di perusahaan yang berbeda. Perbedaan dalam alat analisis di
antara keduanya adalah Kurniawan (2008) menggunakan pula POQ, sedangkan
Halomoan (2007) menggunakan PPB. Kurniawan (2008) merekomendasikan
kepada perusahaan dengan menggunakan MRP teknik POQ, sedangkan
Halomoan (2007) menyimpulkan MRP dengan teknik LFL sebagai teknik yang
dapat menghasilkan biaya persediaan terendah. Kelemahan MRP dengan teknik
LFL yang dianalisis oleh Halomoan (2007) sulit untuk diterapkan oleh
perusahaan karena jumlah permintaan yang berfluktuasi sementara waktu tunggu
bahan baku adalah relatif lama, sehingga perusahaan tidak dapat memenuhi
perubahan permintaan tersebut.
Senada dengan Kuraesin (2006), Kurniawan (2008) dan Halomoan
(2007) juga menemukan bahwa biaya persediaan menurut metode ideal lebih
rendah daripada metode perusahaan. Kurniawan (2008) menemukan biaya
persediaan menurut metode ideal lebih rendah sebesar 43 persen daripada biaya
persediaan menurut metode perusahaan, sedangkan Halomoan (2008)
menemukan biaya persediaan menurut ideal lebih rendah sebesar 60 persen
daripada biaya persediaan menurut metode perusahaan. Senada dengan Kuraesin
(2006), terjadi penumpukan persediaan juga pada perusahaan yang diteliti.
10
(26)
Namun, pada penelitian Halomoan (2008), bila metode ideal yang dijalankan,
maka akan dihasilkan kerugian juga yaitu terjadi kehilangan penjualan atau
stock
out cost
.
Baik Kuraesin (2006), Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim
(2008) sama-sama menemukan perbedaan biaya persediaan antara metode ideal
dan metode perusahaan. Berdasarkan penelitian yang Kuraesin (2006),
Halomoan (2007), Kurniawan (2008), dan Hakim (2008) lakukan terdapat dua
tipe manajemen persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Hakim (2008)
menemukan tipe manajemen yang pertama, yaitu dimana metode ideal
menghasilkan biaya persediaan yang lebih tinggi sebesar 40 persen dibandingkan
dengan biaya persediaan menurut metode perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa
perusahaan kehilangan penjualan. Tipe kedua adalah tipe yang ditemukan oleh
Kuraesin (2006), Halomoan (2007), dan Kurniawan (2008), yaitu dimana metode
ideal menghasilkan biaya persediaan lebih rendah sebesar 39-60 persen. Hal
tersebut memiliki dua kemungkinan , yaitu bahwa perusahaan menumpuk
persediaan menurut Kuraesin (2006), dan Kurniawan (2008), dan perusahaan
kehilangan penjualan menurut Halomoan (2008).
Range
perbedaan antara
metode ideal dan metode perusahaan yang ditemukan pada industri manufaktur
sebesar 39-60 persen mengindikasikan kecenderungan bahwa dalam manajemen
persediaan manufaktur pun relatif sulit dilakukan menurut metode ideal.
(27)
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Manajemen Persediaan
Se
tiap perusahaan, memerlukan berbagai jenis barang untuk keperluan
proses produksinya. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, bahan
penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan
dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas,
maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal,
barang ini diperoleh dari tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain.
Selain itu, penggunaannya relatif tidak teratur, baik frekuensi, jumlah maupun
jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam
gudang penyimpanan barang.
Segala barang yang disimpan tersebut dan dirawat menurut aturan tertentu
dalam tempat persediaan, misalnya gudang penyimpanan barang (baik gudang
tertutup maupun gudang terbuka), lapangan atau halaman disebut barang
persediaan atau
inventory
(Indrajit, 2005). Alasan pokok penyimpanan persediaan
menurut Hansen dan Mowen (2001) adalah untuk menghadapi ketidakpastian
permintaan. Walaupun biaya unit persediaan, dan ataupun biaya pemesanan ulang,
serta ataupun biaya penyimpanan persediaan relatif kecil, perusahaan tetap akan
menyimpan persediaan karena adanya biaya-biaya kekurangan persediaan (
stock
out cost
). Contoh biaya kekurangan persediaan adalah penjualan yang hilang (baik
untuk saat ini maupun masa datang), biaya ekspedisi (meningkatnya biaya
transportasi, jam kerja lembur, dan lain-lain), dan biaya-biaya kegiatan produksi
yang terputus. Jika permintaan untuk bahan baku dan produk-produk lebih besar
dari yang diharapkan, persediaan dapat memberikan solusi, yaitu dengan
memampukan perusahaan untuk memenuhi tuntutan tanggal jatuh tempo
pengiriman (untuk menjaga kepuasan pelanggan).
Senada dengan Hansen dan Mowen (2001), Waters (1992) juga
mengutarakan alasan pokok penyimpanan persediaan digunakan sebagai
penyangga (
buffer
) antara penawaran dan permintaan. Waters (1992)
mencontohkan suatu persediaan roti pada toko roti. Jika toko roti tersebut
(28)
mengetahui dengan tepat jumlah roti yang akan laku terjual, mereka (toko roti
tersebut) tentunya akan memanggang roti sejumlah yang diperlukan, dan tentunya
saja akan menghilangkan persediaan, dan memiliki keuntungan yaitu a) setiap
konsumen akan mendapatkan roti yang segar, dan b) tidak akan ada roti yang basi
dan terbuang. Namun dalam kenyataannya, bagaimanapun toko roti tidak tahu
dengan pasti kapan konsumen akan meminta roti, jadi mereka menjaga persediaan
untuk ketidakpastian tersebut. Ada faktor penting lainnya pada contoh ini. Jalan
yang dinilai paling efisien dalam memproduksi roti adalah memanggang roti
sebanyak-banyaknya dalam sekali waktu. Akan tetapi, sebagian besar konsumen
hanya menginginkan dalam kuantitas yang kecil, jadi ada ketidaksesuaian antara
tingkat permintaan dan penawaran. Persediaan berperan sebagai penyangga
(
buffer)
antara penawaran dan permintaan secara sistematis dapat terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1.
Persediaan Sebagai
Buffer
Antara Penawaran Dan Permintaan
Sumber : Waters (1992)
Alasan-alasan lain penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen
adalah untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena
adanya suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan pengiriman
suku cadang yang terlambat
,menghindari proses produksi yang tidak dapat
diandalkan
,untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon
,untuk berjaga-jaga
jika terjadi kenaikan harga input di masa yang akan datang
.Persediaan perlu dikelola dengan baik, dengan tujuan untuk dapat
memenuhi permintaan konsumen secara cepat, menjaga kontinuitas produksi,
untuk menjaga supaya biaya penyimpanan persediaan tidak besar-besaran, biaya
pemesanan persediaan juga terkendali, sehingga mengakibatkan biaya menjadi
Penawaran
Dengan segala variasi
dan
ketidakpastian
dalam
jumlah
dan
waktu
Persediaan
Berperan
sebagai
penyangga
(
buffer
)
Permintaan
Dengan
segala
variasi
dan
ketidakpastian
dalam jumlah dan
waktu
(29)
besar, untuk mempertahankan atau meningkatkan laba, dan dalam jangka panjang
manajemen persediaan dapat mempengaruhi daya saing perusahaan.
Tingkat persediaan dari suatu jenis barang dapat bervariasi sepanjang
waktu, dengan sebuah pola tipikal yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tingkat
persediaan bervariasi sepanjang waktu, mengikuti permintaan konsumen. Selain
itu pula persediaan bervariasi sepanjang waktu dikarenakan barang (bahan baku
maupun penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh, dan
keterlambatan pemasok dalam pengiriman barang yang dipesan.
Keterangan Gambar : A : Delivery Arrives
B : Ordered Placed
C : Delivery Arrives
D : Order Placed
E : Stock Out
F : Delivery Arrives
G : Order Placed
H : Delivery Arrives
Sumbu X: Waktu
Sumbu Y : Tingkat Persediaan
Gambar 2.
Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu
Sumber : Waters (1992)
14
A
C
D
E
F
G
H
(30)
Pada suatu titik A, pengantaran tiba dan meningkatkan tingkat stok.
Kemudian permintaan terjadi, dan menurunkan tingkat persediaan. Sebuah
pesanan untuk melengkapi, dilakukan di titik B, dan tiba di waktu C. Pola umum
ini, akan berulang, dalam menjaga stok. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi
kenaikan permintaan yang tajam, ataupun keterlambatan pengantaran pesanan,
yang berakibat pada kehabisan stok (
stock out
), seperti pada point E, dan
kemudian dalam jangka pendek dapat direpresentatifkan melalui level stok yang
negatif. Di lain waktu, permintaan tak terduga menjadi rendah, atau pengiriman
pesanan yang cepat, yang akan berarti bahwa kedatangan pengiriman ketika tidak
benar dibutuhkan (poin H).
Menurut sejarah, banyak pandangan mengenai persediaan, mulai dari
sebuah ukuran dari kesejahteraan yang akan dimaksimisasi, hingga ke suatu
pemborosan sumberdaya yang mahal yang harus dieliminasi. Selama 94 tahun,
ilmu pengendalian persediaan telah berkembang banyak pendekatan untuk
mengerjakan persoalan-persoalan yang terkait dengan persediaan, seperti
bagaimana perusahaan sebaiknya mengelola persediaannya. Dimulai dari metode
kuantitas pesanan ekonomis (EOQ) direferensikan pertama kali oleh Harris pada
tahun 1915, kemudian dilanjutkan oleh Willson pada tahun 1930, yang membantu
memecahkan persoalan berapa banyak jumlah optimal barang yang harus dipesan
(pesanan), dan kapan pemesanan dilakukan, hingga dewasa ini dikembangkan
suatu konsep persediaan tepat waktu (JIT), yang memiliki tujuan mengeliminasi
segala sumber-sumber yang tidak produktif seperti persediaan yang tidak perlu
(Waters, 1992).
3.2
Fungsi Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan atau disebut juga pengendalian tingkat persediaan
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan material (persediaan )
yang dikelola melalui fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian , sehingga
dapat menjamin kelangsungan operasi perusahaan, dan di lain pihak investasi
persediaan material dapat ditekan secara optimal. Dengan demikian, prinsip
manajemen persediaan adalah penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan
(31)
dalam persediaan sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan
tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus dijaga agar biaya investasi
yang timbul dari penyediaan barang seminimal mungkin (Indarjit, 2005).
Perencanaan persediaan biasanya berbentuk keputusan-keputusan
mengenai
ite
m
(jenis persediaan) apa yang akan dipesan, berapa banyak yang
akan dipesan atau kuantitas pesanan opimal, dan kapan dapat dilakukan
pemesanan. Perencanaan persediaan dapat dibantu dengan menggunakan
metode-metode persediaan. Metode-metode-metode persediaan juga dapat digunakan untuk
pengendalian persediaan, yaitu sebagai suatu acuan mengenai persediaan yang
ideal dengan keadaan yang sebenarnya (faktual).
Pengorganisasian persediaan contohnya adalah administrasi persediaan.
Administrasi persediaan menjadi bagian yang sangat penting dalam manajemen
persediaan. Tugas-tugas yang termasuk dalam administrasi persediaan ini antara
lain membukukan keluar masuknya barang di setiap gudang, menjaga keakuratan
persediaan dengan melakukan
stock opname,
menyimpan data-data pemasok serta
harga setiap item yang dibeli, dan secara periodik membuat laporan ringkasan
keluar masuknya barang untuk dijadikan informasi dalam pengambilan keputusan.
Pelaksanaan dalam manajemen persediaan yaitu mengatur aliran
persediaan agar dapat memenuhi untuk kegiatan produksi, dan memenuhi
permintaan, sesuai dengan yang telah direncanakan. Contoh pelaksanaan dalam
manajemen persediaan yaitu pemesanan persediaan terhadap pemasok sesuai
dengan waktu dan jumlah yang ditentukan, dan pemeliharaan persediaan. Fungsi
pengendalian persediaan selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bagian 3.3.
3.3
Pengendalian Persediaan
Alasan utama perusahaan menyimpan persediaan adalah untuk memenuhi
permintaan konsumen yang relatif sulit diperkirakan. Permintaan dapat meningkat
tajam dalam suatu waktu, dan dapat pula menurun tajam pula dalam suatu waktu.
Permintaan yang relatif sulit diperkirakan dapat membuat suatu pilihan
bagi perusahaan untuk menyimpan persediaan dalam jumlah yang
sebesar-besarnya. Namun secara teoritik, apabila persediaan semakin menumpuk, maka
akan semakin besar biaya pemeliharaan persediaan, persediaan pun akan cepat
(32)
rusak yang mengakibatkan biaya kerusakan barang, sehingga biaya persediaan
pun akan meningkat. Dengan demikian biaya persediaan membuat suatu pilihan
lain bagi perusahaan untuk membatasi jumlah persediaan.
Persediaan berarti memiliki karakteristik apabila semakin diperbanyak
maka akan memampukan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen,
namun di sisi lain juga akan menimbulkan biaya persediaan semakin meningkat.
Hal tersebut berarti bahwa pengendalian persediaan perlu dilakukan.
Pengendalian persediaan secara umum dibagi menjadi dua kelompok yaitu
pengendalian persediaan barang yang permintaannya bebas, dan pengendalian
persediaan barang yang permintaannya tidak bebas. Barang yang permintaannya
bebas beda pengendalian persediaannya dengan barang yang permintaannya tidak
bebas karena barang yang permintaannya bebas diturunkan langsung dari
permintaan konsumen, sedangkan barang yang permintaannya bebas diturunkan
dari perencanaan produksi. Contoh persediaan barang bebas yaitu persediaan
barang jadi, misalkan persediaan kue bolu pada toko roti. Persediaan barang tidak
bebas merupakan persediaan bahan baku, misalkan persediaan tepung terigu,
telor, dan gula pada toko roti. Oleh karena itu, beda jenis persediaannya beda juga
pengendalian persediaannya.
Pengendalian persediaan secara teoritik memiliki sejumlah asumsi. Oleh
karena itu, penggunaan pengendalian persediaan selain tergantung pada jenis
barang (persediaan), juga tergantung pada kecocokan antara asumsi-asumsi yang
dimiliki oleh model dalam pengendalian persediaan dengan kenyataan yang
terjadi di perusahaan. Salah satu model pengendalian persediaan adalah Kuantitas
Pesanan Ekonomis (EOQ) klasik. EOQ klasik menghitung jumlah pesanan, dan
waktu pemesanan optimum. EOQ klasik memiliki asumsi yaitu permintaan
dianggap konstan. Konstan yaitu bahwa jumlah permintaan sama sepanjang
waktu. . Oleh karena itu, model EOQ klasik secara teoritik diduga tidak cocok
digunakan untuk industri tanaman hias. Hal tersebut dikarenakan permintaan pada
industri tanaman hias relatif tidak konstan.
(33)
3.3.1
Biaya dalam Persediaan
Se
ca
ra umum dapat dikatakan bahwa biaya persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya
sistem persediaan menurut terdiri dari biaya pembelian, biaya pengadaan, biaya
simpan, dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini akan diuraikan secara
singkat masing-masing komponen biaya di atas.
1. Biaya Unit (UC)
Biaya unit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya
biaya unit ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang.
Biaya pembelian menjadi faktor yang penting ketika harga barang yang dibeli
tergantung ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai
quantity
discount
atau
price break
dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah
barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen
biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya persediaan, karena
dianggap bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang
dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu
(misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban
optimal tentang berapa banyak barang yang dipesan.
Pada penelitian ini, biaya unit juga tidak dihitung sebagai komponen untuk
menentukan biaya total persediaan. Hal ini dikarenakan biaya unit adenium tidak
berubah bila jumlah pesanan yang ditingkatkan. Namun, biaya unit digunakan
untuk menghitung jumlah pemesanan optimal pada model EOQ dengan kendala
investasi, dan model EOQ dengan metode
two bin system
dengan kendala
investasi. Biaya unit digunakan untuk dihitung, karena pada kendala investasi
persediaan, membatasi jumlah pemesanan.
2. Biaya Pemesanan Kembali (RC)
Biaya pemesanan kembali adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan
pemasok (
supplier
), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya
pengangkutan, biaya penerimaan, biaya telepon, dan seterusnya. Biaya ini
diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.
(34)
3. Biaya Penyimpanan (HC)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat
menyimpan barang. Biaya ini meliputi biaya pemeliharaan, biaya kerusakan dan
penyusutan, biaya asuransi, dan biaya
opportunity
.
Barang yang disimpan (persediaan) memerlukan pemeliharaan agar
kualitas persediaan tetap terjaga. Misalnya biaya pemeliharaan gudang, biaya
pemeliharaan tanaman hias. Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan,
penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena
hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dengan besarnya
penurunan nilai jual dari barang tersebut. Barang yang disimpan diasuransikan
untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya
asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan
perusahaan asuransi. Biaya
opportunity
yaitu biaya kesempatan yang dikorbankan
untuk pengadaan bahan baku atau produk yang dapat menghasilkan keuntungan
bila biaya tersebut diinvestasikan
3.3.2
Sistem Pengendalian Persediaan Ideal
Sistem pengendalian persediaan terdiri dari dua bagian yaitu sistem
persediaan permintaan bebas (
independent demand inventory systems
), dan sistem
persediaan permintaan tak bebas (
dependent demand inventory systems
). Sistem
persediaan permintaan bebas merupakan pendekatan pada model kuantitatif dan
peramalan permintaan. Sistem persediaan permintaan tak bebas merupakan
pendekatan dimana permintaan secara langsung ditentukan oleh perencanaan
produksi. Sistem persediaan permintaan bebas terdiri dari dua cara penilaiannya
yaitu kuantitas pesanan tetap dan
periodic review systems
. Klasifikasi sistem
pengendalian persediaan dapat dilihat pada Gambar 3.
(35)
Gambar 3.
Klasifikasi Sistem Pengendalian Persediaan
Sumber : Waters (1992)
3.3.3
Sistem Persediaan Permintaan Bebas
Sistem persediaan permintaan bebas berarti bahwa permintaan terhadap
satu jenis barang adalah bebas (tidak terikat) terhadap jenis barang lainnya.
Pemintaan terhadap satu jenis barang dibangun oleh permintaan dari konsumen.
Sistem persediaan permintaan bebas dapat dianalisis dengan enam model yaitu
1)
Economic Order Quantity
(EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi,
3) EOQ dengan
two bin system
tanpa kendala investasi, 4) EOQ dengan
two bin
system
dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, dan 6) Peramalan permintaan.
Pengendalian persediaan kemudian didasarkan pada model kuantitatif
yang berhubungan dengan permintaan, biaya, dan variabel lainnya, untuk
menemukan nilai optimal dalam memesan kuantitas, waktu pemesanan, dan
lain-lain. Sistem persediaan permintaan bebas dapat menggunakan baik kuantitas
pesanan tetap (
fixed order quantity systems
) maupun
periodic review systems.
Kuantitas pesanan tetap menempatkan sebuah pesanan dari ukuran tetap
pada saat persediaan yang tersedia berada pada level tertentu. Misalnya, suatu
pabrik pemanas pusat, akan memesan 25.000 Liter (L) minyak ketika jumlah pada
tank
turun mencapai 2.500 L. Sistem seperti ini membutuhkan
monitoring
yang
kontinu , permintaan yang relatif tidak teratur, dan jenis barang yang relatif
mahal.
20
Sistem Pengendalian Persediaan (Inventory Control Systems)
Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas
(Dependent Demand Systems)
Sistem Persediaan Permintaan Bebas
(Independent Demand Systems)
Periodic Review Systems Kuantitas Pesanan Tetap
(36)
Periodic review systems
mengukur pesanan berdasarkan jangka waktu
yang tetap untuk menambah kembali persediaan. Contoh
periodic review systems
yaitu manajemen persediaan pada
rak-rak di swalayan. Rak-rak di swalayan
mungkin akan diisi setiap sore sejumlah barang yang terjual sepanjang siang.
Sistem seperti ini lebih cocok untuk permintaan yang relatif teratur dan jenis
barang yang relatif murah.
3.3.4
Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas
Pada sistem persediaan permintaan tidak bebas terdapat asumsi bahwa
permintaan akan suatu jenis barang secara langsung berkaitan dengan permintaan
jenis barang lainnya. Hal ini menjadi jelas, ketika permintaan terhadap material
berkaitan dengan permintaan terhadap barang jadi. Misalnya suatu pabrik
perakitan mobil membutuhkan pintu dan roda, keduanya berkaitan erat dengan
permintaan akan mobil jadi.
Sistem persediaan tak bebas pada umumnya menggunakan perencanaan
produksi untuk peramalan permintaan terhadap masing-masing jenis barang dan
kemudian memesan sejumlah unit yang kemudian dapat disebut permintaan.
Metode-metode pada sistem ini, yaitu
material requirement planning
(MRP)
, dan
just-in-time
(JIT).
3.4
Jenis, dan Kegunaan Persediaan
Persediaan adalah sumber daya yang menunggu proses lebih lanjut, seperti
sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan produksi pada industri
manufaktur, sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan pemasaran pada
sistem distribusi ataupun sumber daya yang akan digunakan untuk dikonsumsi
pada sistem rumah tangga. Nasution (2008) membedakan persediaan dalam
industri manufaktur, menurut jenisnya, yaitu :
1. Bahan baku adalah barang-barang yang dibeli dari pemasok dan akan
digunakan atau diolah menjadi produk jadi yang akan dihasilkan oleh
perusahaan.
(37)
2. Bahan setengah jadi adalah bahan baku yang sudah diolah atau dirakit menjadi
komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah lanjutan agar menjadi
produk jadi.
3. Barang jadi adalah barang jadi yang telah selesai diproses, siap untuk disimpan
di gudang barang jadi, dijual, atau didistribusikan ke lokasi-lokasi pemasaran
4. Bahan-bahan pembantu adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk
menunjang produksi, namun tidak akan menjadi bagian pada produk akhir
yang dihasilkan perusahaan. Klasifikasi persediaan berdasarkan proses dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4.
Klasifikasi Persediaan Berdasarkan Jenis
Sumber : Nasution (2008)
Persediaan juga dapat ditemui pada sistem non manufaktur seperti
persediaan uang pada bank, persediaan obat-obatan di apotek, dan tanaman hias
pada
out
let
atau
showroom
tanaman hias. Namun persediaan pada sistem non
manufaktur tidak sama jenisnya dengan persediaan pada manufaktur. Hal tersebut
dikarenakan pada sistem non manufaktur tidak ada proses produksi yang
mengubah bahan mentah menjadi barang jadi.
Secara umum, persediaan pada sistem non manufaktur terbagi menjadi dua
yaitu persediaan barang jadi dan persediaan bahan pembantu. Persediaan barang
jadi merupakan persediaan barang-barang yang siap untuk dijual ke konsumen.
Contoh persediaan barang jadi yaitu tempat pensil dan kertas kado pada toko
22
Bahan Mentah Bahan Setengah Jadi Barang Jadi
Bahan – Bahan Pembantu Proses Produksi
(38)
hadiah. Tempat pensil dan kertas kado dapat dibeli secara langsung oleh
konsumen. Persediaan bahan pembantu merupakan persediaan barang-barang
yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran proses pengadaan pelayanan dari
produsen kepada konsumen. Contoh persediaan bahan pembantu yaitu gunting
dan selotip pada toko hadiah. Gunting dan selotip membantu proses pengemasan
barang yang diminta sesuai dengan keinginan konsumen.
Menurut Hansen dan Mowen (2001) timbulnya persediaan dalam suatu
sistem, baik sistem manufaktur maupun non manufaktur adalah merupakan akibat
dari tiga kondisi sebagai berikut :
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (
tr
ansaction motive
). Permintaan akan
suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila barang tersebut
tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang tersebut
diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk mendatangkannya.
2. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (
precautionary motive
).
Ketidakpastian yang dimaksud adalah adanya permintaan yang bervariasi dan
tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan; waktu pembuatan yang
cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk yang lain; waktu
tunggu (
lead time
) yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang
tidak dapat dikendalikan sepenuhnya.
3. Keinginan melakukan spekulasi (
speculative motive
) yang bertujuan
mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang di masa
mendatang.
4. Pada prinsipnya persediaan berfungsi mempermudah dan memperlancar
jalannya operasi perusahaan manufaktur yang memungkinkan produk-produk
yang dihasilkan pada tempat yang berbeda dengan bahan mentahnya.
Persediaan berguna untuk meminimalkan resiko keterlambatan datangnya
barang-barang dari pemasok, menyimpan bahan-bahan yang dihasilkan secara
musiman sehingga kontinuitas produksi terjamin, memberikan pelayanan pada
pelanggan atau konsumen pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan
jaminan tetap tersedianya barang jadi.
(39)
3.5 Kerangka Pemikiran Operasional
Perusahaan tanaman hias cenderung menumpuk persediaan tanaman hias
dalam jumlah yang relatif besar. Hal tersebut disebabkan permintaan tanaman hias
yang mengikuti tren
permintaan yang relatif sulit diprediksi. Pada satu sisi
persediaan yang relatif besar dapat memampukan perusahaan dalam memenuhi
permintaan. Namun demikian, persediaan yang relatif besar dapat menyebabkan
biaya persediaan yang besar juga.
Penganalisaan terhadap manajemen persediaan pada usaha tanaman hias,
dapat dimulai dengan mempertanyakan apakah persediaan tanaman hias dapat
diminimumkan, dan adakah model yang dapat digunakan untuk memiminimisasi
persediaan pada usaha tanaman hias. Penganalisaan terhadap manajemen
persediaan pasa usaha tanaman hias dapat dilakukan dengan membandingkan
antara model persediaan ideal, yang didalamnya terdiri dari sejumlah asumsi, dan
model persediaan yang dilakukan oleh perusahaan tanaman hias, yaitu PT.
Godongijo Asri. Persediaan yang akan dianalisis adalah persediaan input berupa
bonggol adenium. Berdasarkan hasil perbandingan antara model ideal dan model
perusahan, dapat dilihat kemungkinan penerapan pengendalian persediaan.
Model persediaan ideal yang digunakan adalah model persediaan dari
sistem persediaan permintaan bebas, dan sistem persediaan permintaan tidak
bebas. Model persediaan dari sistem persediaan permintaan bebas yaitu EOQ
klasik, EOQ dengan kendala investasi, EOQ dengan metode
two bin system
tanpa
kendala investasi, EOQ dengan metode
two bin system
dengan kendala investasi,
probabilistik, dan peramalan permintaan. Model persediaan dari sistem
persediaan permintaan tidak bebas yaitu
material requirement planning,
dan
Just
In Time
. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
(40)
Gambar 5.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Usaha Tanaman Hias Cenderung Menumpuk
Model Persediaan Perusahaan Tanaman Hias, yaitu PT. Godongijo Asri dengan mengambil contoh bonggol pada tanaman hias adenium Model Persediaan Ideal
Sistem Persediaan Permintaan Bebas
EOQ Klasik
EOQ dengan kendala investasi
EOQ dengan metode two bin system tanpa kendala investasi
EOQ dengan metode two bin system dengan kendala investasi
Probabilistik
Peramalan Permintaan
Sistem Persediaan Permintaan Tidak Bebas
Material Requirement Planning Just In Time
Apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ?
Adakah model persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?
Permintaan tanaman hias yang mengikuti trend yang relatif sulit
diprediksi Penumpukan persediaan menyebabkan
biaya yang relatif besar
Asumsi - Asumsi
Mempelajari Persediaan Tanaman Hias , khususnya Adenium Mengidentifikasi model-model persediaan yang tepat pada Adenium
Menentukan pilihan metode persediaan Adenium yang paling mungkin diterapkan
(41)
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Godongijo Asri (GIA) yang berlokasi di Jalan Cinangka Raya 60, Desa Serua, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa GIA merupakan perusahaan trendsetter tanaman hias Adenium, dan merupakan perusahaan agribisnis yang besar di Industri tanaman hias. Kegiatan Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2009 hingga Januari 2010. Selain itu tanaman hias yang akan dijadikan sampel adalah Adenium. Adenium dipilih karena merupakan unit bisnis tanaman hias utama, dan selain itu pula usaha adenium GIA terintegrasi dari kegiatan produksi tanaman graftingan Adenium, hingga pemasarannya.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder yang merupakan data penunjang bagi penelitian ini, diperoleh dari literatur yang relevan dengan permasalahan penelitian, baik yang berasal dari instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Pemerintah Kota Depok, situs-situs instansi yang terkait dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Selain itu, data sekunder dapat pula berasal dari laporan perusahaan, profil perusahaan, dan sebagainya.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang akan diambil dari perusahaan berupa :
1. Profil Perusahaan
2. Sistem pengadaan dan pengendalian tanaman hias, khususnya adenium, meliputi manajemen dan kondisi persediaan tanaman hias di perusahaan, jenis dan asal tanaman hias, metode pengadaan tanaman hias, sistem pemesanan dan penyimpanan tanaman hias, serta kebijakan pengendalian persediaan tanaman hias yang dilakukan oleh perusahaan.
(42)
Sedangkan data kuantitatif dari perusahaan berupa :
1. Data bulanan penjualan adenium selama empat tahun terakhir. 2. Data produksi bulanan adenium selama setahun terakhir.
3. Data persediaan awal dan akhir adenium selama enam bulan terakhir.
4. Biaya pemesanan bahan baku yang terdiri dari biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan bahan baku dalam sekali pesan. Biaya tersebut terdiri dari biaya telepon, dan biaya administrasi
5. Biaya penyimpanan tanaman akibat adanya persediaan. Biaya tersebut terdiri dari biaya pemeliharaan adenium selama satu tahun.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data secara kuantitatif diperlukan untuk menganalisis bagaimana manajemen persediaan tanaman hias selama ini dilakukan. Data kuantitatif tersebut diolah dengan menggunakan kalkulator dan perangkat lunak komputer yaitu program Microsoft Excell2007 dan Minitab 15. Model persediaan perusahaan akan dibandingkan dengan model persediaan ideal. Model persediaan ideal yang akan digunakan yaitu (1) Economic Order Quantity(EOQ) klasik; (2) EOQ dengan kendala investasi; (3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi; (4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi; (5) Probabilistik dengan service level model, karena produksi adenium merupakan suatu hal yang tetap, tidak musiman; (6) model peramalan permintaan dengan menggunakan metode dekomposisi, (7) Model Material Requirement Planning, dan (8) Just In Time. ModelMaterial Requirement Planning (MRP), dan Just In Time (JIT), tidak dianalisis kuantitasnya, karena berdasarkan asumsi pada MRP dan JIT, karakteristik produk adenium, sulit untuk dilakukan. Hasil dari pengolahan data tersebut diintrepretasikan dan dideskripsikan ke dalam bentuk uraian deskriptif.
4.3.1 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan
Identifikasi awal ini meliputi identifikasi proses produksi dalam perusahaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam proses produksi. Selain itu
(1)
Lampiran
4. Pengadaan Input Bonggol PT. Godongijo Asri Tahun 2009
Bulan
Grade
A
(Pot)
Grade
B
(Pot)
Grade
C
(Pot)
Grade
D
(Pot)
Grade
E
(Pot)
Januari
0
0
0
0
0
Februari
50
0
0
0
0
Maret
282
0
0
0
1
April
0
0
0
0
0
Mei
0
0
0
0
0
Juni
0
0
0
0
0
Juli
0
0
0
0
0
Agustus
689
215
0
0
0
September
0
0
0
0
0
Oktober
0
0
0
0
0
November
0
0
0
0
0
Desember
0
0
0
0
0
Jumlah
1.021
215
0
0
1
Rata-Rata
Per
Pesanan
340
215
0
0
1
(2)
Lampiran
5. Perhitungan Biaya
Opprtunity
Bonggol Adenium
Grade A
Tahun 2009
Bulan Pembelian (Pot) Biaya Unit (Rp)Nilai (Rp) Suku Bunga (%) Biaya Opportunity (Rp/Bulan) Biaya Opportunity (Rp/Pot/Bulan) Januari 0,0 7.500,0 0,
0
8,0 0,0 0,0 Februari 50,0 7.500,0 375.000,
0
7,9 29.625,0 593,0 Maret 282,0 7.500,0 2.115.000,
0
7,9 167.085,0 593,0 April 0,0 7.500,0 0,
0
7,9 0,0 0,0 Mei 0,0 7.500,0 0,0 8,3 0,0 0,0 Juni 0,0 7.500,0 0,0 8,6 0,0 0,0 Juli 0,0 7.500,0 0,0 9,0 0,0 0,0 Agustus 689,0 7.500,0 5.167.500,
0
9,3 480.578,0 698,0 September 0,0 7.500,0 0,0 9,5 0,0 0,0 Oktober 0,0 7.500,0 0,0 10,7 0,0 0,0 November 0,0 7.500,0 0,0 11,2 0,0 0,0 Desember 0,0 7.500,0 0,0 10,9 0,0 0,0
Jumlah 628,0
(3)
Lampiran
6. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model
EOQ dengan Metode Two Bin System Tanpa kendala investasi
Bulan Penjualan Jumlah /Pesanan
Frekuensi Jumlah Pesanan
Jumlah Persediaan
Januari 785 240 4 960 175
Februari 569 240 2 480 86
Maret 599 240 3 720 207
April 752 240 3 720 175
Mei 355 240 1 240 60
Juni 215 240 1 240 85
Juli 195 240 1 240 130
Agustus 915 240 4 960 175
September 730 240 4 960 405
Oktober 520 240 1 240 125
November 614 240 3 720 711
Desember 703 240 0 0 4
Jumlah Frekuensi 27 -
-Jumlah Persediaan Rata-Rata / Bulan 194
(4)
Lampiran
7. Frekuensi Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Menurut Model
EOQ Dengan Metode Two Bin System Dengan Kendala
Investasi
Bulan Penjualan Jumlah / Pesanan
Frekuensi Jumlah Pesanan
Jumlah Persediaan
Januari 785 340 3 1.020 235
Februari 569 340 1 340 6
Maret 599 340 3 1.020 421
April 752 340 2 680 349
Mei 355 340 1 340 334
Juni 215 340 0 0 119
Juli 195 340 1 340 264
Agustus 915 340 2 680 29
September 730 340 3 1020 319
Oktober 520 340 1 340 139
November 614 340 2 680 205
Desember 703 340 2 680 182
Jumlah Frekuensi 21 -
-Jumlah Persediaan Rata-Rata / Bulan 216
(5)
Lampiran
8. Peramalan Permintaan Adenium
Grade
A Tahun 2009
Tahun Caturwulan t X=SxTxCxR CMA SxRx100 Sx10
0 T=a+bt Cx100 F=SXTXC
2006 I 1 4,945.0 104.0 4,429.0 4,606.2
II 2 3,458.0 4,319.0 80.1 81.0 4,259.0 101.4 3,449.8
III 3 4,554.0 4,106.3 110.9 115.0 4,089.0 100.4 4,497.9
2007 I 4 4,307.0 3,962.0 108.7 104.0 3,919.0 101.1 3,919.0
II 5 3,025.0 3,706.0 81.6 81.0 3,749.0 98.9 2,976.0
III 6 3,786.0 3,336.0 113.5 115.0 3,579.0 93.2 3,661.3
2008 I 7 3,197.0 3,221.0 99.3 104.0 3,409.0 94.5 3,204.5
II 8 2,680.0 3,221.0 83.2 81.0 3,239.0 99.4 2,597.4
III 9 3,786.0 115.0 3,069.0 100.0 3,375.9
2009 I 10 104.0 2,899.0 100.0 3,015.0
II 11 81.0 2,729.0 100.0 2,210.5
III 12 115.0 2,559.0 100.0 2,942.9
Regression Analysis: Y versus X The regression equation is Y = 4599 - 170 X
Predictor Coef SE Coef T P Constant 4599.1 452.3 10.17 0.000 X -170.08 80.37 -2.12 0.072
S = 622.571 R-Sq = 39.0% R-Sq(adj) = 30.3%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P Regression 1 1735700 1735700 4.48 0.072 Residual Error 7 2713164 387595
Total 8 4448864
(6)