"Triumvirate" Dalam Naskah Sunda.

-

-----

Pikiran Rakyat

.

0

Sela~a

456
20

21

o Mar

OApr


Rabu
7
22
OMei

o

o Kamis 0 Jumat
Sabtu 0 Minggu
8
9
10
11
12
13
14
15
27
28
29

30
23
24
25
26
OJun

OJul

OAgs

OSep

OOId

ONov

~ 31

ODes


"Trimnvirate"

Dalam Nasl~ah Sunda
- -=..,-

A

PApunyangberkaitan dengan masa silam, selalu ada makna
dan kearifan yang mengiringi
peIjalanannya. Ada beberapa
hal menarik yang mungkin
dapat kita ungkap Clarikonsep
tata ruang kosmologis sebagaimana tertuang dalam naskah Sunda abad XVI Masehi.
Sayangjika dibuang atau dihapus begitu saja, karena ditengarai bahwa titilar karulzun
orang Sunda sangat berharga.
Secara kosmologis, manusia
pada dasarnya terikat pada
alam semesta dan memiliki
pandangan akan adanya hubungan spiritual secara timbal

balik antara manusia dan
alam semesta. Gambaran tentang mitos sejalan dengan
pandangan kosmologis yang
menyebutkan bahwa terdapat
kesatuan besar di antara para
penghuni kosmos. Seluruh
kosmos dijiwai oleh suatu daya hidup. Suatu tempat atau
daerah misalnya, berkelindan
dengan konsep tata ruang masyarakat secara kosmologis,
yang berupaya mencari makna dunia sesuai dengan eksistensinya. Manusia dipandang
sebagai mikrokosmosnya jagat
raya yang seluruh kehidupannya harus selalu menjalankan
segala siksa atau ajaran Sanghyang Darma. Itulah manusia
ideal yang kelak dapat mencapai surga abadi atau nirwana
menurut naskah Sanghyang
Raga Dewata (SRD), salah
satu naskah lontar beraksara
dan berbahasa Sunda kuno
abad XVI Masehi.
Konsep tata ruang mm;yarakat Sunda secara kosmologis,

berdasarkan beberapa naskah

~

Sunda abad XVI Masehi, bersifat triumvirate. Dalam tatanan ini, berupaya mencari
makna dunia menurut eksistensinya, yakni menyangkut
keleluasaannya yang mengandung segala macam dunia dengan seluruh bagian dan aspeknya, sehingga tidak ada sesuatu pun yang dikecualikan.
Masyarakat Sunda meiniliki
pandangan tentang kesejajaran antara makrokosmos dan
mikrokosmos, antarajagat raya dan dunia manusia.
Berkaitan dengan konsep
tata ruang masyarakat Sunda
secara kosmologis, sebagaimana tercermin dalam naskah
Sunda Kuno Sanghyang Hayu (disingkat SH). Menurut
SH, tata ruangjagat (kosmos)
terbagi menjadi tiga susunan,
yaitu 1. susunan dunia bawah,
saptapatala (tujuh neraka), 2.
buhloka bumi tempat kita
bernaung atau madyapada;

dan 3. susunan dunia atas,
saptabuana atau buanapitu
(tujuh surga). Tempat di antara saptapatala dan saptabuana disebut madyapada, yakni
pratiwi. Proses penciptaan
alam dalam naskah meliputi
buwana Gagat raya), pretiwi
(bumi), sanra (diri sendiri),
dan para dewa pengatur jagat
(Darsa, 1998).
Naskah kuno lainnya, Kropak 422 menyebutkan bahwa
alam semesta terbagi dalam
tiga dunia, yaitu sakala (dunia
nyata), niskala (dunia gaib),
dan jatiniskala (kemahagaiban sejati). Dalam naskah Sanghiyang Siksakandang Karesian (SSK), paparan kahyangan
para dewa lokapala (pelindung dunia), disesuaikan de-

_

ngan kedudukan arah mata
angin dengan warna masingmasing yang disebut Sanghiyang Wuku Lima di Bumi, yaitu Isora bertempat di kahyangan timur (Purwa), putih

warnanya. Daksina (selatan),
tempat tinggal Hyang Brahma, merah warnanya. Pasima
(barat) tempat tinggal Hyang
Mahadewa. kuning warnanya.
Utara yaitu utara tempat tinggal Hyang Wisnu, hitam warnanya. Madya tengah, tempat
Hyang Siwa, aneka macam
warnanya

. Cerita

pantun

Eyang Reusi Handeula Wangi
memuat kosmologi Sunda ke
dalam tiga bagian, yaitu Buana Nyungcung (dunia roh),
Buana Panca Tengah (dunia
manusia), dan Buana Larang.
Mandala hanya dikenal di
Buana Nyungcung (Suryani,
dkk., 2009).

Konsep tata ruang kosmologis Sunda, saat ini masih dap:,t kita lihat pada mlli;yarakat
Kampung Naga, sebagai salah
satu kampung adat yang masih memegang teguh tradisi
leluhurnya, terutama berkaitan dengan masalah rumah.
Bagi mereka, rumah tidak sekadar tempat berteduh dari
terik matahari dan hujan serta
dinginnya cuaca di malam hari,tetapi berkelindan dengan
makna yang terkandung di balik rumah itu sendiri. Hal ini,
jika dihubungkan dengan kata
imah atau bumi, yang berarti
dunia, sebagaimana dalam tatanan tata surya. Bumi adalah
tempat hidup makhluk yang
disebut manusia. Dengan pengertian itu, maka rumah bagi
masyarakat Kampung Naga

_dian~ap bukan ~an~ sebagai__

Kliping Humas Unpad 2010
------


tempat tinggal, tetapimerupakan bagian dari konsep kosmologisnya, sebagaimana tercermin dalam penataan pola
kampung, bentuk rumah, serta pembagian ruang-ruangnya. Untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupannya,
mereka berkeyakinan bahwa
hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos harus
tetap dijaga agar senantiasa
teIjalin keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya.
Salah satu pengejawantahan dan cerminan dari hubungan antara mikrokosmos dan
makromokosmos dalam kehidupan masyarakat Kampung
Naga, mereka menganggap
bahwa tempat tinggal manusia yang masih hidup bukanlah di "dunia bawah~. Dunia
bawah menurut mereka adalah tanah. Manusia'berada di
"dunia bawah" apabila sudah
meninggal dunia.
Manusia yang masih hidup
tinggal dan berada di "dunia
tengah", sedangkan yang dimaksud "dunia atas" adalah
langit. Konsep kosmologis
masyarakat Kampung Naga
seperti itu berkaitan erat dengan konsep yang dikenal dengan sebutan Tri Tangtu di
Bumi, yang meliputi tata wilayah, tata wayah, dan tata

lampah, yang ketiganya saling
berhubungan satusama lain,
sesuai dengan adat dan tradisi
mereka.
Hal ini juga tampak pada
pola pembagian lahan, yang
terbagi menjadi kawasan suci,
kawasan bersih, dan kawasan
kotor yang dijadikan tempat
permukiman masyarakat

...";.,..
'--~

'-..

...i

,,'t
"


t
DOK, 'PR'

WARGA

Kampung Naga saat merayakan maulid, beberapa waktu lalu.Konsep kosmologis masyarakat Kampung Naga berkaitan

erat dengan konsep yang dikenal dengan sebutan Tri Tangtu di Bumi yang meliputi tata wilayah, tata wayah, dan tata lampah, yang
ketiganya saling berhubungan satu sama lain, sesuai dengan adat dan tradisi mereka. Sistem kemasyarakatan maupun kosmologis
dalam komunitas Kampung Naga merupakan salah satu perwujudan dari sistem kemasyarakatan dan tata ruang masyarakat Sunda masa lampau yang mampu memberikan sebagian gambaran bahwa masyarakat Sunda di masa lampau telah memiliki satu tar:af
kehidupan sosialyang cukup teratur. *
___
miliki fungsi magis dala~ taKampung Naga, yang dikelitanan ruang bagi masyarakat
lingi oleh lahan pertailian sayang tinggal di sekelilingnya.
wah yang berteras-terasjsengLokasi kabuyutan biasanya tikedan dan hutan tutupan. Sedak
bisa dipisahkan dengan
bagian lagi berupa kolam temlokasi
lain yang ada di sekitarpat penampungan air dan penya, yang secara geografis
meliharaan ikan, yang secara
mengarah ke suatu tempat
ekologis sarna dengan pola
tertentu yang menjadi ciri palingkungan masyarakat perdetilasan atau "ciri wanci kabusaan pada umumnya, yang
yutan sebuah karajaan". Loterdiri atas tiga elemen yang
kasi suatu kabuyutan, kehisaling mendukung dalam pedupannya menyatu dengan
menuhan sehari-hari, yakni
alamo Para leluhur kita sangat
rumah sebagai tempat tinggal,
memahami aspek lingkungan
sumber air yang selalu tersedan dapat memilih daerah
dia, dan kebunjkolam tempat
yang "ramah lingkungan" unpemeliharaan ikan. Dengan
tuk seluruh kehidupannya,
demikian, sistem kemasyaratermasuk aspek ritualnya.
katan ataupun kosmologis daSuatu kabuyutan bukanlah
lam komunitas Kampung Natempat yang berdiri sendiri,
ga merupakan salah satu pertetapi termasuk ke dalam suawujudan dari sistem kemasyatu sistem tata ruang kosmolorakatan dan tata ruang masyagis
yang saling memengaruhi
rakat Sunda masa lampau, sedengan
tenaga-tenaga yang
bagaimana dijelaskan dalam
bersumber pada tempat-temnaskah Sanghyang Hayu,
pat di sekitarnya, baik secara
Sanghyang Raga Dewata,
arkeologis, geologis, geomorJatiniskala, fragmen Carita
fologis, filologis, antropologis,
Parahiyangan, dan Sangmaupun folklor. Tenaga-tenahyang Siksakandang Karesiga
ini mungkin bisa menghaan, yang mampu memberikan
silkan kemakmuran dan kesesebagian gambaran bahwa
jahteraan, atau bahkan bisa
masyarakat Sunda di masa
berakibat kehancuran. Hal ini
lampau telah memiliki satu tabergantung kepada kearifan
raf kehidupan sosial yang cuindividu, kelompok masyarakup teratur.
kat, serta pemerintah agar
Konsep kosmologis Sunda,
mampu menyelaraskan dan
jika dikaitkan dengan kabumengharmonisasikan kehiyutan yang merupakan pedupan dan kegiatan manusia
ninggalan suatu kerajaan Sundengan kosmologisnya. Semoda masa lampau, biasanya
ga. CElis Suryani N.S.jdomengacu pada suatu nama
sen, peneliti, dan penulis Unitempat yang merujuk pada
versitas Padjadjaran )***
suatu lokasi secara menyeluruh,-sebagaitempa~ yang IIle-

Wastuwidya,
;t~i!el~tur~~Sunda
EIRING perkembangan zaman dan pesatnya
teknologi saat ini, generasi muda, mungkin sudah tidak mengenallagi bentuk arsitektur wastuwidya sebagaimana terungkap dalam naskahnaskah Sunda. Wastuwidya
merupakan ilmu mengenai
bermacam bentuk rumah dan
ragam hias yang digunakan
pada masa silam, sarna dengan arsitektur masa kini.
Dalam naskah Sunda kuno,
Sanghyang Siksakandang Karesian (SSK) ditemukan arsitektur maupun ragam hias
yang berkaitan dengan bentuk
serta hiasan rumah yang sudah tidak kita kenali lagi saat
ini, seperti:
- Anjung meru (bangunan
yang berbentuk lancip seperti
gunung, lebih tinggi ke atas lebih kecil).
- Badak heuay, (benttik bangunan rumah yang tidak memakai wuwung, bersambungnya antara atap belakang dan
atap depan tampak seperti badak yang sedang menganga).
- Badawang sarat (satu ragam hias pada rumah dengan
hiasan ikan besar).
- Balandongan (bangunan
sementara untuk menerima
tamu; tempat pertunjukan kesenian).
- Capit gunting (bentuk bangunan rumah yang bagian
pinggir atap gentingnya memakai bambu atau kayu disilangkan/menyilang seperti
gunting hendak meneapit).
- Julang ngapak (bentuk bangunan rumah yang di bagian
depan belakangnya memakai
sorondoy seperti sayap julang
yang sedang terbang atau
mengepakkan sayapnya).

Buhun"

S

- Ganggang

hopatih

.

OOK. ~pw

EllS Suryani N.S. *
atau balai)

seperti:

- Bale bobot

(balai, serambi,
bangunan yang sangat hebat
dan kuat).
- Bale bubut (sejenis balai
dengan bentuk ragam hias
yang dibubut dih~uskan atau
dibulatkan).
- Bale mangu (balai tempat
menunggu).
- Bale nyasa (bangunan
samping).

- Bale tulis

(balai yang digu-

nakan untuk keperluan administrasi/kantor).
- Bale watangan (balai tempat mengadili/pengadilan berhubungan dengan hukum).
- Bale desa (kantor desajbalai desa).
.
- Bale kota (balai kota).

(nama

bentuk bangunan rumah yang
bercelah-celah).
- Pageneayan (1 nama bangunan rumah, tempat menumbuk padi; 2 rumah ragam
hias yang beraneka ragam
hias).
- Limas kumureb (bentuk
atap bangunan yang menyerupai limas tertelungkup).
- Parahu kumureb (bentuk
bangunan rumah yang bagian
atapnya menyerupai perahu
yang tertelungkup/tengkurap).
- Suhunan jolopong (bentuk
bangunan rumah yang bagian
atapnya terbentang memanjang, terkadang ada yang menyebut atap panjang atau menyerupai gajah).
- Tagog anjing (bentuk bangunan saung yang hampir semodel dengan potongan badak
heuay, hanya pinggir usuknya
bertemu dengan bagian pinggir usuk bagian depan, jadi bangunannya menjorok seperti
anjing sedangjongkok).
Naskah SSK, selain mengemukakan bermacam-macam
bentuk rumah, dijelaskan pula
bermacam-maeamjenis
bale'
..
~"
.
.---.

---

,

Jenis, bentuk maupun ragam hias dalam SSK berkelindan pula dengan berbagai maearn bentuk bumi (rumah),
misalnya humi asri 'bumi cantik', bumi bubut, bumi kancana, bumi manik, bumi niskala,
bumi ringgit, bumi sakala, bumi tetep, bumi lamba, bumi
tan parek, bumi resik, pancak
saji (rumah sesajian), rangkay
(bangunan yang belum selesai). Paseban (bangunan tempat menerima persembahan),
maupun tumpang sanga (rumah yang bersusun, berundak
atau bertingkat-sembilan).
Bentuk bangunan maupun
arsitektur inasa silam yang
berbentuk panggung, arsitekturnya sudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta
struktUr tanah daerah tempat
bangunan itu didirikan, terutama jika terjadi lini atau gempa. Hal ini dihubungkan dengan kearifan lokal budaya
Sunda masa silam yang sudah
dapat memperhitungkan halhal di luar kemampuan manusia sehubungan dengan kejadian dan gejala alam.
Sebenarnya masih banyak
kearifan lokal lainnya yang
terungkap dalam SSK Semoga
apa yang diungkap dan disajikan dapat memberi sedikit
gambaran dan pengetahuan
untuk lebih mencintai, memelihara dan melestarikan khazanah budaya masa lampau
yang tidak ternilai harganya.
(Ells Suryani
N.S.)***.I::a..._
,