Tinjauan Yuridis Terhadap Penyalagunaan Tanah Wakaf dalam Pandangan Hukum Agraria

(1)

BAB I PENDAHULUAN

H.Latar Belakang

Wakaf sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikkan di Indonesia. Diperkirakan lembaga wakaf ini sudah ada sejak Islam masuk ke Indonesia, kemudian berkembang seiring dan sejalan perkembangan agama Islam di Indonesia. Perkembangan wakaf dari masa ke masa ini tidak didukung oleh peraturan formal yang mengaturnya, praktik perwakafan selama itu hanya berpedoman kepada kitab-kitab fiqih tradisional yang disusun beberapa abad yang lalu, banyak hal sudah tidak memadai lagi. Pengaturan tentang sumber hukum, tata cara, prosedur dan praktik perwakafan dalam bentuk peraturan masih relative baru, yakni sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.1

(1) “Hak milik tanah badan-badan hukum keagamaan dan sosial lainnya sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh

Di Indonesia persoalan wakaf tanah milik masuk dalam bidang Hukum Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan tanah milik diberikan perhatian khusus oleh pemerintah sebagaimana terlihat pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Bab IX Pasal 49 yang memberikan ketentuan sebagai berikut :

1

Rahmat Parlaungan Siregar, Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang),Artikel USU, 2014, hal 1-2


(2)

(2) tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

(3) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya dimaksud Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.

(4) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada tanggal 17 Mei 1977 Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tentang Perwakafan Tanah Milik diiringi dengan seperangkat Peraturan Pelaksanaannya oleh Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri dan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, latar belakang dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, yaitu pada waktu yang lampau pengaturan tentang perwakafan tanah sebelum memenuhi kebutuhan juga tidak diatur secara tuntas dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan hakekat dan tujuan perwakafan itu sendiri, hal ini menimbulkan keresahan dikalangan umat Islam yang menjurus pada perasaan antipati terhadap lembaga wakaf, padahal lembaga itu dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana pengembangan kehidupan beragama, khususnya bagi umat Islam, dalam masyarakat banyak terjadi persengketaan mengenai wakaf tanah karena tidak jelasnya status tanah wakaf yang bersangkutan.2

2


(3)

Menurut istilah wakaf adalah “menahan suatu benda yang kekal zatnya dan memberikan manfaat (dari benda tersebut dijalan kebaikan),3 atau menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga zatnya, memutus pemanfaatan terhadap zat dengan bentuk pemanfaatan lain yang mubah yang ada.4

Praktek wakaf, di Indonesia sudah diterima oleh masyarakat (hukum adat) bangsa ini sejak awal masuknya Islam ke Nusantara. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya masjid-masjid yang dibangun di atas tanah wakaf. Selanjutnya jumlah tanah wakaf mengalami perkembangan yang signifikan, namun sayang dengan bertambah banyaknya tanah wakaf tersebut tidak diiringi dengan regulasi yang mengaturnya. Hal ini mengakibatkan wakaf tidak dapat berkembang dengan baik bahkan cenderung menimbulkan masalah. Oleh karena itu pemerintah Hindia Belanda berusaha mengeluarkan Surat Edaran yang mengatur tentang penertiban tanah wakaf di Indonesia.5

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perwakafan. Diantaranya Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, PMA No 1 Tahun 1978 tentang peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan peraturan lainnya. Meskipun sudah ada beberapa peraturan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk mengatur

3

Shahih bin Ghanim As-Sadlan & Syaikh Muhammad Shahih Al-Munajid, Intisari Fiqih Islam, Pustaka La Raiba Bima Armanta, Surabaya, 2007, hal. 165

4

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, Penerbit Amzah, Jakarta, 2010, hal. 395

5

Heru Susanto, Sejarah Perkembangan Perundang-Undangan Wakaf Di Indonesia, Jurnal,


(4)

perwakafan, namun ternyata wakaf di Indonesia masih belum bisa dikembangkan secara maksimal. Oleh karena itu, dengan disahkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, diharapkan mampu menjawab permasalahan-pemasalahan tentang wakaf sebelumnya. Tulisan ini membahas tentang sejarah peraturan perundang-undangan wakaf di Indonesia sejak zaman Belanda hingga sekarang6

Pasal 17 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik menentukan setiap pihak yang akan mewakafkan tanahnya harus menyatakan kehendaknya untuk mewakafkan tanah (menyampaikan ikrar wakaf) kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), dan selanjutnya setelah dibuat Akta Ikrar Wakafnya berdasarkan ketentuan Pasal 32 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah

Pelaksanaan perwakafan tanah di Indonesia masih banyak dilakukan dengan cara rasa saling percaya, kondisi ini membuat tanah yang diwakafkan tidak memiliki dasar hukum. Menurut ketentuan PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, untuk mendapatkan kekuatan hukum atas tanah yang diwakafkan maka harus dibuatkan suatu akta oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Selanjutnya Akta Ikrar Wakaf (AIW) didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dibuatkan sertifikatnya.

6


(5)

Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) berkewajiban untuk mendaftarkan tanah wakaf tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional setempat untuk diterbikan sertifikat tanah wakafnya.7

Guna menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 27 Oktober 2004 telah mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.8

Dewasa ini permasalahan wakaf yang masih sering terdengar antara lain adalah mengenai adanya benda wakaf yang belum memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, sehingga benda wakaf itu tidak mempunyai kekuatan hukum, di samping adanya penyelewengan atau penyalahgunaan benda wakaf yang dilakukan oleh nazir di tempat-tempat tertentu. Dan masih adanya tanah wakaf yang terbengkalai, sehingga tidak ada manfaatnya bagi kepentingan masyarakat. Kenyataan ini tidak sesuai dengan syari‘at wakaf, dan tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi dari wakaf itu sendiri.9

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas penulis memilih judul Tinjauan Umum Terhadap Penyalagunaan Tanah Wakaf dalam Pandangan Hukum Agraria.

7

tanggal 1 April 2017.

8

Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, Harvarindo, Jakarta, 2005, hal. 5.

9

Tirza C. Gobel, Perwakafan Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Jurnal, Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015, hal 2


(6)

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang telah dikemukakan, maka dapat didentifikasi beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tanah wakaf di Indonesia? 2. Bagaimanakah perwakafan hak milik tanah dalam hukum agraria? 3. Bagaimanakah akibat hukum terhadap penyalahgunaan tanah wakaf?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka, tujuan dari penulisan ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tanah wakaf di Indonesia.

2. Untuk mengetahui perwakafan hak milik tanah dalam hukum agraria. 3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap penyalahgunaan tanah wakaf.

Manfaat di dalam skripsi ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Dapat menambah khasanah hukum agraria, dalam menjamin kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat.

2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat bermanfaat guna memecahkan permasalahan yang terjadi berkaitan dengan penyalagunaan tanah wakaf ditinjau dari hukum agraria.


(7)

K.Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan, penulisan yang berkaitan dengan tinjauan umum terhadap penyalagunaan tanah wakaf dalam pandangan hukum agraria, belum pernah ada dilakukan dan bukan merupakan hasil ciptaan atau penggandaan dari karya tulis orang lain dan sudah diperbandingkan judulnya dikampus, di mana penulisan menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademik maupun ilmiah.

L. Tinjauan Pustaka

Islam adalah agama yang mempunyai aturan dan tatanan sosial yang konkrit, akomodatif dan aplikatif, guna mengatur kehidupan manusia yang dinamis dan sejahtera, tidak seluruh perilaku dan adat istiadat sebelum diutus-Nya Nabi Muhammad SAW merupakan perbuatan buruk dan jelek, tetapi tradisi Arab yang memang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam diakomodir diformat menjadi ajaran Islam lebih teratur dan bernilai imaniyah.Sebagai warga negara Indonesia yang baik, seseorang dituntut untuk melakukan sesuatu menurut ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga dengan urusan kekayaan atau kepemilikan lainnya seperti tanah harus dilakukan suatu pencatatan agar kelak dikemudian hari tidak menimbulkan suatu sengketa. Sebab, masalah tanah merupakan hal yang krusial dan sering dapat menimbulkan potensi sengketa yang berkepanjangan.10

tanggal 1 April 2017.


(8)

Pendaftaran tanah merupakan salah satu usaha dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum pada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas, dan batas-batasnya, siapa yang mempunyai dan beban-beban apa yang ada diatasnya. Di Indonesia masalah pertanahan memperoleh kedudukan yang penting. Gagasan luhur penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk kesejahteraan masyarakat tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD’45 dan amandemen, yang berbunyi :“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Pengaturan tentang pertanahan tersebut selanjutnya diatur dalam undang-undangan tersendiri yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria, serta sejumlah peraturan lain terkait dengan Pertanahan, salah satunya yaitu undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

M.Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dalam hal ini penulis


(9)

menggunakan metode penulisan yang baik dilihat dari tipologinya merupakan penelitian normatif (yuridis normative).11 Penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yuridis normatif ini disebut juga dengan penelitian hukum doctrinal. 12

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis yang mengarah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris atau penelitian hukum doktriner, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain dan penelitian lapangan.

3. Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penyelesaian skripsi ini meliputi:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini yang digunakan antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal 13-14.

12

Johny Ibrahim, Teori dan Pengantar Penelitian Hukum Normatif, Bayu Medua, Surabaya, 2007, hal 300


(10)

Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf Di Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder. Data sekunder ini adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang relevan dengan judul ini, dokumen-dokumen, pendapat para ahli hukum, jurnal, artikel, makalah dan hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam skripsi ini adalah kamus-kamus dan ensiklopedia.

4. Metode pengumpulan data

Metode mengumpulkan data-data, melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dari referensireferensi yang mendukung terhadap penelitian berupa dokumen, literatur, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel yang memiliki kaitan dengan permasalahan. Kemudian menjadi bahan masukkan dalam melengkapi analisis dalam permasalahan ini

4. Analisis data

Penarikan kesimpulan dilakukan menggunakan metode deduktif yaitu suatu metode penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus. Guna mencapai tujuan penelitian ini dan memperoleh kesimpulan, maka data yang ada diolah. Proses ini akan dilakukan editing, yaitu memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Selanjutnya


(11)

di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum lengkap.

Analisis data dilakukan dengan cara melakukan penafsiran hukum terhadap data, selanjutnya data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematis, lengkap dan rinci menurut kerangka bahasan yang sudah ditentukan, sehingga memudahkan dalam memberikan arti terhadap data sesuai dengan tujuan penelitian dan akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. Setelah proses analisis dilakukan, maka penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif, yakni penarikan kesimpulan secara menyeluruh dengan suatu metode dari hal-hal yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

Data yang dianalisis secara kualitatif dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian skripsi ini.

N. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, agar cara kerja penelitian menjadi lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab yang terdiri dari sub-bab. Kelima bab tersebut yaitu:


(12)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan awal yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian sertasistematika penulisan

BAB II PENGATURAN HUKUM TANAH WAKAF DI INDONESIA Bab ini berisikan pengertian wakaf dan tanah wakaf, peran pemerintah dalam pemberdayaan tanah wakaf dan tata cara pendaftaran tanah wakaf di Indonesia serta pengaturan hukum dan pengelolaan tanah wakaf di Indonesia

BAB III PERWAKAFAN HAK MILIK TANAH DALAM HUKUM

AGRARIA

Bab ini membahas prosedur perwakafan hak milik tanah tanah, pendaftaran hak atas tanah wakaf dan perwakafan hak milik tanah dalam hukum agraria.

BAB IV PANDANGAN YURIDIS TERHADAP PENYALAGUNAAN

TANAH WAKAF

Bab ini penyebab terjadinya penyalagunaan tanah wakaf, penyalagunaan tanah wakafa, contoh kasus penyalahgunaan tanah wakaf dalam Putusan No. 354/Pdf.G/2013/PN-Mdn.


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Selain kesimpulan, berisi juga saran-saran dari penulis yang berhubungan dengan proses dalam melakukan penelitian yang telah dilakukan.


(1)

Pendaftaran tanah merupakan salah satu usaha dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status atau kedudukan hukum pada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas, dan batas-batasnya, siapa yang mempunyai dan beban-beban apa yang ada diatasnya. Di Indonesia masalah pertanahan memperoleh kedudukan yang penting. Gagasan luhur penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk kesejahteraan masyarakat tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD’45 dan amandemen, yang berbunyi :“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Pengaturan tentang pertanahan tersebut selanjutnya diatur dalam undang-undangan tersendiri yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria, serta sejumlah peraturan lain terkait dengan Pertanahan, salah satunya yaitu undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

M.Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dalam hal ini penulis


(2)

menggunakan metode penulisan yang baik dilihat dari tipologinya merupakan penelitian normatif (yuridis normative).11 Penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yuridis normatif ini disebut juga dengan penelitian hukum doctrinal. 12

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis yang mengarah penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis empiris atau penelitian hukum doktriner, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain dan penelitian lapangan.

3. Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penyelesaian skripsi ini meliputi:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini yang digunakan antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

11


(3)

Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf Di Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder. Data sekunder ini adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang relevan dengan judul ini, dokumen-dokumen, pendapat para ahli hukum, jurnal, artikel, makalah dan hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam skripsi ini adalah kamus-kamus dan ensiklopedia.

4. Metode pengumpulan data

Metode mengumpulkan data-data, melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dari referensireferensi yang mendukung terhadap penelitian berupa dokumen, literatur, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel yang memiliki kaitan dengan permasalahan. Kemudian menjadi bahan masukkan dalam melengkapi analisis dalam permasalahan ini

4. Analisis data

Penarikan kesimpulan dilakukan menggunakan metode deduktif yaitu suatu metode penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus. Guna mencapai tujuan penelitian ini dan memperoleh kesimpulan, maka data yang ada diolah. Proses ini akan dilakukan editing, yaitu memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Selanjutnya


(4)

di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum lengkap.

Analisis data dilakukan dengan cara melakukan penafsiran hukum terhadap data, selanjutnya data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematis, lengkap dan rinci menurut kerangka bahasan yang sudah ditentukan, sehingga memudahkan dalam memberikan arti terhadap data sesuai dengan tujuan penelitian dan akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. Setelah proses analisis dilakukan, maka penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif, yakni penarikan kesimpulan secara menyeluruh dengan suatu metode dari hal-hal yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

Data yang dianalisis secara kualitatif dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian skripsi ini.

N. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, agar cara kerja penelitian menjadi lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab yang terdiri dari sub-bab. Kelima bab tersebut yaitu:


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan awal yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian sertasistematika penulisan

BAB II PENGATURAN HUKUM TANAH WAKAF DI INDONESIA

Bab ini berisikan pengertian wakaf dan tanah wakaf, peran pemerintah dalam pemberdayaan tanah wakaf dan tata cara pendaftaran tanah wakaf di Indonesia serta pengaturan hukum dan pengelolaan tanah wakaf di Indonesia

BAB III PERWAKAFAN HAK MILIK TANAH DALAM HUKUM

AGRARIA

Bab ini membahas prosedur perwakafan hak milik tanah tanah, pendaftaran hak atas tanah wakaf dan perwakafan hak milik tanah dalam hukum agraria.

BAB IV PANDANGAN YURIDIS TERHADAP PENYALAGUNAAN

TANAH WAKAF

Bab ini penyebab terjadinya penyalagunaan tanah wakaf, penyalagunaan tanah wakafa, contoh kasus penyalahgunaan tanah wakaf dalam Putusan No. 354/Pdf.G/2013/PN-Mdn.


(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Selain kesimpulan, berisi juga saran-saran dari penulis yang berhubungan dengan proses dalam melakukan penelitian yang telah dilakukan.