Tinjauan Yuridis Terhadap Penyalagunaan Tanah Wakaf dalam Pandangan Hukum Agraria

ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAGUNAAN TANAH
WAKAF DALAM PANDANGAN HUKUM AGRARIA
Fairly Yusmar *)
Zaidar, SH.,M.Hum **)
Mariati Zendrato, S.H., M.Hum ***)
Pelaksanaan perwakafan tanah di Indonesia masih banyak dilakukan
dengan cara rasa saling percaya, kondisi ini membuat tanah yang diwakafkan
tidak memiliki dasar hukum. Ketentuan PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, untuk
mendapatkan kekuatan hukum atas tanah yang diwakafkan maka harus dibuatkan
suatu akta oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Permasalahan dalam penelitian ini adalah
pengaturan hukum tanah wakaf di Indonesia, perwakafan hak milik tanah dalam
hukum agrarian, dan akibat hukum penyalagunaan tanah wakaf ditinjau dari
hukum agraria.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sifat penelitian
yang dipergunakan yaitu deskriptif analisis, metode mengumpulkan data-data,
melalui studi kepustakaan (library research), analisis data menggunakan metode
deduktif yaitu suatu metode penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat
umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

Pengaturan hukum tanah wakaf di Indonesia Pasal 1 angka (1) UndangUndang No.41 Tahun 2004, yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah. Perwakafan hak milik tanah dalam hukum agraria, Setelah Akta Ikrar
Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan (5) Pasal 9, PP No. 28
Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
atas nama Nadzir yang bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada
Bupati/Walikota Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat
untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961. Akibat Hukum Penyalagunaan Tanah
Wakaf Ditinjau dari Hukum Agraria, Akibat hukum dari perubahan status
kepemilikan harta benda wakaf yang tidak dilakukan dengan tukar menukar yaitu
peralihan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum atau batal demi hukum
karena peralihan tersebut bertentangan dengan UU Wakaf dan peraturan
pelaksanaannya. menurut pendapat majelis hakim, bahwa ditariknya /digugatnya
seseorang ke Pengadilan oleh orang lain karena orang tersebut merasa telah
terlanggar haknya adalah merupakan hak orang tersebut untuk
manarik/menggugat seseorang yang dianggap telah melanggar haknya.
Kata Kunci : Penyalagunaan, Tanah, Wakaf, Hukum Agraria


i
Universitas Sumatera Utara